Gambar Tujuan Teori Motivasi - Hygiene atau Teori Dua Faktor Teori Motivasi - Hygiene atau Teori Dua Faktor digagas pertama kali oleh Frederick Herzberg untuk menjawab pertanyaan Apa yang orang inginkan dari pekerjaan mereka? Dari pertanyaan tersebut, dilakukanlah penelitian dan menghasilkan sebuah buku yang sangat terkenal, yang berjudul The Motivation to Work. The Motivation to Work (1959) mempresentasikan temuan studi motivasi kerja yang dilakukan oleh Herzberg dan dua rekannya di Psychological Service of Pittsburgh, yaitu Bernard Mausner dan Barbara Snyderman. Data dikumpulkan dari berbagai perusahaan yang beroperasi di daerah Pittsburgh, yang dipilih oleh penulis sebagai sampel yang representatif dari kegiatan industri lokal. Setelah melakukan dua pilot studi, Herzberg dan rekan-rekannya memutuskan bahwa penelitian utama harus terdiri dari sekitar 200 wawancara dan juga bahwa dua kelompok pekerja harus berpartisipasi. Seperti yang Herzberg jelaskan dalam tulisannya berikut :
Dalam wawancara, responden diminta untuk memikirkan suatu waktu ketika mereka merasa sangat baik atau sangat buruk tentang pekerjaan mereka saat ini atau pekerjaan lain yang telah mereka lakukan. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara seperti ‘Apakah konsekuensi dari apa yang terjadi saat ini akan mempengaruhi karier Anda?’ dan ‘Apa yang telah merubah perasaan Anda terkait dengan profesi Anda?’. Selanjutnya, para responden diminta untuk melakukan estimasi terkait dengan seberapa serius perasaan Anda (baik atau buruk) tentang pekerjaan Anda yang dipengaruhi oleh apa yang terjadi?’ dan hal tersebut digunakan untuk menilai intensitas perasaan mereka pada skala numerik. Ketika Herzberg dan rekan-rekannya menganalisis temuan mereka, mereka menemukan bahwa pengalaman yang membuat individu (yang disurvei) merasa baik atau buruk tidak bertentangan dengan fenomena yang ada. Seperti yang diamati Herzberg bertahun-tahun kemudian, 'orang dibuat tidak puas disebabkan oleh lingkungan yang buruk, dimana lingkungan yang buruk merupakan faktor ekstrinsik dari pekerjaan. Tetapi mereka jarang puas dengan apa yang saya sebut dengan hygienes. Mereka dibuat puas oleh faktor intrinsik dari apa yang mereka lakukan, apa yang saya sebut sebagai “motivator” (Herzberg et al, 1959/1993, hal. xiii-xiv). Temuan terkait kurangnya motivasi pekerja yang mereka observasi dijelaskan dalam pernyataan berikut :
Di antara "faktor-faktor hygiene” yang diidentifikasi oleh Herzberg dan rekan-rekannya adalah ; pengawasan, hubungan interpersonal, kondisi kerja fisik (physical working conditions), penggajian, kebijakan perusahaan dan prosedur administratif serta manfaat dan keamanan kerja. Ketika salah satu faktor tersebut memburuk hingga sampai tingkatan dimana karyawan tidak dapat menerima kondisi tersebut, maka akan terjadi ketidakpuasan kerja disisi karyawan. Namun, Herzberg dan rekan-rekannya berpendapat, 'kondisi sebaliknya tidak berlaku. Ketika konteks pekerjaan dapat dikaraketiristikan sebagai optimal, kita tidak akan mendapatkan kondisi ketidakpuasan, tetapi kita juga tidak akan mendapatkan perilaku yang positif '(Herzberg et al, 1959/1993, hal.113-114). Dengan demikian, meskipun diperlukan penyediaan hygiene yang tepat untuk memastikan kepuasan pekerja, tetapi hal itu tidak menjamin pekerja menjadi termotivasi dalam melakukan pekerjaannya. Dalam mencari faktor-faktor pembeda yang dapat menghasilkan motivasi pekerja dari faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan, Herzberg dan rekan-rekannya beralih ke hasil penelitian Maslow. Seperti yang mereka katakan, ‘faktor-faktor yang menyebabkan perilaku positif ketika melakukan pekerjaan dikarenakan keingingan mereka untuk memenuhi kebutuhan individu untuk aktualisasi diri dalam pekerjaannya’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal.114). Konteks di mana seorang karyawan bekerja tidak memiliki potensi untuk memberikan aktualisasi diri disampaikan dalam pernyataan berikut :
Meskipun sifatnya terbatas (secara numerik, geografis dan sosial) dari sampel yang mereka pilih, Herzberg dan rekan-rekannya cukup yakin terhadap universalitas teori motivasi-hygiene dalam membuat sejumlah generalisasi tentang kerja dan motivasi dalam masyarakat industri. Mereka mengkritik keras tentang dampak birokrasi terhadap pekerja individu, mengklaim bahwa motivasi yang paling dalam ketika bekerja berasal dari pengakuan pencapaian individu dan dari pertumbuhan pribadi terkait dengan rasa tanggungjawab. Sangat mungkin bahwa tidak satu pun dari ini … dapat berkembang dalam situasi birokrasi’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal.125) Alasan utama yang mereka berikan terkait dengan hal tersebut adalah birokrasi diatur oleh aturan dan bahwa kesempatan untuk melatih penilaian pribadi dan inisiatif pekerjaan sangat dibatasi oleh aturan itu sendiri. Karena dengan adanya peningkatan terkait dengan kekakuan dan kerumitan sistem birokrasi maka akan terjadi penurunan besarnya motivasi yang ada secara bersamaan. Dia dan rekan-rekannya juga berseteru terkait dengan bahwa usaha untuk memotivasi kerja para pekerja hanya melalui penggunaan insentif keuangan. Gambar Faktor-faktor yang membuat kepuasan dalam pekerjaan Insentif ekonomi saja, kata mereka, tidak memotivasi para pekerja tetapi hanya memberi kompensasi kepada mereka karena dapat menahan rasa bosan terhadap pekerjaan mereka. Bahkan didalam kasus di mana insentif keuangan dan pemberian bonus terlihat berhasil dalam memotivasi pekerja, peningkatan ekonomi tersebut sering menghasilkan terjadinya peningkatan konten pekerjaan dan tanggung jawabnya sebagai kompensasi dari kenaikan gaji. Herzberg dan rekan-rekannya tidak terkesan untuk menggunakan pelajaran hubungan manusia yang berasal dari eksperimen Hawthorne. Alih-alih seperti uang, pengawasan yang dilakukan secara simpatikpun tidak akan dapat sepenuhnya memberikan kompensasi terhadap kurangnya minat intrinsik pekerja dalam melakukan pekerjaan itu sendiri. Begitu juga, dalam hal ini, fasilitas-fasilitas yang diberikan perusahaan, seperti fasilitas olahraga, kantin untuk staf dan kondisi lingkungan kerja superior yang terkait dengan kapitalisme kesejahteraan (welfare capitalism). Manajemen yang baik dan tunjangan yang menarik mungkin memenuhi persyaratan hygiene pekerja, tetapi tidak lebih dari itu. Setelah melihat apa yang terjadi, mereka membuang pendekatan konvensional terkait dengan bagaimana memotivasi pekerja. Herzberg dan rekan-rekannya mengajukan proposal mereka sendiri yang agak radikal. Di atas semuanya, “pekerjaan harus direstrukturisasi agar dapat meningkatkan kemampuan pekerja pada tingkatan maksimumnya dan agar dapat mencapai tujuan yang bermakna terkait dengan melakukan pekerjaan’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal.132). Dalam menganjurkan perlu adanya pengayaan pekerjaan, dia dan rekan-rekannya berusaha membalikkan kecenderungan untuk ‘menurunkan’ pekerjaan yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad. Sistem manufaktur Amerika telah berusaha sedapat mungkin mengganti keterampilan kerajinan dengan mesin. Demikian pula, ilmu manajemen telah berusaha untuk menarik perbedaan yang jelas antara perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan. Akhirnya, produksi massal telah mendorong kombinasi pembagian kerja yang ekstrim dan kerja yang serba mesin, yang paling disadari sepenuhnya dalam jalur perakitan industri mobil. Ketika Herzberg dan rekan-rekannya berkomentar, ‘individu harus memiliki beberapa ukuran kendali atas bagaimana cara suatu pekerjaan dilakukan untuk mewujudkan rasa pencapaian dan pertumbuhan pribadi. Jelas, sebagian besar pekerja jalur perakitan (manufakturing) tidak dapat memiliki kontrol seperti itu’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal.132). Mereka mendesain ulang pekerjaan dengan lebih berhati-hati agar dapat membuat pekerjaan-pekerjaan menjadi lebih luas, dengan harapan bahwa perluasan pekerjaan dapat mengarah pada peningkatan motivasi pekerja. Seperti yang mereka katakan, pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja harus dirancang sedemikian rupa, sehingga, menarik atau tidak, individu yang bekerja pada pekerjaan tersebut dapat menemukan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan dapat mengarahkan kepada peningkatan motivasi mereka’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal. 134). Setelah mengatakan hal tersebut, bagaimanapun juga, dia menegaskan perlunya pemilihan pekerja secara cermat dan berhati-hati. Oleh karena itu, 'jika seseorang telah membuat struktur pekerjaan dan telah dilakukan dengan benar, maka seseorang juga harus menyusun proses seleksi dengan benar pula… Hal ini menuntut analisis secara terus-menerus terkait dengan jenis-jenis kemampuan aktual yang dibutuhkan untuk setiap pekerjaan yang ada dan analisis yang hampir sama terkait dengan kemampuan potensial pelamar terhadap pekerjaan tersebut (Herzberg et al, 1959/1993, hal.134). Dengan menerapkan perilaku profesional dan manajerial untuk menginterpretasikan perilaku yang diduga dari pekerja administrasi dan para pekerja bagian produksi, Herzberg dan rekan-rekannya membuat lompatan besar, dan mungkin tidak dapat dipertahankan. Pekerja profesional dan manajerial secara khusus dipilih karena dalam pilot studi yang mereka lakukan telah menunjukkan bahwa mereka ‘lebih verbal, menunjukkan pemahaman teknikal yang lebih cepat, dan dapat memberikan urutan kejadian yang lebih banyak dan lebih baik daripada kelompok-kelompok pekerja administrasi dan pekerja di bagian produksi’ (Herzberg et al, 1959). / 1993, hal.32). Ini menunjukkan bahwa jenis orang yang membentuk kedua kelompok itu mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dan, kemungkinan besar, memiliki sumber motivasi yang berbeda pula. Atau kalau bukan karena sumber yang berbeda maka tentu terdapat perbedaan terkait dengan perilaku dan perbedaan persepsi terhadap capaian yang akan dicapai. Herzberg dan rekan-rekannya mengakui bahwa harus ada pengakuan tentang fakta bahwa dalam banyak pekerjaan … ada banyak kombinasi dari kemampuan dan temperamen yang akan mengarah pada kesuksesan sebuah pekerjaan yang sama untuk alasan yang berbeda '(Herzberg et al, 1959/1993, hal.134). Sebagai tambahan terkait dengan keraguan mengenai validitas dalam membuat lompatan dari satu kelas pekerja ke yang lain, terdapat alasan skeptisisme yang dapat dibenarkan mengenai validitas teori motivasi-hygiene itu sendiri. Di antara para skeptis adalah Victor Vroom, yang juga memuji Herzberg dan rekan-rekannya “dalam mengarahkan perhatian terhadap efek psikologis dari isi pekerjaan”, meskipun demikian dia menyatakan bahwa:
Vroom selanjutnya mengamati bahwa hal ini sama persis dengan kesimpulan yang dihasilkan oleh Guin, Veroff, dan Feld dalam studi mereka, Americans View their Mental Health, 1960. Herzberg terbukti dapat mempertahankan teori-teori yang mencoba untuk menyangkal teori motivasi-hygiene. Dalam artikelnya Work and the Nature of Man (1966/1974), dia bersusah payah untuk menunjukkan bahwa replikasi dari penelitian Pittsburgh semuanya malah memperkuat temuan-temuannya. Pada titik yang spesifik terkait kritik dari Vroom, yang dikutip tanpa atribusi, ia secara khusus mengesampingkan “anggapan bahwa orang lebih suka menyalahkan pada faktor-faktor hygiene daripada faktor motivasi atas ketidakbahagiaan pekerjaan mereka, agar mereka terlihat bagus, adalah sesuatu yang naif. Tidak perlu terlalu banyak pengalaman dengan data perilaku kerja untuk dapat menemukan bahwa kebalikannya lebih sering benar’ (Herzberg, 1966/1974, hal.130). Gambar Hubungan antara Hygiene dengan Motivator Adam dan AbrahamDalam bukunya yang berjudul “Work and the Nature of Man”, Herzberg berusaha untuk merepresentasikan teori motivasi sebagai sesuatu yang berasal dari sifat manusia itu sendiri. Meskipun inti dari buku ini adalah laporan dari sepuluh studi Pittsburgh, dia sekarang menempatkan materi empiris yang sempit dalam konteks spekulasi luas mengenai perkembangan historis kerja dan hubungan industrial. Mengadaptasi tokoh-tokoh Perjanjian Lama, Adam dan Abraham, untuk tujuannya, Herzberg mengklaim bahwa Adam dan Abraham menandakan dua himpunan tentang hasrat manusia. Adam mewakili sifat binatang manusia. Seperti yang Herzberg katakan, 'tujuan utama sebagai hewan adalah untuk menghindari rasa sakit yang tak terhindarkan dalam kaitannya dengan lingkungannya. Sifat penghindaran ini ditentukan oleh warisan biologis manusia '(Herzberg, 1966/1974. hal.168). Adam dengan demikian mewakili faktor hygiene dalam teori motivasi-higienis. Sebaliknya, Abraham berpijak pada keinginan manusia untuk menentukan, untuk menemukan, untuk mencapai, untuk mengaktualisasikan diri, untuk maju dan menambah eksistensinya "(Herzberg, 1966/1974, hal.168) Oleh karena itu, Abraham mewakili faktor motivasi dalam teori motivasi-higiene. Menurut Herzberg, Adam dan Abraham (seperti hygiene dan motivator) adalah dua aspek yang pada dasarnya independen pada sifat manusia. Selain itu :
Begitulah universalitas yang diklaim oleh Herzberg untuk teori motivasi-hygiene bahwa ia mengusulkan dikotomi Adam / Abraham untuk hadir dalam diri semua orang. Namun, ia menawarkan penyempurnaan posisi ini dengan menunjukkan bahwa individu memiliki kecenderungan atau disposisi untuk menjadi pencari hygiene atau pencari motivasi. Misalnya, pencari higienis akan termotivasi oleh sifat lingkungannya, seorang pencari motivasi akan dimotivasi oleh sifat tugasnya. Demikian pula, ketika pencari higienis menyadari adanya sedikit kepuasan dari pencapaian yang telah diraihnya, para pencari motivasi akan menyadari kepuasan yang luar biasa dari pencapaian yang telah diraihnya. Para pencari hygiene, menurut Herzberg, didominasi oleh ketidakamanan “sifat hewan” yang terkait dengan Adam dan memiliki pandangan yang pada dasarnya negatif. Meskipun pencari hygiene mungkin tampak bagus dalam pekerjaan mereka, dalam pandangan Herzberg mereka tidak pernah bisa diandalkan untuk ‘hadir’ ketika keadaan menjadi sulit. Seperti yang dia katakan,
Selain itu, pencari hygiene yang berada dalam posisi manajerial dapat memiliki dampak yang mengerikan terhadap masa depan organisasi karena alasan berikut:
Tampaknya terlalu banyak berhubungan dengan Adam akan dapat menumpulkan keinginan Abraham untuk berprestasi dan membawa dirinya kembali ke penerimaan atas faktor-faktor hygiene! Gambar Perbandingan tingkat kepuasan individu antara Maslows dan Hezberg Dalam pandangan Herzberg, praktik hubungan industrial konvensional hanya mengenakan faktor Adam / higienitas terhadap motivasi manusia. Peningkatan tambahan dalam faktor hygiene tidak akan dapat membawa manfaat yang lama dalam mempertahankan motivasi pegawainya. Setelah merasakan waktu yang menyenangkan, dalam waktu yang singkat, pekerja tersebut akan membangun rasa ketidakpuasan, hal ini karena sifat alami yang ada dalam faktor-faktor hygiene adalah tidak ada habisnya atau tidak ada puasnya. Jika pekerja tidak dapat memperoleh motivasi dari pekerjaan itu sendiri, maka manajemen akan selalu “bertempur” dengan pekerjanya untuk mempertahankan produktivitas. Untuk menghindari situasi ini, Herzberg membuat proposal ambisius bahwa unit terpisah dibuat di dalam setiap organisasi untuk mensiasati faktor-faktor Abraham / motivator, sebagai perhatian utamanya terhadap pertumbuhan psikologis para pekerja. Divisi motivator ini memiliki tiga tugas penting, yaitu ; mendidik pekerja untuk mengadopsi orientasi motivator; mengatur proses pengayaan pekerjaan; dan mengambil tindakan remedial atau terapeutik yang diperlukan.
Seperti yang ia katakan:
Sumber : John Sheldrake, Management Theory, Thomson, 2003 |