Dr Anwar Budiman SH MM MH Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.
Oleh: Dr Anwar Budiman SH MM MH TRIBUNNEWS.COM - Dalam sebuah teori dikatakan bahwa perjanjian kerja harus mencerminkan keadilan atau keseimbangan untuk para pihak. Perjanjian kerja tidak boleh berat sebelah, apalagi perjanjian kerja dapat diartikan sebagai pertukaran hak dan kewajiban dari para pihak. Maka sudah semestinya sesuai dengan tujuannya, yaitu membawa kemanfaatan dan keadilan bagi yang membuatnya. Namun dalam kenyataannya banyak yang terjadi jauh panggang dari api, antara das sollen dan das sein tidak sejalan. Hal ini karena tidak seimbangnya kedudukan pengusaha dengan pekerja, di mana secara sosioekonomi pengusaha mempunyai kemampuan tinggi, sedangkan pekerja dalam kemampuan kurang menguntungkan. Baca juga: Hadapi Dampak Pandemi, Menaker Ida Sapa Pekerja Perempuan di Rusunawa Ungaran Dengan semakin banyaknya tenaga kerja yang tersedia, sedangkan lapangan pekerjaan sangat terbatas, maka masalah kesimbangan dalam perjanjian kerja ini sering tidak ditemukan. Oleh karena itu untuk membatasi tindakan dari salah satu pihak yang mempunyai kemampuan lebih tinggi dari yang lainnya, maka negara harus turut campur agar segala transaksi dapat berjalan baik meskipun tidak bisa memuaskan semua pihak. Salah satunya melalui dibentuknya peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Asas Hukum
Lihat Foto KOMPAS.com - Lex posterior derogat legi priori merupakan asas hukum di mana peraturan yang baru dapat menyampingkan atau meniadakan peraturan yang lama. Asas ini ini digunakan untuk mencegah adanya dua peraturan yang secara hierarki sederajat dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurut mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, ada dua prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex posterior derogat legi priori, yakni:
Baca juga: DPR Sahkan RUU tentang 7 Provinsi Jadi Undang-Undang Derajat hierarki dalam perundang-undangan di Indonesia tercantum dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Merujuk Pasal 7 UU tersebut, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia terdiri atas:
Contoh lex posterior derogat legi priori adalah UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sejak berlaku pada 30 Juli 2014, adanya UU ini mencabut UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 terdapat beberapa perubahan dan perkembangan dibanding UU Nomor 3 Tahun 1997. Salah satunya adalah batasan usia anak. Dalam UU Nomor 3 Tahun 1997, anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Sementara dalam UU Nomor 11 Tahun 2012, anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Referensi: Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Baca berikutnya |