Contoh kasus kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi

SEPERTI kita ketahui dan rasakan, pandemi telah melahirkan kesengsaraan yang dialami oleh sebagian besar rakyat. PHK terjadi besar-besaran, akses masyarakat terhadap lapangan pekerjaan berkurang karena PPKM telah membatasi gerak penduduk dalam bekerja. Konsekuensinya, sebagian besar penduduk masuk dalam kerentanan sosial ekonomi tingkat tinggi.

Ternyata, secara sosiologis, gambaran di atas tidak sepenuhnya benar. Simaklah fenomena-fenomena sebagai berikut. Di tengah lesunya ekonomi, elite-elite partai dan politisi pameran baliho dengan biaya mahal. Jelas, kepentingan baliho untuk memenuhi ambisi politik tokoh-tokoh demi persiapan pemilihan presiden pada 2024. Terlebih, semua partai politik sudah bersiap-siap dengan hajatan politik tingkat tinggi ini.

Anomali berikutnya, pada Juli lalu total honor pejabat daerah di Lumajang sebagai ”panitia” pemakaman Covid-19 sebanyak Rp 282 juta dengan satu pemakaman dihargai Rp 100 ribu. Bagaimana kita membayangkan, kepala daerah tega mengambil keuntungan dari korban Covid-19 ini? Jelas, honor ini berimplikasi pada peningkatan pendapatan pejabat.

Salah Seorang Andalan Persebaya Terancam Absen Lawan Arema FC

Belum selesai isu tersebut, drama kesenjangan sosial muncul lagi. Laporan LHKPN menyebutkan, harta kekayaan pejabat negara meningkat rata-rata 70 persen. Kemudian, wawancara Krisdayanti, anggota DPR RI, pada sebuah media sosial, telah membelalakkan mata. Ternyata tingginya gaji legislatif kita tidak sebanding dengan capaian kerja ”terukur” mereka.

Gambaran di atas agak bisa dimaklumi –sekalipun tidak bisa dibenarkan– manakala negara sedang stabil dan pertumbuhan ekonomi tinggi. Roda ekonomi yang bergerak mengarahkan masyarakat yang meningkat tingkat kesejahteraannya dan masyarakat yang sejahtera akan melahirkan pendapatan nasional tinggi.

Tetapi, jelas ironis manakala ”penumpukan” kekayaan terjadi pada saat sektor ekonomi tidak berjalan; pengangguran, kemiskinan, dan kelompok rentan meningkat. Ditambah disorganisasi keluarga merebak di tengah orang tua yang meninggal akibat Covid-19.

Kesenjangan sosial tetap saja tinggi. Seakan-akan nilai-nilai solidaritas sosial, gotong royong, nasionalisme, dan etos hidup sederhana tidak ada artinya. Demikian juga, kita sering mendengar pernyataan tentang jati diri bangsa sebagai bangsa yang berkebudayaan dengan solidaritas sosial tinggi. Toh, masih ada minoritas yang hanya memikirkan diri mereka sendiri. Konsekuensinya, kelompok yang meraup keuntungan tinggi hidup di tengah masyarakat yang sulit mengais rezeki. Di sini pandemi telah melahirkan anomali sebagai keganjilan pada masyarakat. Salah satu bentuknya, kesenjangan sosial yang tidak semakin membaik. Tulisan ini akan menggali sebab-sebab kesenjangan sosial tersebut.

Risiko Struktur Sosial

Penulis setuju bahwa menyamaratakan pendapatan masyarakat pada sebuah bangsa merupakan fenomena sosial yang mustahil. Hal ini karena ketidaksamaan sosial merupakan fitrah masyarakat kapan pun dan di mana pun.

Sejak manusia berkelompok, disparitas sosial menandai masyarakat, seperti dijelaskan konsep kelas Karl Marx. Sejak masyarakat kuno sampai masyarakat industri, pertentangan selalu saja terjadi. Sama keadaannya, di Indonesia, kesenjangan sosial juga terjadi pada setiap orde.

Pemerintah Antisipasi Mobilitas Jelang Libur Nataru

Kesenjangan sosial muncul karena kelompok-kelompok sosial berkompetisi. Dalam kompetisi, lahirlah pihak yang menang dan kalah atau kelompok beruntung dan kelompok ”kurang” beruntung. Pemenang menduduki strata atas dan menguasai banyak sumber daya dan menikmati hak-hak istimewa (privilege) sebagai imbalan.

Kelompok kalah merupakan kelompok yang tidak beruntung. Perjuangan mereka lebih berat daripada kelompok yang berstrata atas. Sekalipun mereka sudah berpeluh keringat, bekerja keras, tetapi pendapatan yang diperoleh begitu-begitu saja. Di sinilah ketimpangan distribusi pendapatan lahir.

Perspektif Marxis menyatakan, kelompok kapitalis menindas kelompok proletar dengan ideologi yang bekerja secara halus. Tidak cukup itu, kelompok kapitalis selalu melegitimasi posisi sosial dengan berlindung pada aturan. Ilusi dimainkan dengan menyatakan bahwa aktor-aktor tidak bisa menolak disebabkan ”kuasa” aturan.

Diduga Melakukan Pengaturan Skor, Lima Pemain dan Pelatih Dipecat

Senada dengan Marxis, perspektif elite juga memperjelas fenomena ini. Elite menunjuk sekelompok orang yang menguasai sumber daya politik, ekonomi, sosial, maupun kebudayaan. Elite ini mengatur kelompok besar masyarakat. Dari kekuatan elite ini, sistem oligarki memperkuat kedudukan elite. Kelompok yang dekat dengan penguasa selalu mendapat keuntungan. Sementara kelompok yang jauh dari pemilik sumber daya juga semakin jauh pada akses sumber daya. Akibatnya, sumber daya berputar pada orang itu-itu saja.

Tugas Negara

Kesenjangan sosial menjelaskan kegagalan negara mengatur distribusi pendapatan secara berkeadilan. Kompetisi dibiarkan mengikuti hukum alam, layaknya hukum rimba yang berlaku dalam dunia binatang. Kegamangan negara ditunjukkan dengan tidak memperhatikan kelompok-kelompok tidak beruntung.

Etika selalu digembar-gemborkan, tetapi penumpukan pendapatan pada segelintir orang dibiarkan. Solidaritas sosial disuarakan, tetapi pengejaran sumber-sumber material, mental cari selamat sendiri yang diagung-agungkan. Pengelola negara jauh dari sensitivitas memedulikan penderitaan rakyat.

Di sinilah kita perlu melakukan refleksi dan evaluasi pada tujuan hidup berbangsa dan bernegara. Untuk apa kita dipertemukan dalam rumah bersama NKRI? Solidaritas sosial yang akan kita bentuk, modelnya seperti apa? Tentu, tidak hanya pada kesamaan melihat sesuatu, tetapi juga persamaan dalam pendapatan. Sekalipun tidak merata 100 persen, pendapatan satu kelompok seharusnya tidak jauh meninggalkan kelompok lain.

Kalau perlu, negara memikirkan strategi menetas ke bawah (trickle down effect). Ia didesain secara formal dengan aturan ketat. Peluang itu terbuka lebar, mengingat negara memiliki kebijakan atau diskresi-diskresi tertentu agar semuanya tidak berjalan secara liar.

Penumpukan kekayaan pada kelompok tertentu seharusnya dipangkas. Melihat kelompok-kelompok gagal kompetisi atau pasif, negara menggelontorkan berbagai pemihakan. Bahkan, melalui sumber daya yang dikuasai, negara membela kelompok-kelompok tidak mampu.

Tentu hal ini tidak mudah, persoalan sistemis tidak mudah diurai. Regulasi, kebijakan, dan sistem politik yang mengekang perlu didobrak dengan mental, keberanian, dan keberpihakan. Pejabat yang memiliki ”habitus” mendengar dan merasakan penderitaan rakyat tentunya tidak sulit melakukan strategi ini. (*)

*) RACHMAD K. DWI SUSILO, Ketua Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang, alumnus Public Policy and Social Governance Hosei University Tokyo

Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kesenjangan sosial disebut juga ketimpangan sosial karena ketidakseimbangan masyarakat sehingga terlihat perbedaan yang mencolok.

Contoh fenomena kesenjangan sosial dilihat dari segi ekonomi, antara masyarakat kaya dan miskin, pejabat dan rakyat biasa. Faktor utama penyebab kesenjangan sosial karena kurangnya lapangan kerja sampai kemiskinan.

Kesenjangan sosial masuk dalam masalah sosial yang berdampak pada konflik. Tidak hanya dari segi ekonomi, konflik bisa karena masalah hukum, pelayanan publik, birokrasi, pendidikan, agama, dan suku.

Baca Juga

Kesenjangan sosial ekonomi adalah suatu keadaan yang tidak seimbang di masyarakat. Terjadi perbedaan yang mencolok antara masyarakat kelas atas dan kelas bawah.

Ketimpangan sosial ini mengakibatkan ketidak adilan dan kedudukan di lingkungan masyarakat. Perbedaan mencolok ada pada kemampuan finansial dan status sosial masyarakat yang tinggal di lingkungan tertentu.

Bentuk ketimpangan sosial ini, membuat masyarakat kelas bawah sulit mendapatkan akses hasil pembangunan sampai pendidikan.

Advertising

Advertising

Mengutip dari modul Sosiologi kelas XII, ada dua faktor internal dan eksternal yang bisa menyebabkan kesenjangan sosial. Faktor internal berasal dari dalam diri seseorang, contohnya kemiskinan yang mengekang masyarakat.

Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri seseorang. Contohnya aturan hukum yang mengekang masyarakat untuk mengembangkan diri. Sehingga menimbulkan ketimpangan sosial dan memicu kemiskinan.

Mengutip dari kemdikbud.go.id, faktor penyebab kesenjangan sosial ekonomi karena pendidikan, demografi, kurangnya lapangan kerja, perbedaan status sosial, dan kemiskinan. Berikut penjelasannya:

Faktor pertama kesenjangan sosial berhubungan dengan masalah kependudukan. Ada tiga faktor demografi yang mempengaruhi kesenjangan sosial berdasarkan jumlah penduduk, komposisi penduduk, dan persebaran penduduk.

  • Contoh kesenjangan sosial terjadi di kota besar yang padat penduduk. Kota besar seperti Jakarta misalnya, lebih banyak jumlah penduduk dibandingkan daerah lain. Penyebabnya karena permasalahan di kota besar lebih kompleks daripada di desa.
  1. Komposisi penduduk dilihat dari jumlah penduduk produktif (orang dewasa) dan tidak produktif (anak-anak dan lansia) yang ada di daerah tersebut.
  2. Persebaran penduduk di Indonesia tidak merata dari daerah satu ke yang lain. Contohnya saja pulau Jawa memiliki penduduk paling padat dibanding pulau yang lain.

Baca Juga

Pendidikan termasuk faktor penyebab kesenjangan sosial, karena pendidikan bisa meningkatkan status dan mobilitas sosial. Majunya suatu negara dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. Di Indonesia, fasilitas pendidikan belum merata dilihat dari segi kualitas dan mutu pendidikan.

Status sosial bisa menjadi penyebab kesenjangan sosial berdasarkan kekuasaan, kekayaan, usia, dan pribadi. Status sosial terjadi karena stratifikasi sosial yaitu penggolongan masyarakat ke dalam kelas yang bisa disusun secara bertingkat.

Contoh status sosial antara lain:

  1. Majikan dengan buruh.
  2. Pemimpin partai politik dan anggota.
  3. Pendidikan semakin tinggi akan mempengaruhi status sosial.
  4. Adanya kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah.

Selain pendidikan, lapangan kerja juga mempengaruhi perekonomian dan kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan kerja bisa meningkatkan jumlah pengangguran di sebuah negara.

Penyebab pengangguran diakibatkan karena rendahnya kualitas SDM, kurangnya jumlah lapangan kerja, angkatan kerja makin tinggi, tidak berani membuat lapangan kerja sendiri.

Fasilitas kesehatan mempengaruhi kesenjangan sosial tiap daerah. Contohnya saja masyarakat kelas menengah dan atas bisa menikmati fasilitas kesehatan terbaik di rumah sakit. Fasilitas SDM ini bisa mempengaruhi SDM di daerah setempat.

Faktor kesenjangan sosial disebabkan oleh tidak meratanya sumber daya dan faktor produksi. Sehingga pendapatan antar daerah bisa berbeda yang menyebabkan ketimpangan sosial.

Contoh faktor ekonomi yaitu tidak meratanya pembangunan antar wilayah, kurangnya pengambangan sumber daya alam, dan faktor produksi. Jumlah pendapatan tiap daerah bisa mempengaruhi kesenjangan sosial.

Kemiskinan adalah keadaan individu atau kelompok yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, seperti pendidikan, pakaian, tempat tinggal, dan makanan. Kemiskinan terjadi karena masalah sosial dan ekonomi.

Contoh Kesenjangan Sosial

  1. Kurangnya fasilitas umum yang bisa membantu orang-orang disabilitas, misal sarana transportasi dan jalan.
  2. Standar pendidikan tinggi bisa berpengaruh pada kualitas pendidikan di berbagai daerah yang tidak merata.
  3. Orang yang berpendidikan lebih tinggi mendapatkan akses pekerjaan lebih mudah dibandingkan orang yang tidak mempunyai pendidikan atau sertifikasi formal.
  4. Hukum dan pengadilan lebih memihak kalangan atas dibandingkan kelas bawah.
  5. Orang yang berpenampilan menarik, berpakaian rapi, dan bajunya mahal mendapat perlakuan lebih istimewa di beberapa tempat.

Baca Juga

Kesenjangan sosial tidak selamanya berdampak negatif pada masyarakat dan pemerintah. Ada dampak positif yang bisa diambil untuk mengatasi ketimpangan sosial.

Dampak positif  kesenjangan sosial:

  1. Ketimpangan sosial membuat beberapa daerah memaksimalkan potensi sumberdaya dan produktivitas.
  2. Kesenjangan sosial menumbuhkan rasa empati, sehingga beberapa kelompok membantu demi mendapatkan kesetaraan dan keadilan.
  3. Ketimpangan sosial bisa mendorong individu supaya tidak gampang puas dan terus berkontribusi ke arah yang lebih baik.
  4. Mendorong manusia untuk selalu bersyukur atas apa yang terjadi.
  5. Mengajarkan arti penting kehidupan yang beragam.

Dampak Negatif Kesenjangan Sosial

  1. Melemahnya minat untuk berwirausaha atau wiraswasta.
  2. Diskriminasi sosial.
  3. Kecemburuan sosial.
  4. Kriminalitas.
  5. Konflik sosial.