Sebagai warga negara Indonesia, kita pasti mengenal dengan istilah Pajak Penghasilan (PPh) yang melekat dengan penghasilan yang kita dapatkan. Apabila mengacu pada Ketentuan Umum Perpajakan dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1, penghasilan yang dimaksudkan sebagai objek pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Untuk lebih spesifiknya, dijelaskan pula jenis-jenis penghasilan yang termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut:
Selain beberapa penghasilan di atas, terdapat beberapa penghasilan dapat dikenai pajak bersifat final, sebagaimana dijelaskan pada UU PPh Pasal 4 ayat 2, yaitu :
Ada pula jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak adalah (UU PPh pasal 4 ayat 3) :
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Menurut UU PPh Pasal 6, besaran Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang diantaranya adalah:
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Pada ayat 2 dari UU PPh pun dijelaskan bahwa apabila atas penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas diketahui terdapat kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan sejak mulai tahun pajak berikutnya sampai dengan 5 (lima) tahun secara berturut-turut. Sumber :
|