Mitigasi bencana adalah tindakan yang dapat mengurangi risiko jangka panjang dari ancaman bencana alam. Contoh mitigasi bencana tentunya berbeda berdasarkan bencananya, misalnya mitigasi bencana banjir dapat berupa penataan daerah aliran sungai, sedangkan mitigasi bencana gempa bumi berupa membuat bangunan tahan gempa. Ditinjau olehdr. Reni Utari Pembangunan dinding laut termasuk salah satu bentuk mitigasi bencana alamMitigasi bencana adalah tindakan berkelanjutan yang dapat mengurangi atau menghilangkan risiko jangka panjang terhadap manusia dan properti dari ancaman bencana alam beserta berbagai dampaknya.Mitigasi bencana merupakan upaya berkelanjutan di berbagai tingkat, mulai dari individu hingga tingkat nasional, untuk mengurangi dampak bencana terhadap keluarga, rumah, komunitas, dan kondisi ekonomi. Tujuan dan jenis mitigasi bencanaFokus mitigasi bencana adalah tindakan yang dilakukan untuk menghadapi berbagai bencana alam yang berpotensi menyebabkan bahaya pada manusia atau properti.Dilansir dari BPBD Kabupaten Karanganyar, beberapa tujuan mitigasi bencana adalah:
Baca JugaSelamatkan Lingkungan, Mulai dengan Gaya Hidup Zero WasteMengenal Leptospirosis, Penyakit yang Sering Terjadi Ketika BanjirAkibat Pemanasan Global Terhadap Bumi dan Kesehatan ManusiaContoh mitigasi bencana alamBerikut adalah beberapa contoh mitigasi bencana alam untuk mengantisipasi kerusakan dan korban jiwa.
New Bedford. https://www.newbedford-ma.gov/emergency-management/emergencies-disasters/mitigation/ Banjir Jakarta dan di kota-kota besar lainnya menyebabkan tubuh rentan terjadinya berbagai penyakit akibat sanitasi yang buruk. Salah satunya adalah kolera yang disebabkan oleh bakteri pada air dan makanan yang terkontaminasi. Ada beberapa penyakit lainnya yang dapat menyerang saat banjir, apa saja? 08 Mei 2019|Giovanni Jessica Tembok rumah jadi tempat yang nyaman bagi jamur untuk berkembang biak. Maka dari itu, waspadai bahaya yang mengintai akibat tembok berjamur bagi kesehatan Anda. 07 Jan 2020|Annisa Amalia Ikhsania Selain kesehatan fisik yang terancam, dampak banjir Jakarta juga berisiko mengganggu kesehatan mental orang yang menjadi korban banjir. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? 08 Jan 2020|Annisa Amalia Ikhsania
Purbalingga (ANTARA) - Memasuki penghujung tahun, hujan deras makin sering turun. Suaranya riuh mengalun, airnya membasahi daun yang rimbun. Begitu juga di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Hujan mengguyur sepanjang hari, menyisakan banjir yang mengakibatkan warga harus sementara mengungsi. Menurut informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purbalingga, hujan deras yang turun sejak Rabu (2/12) telah mengakibatkan Sungai Gringsing dan Sungai Klawing yang alirannya mengarah ke Sungai Serayu meluap. Akibatnya ribuan rumah di delapan desa dari dua kecamatan yang ada di Purbalingga terendam banjir dengan ketinggian air sekitar 20 hingga 100 sentimeter. Delapan desa tersebut antara lain Desa Gambarsari, Desa Jetis, Desa Toyareka, Desa Muntang, Desa Kalialang, Desa Sumilir dan Desa Karangtengah Kecamatan Kemangkon. Selain itu Desa Toyareja, Kecamatan Purbalingga. Selain merendam ribuan rumah, genangan air banjir juga merendam area persawahan, bahkan 5.000 kilogram pupuk urea milik kelompok tani di Desa Gambarsari ikut terendam. Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Purbalingga Umar Fauzi mengatakan pada saat kejadian bencana pihaknya telah langsung melakukan upaya evakuasi dan juga menyiapkan lokasi pengungsian. Tim gabungan dari BPBD Purbalingga, TNI/Polri, relawan kebencanaan dan kemanusiaan, PMI, Baznas, Basarnas, Tagana dan unsur lain bahu membahu melakukan upaya tanggap darurat sejak Rabu (2/12) malam hingga Kamis (3/12). "Sekitar Kamis sore banjir sudah mulai surut dan para warga yang sempat mengungsi akhirnya kembali pulang ke rumah masing-masing," katanya. Baca juga: BNPB gelar TFG untuk mitigasi ancaman banjir Ibu Kota Jakarta Baca juga: BNPB minta antisipasi fenomena La Nina dalam mitigasi erupsi Merapi Baca juga: BPB Linmas Surabaya siapkan mitigasi bencana di 15 kecamatan Baca juga: Legislator: Mitigasi bencana ditingkatkan sesuai protokol kesehatan Solusi banjir Salah satu upaya yang harus dilakukan sebagai langkah awal pencegahan banjir, kata dia, adalah membuat peta rawan bencana hingga skala desa. Untuk peta rawan banjir, menurut dia, bisa dilakukan dengan mendasarkan pada simulasi kejadian hujan ekstrem yang terjadi pada suatu wilayah hingga nantinya dapat dipergunakan sebagai materi dalam pengembangan sistem informasi bencana banjir. Kendati sederhana, namun sistem informasi sangat bermanfaat secara luas terutama sebagai media untuk mengumumkan kemungkinan terjadinya banjir di daerah-daerah rawan kepada masyarakat yang ada di sekitar. Dia juga menambahkan bahwa pemerintah daerah bisa saja bekerja sama dengan para peneliti dari universitas-universitas di wilayah sekitar untuk menggali masukan yang lebih banyak terkait solusi yang tepat dalam penanganan banjir. Namun, upaya itu harus diimbangi juga dengan edukasi dan sosialisasi yang gencar kepada masyarakat guna meningkatkan pemahaman mengenai kondisi wilayah dan potensi-potensi bencana yang ada. Misalkan, bagi masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai dengan topografi yang datar. Maka perlu diberikan pemahaman yang rinci mengenai potensi banjir di wilayah tempat tinggal mereka. Selain edukasi kepada masyarakat, upaya mitigasi lain yang bisa dilakukan adalah membuat tanggul, terutama di lokasi sekitar bantaran sungai dengan elevasi yang rendah. Hal ini diperlukan untuk mencegah meluapnya air sungai ke area bantaran sungai. "Tanggul sungai tidak harus dibuat dari beton, tetapi dapat juga dibuat dari timbunan tanah. Untuk mencegah erosi tebing tanggul, penanaman pepohonan seperti bambu juga dapat dilakukan sekaligus," katanya. Bahkan, menurut dia, tanggul sungai yang ditanami bambu dan dikemas baik dapat berpotensi menjadi destinasi wisata baru yang dapat menarik minat wisatawan.Baca juga: Saran akademisi, lakukan mitigasi longsor dengan penguatan lereng Baca juga: Surabaya giatkan pembersihan saluran air di perkampungan Simulasi daerah genangan Dia juga menambahkan bahwa terdapat beberapa faktor risiko penyebab banjir, namun sering kali banjir terjadi karena faktor alamiah dan faktor non-alamiah. "Faktor alamiah adalah curah hujan dan kondisi topografi seperti yang kemarin terjadi di Purbalingga. Sementara faktor non-alamiah biasanya terjadi karena terkait dengan persoalan pengelolaan daerah aliran sungai," katanya. Senada dengan pernyataan tersebut, akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Indra Permanajati menambahkan curah hujan yang tinggi dengan durasi yang lama bisa memicu terjadinya banjir. Koordinator Bidang Bencana Geologi Pusat Mitigasi Unsoed itu menjelaskan potensi terjadinya genangan akan semakin tinggi pada area dengan topografi cekung dan dataran yang dekat sungai. Wilayah dengan karakteristik seperti itu berpotensi menampung air yang berlimpah dari curah hujan yang tinggi. Dalam kondisi seperti itu upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah melakukan rekayasa daerah aliran sungai, salah satunya dengan cara normalisasi sungai. Selain itu pembuatan sumur resapan dan pembuatan embung pengendali banjir juga bisa menjadi solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir faktor risiko penyebab banjir. Masyarakat dapat berperan aktif dalam rangka mengurangi potensi banjir dengan melakukan pembersihan saluran-saluran air di sekitar rumah, mengecek bendungan-bendungan alam bagi yang mempunyai rumah di hulu sungai, membuat sumur-sumur resapan serta kolam-kolam pengendali air. Sementara untuk solusi jangka panjang, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat rancangan besar mitigasi secara komprehensif melalui konsep daerah aliran sungai. Salah satu contohnya adalah dengan membuat simulasi daerah genangan di wilayah rawan banjir sehingga penanganan di tiap lokasi bisa ditentukan secara tepat. Dari narasi mengenai banjir di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa bencana banjir bisa terjadi karena berbagai faktor. Namun, yang sering terjadi adalah disebabkan faktor alamiah yaitu karena kondisi cuaca ekstrem atau hujan deras serta karena kondisi topografi wilayah. Selain itu banjir juga bisa disebabkan karena faktor non-alamiah seperti pengelolaan daerah aliran sungai yang masih harus terus dioptimalkan. Dengan mengetahui faktor risiko penyebab banjir maka diharapkan akan makin meningkatkan kewaspadaan dan pemahaman masyarakat guna mendukung upaya strategi mitigasi bencana.*Baca juga: Perkuat mitigasi, kurangi dampak banjir saat pandemi COVID-19 Baca juga: BMKG: Pencegahan banjir sebaiknya sedari kemarauEditor: Erafzon Saptiyulda AS COPYRIGHT © ANTARA 2020 |