Bersyukur dapat ditujukan kepada Allah SWT dan manusia sebutkan perwujudan dari keduanya

Oleh  :  Muqarramah Sulaiman Kurdi*

Bismillahirrahmanniirrahiim

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang

Setiap muslim familiar dan mengerti maksud penggalan bacaan di atas karena sering diucapkan, baik ketika sholat, ketika mau memulai aktivitas, ketika mau memulai segala sesuatu yang disukai Allah, dan lain sebagainya. Aktifitas mengucapkan kalimat itu di awal kegiatan bukanlah komat-kamit semacam mantra ataupun ucapan tanpa makna. Sebagai seorang yang berserah diri kepada Rabb, Allah Swt. seorang muslim meyakini bahwa mereka menyembah dan meminta pertolongan hanya kepada Allah Swt sang zat Maha Pengasih Penyayang. Imam Nawawi menyebutkan bahwa setiap perkara baik yang tidak didahului dengan ucapan basmallah maka berkurang berkahnya. Aktivitas diawali dengan “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”  merupakan bentuk pengejawantahan memadukan jiwa kepada Allah Swt. Ketika mengucap basmalah, makhluk dan Khaliq diafirmasi berada dalam dimensi ruang dan waktu yang sama, sehingga menjadi harapan aktivitas yang dilakukan mendapat berkat dan memberi manfaat yang kekal hingga ke akhirat. Sifat-sifat dan asma Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang merupakan oase kehidupan dunia dan akhirat.

Sebagian mufasir menyebutkan bahwa Ar-Rahman dan Ar-Rahim merupakan dua asma Allah yang diambil dari kata bahasa Arab yang memiliki konsep yang sama, yaitu “Rahm” atau “Rahmat” dengan menekankan pada sifat belas kasih Allah. Rahm sendiri adalah wadah janin yang melekat pada diri seorang ibu. Dengan kasih sayang seorang Ibu, bayi yang ada dalam perutnya tidak perlu bersusah payah untuk makan, karena sang ibu akan berusaha dengan tulus dan penuh kasih mengupayakan supaya buah hatinya memiliki asupan gizi yang terbaik. Imaji sosok ibu adalah sosok pengasih dan penyayang pada anak-anaknya. Analogi ini menyiratkan bahwa rahmat kasih sayang Allah melebihi kasih sayang sang ibu tersebut.  Menurut Al-Qasimi, makna Ar-Rahman adalah Pemberi nikmat secara umum, sedangkan Ar-Rahim bermakna pemberi nikmat secara khusus, Ar-Rahman menunjukkan curahan cinta yang Allah berikan kepada semua makhluk di alam semesta, dan Ar-Rahim adalah belas kasih yang dianugerahkan Allah kepada mereka yang beriman. Namun, menurut Asy-Sya’rawi dua lafadz ini memiliki makna dominan dalam sifat, yakni Allah Maha Pengasih di dunia dan Allah Maha Pengasih di akhirat.  Adapun jumlah kata Ar-Rahman di  dalam Alquran muncul sebanyak 57 kali, dan kata Ar-Rahim berjumlah 114 kali. Keduanya dalam makna yang hampir sama tetapi memiliki konteks esensi yang beragam. Ar-Rahman secara esensi diarahkan hanya untuk Allah Swt. Sedangkan Ar-Rahim bisa dikiaskan juga diperuntukkan kepada makhluk. Hal ini didukung juga sebagaimana Rasulullah Saw menyebut “Wa kaana bil mu’minina rahimaa”, sebagai bentuk kasih seorang Rasul kepada umatnya.

Lebih dalam lagi dalam interpretasi lain, sebagaimana Ibn ‘Abbas menyebutkan bahwa Ar-Rahman mengacu pada rahmat Allah yang bersifat temporal dunia, dan adapun Ar-Rahim bersifat permanen konstan kualitas jangka panjang. Dalam tafsir Al-Baghowi Ibn Abbas mendeskripsikan Ar-Rahman dan Ar-Rahim menunjukkan kelembutan, namun salah satunya lebih lembut dari yang lainnya. Ar-Rahim dianalogikan oleh Zaina Casaam laksana seorang bijak yang sedang tertidur tidak perlu mengungkapkan kualitas kebijaksanaannya saat mereka tidur, namun mereka tetap dianggap seorang yang bijaksana. kesunnahan mengucap basmallah diawal kegiatan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah menurut Azzuhaili memiliki hikmah sebagai ciri sikap seorang muslim dalam memulai pekerjaan dan guna mencari pertolongan/ petunjuk Allah dalam berkegiatan, dengan belas kasih-Nya sehingga mendapat rahmat. Sebuah hadits Qudsi mengingatkan kita akan pentingnya menyebar kasih sayang, “mereka yang berbelas kasih akan diberi rahmat dari orang yang penuh belas kasih. Kasihanilah orang-orand di dunia ini dan Yang Maha Esa, maka surga akan mengasihanimu”. Ar-Rahim juga menunjukkan rahmat yang luas, dan Ar-Rahim menunjukkan makna pelimpahan rahmat kepada siapa saja yang dikhendaki-Nya sebagai Sang Pemilik rahmat. Adapun rahmat  kasih sayang Allah meliputi segala sesuatu (Q.S. Al-A’raf: 156).  Oleh karenanya, baik secara mazaz maupun hakikat, sudah semestinya nilai-nilai luhur dan kebaikan keluar dari dalam diri manusia dalam keseharian karena cerminan dari hasil penghayatan tentang kelembutan, kebaikan, dan rahmat Allah. Besarnya kasih sayang Allah yang dilimpahkan-Nya kepada seluruh makhluk tidak bisa diukur dan dikomparasikan dengan apapun.

Sebagai manifestasi kasih dan sayang dari Allah, segala perbuatan manusia pada dasarnya haruslah didasari pada cinta dan perdamaian. Cinta dan  damai adalah esensi jalan Islam sebagai pengejawantahan dari ketundukan. Ajaran Islam dengan Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memahamkan diri  manusia agar selalu berbuat baik, belas kasih, rendah hati, lembut dan pemaaf. Dengan akal dan mata hati (basirah), maka sifat dan metamood seorang muslim adalah suasana hati yang cinta perdamaian dan cinta Kearifan (Wisdom). Stabilitas emosi dan reflektif dari seorang muslim melahirkan jiwa sufi, yakni condong kepada Hubb, yang merupakan landasan dalam melakukan perbuatan secara indah, damai, dan santun. Dengan sikap itu, kapanpun dan dimanapun Islam selalu compatible dengan manusia di segala zaman, yakni menghargai nilai-nilai kemanusiaan sebagai aktualisasi bentuk menyayangi manusia. Menyayangi manusia, maka Allah akan menyayangi. Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Turmudzi menyebutkan, Man laa yarhaminnaasa laa yarhamhullaah.

Menyelami makna sifat ismul ‘adham Ar-Rahman dan Ar-Rahim juga akan menunjukkan pengalaman emosi yang positif dan sikap hidup inklusif (teologi inklusivis)  bagi seorang muslim, yakni adaptif terhadap perbedaan dan memiliki respon kognitif yang positif dalam interaksi sosial.  Hal ini karena kasih sayang merupakan aktualisasi sosial dari saling mengenal (Q.S Al-Hujurat: 13). Hal tersebut juga menjadi perbincangan yang menarik di kalangan para pemikir barat tentang Islam dan isu sosial dan kultur global. Di dalam buku Islam in Transition: Muslim Perspectives oleh John J. Donohue dan John L. Esposito menyebutkan bahwa dinamika dan politik muslim yang berubah telah memunculkan banyak warna tentang imaji Islam. Imaji ini juga menghadirkan banyak pertanyaan kritis tentang Islam. Tragedi 9/11, kekerasan, aksi terorisme, dan bom bunuh diri banyak disandingkan dengan diksi Islam dalam bersosial, namun dengan menghadirkan banyak sudut pandang dari para ahli dan cendekiawan muslim maka misinterpretasi dan miskonsepsi tentang Islam terjawab. Meskipun buku ini didominasi dari sisi politik, namun sisi modernitas, identitas, hak asasi manusia, demokrasi, nasionalisme, dan interpretasi agama hadir dengan respon moral yang komprehensif dari kepada diri sendiri hingga di tengah masyarakat.

Norma seorang muslim atas nama kasih sayang di tengah masyarakat adalah pada prinsip Ummatan Wasathan, umat yang seimbang, pertengahan dan terbaik. Posisi Ummatan Wasathan memiliki nilai “adl” yang mengarah pada keharmonisan di antara masyarakat. Keseimbangan dalam Ummatan Wasathan disebut Quraish Shihab sebagai komunitas masyarakat moderat yang tidak larut dalam ekstrim materialisme dan tidak terjerumus dalam tarahhub spiritualisme yang berlebihan. Oleh karena itu, keharmonisan hidup diwarnai secara proporsional antara ilmu dan amal, baik dalam ber-Aqidah, beribadah, ber-akhlakul karimah, dan berinteraksi dalam muamalah. Selain itu, ketika menetapkan hati didasar pada kasih sayang, maka sikap hidup yang muncul adalah membangun persaudaraan, saling kenal mengenal, saling membangun ukhuwah, menghargai pluralitas, menghargai keragaman, yakni dengan cara mendorong dialog kreatif dan santun antar budaya dan visi moral yang berbeda. Pada dasarnya umat manusia mempunyai rasa belas kasih, ketika atas dasar kasih sayang mendominasi maka segala aktivitas dilaksanakan dengan rasa kecintaan dan penuh kebaikan. Setiap individu memiliki tanggungjawab bersama untuk menciptakan harmoni dalam kehidupan sosial, mengakui adanya perbedaan, dan meyakini bahwa keragaman  itu bagian dari sunnatullah, berperan aktif dalam membangun kehidupan yang damai, tentram, harmoni atas dasar kasih sayang.

 Arkian, sebagai bahan kontemplasi, Ar-Rahman dan Ar-Rahim merupakan bagian dalam Asma’ul Husna, dan sifat kasih sayang juga merupakan salah satu sifat yang melekat pada diri manusia. Kasih sayang tidak hanya ditunjukan hanya pada tanggal tertentu dan dikultuskan pada bulan tertentu, namun diimplementasikan setiap saat sepanjang waktu. Kasih sayang juga tidak hanya ditunjukkan pada satu orang tertentu, namun kasih sayang disebarkan terhadap seluruh manusia, hewan, dan tumbuhan sebagai bentuk perwujudan kasih sayang kita sebagai hamba kepada Sang Maha Pengasih dan Penyayang. Dengan kasih sayang Allah lah kita berada di bumi ini. Dengan kasih sayang Allah lah kita bisa menghirup udara secara leluasa. Dengan kasih sayang-Nya lah kita selalu diberi kesempatan untuk bertaubat. Lalu, bismillah, dengan merefleksikan atas nama Sang Maha Pengasih dan Maha penyayang siapkah kita untuk selalu saling berpesan untuk berkasih sayang? (Q.S Al-Balad: 17).

*Muqarramah Sulaiman Kurdi adalah dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari Banjarmasin. Menggeluti kajian pedagogi kritis,  PGMI, Aqidah Akhlak, pendidikan multikultural, teori dan sejarah pendidikan. E-mail: [email protected]

Bersyukur dapat ditujukan kepada Allah SWT dan manusia sebutkan perwujudan dari keduanya

Bersyukur dapat ditujukan kepada Allah SWT dan manusia sebutkan perwujudan dari keduanya

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia member pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah Swt., sesungguhnya mempersekutukan (Allah Swt.) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (Q.S.Luqman/31:13-14).

Bersyukur dapat ditujukan kepada Allah SWT dan manusia sebutkan perwujudan dari keduanya

Kosa Kata Baru

Bersyukur dapat ditujukan kepada Allah SWT dan manusia sebutkan perwujudan dari keduanya

Asbabun Nuzul

Surat Luqman adalah surah yang turun sebelum Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah. Semua ayat-ayatnya Makiyah. Demikian pendapat mayoritas ulama. Dinamakan surat ini dengan Luqman dikarenakan surat itu mengandung berbagai wasiat dan nasehat yang disampaikan Luqman kepada anaknya. 


Luqman yang disebut oleh surah ini adalah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya. Orang Arab mengenal dua tokoh yang bernama Luqman. Pertama, Luqman Ibn A’d. Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan, dan kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan sebagai pemisalan dan perumpamaan. Tokoh kedua adalah Luqman al-Hakim yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perumpamaan-perumpamaannya. Sepertinya dialah yang dimaksud oleh surat ini. 


Diriwayatkan bahwa Suwayd ibn ash-Shamit suatu ketika datang ke Mekah. Ia adalah seorang yang cukup terhormat di kalangan masyarakatnya. Lalu Rasulullah saw. mengajaknya untuk memeluk agama Islam. Suwayd berkata kepada Rasulullah saw., ”Mungkin apa yang ada padamu itu sama dengan apa yang ada padaku” Rasulullah saw. Bersabda, ”Apa yang ada padamu?” Ia menjawab, ”Kumpulan Hikmah Luqman”. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, ”Tunjukkanlah kepadaku” Suwayd pun menunjukkannya, lalu Rasulullah saw. bersabda, ”Sungguh perkataan yang amat baik! Tetapi apa yang ada padaku lebih baik dari itu. 


Itulah al-Qurān yang diturunkan Allah Swt. kepadaku untuk menjadi petunjuk dan cahaya”. Rasulullah saw. kemudian membacakan al-Qurān kepadanya dan mengajaknya memeluk Islam. Dalam ayat ini, Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/mempersekutukan Allah Swt.. Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Allah Swt. Pesannya merupakan larangan jangan mempersekutukan Allah Swt. Untuk menekankan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik.

Tafsir/Penjelasan Ayat
Dalam ayat di atas Allah Swt. menginformasikan tentang wasiat Luqman kepada anaknya. Wasiat pertama adalah agar menyembah Allah Swt. Yang Maha Esa tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Luqman memperingatkan bahwa tindakan syirik adalah bentuk kezaliman terbesar. 


Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, ketika turun ayat: “orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanan mereka dengan kezaliman’, hal itu terasa amat berat bagi para sahabat Rasulullah saw. dan bertanya: ‘siapakah di antara kami yang tidak mencampur keimanannya dengan kezaliman?’, Rasulullah saw. menjawab: ‘maksudnya bukan begitu, apakah kalian tidak mendengar perkataan Luqman: ‘Hai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah Swt., sesungguhnya syirik itu merupakan kezaliman yang besar”. (HR. Muslim). Kemudian, nasihat untuk menyembah Allah Swt. dibarengkan dengan perintah untuk berbuat baik kepada orang tua, “dan Kami wasiatkan kepada manusia supaya mereka berbuat baik kepada kedua orang tua, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah”. Firman-Nya, “dan menyapihnya selama dua tahun”, yaitu mendidik dan menyusuinya. 


Pada ayat yang lain Allah Swt. berfirman, “dan para ibu menyusui anaknya selama dua tahun. Allah Swt. menyebut-nyebut penderitaan, kepayahan, dan kerepotan ibu dalam mendidik anak siang dan malam, untuk mengingatkannya tentang ihsan (kebaikan dan ketulusan) seorang ibu kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, Allah Swt. berfirman, "bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu …” Terkait dengan bakti kepada kedua orang tua, banyak hadits telah diriwayatkan, di antaranya adalah sabda Rasulullah saw. adalah berikut : 


Artinya: “Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari, Hadist no: 5514 ). 


Dalam hadits di atas kita temukan betapa Rasulullah saw. sangat memuliakan seorang ibu, bahkan seakan-akan jasanya berlipat tiga dibanding ayah. Dalam hadis lain yang sangat populer juga terdapat penegasan Rasulullah saw. bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu. Itu semua adalah penekanan dari Allah Swt. dan Rasul-Nya tentang pentingnya berterima kasih kepada kedua orang tua, terutama ibu. Berterima kasih kepada manusia (termasuk kepada orang tua) merupakan bagian dari ungkapan syukur kepada Allah Swt. karena barang siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, dia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah Swt.  

Perwujudan syukur kepada Allah Swt. itu tidak lain adalah dengan menjalankan perintah-Nya, baik dalam bentuk ibadah ritual seperti salat, maupun dalam bentuk ibadah umum, seperti menjaga kesehatan. Secara tegas, bagaimana ibadah itu hanya sekadar mensyukuri nikmat Allah Swt. tergambar dalam hadis berikut : 

“Dari Aisyah radliallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat malam hingga kaki beliau bengkak-bengkak. Aisyah berkata: Wahai Rasulullah saw., kenapa Anda melakukan ini padahal Allah Swt. telah mengampuni dosa Anda yang telah berlalu dan yang akan datang? Beliau bersabda: “Apakah aku tidak suka jika menjadi hamba yang bersyukur?” Dan tatkala beliau gemuk, beliau shalat sambil duduk, apabila beliau hendak ruku’ maka beliau berdiri kemudian membaca beberapa ayat lalu ruku.” (H.R. Bukhari, Hadits no:4460) 


Rasulullah saw. yang sudah ditanggung dan dijamin terbebas dari segala dosa, ternyata lebih rajin dan semangat dalam beribadah daripada kita. Beliau begitu tekun dan khusyuk beribadah demi mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah Swt. atas semua anugerah-Nya. Beliau ingin mengajarkan kita semua bahwa kalaupun semua usia kita dihabiskan untuk bersyukur kepada Allah Swt. Dengan beribadah, rahmat dan nikmat Allah Swt. kepada kita tidak akan pernah terbayar, karena anugerah Allah Swt. untuk manusia terlampau banyak dan tidak akan terhitung.

Kaitan antara Beribadah dan Bersyukur kepada Allah Swt. dalam Q.S. Luqmān/31: 13-14
Syukur dapat diartikan sebagai ungkapan terima kasih kepada pihak yang telah berjasa kepada kita baik dalam bentuk moril maupun materiil. Ibadah adalah proses mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan melakukan segala yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya, serta melakukan sesuatu yang diizinkan-Nya. 


Bersyukur dapat ditujukan kepada Allah Swt. dan kepada manusia. Perwujudan dari syukur kepada manusia adalah dengan cara membalas perbuatan baik dengan yang lebih baik (ihsān) atau setidaknya sama baiknya, walaupun dalam konteks bersyukur kepada orang tua, tidak ada perbuatan yang dapat setimpal dengan kebaikan mereka, apalagi melebihi. Begitupun bersyukur kepada Allah Swt. perwujudannya tidak lain adalah dengan beribadah, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, meskipun tidak ada amal yang dapat mencukupi untuk sekadar berterima kasih atas segala limpahan nikmat-Nya kepada kita. Jika untuk mensyukuri nikmat-Nya saja tidak cukup, apalagi untuk “membeli” surga-Nya. Jadi, kalaupun Allah Swt. memberikan kita surga, tentu bukan karena ibadah kita, tetapi karena besarnya kasih sayang (rahmat) Allah Swt. kepada kita. Ibadah meliputi aspek ritual, seperti salat dan sejenisnya, dan aspek sosial, yaitu yang mencakup segala aktivitas hidup sehari-hari, dari persoalan yang paling sepele. Seperti bersin, sampai yang paling dianggap besar, apapun bentuknya. 


Dalam ayat ke14 surah Luqmān, Allah Swt. memerintahkan manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tua. Kemudian Allah Swt. menyebutkan jasa-jasa sang ibu yang telah mengandungnya dalam keadaan menderita. Setelah lahir pun bukan berarti akhir dari penderitaan seorang ibu, karena ia harus merawat, menyusui, hingga menyapihnya pada saat cukup usia. Bahkan setelah disapihpun, anak-anak masih terus merepotkan orang tua dalam banyak hal, kesehatannya, pendidikannya, dan hal-hal lain. 


Kemudian, Allah Swt. menutup ayat-Nya dengan perintah bersyukur kapada-Nya dan kepada kedua orang tua. Sementara pada ayat sebelumnya, Allah Swt. Melalui lisan Luqmān mengingatkan bahaya perbuatan syirik. Melarang berbuat syirik berarti juga melarang menyembah apapun kecuali hanya Allah Swt. yang Esa. 


Dari sisi caranya, bersyukur meliputi tiga aspek, yaitu hati, lisan, dan perbuatan. Bersyukur dengan hati dilakukan dengan cara mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat yang diperoleh berasal dari Allah Swt. Bersyukur dengan lisan dilakukan dengan cara mengungkapkan secara lisan rasa syukur itu dengan mengucapkan tahmid, yaitu “alhamdulillah”, sedangkan bersyukur dengan perbuatan adalah dengan cara melakukan semua perbuatan yang baik dan diridloi Allah swt., serta bermanfaat, baik bagi diri maupun bagi sesama, sebagai perwujudan dari rasa syukur tersebut. 


Dengan kata lain, perwujudan nyata dari syukur kepada Allah Swt. adalah dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah Swt., dan itulah ibadah. Lebih dari itu, bersyukur kepada Allah Swt. atas nikmat yang diberikan-Nya merupakan kewajiban manusia, di mana manusia yang tidak bersyukur berarti berbuat maksiat/dosa dan akan mendapat balasan siksa, seperti ditegaskan dalam salah satu firman-Nya, “... jika kalian bersyukur, niscaya akan Kami tambah nikmat baginya, dan jika kalian kufur (mengingkari nikmat-Ku) maka sesungguhnya siksa-Ku itu teramat pedih” (Q.S. Ibrahim/14:7).

Hikmah dan Manfaat Beribadah dan Bersyukur kepada Allah Swt.

Tegaknya prinsip “Amar ma’ruf nahi munkar” yaitu perintah atau seruan/ajakan melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk dan saling menasihati untuk berbuat Hikmah dan manfaat yang kita dapatkan dari sikap bersyukur dan ketulusan beribadah. Hal itu di antaranya sebagai berikut :
1. Mendapatkan keberkahan dari setiap rizki yang kita terima, sebagaimana janji-Nya dalam firman-Nya; “... jika kalian bersyukur, niscaya akan Kami tambah nikmat baginya, dan jika kalian kufur (mengingkari nikmat-Ku) maka sesungguhnya siksa-Ku itu teramat pedih” (Q.S. Ibrahim/14:7). 2. Menemukan ketenangan batin dan kedamaian hati dalam menjalani semua aktivitas sehari-hari karena kerelaannya dalam menyikapi pemberian Allah Swt.

3. Terhindar dari siksa api neraka, karena telah menjadi hamba yang tahu diri dengan selalu bersyukur atas karunia Allah Swt. sebagaimana yang dijanjikan- Nya dalam Q.S. Ibrahim/14:7 di atas.

Menerapkan Perilaku Mulia

Sikap dan perilaku mulia yang dapat dikembangkan dari tema ibadah dan bersyukur di antaranya ialah sebagai berikut : 1. Bersikap qana’ah, yaitu menerima semua jenis kenikmatan yang dianugerahkan Allah Swt., baik yang dianggap kecil maupun besar, dengan ikhlas dan penuh kerelaan. Tanpa qana’ah, tidak mungkin kita dapat bersyukur. 2. Berusaha mengesakan Allah Swt. dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. 3. Berusaha mentaati Allah Swt. dalam segala keadaan dan menjauhi larangan-Nya sebagai bentuk syukur kepada Allah Swt. 4. Berbakti kepada kedua orang tua sebagai bentuk terimakasih kepada mereka atas semua perjuangan dan pengorbanannya dari sejak dalam kandungan hingga saat ini.

5. Memperbanyak amal salih / perbuatan yang bermanfaat bagi sesama sebagai bentuk nyata dari ungkapan rasa syukur kepada Allah swt.


Rangkuman

1. Perintah menyembah Allah Swt.Yang Maha Esa dan larangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. 2. Kewajiban berbuat Ihsan kepada kedua orang tua atas segala jasa mereka. 3. Kemuliaan seorang ibu dibandingkan dengan ayah karena kasih sayangnya yang tercurah sejak dalam kandungan, saat dilahirkan, saat dalam buaian, hingga disapih. 4. Berbuat baik kepada semua orang sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. 5. Rasulullah saw. menganjurkan dengan sangat agar kita memuliakan orang tua, terutama ibu. 6. Rasulullah saw sangat rajin beribadah meskipun dosa-dosanya sudah diampuni. Karena semua ibadah dan kebaikan yang dilakukan beliau adalah wujud kesyukuran kepada Allah Swt atas segala karunia yang Allah Swt anugerahkan.

"Mensyukuri anugerah itu tidak cukup dengan ucapan, tapi  mempergunakan anugerah itu dengan semestinya".