Bagaimana peran militer pada masa Orde Baru

Metrik

  • visibility 307 kali dilihat
  • get_app 35 downloads

Show

Setelah jatuhnya rejim Suharto, keberadaan ABRI sebagai sebuah kekuatan sosial politik digugat oleh banyak pihak. Mereka menganggap bahwa tidak seharusnya ABRI menempati jabatan-jabatan di luar Hankam yang seharusnya menjadi porsi golongan sipil. Menurut Bilveer Singh, dalam kebanyakan masyarakat barat, peran militer pada dasarnya adalah untuk mendukung aspirasi politik masyarakat di bawah kepemimpinan sipil. Pernyataan ini didasarkan pada pendapat Samuel P. Hutington yang mengatakan bahwa mayoritas profesional militer di barat menerima kekuasaan sipil sebagai hak yang sudah semestinya ada. Oleh karena itu, ketika militer “menyimpang” dan ikut campur tangan dalam urusan sipil, maka sebagaimana dikatakan oleh Taufik Abdullah, muncul kekhawatiran yang didasarkan pada asumsi bahwa tindakan illegal telah dilakukan. Pemikiran yang menempatkan militer sebagai kekuatan yang mendukung sipil untuk menjalankan urusan yang menjadi “bagiannya” tidak sepenuhnya diterapkan di negara-negara dunia ketiga termasuk Indonesia. Kajian-kajian yang memperlihatkan intervensi militer dalam bidang politik menunjukkan bahwa kepentingan militer dan krisis yang dihadapi suatu negara mendorong militer ikut campur tangan dalam urusan sipil. Hal itu bisa dilihat dari kajian yang dikemukakan oleh Harol Crouch , Amos Perlmutter , Finer maupun Claude Welch. Kajian mereka memperlihatkan bahwa intervensi militer dalam segala bidang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Intervensi militer dalam bidang politik tidak dapat dipisahkan dengan penguasaan militer dalam bidang lain seperti bidang ekonomi.

Bagaimana peran militer pada masa Orde Baru

Bagaimana peran militer pada masa Orde Baru
Lihat Foto

TNI

Ilustrasi Prajurit TNI latihan menembak. (Dok TNI)

KOMPAS.com - Pada masa Orde Baru, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan kekuatan penting untuk mempertahankan kepemimpinan Soeharto.

Selain menjaga keamanan dan ketertiban negara, ABRI juga terlibat dalam politik, yang bertujuan untuk mengelola dinamika pemerintahan Orde Baru.

Perangkapan peran ABRI tersebut dikenal sebagai Dwifungsi, yaitu doktrin yang menyatakan ABRI memiliki dua tugas atau peran ganda dalam pemerintahan Soeharto.

Berikut peran ABRI pada masa pemerintahan Orde Baru.

Baca juga: Birokrasi Masa Orde Baru

Dwifungsi ABRI

Menurut KBBI, Dwifungsi berarti fungsi ganda atau rangkap. Istilah Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru menggambarkan peran gandanya pada masa pemerintahan Soeharto.

Seiring dengan naiknya Soeharto sebagai Presiden Indonesia dan setelah peristiwa G30S, doktrin Dwifungsi ABRI diterapkan untuk menjalankan fungsi rangkap dalam bidang sosial politik dan pertahanan keamanan.

Konsep Dwifungsi ABRI sendiri digagas oleh AH Nasution, yang menekankan ABRI sebagai stabilisator dan dinamisator.

Kebijakan Dwifungsi ABRI diterapkan sejak awal Orde Baru, tetapi baru disahkan oleh Soeharto pada 1982 melalui UU Nomor 20 Tahun 1982.

Melalui kebijakan ini, ABRI berhasil mendominasi lembaga eksekutif dan legislatif Orde Baru.

Baca juga: Apa Arti Dwifungsi ABRI?

Sejak 1970-an, banyak perwira ABRI yang masuk sebagai anggota DPR, MPR serta DPD tingkat provinsi.

Selain itu, Dwifungsi ABRI juga berperan penting dalam mengendalikan arah politik dari organisasi Golkar.

Pada masa Orde Baru, banyak perwira ABRI yang menjabat sebagai kepala pejabat, seperti Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, yang merupakan Jenderal KKO Angkatan Laut.

Setelah Ali Sadikin purnatugas, posisinya digantikan oleh Tjokropranolo, mantan jenderal di Angkatan Darat.

Sayangnya, penerapan Dwifungsi ABRI banyak memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan terjadi berbagai penyimpangan.

Salah satu dampak konsep Dwifungsi ABRI dalam kehidupan masyarakat adalah berkurangnya jatah warga sipil di bidang pemerintahan karena banyaknya anggota ABRI yang menjabat di pemerintahan.

Baca juga: Relasi Kuasa-Pengetahuan Masa Orde Baru (1966-1998)

Kemudian, keterlibatan militer dalam kehidupan sosial politik juga mengakibatkan militer berubah menjadi alat kekuasaan rezim untuk melakukan pembenaran atas kebijakan pemerintah.

Puncak kejayaan ABRI terjadi pada 1900-an, saat ABRI memegang peranan penting di sektor pemerintahan, mulai dari bupati, wali kota, pemerintah provinsi, duta besar, pimpinan perusahaan milik negara, hingga menjadi menteri di kabinet Soeharto.

Seiring berjalannya waktu, ABRI dianggap terlalu banyak mencampuri urusan sipil negara, hingga melanggar hak asasi manusia (HAM).

Itulah kenapa, Dwifungsi ABRI dihapus seiring dengan runtuhnya rezim Presiden Soeharto di era Orde Baru.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Militer Indonesia terbentuk oleh kesadaran rakyat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara. Hal yang menyangkut masalah negara dan disentegrasi bangsa mendorong militer untuk berperan dalam bidang politik, di samping menjalankan fungsi utamanya sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan. Peranan militer tersebut berdasar pada penerapan konsep dwifungsi oleh Nasution. Konsep ini berkembang semakin luas pada masa Orde Baru, bertujuan mendukung militer dalam politik sebagai dinamisator dan stabilisator serta mengawasi kaum sipil dalam menjalankan pemerintahan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktorfaktor apa sajakah yang melatarbelakangi peranan militer dalam politik Indonesia pada masa Orde Baru? 2. Bagaimana peranan militer dalam politik Indonesia pada masa Orde Baru (1996-1998)? 3. Bagaimana implikasi keterlibatan militer dalam politik Indonesia, terhadap profesionalitas militer? Penelitian ini bertujuan untuk menggali faktor apa sajakah yang melatarbelakangi peranan militer dalam politik Indonesia pada masa Orde Baru, berusaha mengetahui peranan militer dalam politik Indonesia pada masa Orde Baru dan mengkaji lebih mendalam dampak keterlibatan militer dalam politik Indonesia pada masa Orde Baru, serta implikasi terhadap profesionalitas militer. Penelitian yang penulis lakukan ini apabila dilihat dari sumber datanya, maka termasuk penelitian bibliografis. Penelitian bibliografis disebut juga penelitian kepustakaan, yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan menghimpun data-data dari berbagai literatur baik yang ada di perpustakaanperpustakaan maupun di tempat-tempat lain. Oleh karena itu, penelitian ini sering juga disebut studi literatur, dengan menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interprestasi dan historiografi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa peranan militer dalam politik Indonesia pada masa Orde Baru, tidak hanya untuk kepentingan bangsa dan negara, sebab peran yang dilaksanakan militer banyak untuk kepentingan kelompok dan penguasa Orde Baru berdasar pada kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan konsep dwifungsi ABRI sebagai pencapaian tujuan nasional yaitu pembangunan dan kestabilan nasional di segala bidang, sehingga pemerintah menempatkan militer sebagai patner terpenting dalam pemerintahan. Oleh karena itu, peranan militer yang semakin luas dalam politik, menimbulkan dampak sosial politik, ekonomi, dan penurunan tingkat profesionalitas militer. Kesimpulan dari hasil penelitian ini, peranan militer dalam politik dilatarbelakangi oleh dua faktor yaitu faktor ekternal (kondisi politik, sosial, ekonomi, dan terancamnya kedudukan militer) dan faktor internal (ideologi nasional militer, disiplin militer, modernisasi, dan kepentingan elit militer,). keterlibatan militer dalam politik bertujuan memperbaiki institusi politik dan mengatasi berbagai persoalan negara yang mengancam kedaulatan nasional. Namun tanpa menyampingkan tugas utamanya di bidang pertahanan dan keamanan. Kedua peran ini dikenal dengan istilah dwifungsi ABRI. Konsep Ini berkembang semakin luas di masa Orde Baru dan berpengaruh pada bidang sosial politik, ekonomi, dan tingkat profesinalisme militer. Saran dari hasil penelitian ini adalah: skripsi ini diharapkan dapat menumbuhkan dan memupuk rasa cinta tanah air yang kuat pada generasigenerasi muda penerus bangsa, agar nantinya dapat memisahkan antara kekuasaan dan kepentingan. Sehingga berbagai persoalan bangsa dan negara dapat dihadapi bersama-sama demi kepentingan rakyat. Selain itu, Karya Ilmiah mengenai Peranan Militer dalam Politik Indonesia pada Masa Orde Baru (1966-1998), dapat memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan.