Bergetar hati/ menelusuri jejak leluhur/ nasehat Sunan Drajat dengan Serat Pangkur/ yang selanjutnya dijadikan model tembang nasehat/ bagi para leluhur yang seterusnya/ Kanjeng Sunan Drajat alias Raden Mas Kosim/ putra dari Kanjeng Sunan Ngampel/ Sampai sekarang masih dapat ditelusuri/ jejak masa lalu yang menjadi bukti/ bahwa kisah para wali bukanlah sebuah fiksi/ ia ada dan banyak membuat legacy/ Serat pangkur ada yang diadaptasi oleh KGPH Mangkunegoro IV/ ada juga yang diadaptasi oleh Ki Ronggo Warsito/ Sunan Drajat hidup di sekitar tahun 1470 Masehi/Sedangkan Mangkunegoro IV di kisaran tahun 1811-1881 Masehi/ Ki Ronggo Warsito di kisaran tahun 1802-1873/ Mari kita simak sejenak/ syair pangkur/ silakan disimak di sini / Dalam sejarahnya/ Ada kisah lisan yang berkembang di masyarakat/ Video Pilihan Page 2
Bergetar hati/ menelusuri jejak leluhur/ nasehat Sunan Drajat dengan Serat Pangkur/ yang selanjutnya dijadikan model tembang nasehat/ bagi para leluhur yang seterusnya/ Kanjeng Sunan Drajat alias Raden Mas Kosim/ putra dari Kanjeng Sunan Ngampel/ Sampai sekarang masih dapat ditelusuri/ jejak masa lalu yang menjadi bukti/ bahwa kisah para wali bukanlah sebuah fiksi/ ia ada dan banyak membuat legacy/ Serat pangkur ada yang diadaptasi oleh KGPH Mangkunegoro IV/ ada juga yang diadaptasi oleh Ki Ronggo Warsito/ Sunan Drajat hidup di sekitar tahun 1470 Masehi/Sedangkan Mangkunegoro IV di kisaran tahun 1811-1881 Masehi/ Ki Ronggo Warsito di kisaran tahun 1802-1873/ Mari kita simak sejenak/ syair pangkur/ silakan disimak di sini / Dalam sejarahnya/ Ada kisah lisan yang berkembang di masyarakat/ Page 3
Bergetar hati/ menelusuri jejak leluhur/ nasehat Sunan Drajat dengan Serat Pangkur/ yang selanjutnya dijadikan model tembang nasehat/ bagi para leluhur yang seterusnya/ Kanjeng Sunan Drajat alias Raden Mas Kosim/ putra dari Kanjeng Sunan Ngampel/ Sampai sekarang masih dapat ditelusuri/ jejak masa lalu yang menjadi bukti/ bahwa kisah para wali bukanlah sebuah fiksi/ ia ada dan banyak membuat legacy/ Serat pangkur ada yang diadaptasi oleh KGPH Mangkunegoro IV/ ada juga yang diadaptasi oleh Ki Ronggo Warsito/ Sunan Drajat hidup di sekitar tahun 1470 Masehi/Sedangkan Mangkunegoro IV di kisaran tahun 1811-1881 Masehi/ Ki Ronggo Warsito di kisaran tahun 1802-1873/ Mari kita simak sejenak/ syair pangkur/ silakan disimak di sini / Dalam sejarahnya/ Ada kisah lisan yang berkembang di masyarakat/ Page 4
Bergetar hati/ menelusuri jejak leluhur/ nasehat Sunan Drajat dengan Serat Pangkur/ yang selanjutnya dijadikan model tembang nasehat/ bagi para leluhur yang seterusnya/ Kanjeng Sunan Drajat alias Raden Mas Kosim/ putra dari Kanjeng Sunan Ngampel/ Sampai sekarang masih dapat ditelusuri/ jejak masa lalu yang menjadi bukti/ bahwa kisah para wali bukanlah sebuah fiksi/ ia ada dan banyak membuat legacy/ Serat pangkur ada yang diadaptasi oleh KGPH Mangkunegoro IV/ ada juga yang diadaptasi oleh Ki Ronggo Warsito/ Sunan Drajat hidup di sekitar tahun 1470 Masehi/Sedangkan Mangkunegoro IV di kisaran tahun 1811-1881 Masehi/ Ki Ronggo Warsito di kisaran tahun 1802-1873/ Mari kita simak sejenak/ syair pangkur/ silakan disimak di sini / Dalam sejarahnya/ Ada kisah lisan yang berkembang di masyarakat/
Salam sahabat! Gamelan Singo Mengkok yang sempat diduga mirip anjing setelah menjadi motif salah satu produk Sarung Atlas merupakan peninggalan salah satu walisongo, yakni Sunan Drajat. Siapakah sebenarnya wali yang makamnya terletak di Bukit Desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur tersebut? Baca juga: Viral Sarung Bermotif Mirip Anjing, Begini Klarifikasi Behaestex Baca juga: Gambar Mirip Anjing di Sarung Atlas Terinspirasi dari Walisongo, Kok Bisa? Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca Sunan Drajat merupakan putra dari Sunan Ampel yang juga merupakan walisongo. Dia juga merupakan adik Sunan Bonang. Sunan Drajat yang memiliki nama kecil Raden Qasim atau Raden Syarifuddin terkenal sebagai anak yang cerdas. Sejak kecil, Raden Qasim selalu menghabiskan waktu bermainnya di derah asalnya yaitu Ampel Denta. Saat menginjak dewasa, Raden Qasim ingin seperti kakaknya yang telah dikirim ke Tuban untuk berdakwah. Raden Qasim selalu mempelajari semua ajaran-ajaran Islam untuk dikuasai. Setelah mengusai pelajaran Islam, Raden Qasim segera mencari tempat utuk berdakwah. Tempat yang diambil dan dijadikan pusat kegiatan dakwahnya adalah Desa Drajat Paciran Lamongan. Riyatul Qibtiyah dalam Tembang Pangkur Sebagai Media Dakwah Penyebaran Islam oleh Raden Qasim di Desa Drajat, Paciran, Lamongan, menulis, semasa berdakwah, Raden Qasim dikenal masyarakat sebagai wali yang berjiwa sosial. Dia selalu memperhatikan masyarakat yang tidak mampu. Sunan Drajat kerap mendahulukan kesejahteraan rakyat, memberikan motivasi kepada masyarakat. Setelah mendahulukan kepentingan umum, dia kemudian memberikan ajaran-ajaran Islam. Pada saat itu, masyarakat Drajat menganut agama Hindu-Budha. Di Desa Drajat banyak kegiatan-kegiatan Islami yang membuat masyarakat Hindu-Budha penasaran dan ingin tahu apa yang dilakukan oleh Sunan Drajat bersama santri-santrinya. Salah satunya yang mampu menarik masyarakat Drajat adalah dengan media dakwah kesenian yang tak lain adalah tembang. Tembang adalah lirik atau sajak yang mempunyai irama nada sehingga dalam bahasa Indonesia biasa disebut sebagai lagu atau nyanyian yang berbahasa Jawa. Kata tembang berasal dari bahasa Jawa yaitu nembang. Tembang diambil dari Tem dan Bang yang berarti kembang. Sedangkan makna yang terkandung dalam kata tembang ialah kata-kata yang dibuat indah sebagaimana rangkaian bunga. Salah satu tembang yang paling populer di masyarakat adalah tembang macapat. Dalam gerakan dakwah Islam Sunan Drajat menulis tembang pangkur, pangkur sendiri masuk dalam macam-macam tembang macapat. Tembang pangkur yang pernah diciptakan oleh Sunan Drajat pada abad XVI adalah sebagai berikut Mitraningsun Duratmoko Pirengno Swara Singo Mengkok Edi Angakua Mumpung Durung Siniksa Gusti Allah Mula Balia Mring Mukmin Kang Mituhu Angudi Isine Al-Qur’an Supaya Kinasih Gusti He para Jin lan Manungsa Pada taato mring Rosul lan Nabi Ibadah kanti mituhu Mengkono dawuh Allah Ramena piweeh mring jalma kang butuh Monfaati nusa bangsa, miwah jejering agami Artinya: Hai saudaraku penjahat Dengarkan suara Singo Mengkok Mengalun lagu indah Akuilah kesalahanmu. Sebelum mendapat siksa Allah Kembalilah ke jalan yang benar sebagai pemeluk agama Islam yang taat Carilah ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an. Untuk mengiringi Tembang Pangkur itu, Sunan Drajat menciptakan Gamelan Singo Mengkok. Gamelan ini yang menurut tradisi setempat juga peninggalan Sunan Drajat, karena di tempat gamelan tersebut ada ukiran Singo mengkok. Gamelan Singo Mengkok adalah sebuah gamelan yang digunakan sebagai syiar agama Islam di daerah Drajat dan sekitarnya ditabuh dengan iringan tembang pangkur (pangudi isine Al-Qur’an) yang diciptakan oleh Sunan Drajat. Kesenian gamelan ini adalah sebuah akulturasi dari budaya Hindu Budha dan Islam, mengingat pada zaman itu masyarakat sekitar masih memeluk agama Hindu. Agar masyarakat sekitar mudah menerimanya, maka gamelan ini dinamai gamelan Singo Mengkok sebagai lambing kearifan, kelembutan, dan nafsu yang mendapat belas kasih Allah. Baca juga: Mufti Ukraina: Ditembaki Separatis di Donbas Hingga Hidup dengan Serangan Roket di Kyiv Baca juga: Petarung Ukraina ke Khabib: Anda Bicara tentang Kehormatan dan Iman, Sekarang Anda Diam
|