Dari pertemuan di surabaya para ulama membahas tentang apa

Gubernuran | 03 Sep 2015 10:56:45 AM

Dari pertemuan di surabaya para ulama membahas tentang apa

Sososk Abdul Wahab Hasbullah juga dikenal sebagai pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik dari lingkungan NU, Muhamammadiyah, hingga organisasi lainnya.

Masyarakat Jawa Timur khususnya warga Jombang kembali mendapat kehormatan dari Negara, setelah Presiden Joko Widodo menegaskan kembali pengangkatan gelar Pahlawan Nasional kepada KH Abdul Wahab Hasbullah saat pembukaan Muktamar Nahdlatul Ulama 2015 (1/8), di Jombang.

"Sejak saya jadi presiden, gelar pahlawan nasional akan saya anugerahkan pada Kiai dari Jombang, KH Abdul Wahab Hasbullah," kata Jokowi.

Salah satu cucunya, KH Hasib Wahab yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang ini menilai KH Wahab Hasbullah banyak berkontribusi dalam perjuangan, baik sebelum kemerdekaan Republik Indonesia maupun sesudah kemerdekaan.

Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah yang lahir di Jombang pada 31 Maret 1888 merupakan pendiri Nahdatul Ulama bersama KH Hasyim AsyariAyahnya, KH Hasbulloh Said, merupakan pengasuh Pesantren Tambakberas di Jombang, Jawa Timur, sedangkan ibunya bernama Nyai Latifah. Gelarnya sebagai Pahlawan Nasional Indonesia baru disematkan pada 7 November 2014 oleh Presiden Joko Widodo.

Sosok Abdul Wahab Hasbullah juga dikenal sebagai pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik dari lingkungan NU, Muhammadiyah, hingga organisasi lainnya. Ia mengenyam pendidikan di berbagai pesantren seperti Pesantren Mojisari di Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, hingga Pesantren Tebuireng di Jombang. Tak berhenti di situ, Abdul Wahab Hasbullah melanjutkan pendidikan hingga ke Makkah untuk berguru pada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dan mendapatkan hasil nilai yang istimewa.

Sepulangnya dari Mekah pada 1914, Abdul Wahab Hasbullah kembali mengasuh pesantrennya di Tambakberas. Selain mengasuh pesantren, Abdul Wahab Hasbullah juga aktif dalam melakukan pergerakan nasional karena tidak tega melihat kondisi bangsa yang mengalami kemerosotan hidup, baik dari segi ekonomi, pendidikan, maupun kemerdekaan karena penindasan dari para penjajah.

Dalam mengatasi permasalahan bangsa ini, Abdul Wahab Hasbullah mendirikan organisasi pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Negeri) pada 1916. Untuk memperkuat pergerakan ini, Abdul Wahab Hasbullah juga mendirikan Nahdlatul Tujjar (Kebangkitan Saudagar) yang berfungsi sebagai pusat penggalangan dana bagi perjuangan pengembangan Islam serta kemerdekaan Indonesia pada 1918. Organisasi ini dipimpin oleh Hasyim Asy’ari, sedangkan Abdul Wahab Hasbullah menjabat sebagai sekretaris sekaligus bendahara.

“Sebelum mendirikan NU bersama KH Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab mendirikan Madrasah yang diberi nama Nahdlatul Wathan, yang berarti Bangkitnya Tanah Air.Pendirian Nahdlatul Wathan ini merupakan bukti dari cita-cita Mbah Wahab untuk membebaskan bangsa dari penjajahan kolonial Belanda,” ujar Hasib Wahab saat memberikan sambutan dalam bedah buku KH Wahab Hasbullah di tengah peneyelenggaraan Muktamar NU 2015 di Jombang.

Senada diungkapkan sejarawan Nahdlatul Ulama Drs Choirul Anam yang menjelaskan bahwa munculnya Nahdlatul Wathan sebagai salah satu bukti perjuangan KH Wahab Chasbullah untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang lebih dahulu muncul Sepuluh tahun sebelum berdirinya Nahdlatul Ulama, “Nahdlatul Wathon kalau diterjemahkan sekarang adalah sekolah kebangsaan,”ujarnya.

Jadi menurutnya, Wahab Hasbullah sudah jauh berfikir bagaimana membangun nasionalisme bangsa yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam karena sejarah Indonesia lebih banyak sejarah Islam hanya karena dijajah oleh bangsa lain yang membuat intelektual masyarakat bingung.

Istikhoroh

Sementara itu Ketua PBNU KH As'ad Ali mengungkapkan KH Wahab adalah sosok penggerak, meski demikian ia tidak mendahului kehendak ulama. “Waktu itu beliau mengusulkan untuk mendirikan NU, tapi Mbah Hasyim mengatakan mau akan istikhoroh dulu. Kiai Wahab pun manut,” katanya

As'ad melanjutkan, salah satu peninggalan penting dari KH Wahab adalah mars Yahlal Wathon. Tahun 1916 mars ini wajib dinyanyikan sebelum sekolah di Nahdlatul Wathon. "Salah satu syair yang paling penting adalah Wala takun ahlal hirman, jangan kalian menjadi bangsa terjajah," katanya.

Setelah membentuk Nahdlatul Wathan, KH -Abdul Wahab Hasbullah lalu membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1919,hal ini dikarenakan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia semakin pelik.

Mula-mula kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta terbatas. Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan menarik perhatian kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting.

Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.

Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori Kyai Wahab Hasbullah dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan terpentingnya kepada kaum muslimin Indonesia. Kyai Wahab telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim justru akan mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan pisau analisis keislaman.

Fatwa Resolusi Jihad

Selain itu KH A Wahab Hasbullah  juga aktif berkiprah sebagai penasehat di Masyumi yang beranggotakan dari kalangan NU dan Muhammadiyah. Sebelumnya ia juga ikut mendirikan MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) bersama K.H. Achmad Dahlan (Muhammadiyah) dan K.H. Mas Mansur (non-partai) karena didorong oleh kesadaran perlu menciptakan suasana hubungan yang baik antara partai dan organisasi-organisasi Islam saat itu.

MIAI didirikan di Surabaya pada tanggal 12 September 1937, namun pada bulan Oktober 1943 dibubarkan Jepang karena dianggap membahayakan kedudukan Jepang.

Sarekat Islam (SI) adalah pergerakan yang beliau dirikan selanjutnya bersama rekan-rekannya ketika masih menuntut ilmu di Mekkah. Pergerakan ini bukan sekadar mengumpulkan cendekiawan dari kalangan Islam tanah air, juga ingin memajukan kaum Islam yang rendah ekonominya dan rendah pengetahuannya.

Pada masa revolusi kemerdekaan KH Wahab juga turut serta dalam proses keluarnya “Fatwa Resolusi Jihad.  Ketika fatwa Resolusi Jihad dikeluarkan Rois Akbar PBNU KH Hasyim Asy’ari, dalam pertemua ulama dan konsul-konsul NU se-Jawa dan Madura, di kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) di Jalan Bubutan VI/2 Surabaya pada 22 Oktober 1945, Kiai Wahab yang waktu itu menjadi Khatib Am PBNU bertugas mengawal implementasi dan pelaksanaan di lapangan.

Fatwa tersebut akhirnya menjadi pemantik pertempuran heroik 10 November, untuk mengusir Belanda yang ingin kembali menjajah dengan cara membonceng NICA alias Sekutu. “Jadi, gelar Pahlawan Nasional memang sangat layak diberikan untuk Mbah Wahab,” imbuh Gus Hasib, panggilan akrab KH Hasib Wahab.

Dengan catatan sejarah panjang perjuangan KH Wahab Hasbullah terhadap bangsa ini, berbagai pihak menilai sangat tepat jika pemerintah memberigelar Pahlawan Nasional. “Jadi, gelar Pahlawan Nasional memang sangat layak diberikan untuk Mbah Wahab,” imbuh Gus Hasib.

Apalagi usulan nama Kiai Wahab yang wafat 29 Desember 1971, sebagai Pahlawan Nasional sebenarnya sudah dilakukan cukup lama. Gus Hasib menyebut, usulan pertama pada tahun 1989 atau ketika masa Orde Baru. Karena macet, akhirnya usulan kedua disampaikan tahun 2012 lalu.“Yang mengusulkan Pemkab Jombang, PBNU Pusat, dan PCNU Jombang, juga para keluarga, kiai, dan ulama semua,” tukasnya.

Dari usulan tersebut, telah dilakukan beberapa kali seminar, uji publik, dan kajian sejarah untuk menguji layak tidaknya Kiai Wahab menjadi Pahlawan Nasional, dilihat dari peran sebelum, ketika maupun sesudah kemerdekaan. Mereka yang mengulas, antara lain, sejarawan Prof Anhar Gonggong, sejarawan NU Choirul Anam, dan PBNU. (mad)