Contoh metode PENGHINDARAN pajak berganda Unilateral

Untuk lebih memahami ketentuan umum perpajakan tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, silahkan disimak penjelasan seputar Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (selanjutnya disingkat P3B) berikut ini.

Pemerintah Indonesia terikat P3B yang dilakukan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan dengan otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku. Direktur Jenderal Pajak dapat meminta informasi kepada Wajib Pajak atau pihak lain mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan yang akan dipertukarkan.

Wajib Pajak atau pihak lain wajib memenuhi permintaan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan. Dalam hal Wajib Pajak atau pihak lain tidak memenuhi permintaan tersebut, Wajib Pajak atau pihak lain dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang. Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) yang selanjutnya disebut MAP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak dan otoritas pajak negara atau yurisdiksi mitra P3B. Permintaan pelaksanaan MAP dapat diajukan oleh Wajib Pajak melalui Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak, otoritas pajak negara mitra P3B atau yurisdiksi mitra P3B dalam batas waktu pelaksanaan MAP.

Permintaan pelaksanaan MAP dapat diajukan bersamaan dengan permohonan Wajib Pajak untuk mengajukan:

  1. keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang;
  2. permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Undang-Undang; atau
  3. permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang.

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk meneliti permintaan pelaksanaan MAP untuk menentukan dapat atau tidaknya dilaksanakan MAP. Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan persetujuan Bersama setelah surat ketetapan pajak diterbitkan tetapi tidak diajukan keberatan atau tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, Direktur Jenderal Pajak melakukan pembetulan atas surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan.

Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan tetapi tidak diajukan banding atau Wajib Pajak mengajukan banding tetapi dicabut, Direktur Jenderal Pajak melakukan pembetulan atas Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan ketentuan. Apabila pelaksanaan MAP dilakukan bersamaan dengan proses banding dan sampai dengan Putusan Banding diucapkan pelaksanaan MAP belum menghasilkan Persetujuan Bersama, Direktur Jenderal Pajak menghentikan MAP. Dalam hal pelaksanaan MAP tidak menghasilkan Persetujuan Bersama, berlaku surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.

Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) yang selanjutnya disebut APA berlaku dan mengikat bagi:

  1. Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak; atau
  2. Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak dan otoritas pajak negara mitra P3B atau yurisdiksi mitra P3B,       

selama jangka waktu APA.

Direktur Jenderal Pajak tidak dapat melakukan koreksi atas hal-hal yang disepakati dalam APA. Dalam hal proses APA tidak menghasilkan kesepakatan antara pihak-pihak, dokumen Wajib Pajak yang dipergunakan selama proses penentuan APA harus dikembalikan sepenuhnya kepada Wajib Pajak. Dokumen Wajib Pajak tersebut tidak dapat digunakan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai dasar untuk melakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pertukaran informasi, MAP, dan APA diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DALAM PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

ABRAHAM SYLVESTER JURISTIA KADI AIRLANGGA HARRYANDI, 030315591 (2007) PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DALAM PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

1. Persetujuan penghindaran pajak berganda merupakan rekonsiliasi dari dua undang-undang pajak yang berbeda (antar dua negara), yang membagi hak pemajakan atas subjek dan objek pajak luar negeri. Untuk penghindaran pajak berganda, negara-negara di dunia menggunakan model P3B sebagai acuan untuk pembuatan suatu persetujuan penghindaran pajak berganda. Model P3B tersebut adalah UN Model dan OECD Model. Ada dua metode penghindaran pajak berganda yang dirumuskan dalam ketentuan P3B UN Model dan OECD Model, yaitu Metode pembebasan pajak (Exemption Method) dan Metode pengkreditan pajak (Credit Method). Negara-negara di dunia lebih banyak menganut metode pengkreditan pajak, sebab metode tersebut dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan metode pembebasan pajak. 2. Mengenai kredit pajak, di Indonesia sudah ada dasar hukum yang mengatur mengenai pelaksanaannya, hanya saja diharapkan agar dalam praktiknya dapat dijalankan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan, sehingga dapat memberikan keamanan dan kepastian hukum bagi wajib pajak. Dalam hal terjadi sengketa perpajakan, berdasarkan ketentuan dalam P3B, dapat ditempuh upaya penyelesaian melalui MAP (Mutual Agreement Procedure). Yaitu dengan perundingan antar pejabat yang berwenang dari kedua negara yang terikat P3B. Namun, masih terdapat kelemahan dalam upaya penyelesaian sengketa melalui MAP, di antaranya adalah apabila tidak dicapai titik temu di antara para pejabat berwenang yang melakukan perundingan, sehingga tentunya dapat amat merugikan wajib pajak. Tetapi, direncanakan akan dimasukan pasal baru dalam P3B OECD Model mengenai badan Arbitrasi Internasional. Diharapkan dengan Badan Arbitrasi Internasional, penyelesaian sengketa pajak dapat lebih dimaksimalkan.

Actions (login required)

Contoh metode PENGHINDARAN pajak berganda Unilateral
View Item

Academia.edu no longer supports Internet Explorer.

To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.

Contoh metode PENGHINDARAN pajak berganda Unilateral

Darussalam,
Managing Partner DDTC

KEDAULATAN negara untuk mengatur aspek internasional dari ketentuan pajaknya dapat saja berbeda dan saling berbenturan dengan negara lainnya, sehingga dapat terjadi saling klaim hak pemajakan terhadap suatu objek pajak maupun subjek pajak yang sama.

Untuk itu, perlu dibuat suatu ‘norma pajak internasional’ sebagai suatu panduan yang berlaku secara umum dan internasional. Melalui ‘norma pajak internasional’, suatu negara tidak dapat menerapkan klaim hak pemajakannya terhadap negara lain apabila tidak terdapat faktor penghubung tertentu (connecting factor) yang dipersyaratkan.

Pada umumnya, terdapat dua faktor penghubung yang dituangkan dalam ketentuan pajak dari suatu negara ketika mengatur aspek internasional dari ketentuan pajaknya, yaitu:

  • Personal Connecting Factor di mana faktor penghubung ini mengaitkan hak pemajakan suatu negara berdasarkan status subjek pajaknya ‘terhubung’ dengan negara tersebut. Konsep ini juga sering disebut dengan konsep residence atau personal attachment.
  • Objective Connecting Factor di mana faktor penghubung ini mengaitkan hak pemajakan suatu negara berdasarkan keberadaan aktivitas ekonomi dengan wilayah teritorial suatu negara. Konsep ini juga sering disebut dengan konsep source atau objective attachment.

Penerapan jenis faktor penghubung di atas oleh ketentuan pajak domestik dari berbagai negara dapat berdampak pada transaksi lintas batas negara, di mana dua atau lebih negara dapat melakukan klaim hak pemajakan atas subjek pajak atau objek pajak yang sama.

Hal inilah yang menyebabkan timbulnya pajak berganda. Secara umum, pajak berganda dapat bersifat yuridis maupun ekonomis. Pajak berganda secara yuridis merujuk pada situasi di mana satu subjek pajak dikenakan pajak oleh lebih dari satu negara atas penghasilan yang sama pada suatu periode (tahun) pajak yang sama.

Sedangkan, pajak berganda secara ekonomis merujuk pada situasi di mana suatu penghasilan yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali di dua atau lebih subjek pajak yang berbeda

Pajak berganda ditengarai menjadi penyebab penghalang aktivitas bisnis lintas batas negara. Oleh karena itu, banyak negara berupaya untuk menghilangkan dampak pajak berganda dengan berbagai metode. Pada umumnya, metode tersebut dapat dilakukan secara unilateral, bilateral, maupun multilateral.

Secara unilateral, pajak berganda dapat dihilangkan dengan melalui ketentuan penghindaran pajak berganda yang diterapkan secara sepihak oleh suatu negara menurut ketentuan pajak domestik negara tersebut. Misal di Indonesia, dengan menggunakan ketentuan kredit pajak luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008.

Sedangkan secara bilateral atau multilateral, suatu negara dapat menghilangkan pajak berganda dengan cara mengadakan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Namun perlu diperhatikan bahwa dalam konteks P3B, penghindaran pajak berganda yang dimaksud adalah penghindaran pajak berganda secara yuridis.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.