tirto.id - Zaman Neolitikum atau batu muda dipandang sebagai masa yang penting dalam sejarah peradaban manusia. Saat itu terjadi revolusi kebudayaan berupa perubahan pola hidup manusia purba. Kebiasaan berburu dan meramu (food gathering) berubah menjadi memproduksi makanan (food producing). Food gathering adalah kebiasaan dalam mengumpulkan makanan dengan berburu di hutan dan sungai untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ketika manusia praaksara mulai menerapkan food producing, mereka mulai memroduksi makanan sendiri dengan jalan bercocok tanam, berladang, hingga berternak.
Menurut buku Sejarah Indonesia Kelas 10 (2014) terbitan Kemdikbud RI, adanya perubahan pola hidup ini berimbas pada terbentuknya revolusi kebudayaan. Dua tahap perkembangan kebudayaan terbentuk dari manusia Homo sapiens yang menghuni zaman Neolitikum.
Baca juga:
Kebudayaan Kapak PersegiKebudayaan kapak persegi disebut demikian karena pada zaman Neolitikum ditemukan alat dengan bentuk persegi panjang dan sebagian memiliki bentuk trapesium. Von Heine Geldern kemudian menamainya kapak persegi.
Sebagai piranti food producing, kapak persegi yang besar menyerupai fungsi beliung atau cangkul untuk mengolah tanah. Bahkan, ditemukan pula adanya kapak persegi yang ditambahkan tangkai sehingga mirip cangkul saat ini. Sementara itu, kapak persegi yang berukuran kecil dinamakan tarah atau tatah. Dalam modul Sejarah Indonesia Kelas 10 (2020) disebutkan, tarah dipakai untuk mengerjakan kayu. Baik beliung dan tarah banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Bali. Pusat persebarannya ada di Lahat, Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya, Pacitan, Madiun, dan Lereng Gunung Ijen. Dalam temuan kapak persegi di Desa Pasirkuda dekat Bogor, didapatkan pula batu asah di lokasi tersebut.
Baca juga:
Kebudayaan Kapak LonjongKapak lonjong adalah batu dengan bentuk seperti bulat telur yang salah satu ujungnya lancip untuk tempat tangkai, dan ujung lainnya diasah sampai tajam. Pada zaman Neolitikum, diperkirakan kapak lonjong digunakan untuk menebang pohon. Umumnya batu yang dibentuk menjadi kapak lonjong berasal dari batu kali dengan warna kehitaman. Kapak lonjong memiliki ukuran besar dan kecil. Untuk kapak lonjong besar dinamakan walzenbeil dan ukuran kecil disebut kleinbeil.
Baca juga:
Kapak Batu ChalcedonChalcedon adalah batu api dengan kadar silika tinggi. Pada zaman Neolitikum, kapak yang terbuat dari batu chalcedon dipakai sebagai piranti upacara keagamaan, jimat, hingga tanda kebesaran. Kapak batu chalcedon dipakai orang-orang Austronesia dan Austro-Asia (Khamer-Indocina). Majunya kebudayaan orang-orang di zaman Neolitikum juga ditandai dengan ditemukannya barang-barang perhiasan dan gerabah. Perhiasan saat itu, contohnya, gelang dari batu. Di samping itu, pengetahuan mengenai kualitas batu untuk peralatan juga berkembang. Batu yang paling kerap dipakai sebagai peralatan yaitu batuan kersikan (silicified stones). Batuan ini memiliki memiliki beberapa bentuk jenis seperti gamping kersikan, tufa kersikan, kalsedon, dan jasper. Batuan kersikan memiliki sifat retas dengan pecahannya cenderung tajam dan tipis.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
ZAMAN PRAAKSARA
atau
tulisan menarik lainnya
Ilham Choirul Anwar
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
Masa atau zaman waktu dari praaksara merupakan masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Peninggalan dari kebudayaan yang ada pada saat masa / zaman dari pra aksara ini sangatlah banyak, terutama kebudayaan yanga ada pada zaman batu. Kebudayaan zaman batu terbagi lagi menjadi kebudayaan zaman batu tua (palaeolithikum), kebudayaan di masa batu madya (mesolithikum), kebudayaan di masa batu muda (neolithikum), dan kebudayaan di masa batu besar (megalithikum). Untuk lebih jelasnya mari kita simak peninggalan-peninggalan dari kebudayaan apa saja yang ada di masa waktu praaksara ini. 1. Kebudayaan di Masa Batu Tua (Palaeolithikum) Alat-alat hasil kebudayaan zaman batu tua pada saat masa / zaman dari praaksara ini antara lain. Kapak ini terbuat dari batu, tidak memiliki tangkai, digunakan dengan cara menggengam. Dipakai untuk menguliti binatang, memotong kayu, dan memecahkan tulang binatang buruan. Kapak perimbas merupakan salah satu kebudayaa peninggalan di zaman / masa batu tua yang banyak ditemukan di daerah-daerah di Indonesia, termasuk dalam Kebudayaan Pacitan. Kapak perimbas dan kapak genggam di masa tersebut dibuat dan digunakan oleh jenis manusia purba Pithecantropus.
Kapak genggam zaman ini memiliki bentuk hampir sama dengan jenis kapak penetak dan perimbas, namun bentuknya jauh lebih kecil. Fungsinya untuk membelah kayu, menggali umbi-umbian, memotong daging hewan buruan, dan keperluan lainnya. Pada tahun 1935, peneliti Ralph von Koenigswald berhasil menemukan sejumlah peninggalan dari kebudayaan berupa kapak genggam di Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Karena ditemukan di Pacitan maka disebut Kebudayaan Pacitan.
c. Alat-alat Serpih (Flakes) Peninggalan dari kebudayaan zaman ini berupa alat-alat serpih terbuat dari pecahan-pecahan batu kecil, digunakan sebagai alat penusuk, pemotong daging, dan pisau. Alat-alat serpih banyak ditemukan di daerah Sangiran, Sragen, Jawa Tengah, masih termasuk Kebudayaan Ngandong.
d. Perkakas dari Tulang dan Tanduk Perkakas tulang dan tanduk hewan banyak ditemukan di zaman ini terutama di daerah Ngandong, dekat Ngawi, Jawa Timur. Alat-alat yang merupakan peninggalan dari kebudayaan itu berfungsi sebagai alat penusuk, pengorek, dan mata tombak. Oleh peneliti arkeologis peninggalan berupa kebudayaan alat perkakas dari tulang disebut sebagai Kebudayaan Ngandong. Alat-alat serpih dan alat-alat dari tulang dan tanduk ini dibuat dan digunakan oleh jenis manusia purba Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.
2. Kebudayaan di Masa Batu Madya (Mesolithikum) Kebudayaan zaman batu madya ditandai oleh adanya usaha untuk lebih menghaluskan perkakas yang dibuat. Dari penelitian arkeologis kebudayaan praaksara batu madya di Indonesia memiliki persamaan kebudayaan dengan yang ada di daerah Tonkin, kebudayaan zaman Indochina (Vietnam). Diperkirakan bahwa kebudayaan batu madya di Indonesia berasal dari kebudayaan di dua daerah yaitu Bascon dan Hoabind. Oleh karena itu pula kebudayaan praaksara ini dinamakan Kebudayaan Bascon Hoabind. Hasil-hasil kebudayaan Bascon Hoabind, antara lain berikut ini. a. Kapak Sumatra (Pebble) Bentuk kapak ini bulat, merupakan peninggalan pada kebudayaan ini yang terbuat dari batu kali yang dibelah dua. Kapak genggam jenis ini banyak ditemukan di Sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera, antara Langsa (Aceh) dan Medan.
b. Kapak Pendek (Hache courte) Kapak Pendek sejenis kapak genggam bentuknya setengah lingkaran. Kapak ini ditemukan di sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera. Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark, Kjokken berarti dapur dan modding artinya sampah. Jadi, kjokkenmoddinger adalah sampah dapur berupa kulit-kulit siput dan kerang yang telah bertumpuk selama beribu-ribu tahun sehingga membentuk sebuah bukit kecil yang beberapa meter tingginya. Fosil dapur sampah ini banyak ditemukan di sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera. Abris sous roche adalah gua-gua batu karang atau ceruk yang digunakan sebagai tempat tinggal manusia purba. Berfungsi sebagai tempat tinggal.
e. Lukisan di Dinding Gua Lukisan di dinding gua terdapat di dalam abris sous roche. Lukisan menggambarkan hewan buruan dan cap tangan berwarna merah. Lukisan di dinding gua ditemukan di Leang leang, Sulawesi Selatan, di Gua Raha, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, di Danau Sentani, Papua.
3. Kebudayaan di Masa Batu Muda (Neolithikum) Hasil kebudayaan zaman batu muda menunjukkan bahwa manusia purba di masa ini sudah mengalami banyak kemajuan dalam menghasilkan alat-alat. Ada sentuhan tangan manusia, bahan masih tetap dari batu. Namun sudah lebih halus, diasah, ada sentuhan rasa seni. Fungsi alat yang dibuat jelas untuk pengggunaannya. Hasil budaya zaman neolithikum, antara lain. Kapak persegi dibuat dari batu persegi. Kapak ini merupakan kebudayaan di masa neolithikum dan dipergunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap tanah, dan melaksanakan upacara. Di Indonesia, kebudayaan di masa ini berupa kapak persegi atau juga disebut beliung persegi banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusatenggara.
Kapak zaman ini disebut kapak lonjong karena penampangnya berbentuk lonjong. Ukurannya ada yang besar ada yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan memotong kayu atau pohon. Jenis kapak lonjong ditemukan di Maluku, Papua, dan Sulawesi Utara.
Mata panah terbuat dari batu yang diasah secara halus. Gunanya untuk berburu. Penemuan mata panah terbanyak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Gerabah dibuat dari tanah liat. Fungsinya untuk berbagai keperluan.
Masyarakat pra aksara telah mengenal perhiasan, diantaranya berupa gelang, kalung, dan anting-anting. Perhiasan di masa tersebut banyak ditemukan di Jawa Barat, dan Jawa Tengah. f. Alat Pemukul Kulit Kayu Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul kulit kayu yang akan digunakan sebagai bahan pakaian. Adanya alat pada masa ini, membuktikan bahwa pada zaman neolithikum manusia pra aksara sudah mengenal pakaian. 4. Kebudayaan Batu Besar (Megalithikum) Istilah megalithikum berasal dari bahasa Yunani, mega berarti besar dan lithos artinya batu. Jadi, megalithikum artinya batu-batu besar yang ada pada saat masa / zaman dari praaksara. Manusia praaksara menggunakan batu berukuran besar untuk membuat bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada roh-roh nenek moyang. Bangunan kebudayaan ini didirikan untuk kepentingan penghormatan dan pemujaan, dengan demikian bangunan kebudayaan megalithikum berkaitan erat dengan kepercayaan yang dianut masyarakat pra aksara pada saat itu. Bangunan kebudayaan megalithikum tersebar di seluruh Indonesia. Berikut beberapa bangunan megalithikum. Menhir adalah sebuah tugu dari batu tunggal yang didirikan untuk upacara penghormatan roh nenek moyang. Menhir ditemukan di Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
Sarkofagus adalah peti mayat yang terbuat dari dua batu yang ditangkupkan. Peninggalan zaman ini banyak ditemukan di Bali.
Dolmen adalah peninggalan zaman pada kebudayaan berupa meja batu tempat menaruh sesaji, tempat penghormatan kepada roh nenek moyang, dan tempat meletakan jenazah. Daerah penemuannya adalah Bondowoso, Jawa Timur.
Peti Kubur Batu adalah lempengan batu besar yang disusun membentuk peti jenazah. Peti kubur batu ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat. Waruga adalah peti kubur batu berukuruan kecil berbentuk kubus atau bulat yang dibuat dari batu utuh. Waruga banyak ditemukan di daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Arca adalah peninggalan dari kebudayaan berupa patung terbuat dari batu utuh, ada yang menyerupai manusia, kepala manusia, dan hewan. Arca banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Punden berundak-undak merupakan peninggalan dari kebudayaan yang biasanya digunakan sebagai tempat pemujaan. Bangunan masa ini dibuat dengan menyusun batu secara bertingkat, menyerupai candi. Punden berundak ditemukan di daerah Lebak Sibeduk, Banten Selatan.
5. Kebudayaan Zaman Logam Kebudayaan perunggu di Indonesia diperkirakan berasal dari daerah bernama Dongson di Tonkin, Vietnam. Kebudayaan Dongson datang ke Indonesia kira-kira abad ke 300 SM di bawa oleh manusia sub ras Deutro Melayu (Melayu Muda) yang mengembara ke wilayah Indonesia. Hasil-hasil kebudayaan zaman logam, antara lain. Nekara adalah tambur besar yang berbentuk seperti dandang yang terbalik. Benda kebudayaan ini banyak ditemukan di Bali, Nusatenggara, Maluku, Selayar, dan Irian. Nekara yang berukuran lebih kecil, merupakan benda peninggalan pada kebudayaan di masa atau zaman pada praaksara yang ditemukan di Pulau Alor, Nusatenggara Timur. Nekara dan Moko dianggap sebagai benda keramat dan suci. Kapak perunggu terdiri beberapa macam, ada yang berbentuk pahat, jantung, dan tembilang. Kapak perunggu juga disebut sebagai kapak sepatu atau kapak corong. Daerah peninggalan atau penemuan kebudayaan ini di daerah Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, dan Irian. Kapak perunggu dipergunakan untuk keperluan sehar-hari. Sejenis kapak namun bentuknya indah dan satu sisinya panjang, peninggalan alat kebudayaan ini ditemukan di Yogyakarta. Candrasa dipergunakan untuk kepentingan upacara keagamaan dan sebagai tanda kebesaran.
Benda-benda perhiasan perunggu seperti gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul kalung yang merupakan peninggalan dari kebudayaan yang ada pada zaman atau masa perundagian, banyak ditemukan di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Sumatera.
Manik-manik adalah kebudayaan berupa benda perhiasan terdiri berbagai ukuran dan bentuk. Manik-manik dipergunakan sebagai perhiasan dan bekal hidup setelah seseorang meninggal dunia. Bentuknya ada silider, segi enam, bulat, dan oval. Daerah penemuannya di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, dan Buni.
Bejana perunggu adalah benda yang terbuat dari perunggu berfungsi sebagai wadah atau tempat menyimpan makanan. Bentuknya bulat panjang dan menyerupai gitar tanpa tangkai. Benda peninggalan zaman dari kebudayaan ini ditemukan di Sumatera dan Madura. Peninggalan benda kebudayaan zaman ini berbentuk patung yang terbuat dari perunggu menggambar orang yang sedang menari, berdiri, naik kuda, dan memegang panah. Tempat-tempat penemuan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor, dan Palembang. |