Bagaimana perubahan mental pada anak laki-laki dan perempuan yang memasuki masa puber

Bagaimana perubahan mental pada anak laki-laki dan perempuan yang memasuki masa puber

Bagaimana perubahan mental pada anak laki-laki dan perempuan yang memasuki masa puber
Lihat Foto

shutterstock.com

Perkembangan fisik masa pubertas

KOMPAS.com – Masa pubertas merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Laki-laki dan perempuan akan mengalami sejumlah perubahan fisik dan perilaku saat melewati masa pubertas.

Perkembangan manusia ditandai dengan kemampuan dan struktur tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur.

Perkembangan tersebut mencakup perkembangan emosi, intelektual, dan perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.

Pada masa pubertas, tubuh laki-laki dan perempuan mengalami perubahan. Perubahan tersebut meliputi perubahan primer dan sekunder.

Dilansir dari buku Ada yang Berubah pada Diriku, berikut adalah ciri-ciri masa pubertas pada laki-laki dan perempuan.

Baca juga: Serba-serbi Hewan: Layaknya Manusia, Anjing Juga Alami Masa Pubertas

1. Perubahan pada laki-laki

Masa pubertas laki-laki ditandai dengan dihasilkannya dan dikeluarkannya sel kelamin pria atau sperma pada organ reproduksi laki-laki.

Ini menjadi tanda bahwa sistem reproduksi laki-laki sudah berfungsi. Ciri-ciri fisik atau perubahan sekunder yang dialami adalah:

a. Tumbuh jakun

b. Tumbuh kumis dan janggut

Normalnya, seorang anak akan mengalami pubertas pada usia 9–14 tahun untuk anak laki-laki, dan 8–13 tahun untuk anak perempuan. Namun, pubertas dapat terjadi lebih awal (pubertas dini), yang menyebabkan perubahan pada fisik serta emosional anak.

Pubertas merupakan masa di mana seorang anak menjadi dewasa secara seksual. Pubertas yang terjadi lebih awal atau pubertas dini dimulai pada usia 9 tahun untuk anak laki-laki, dan 8 tahun bagi anak perempuan. Kondisi ini menandakan bahwa kematangan seksual anak berkembang terlalu cepat.

Bagaimana perubahan mental pada anak laki-laki dan perempuan yang memasuki masa puber

Pubertas dini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti adanya tumor, riwayat penyakit tertentu dalam keluarga, dan gangguan pada ovarium, kelenjar tiroid, atau sistem saraf pusat.

Pubertas dini menyebabkan perubahan pada tubuh anak, sehingga mereka mungkin saja merasa berbeda dengan teman-teman sebayanya. Hal ini dapat memengaruhi kondisi emosional anak.

Perubahan yang Terjadi pada Anak Akibat Pubertas Dini

Sebagai orang tua, Anda mungkin akan merasa khawatir akan perubahan dini yang terjadi pada anak. Perubahan akibat pubertas dini yang terjadi pada anak dapat memengaruhi kondisi fisik, emosi, postur tubuh, perilaku, hingga, risiko penyakit. Berikut adalah penjelasannya:

1. Fisik

Perubahan fisik anak saat mengalami pubertas dan pubertas dini tidak jauh berbeda. Pada anak perempuan, payudara akan mulai membesar, muncul jerawat, mengalami menstruasi, bulu ketiak dan rambut kemaluan mulai tumbuh, serta aroma tubuh yang mulai berubah.

Sementara itu, pada anak laki-laki, suara akan menjadi lebih berat, aroma tubuh mulai berubah, muncul jerawat, organ reproduksi mulai membesar, dan pertumbuhan tinggi badan menjadi sangat cepat.

2. Emosi

Akibat pubertas dini, fisik anak akan berubah lebih cepat dibandingkan teman-teman sebayanya. Perubahan ini dapat memengaruhi emosi anak.

Misalnya saja, pada anak perempuan yang mengalami menstruasi dini, ia mungkin saja mengalami depresi dan cemas. Hal ini terjadi karena anak merasa bingung atas perubahan yang terjadi pada dirinya, sedangkan teman sebayanya belum ada yang merasakan. Hal ini juga bisa menurunkan rasa percaya diri anak.

3. Postur tubuh

Durasi pubertas dini tidak sama dengan pubertas normal. Pubertas dini akan berlangsung lebih pendek atau berhenti lebih awal daripada pubertas normal.

Hal ini dapat memengaruhi tinggi badan anak, yang mana pertumbuhannya akan berhenti lebih awal. Saat pubertas dini berakhir, rangka tubuh anak sudah lebih matang dan pertumbuhan tulangnya sudah berhenti.

Pada banyak kasus, percepatan pertumbuhan anak akan membuat mereka lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya. Namun ketika dewasa, anak yang mengalami pubertas dini cenderung memiliki postur tubuh yang lebih pendek.

4. Perilaku

Selain memengaruhi emosi, pubertas dini juga dapat menyebabkan perubahan perilaku pada anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami pubertas dini berisiko tinggi terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, isolasi sosial, hingga bergonta-ganti pasangan seksual.

Namun, risiko perubahan perilaku akibat pubertas dini ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

5. Risiko penyakit

Selain memengaruhi perkembangan fisik dan psikologis anak, pubertas dini juga diduga dapat meningkatkan risiko penyakit seperti kanker payudara pada perempuan atau obesitas di kemudian hari.

Namun, masih perlu penelitian lebih lanjut guna membuktikan keterkaitan antara pubertas dini dengan penyakit-penyakit tersebut.

Mengalami pubertas dini tentu bukanlah hal yang mudah bagi anak. Sebagai orang tua, Anda sebaiknya lebih mendekatkan diri dengan anak. Berikan penjelasan tentang apa yang sedang terjadi pada dirinya dan bagaimana cara terbaik untuk menghadapinya.

Meski pubertas dini dapat memengaruhi kondisi tubuh anak di kemudian hari, tetap dampingi dan hadapi dengan tenang. Anda juga dapat berkonsultasi ke dokter anak untuk mendapatkan saran yang tepat, serta penanganan medis apabila memang diperlukan.

Bagaimana perubahan mental pada anak laki-laki dan perempuan yang memasuki masa puber
Bagaimana perubahan mental pada anak laki-laki dan perempuan yang memasuki masa puber

www.sehatfresh.com

SehatFresh.com – Manusia menjalani berbagai periode dalam kehidupannya. Salah satunya adalah pubertas. Tak hanya fisik, perubahan mental pun dialami oleh seseorang yang memasuki masa pubertas.

Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Umumnya, pubertas pada remaja perempuan berlangsung dari usia 11 –15 tahun, sedangkan pada remaja laki-laki saat berumur 12–16 tahun.

Pubertas merupakan suatu tahap dalam perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Tahap ini disertai dengan perubahan-perubahan dalam pertumbuhan somatis dan perspektif psikologis.

Pertumbuhan somatis itu biasa diibaratkan pertumbahan fisik, seperti tinggi, berat badan, suara dan lain-lain. Sementara itu, dari perspektif psikologis, perubahan yang dialami oleh seorang remaja saat pubertas mencakup:

  • Mulai tertarik dengan lawan jenis

Sebelum puber, anak-anak belum tertarik dengan lawan jenis. Namun, ketika memasuki masa pubertas, mereka umumnya sudah mulai tertarik dengan lawan jenis.

Biasanya, saat puber, remaja terkadang menarik diri dari teman-teman dan keluarga. Mereka kerap lebih suka melamun. Gejala menarik diri ini mencakup ketidakinginan berkomunikasi dengan orang-orang lain. Sejumlah remaja pada masa ini, contohnya, sudah mulai pacaran. Setelah beberapa bulan pacaran, ternyata putus. Di saat itulah seorang remaja menarik diri dari lingkungan, misalnya sering menangis di dalam kamar.

Remaja yang memasuki masa pubertas mulai merasa bosan dengan rutinitas. Hal-hal yang sebelumnya rutin dilakukan, kini mulai enggan dilakoni. Kebosanan yang melanda diri mereka ini turut memicu rasa malas untuk melakukan sesuatu.

Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi koordinasi gerakan seorang remaja. Ia akan merasa kikuk dan janggal selama beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik secara bertahap.

Remaja puber terkadang tidak mau bekerja sama, membantah, dan menentang. Dengan berlanjutnya pubertas, seorang remaja kemudian menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama, dan lebih sabar kepada orang lain.

Emosi, seperti merajuk, ledakan amarah, dan kecenderungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil merupakan ciri-ciri bagian awal pubertas. Remaja pada masa pubertas cenderung sensitif, bersikap reaktif, emosi negatif, dan tempramental. Namun, dengan semakin matangnya keadaan fisik, ketegangan emosi lambat laun berkurang. Mereka sudah mulai mampu mengendalikan emosinya.

Remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik menurun dan kondisi emosi yang belum stabil. Tak jarang, kurangnya rasa percaya diri memicu seorang remaja untuk rendah diri dan mudah merasa malu secara berlebihan di kemudian hari.

Ini adalah suatu keadaan ketidakseimbangan emosi. Akibatnya, seorang remaja senantiasa merasa gelisah, banyak tingkah, atau mudah berubah-ubah pendiriannya.(SBA)