Bagaimana menurut pendapat saudara tentang PENETAPAN upah minimum yang berlakukan saat ini

undefined, 14 November 2021

Jakarta--Kementerian Ketenagakerjaan menyelenggarakan seminar terbuka  secara virtual pada Jumat (12/11/2021). Seminar tersebut membahas proses penetapan Upah Minimum tahun 2022. Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri menyatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan mengamanatkan bahwa kebijakan penetapan Upah Minimum merupakan salah satu program strategis nasional. "Pemerintah hadir dengan mengatur penetapan Upah Minimum. Pemerintah peduli terhadap kepentingan pekerja/buruh dan pengusaha serta keberlangsungan berusaha," ucap Dirjen Putri. Menurutnya, Upah Minimum dimaksudkan sebagai pelindungan kepada pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun agar upahnya tidak dibayar terlalu rendah. Selain itu, kebijakan Upah Minimum ditujukan sebagai salah satu instrument pengentasan kemiskinan dan mendorong kemajuan ekonomi Indonesia. "Upah Minimum berdasarkan PP No. 36 Tahun 2021 hanya berdasarkan wilayah, yaitu Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).  PP 35/2021 tidak mengamanatkan Upah Minimum Berdasarkan Sektor. Namun, bagi upah minimum sektor yang ditetapkan sebelum tanggal 20 November 2020 dan masih berlaku, maka dapat dilanjutkan upah minumum sektoral tersebut selama UMS tersebut nilainya masih lebih tinggi dibandingkan dari UMP atau UMK di wilayah tersebut, dengan demikian seluru pihak harus tetap patuh dengan pelaksaam UMS selama masih berlaku." terangnya. Ia berharap, melalui kegiatan seminar tersebut, setiap pihak mendukung penetapan Upah Minimum Tahun 2022 sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan. Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan, Dinar Titus Jogaswitani mengatakan, semangat dari formula Upah Minimum berdasarkan PP No. 36 Tahun 2021 adalah untuk mengurangi kesenjangan Upah Minimum, sehingga terwujud keadilan antar wilayah. Keadilan antar wilayah tersebut dicapai melalui pendekatan Rata-Rata Konsumsi Rumah Tangga di masing-masing wilayah. Selain itu, katanya, penetapan Upah Minimum tersebut juga ditujukan untuk mencapai kesejahteraan pekerja/buruh dengan tetap memperhatikan kemampuan perusahaan dan kondisi nasional. Hal tersebut dilakukan melalui penggunaan data-data ekonomi dan ketenagakerjaan yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Menurutnya, BPS sebagai satu-satunya wali data nasional merupakan lembaga yang independen dan kompeten dalam hal penyediaan data-data makro yang dibutuhkan oleh seluruh pihak yang berkepentingan. "BPS tidak melakukan kegiatan pengumpulan data yang secara khusus ditujukan untuk penghitungan Upah Minimum," ucapnya. Data-data yang disediakan oleh BPS yang dipergunakan dalam perhitungan Upah Minimum sudah lama dikumpulkan oleh BPS sebelum disahkannya PP No. 36 Tahun 2021. Data-data untuk penghitungan penetapan Upah Minimum bisa diakses pada wagepedia.kemnaker.go.id. "Data tersebut juga digunakan oleh institusi lain baik lokal maupun internasional dalam merencanakan atau mengambil keputusan yang akan dilakukan, sehingga banyak pihak yang mengawasi data BPS," ucapnya. Adapun Dewan Pengupahan Nasional dari unsur Pakar Pengupahan, Joko Santosa, menyatakan, penetapan Upah Minimum penting untuk menaikan Indeks daya saing Indonesia dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap sistem pengupahan Indonesia terkait kepastian hukum dan indikator perekonomian & ketenagakerjaan yg hrs ditaagi semua pihak. Selain itu, sambung Joko, dampak lain yang mungkin perlu diantisipasi terhadap penetapan UM pada COVID-19 saat ini yaitu potensi terhambatnya perluasan kesempatan kerja baru, terjadinya subtitusi tenaga kerja ke mesin (otomatisasi proses produksi), memicu terjadinya PHK, mendorong terjadinya relokasi dari lokasi yang memiliki nilai UMK tinggi kepada lokasi yang memiliki nilai UMK yang lebih rendah, dan mendorong tutupnya perusahaan, khususnya pada situasi pandemi COVID-19 saat ini. "Potensi lainnya yaitu utk meningkatkan ruang dialog kesepakatan upah serta penerapan struktur dan skala upah diatas upah minimum" ucapnya. Joko juga mengajak seluruh pihak untuk lebih fokus dalam penyesuaian upah di atas upah minimum yang jumlah pekerjanya adalah mayoritas. Terlebih lagi dengan kondisi upah minimum yang sudah di atas median atau rata-rata upah, sebaiknya semua pihak fokus kepada upah berbasis kinerja individu dan produktivitas, sehingga kenaikan upah masing-masing pekerja akan bergantung dengan produktivitas yang dihasilkannya. Bila hal ini dilakukan, maka dapat mendorong kesejahteraan pekerja secara keseluruhan. "Penerapan struktur skala upah dengan penyesuaian berbasis kinerja individu akan mendorong distribusi upah di atas upah minimum secara adil antar jabatan/pekerja yang hrs menjadi tujuan perjuangan pekerja dan SP/SB," kata Joko. Sebagai informasi, seminar tersebut diikuti oleh lebih dari 1.000 partisipan mulai dari bupati/walikota seluruh Indonesia, kepala dinas yang membidangi ketenagakerjaan provinsi/kabupaten/Kota seluruh Indonesia, Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota seluruh Indonesia,LKS Tripartit seluruh Indonesia, APINDO, SP/SB, dan stakeholder hubungan industrial. 

Biro Humas Kemnaker

Bagaimana menurut pendapat saudara tentang PENETAPAN upah minimum yang berlakukan saat ini

Dhafi Jawab

Cari Jawaban dari Soal Pertanyaan mu, Dengan Mudah di jwb8.dhafi.link Dengan Sangat Akurat. >>



Klik Disini Untuk Melihat Jawaban


#Jawaban di bawah ini, bisa saja salah karena si penjawab bisa saja bukan ahli dalam pertanyaan tersebut. Pastikan mencari jawaban dari berbagai sumber terpercaya, sebelum mengklaim jawaban tersebut adalah benar. Selamat Belajar..#


Answered by ### on Tue, 02 Aug 2022 17:06:02 +0700 with category Wirausaha

Jawaban:

menurut saya pengupahan sesuai standar minimum bertujuan agar pekerja memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Penjelasan:

maaf jika salah

Baca Juga: Sebutkan 3 kasus peradilan internasional ,dan diselesaikan secara hukum dan peradilan​


jwb8.dhafi.link Merupakan Website Kesimpulan dari forum tanya jawab online dengan pembahasan seputar pendidikan di indonesia secara umum. website ini gratis 100% tidak dipungut biaya sepeserpun untuk para pelajar di seluruh indonesia. saya harap pembelajaran ini dapat bermanfaat bagi para pelajar yang sedang mencari jawaban dari segala soal di sekolah. Terima Kasih Telah Berkunjung, Semoga sehat selalu.

Artikel ini merupakan bagian dari rangkaian tulisan untuk memperingati Hari Buruh pada 1 Mei.

Salah satu isu yang yang diperdebatkan dalam penolakan terhadap rancangan undang-undang (UU) omnibus law Cipta Kerja adalah upah minimum.

Di Indonesia, kebijakan upah minimum telah ada sejak tahun 1970-an, namun baru benar-benar digalakkan di awal tahun 1990-an akibat adanya tekanan dari negara-negara asing untuk menghentikan praktek “sweatshop” - yaitu memeras pekerja dengan upah murah, jam kerja panjang, dan tempat kerja tidak layak.

Hal ini sesuai dengan tujuan dari penetapan upah minimum menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), yaitu untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja untuk mendapatkan pengupahan yang layak.

Sejak itu, pemerintah kerap menaikkan upah minimum hingga mencapai 76% dari upah rata-rata buruh di Indonesia pada tahun 2018. Angka ini yang cukup tinggi jika dibandingkan negara-negara lain seperti Australia (47%), Jepang (36%), Malaysia (30%, tahun 2017), dan Thailand (34%, tahun 2017).

Akan tetapi, apakah kebijakan upah minimum yang tinggi benar-benar efektif dalam melindungi pekerja?

Untuk menjawab ini tidak mudah, karena pengaruh dari kenaikan upah minimum tergantung banyak faktor, diantaranya cakupan dari kebijakan upah minimum tersebut.

Selain itu, kenaikan upah minimum juga memiliki dampak yang berbeda bagi kelompok pekerja yang berbeda: pekerja dengan keterampilan tinggi versus rendah; pekerja perempuan versus laki-laki.

Pada 2019, saya melakukan sebuah studi terhadap dampak upah minimum.

Dengan menggunakan data level provinsi yang diperoleh dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada tahun 2001-2015, saya menganalisa pengaruh kenaikan upah minimum terhadap jumlah pekerja di sektor formal, informal, dan juga pengangguran di Indonesia.

Penelitian saya menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum tidak serta-merta membawa perubahan positif secara merata pada pekerja.

Dampak berbeda

Di Indonesia, kenaikan upah minimum memiliki pengaruh yang berbeda terhadap pekerja di sektor formal dan di sektor informal, serta terhadap pekerja laki-laki dan pekerja perempuan.

Mengikuti klasifikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan sedikit penyederhanaan, pekerja di sektor formal diartikan sebagai pekerja yang memiliki status pekerjaan “buruh/karyawan”, dan menerima upah dan tunjangan sesuai aturan ketenagakerjaan.

Sedangkan pekerja informal adalah sebagai pekerja dalam usaha seperti usaha rumahan (pekerja keluarga), pekerja mandiri (seperti freelancer), dan pekerja lepas (buruh tani atau buruh konstruksi).

Penelitian ini menemukan bahwa upah minimum berkaitan dengan berkurangnya jumlah pekerja di sektor formal. Lebih khusus lagi, penurunan jumlah pekerja perempuan di sektor formal lebih banyak dibandingkan jumlah pekerja laki-laki.

Kenaikan upah minimum meningkatkan jumlah biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, terutama apabila tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitas para pekerja.

Jumlah penurunan pekerja perempuan yang lebih banyak dibandingkan laki-laki juga mencerminkan kurangnya kesetaraan gender di pasar tenaga kerja Indonesia.

Hasil ini sesuai dengan hasil studi-studi terdahulu yang menemukan dampak negatif kenaikan upah minimum terhadap jumlah pekerja di sektor formal.

Penelitian juga menunjukkan kemungkinan adanya perpindahan tenaga kerja, terutama laki-laki, dari sektor formal ke sektor informal ketika terjadi kenaikan upah minimum, seperti yang juga ditemukan oleh studi sebelumnya.

Perpindahan ini salah satunya adalah karena ketiadaan tunjangan atau perlindungan bagi orang yang tidak bekerja (unemployment benefits) sehingga memaksa sebagian pekerja yang gagal mendapatkan pekerjaan di sektor formal untuk berpindah ke sektor informal karena kebutuhan untuk memiliki penghasilan.

Pada 2018, sektor formal hanya mempekerjakan 43% dari total orang yang bekerja di Indonesia.

Terlebih lagi, walau studi tidak menemukan kaitan antara kenaikan upah minimum dan kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia, tapi kenaikan upah minimum diketahui berkaitan dengan menurunnya partisipasi angkatan kerja. Angkatan kerja adalah jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja atau mencari kerja.

Hal ini menggambarkan ada juga pekerja yang menyerah dan berhenti mencari pekerjaan karena berkurangnya kesempatan kerja.

Perlu diingat bahwa sektor informal identik dengan kondisi pekerjaan yang lebih buruk dibandingkan sektor formal.

Ekonomi informal kerap diisi oleh pekerjaan-pekerjaan yang tidak teregulasi dan tidak terdaftar - seperti buruh harian dan pedagang kaki lima - sehingga mengakibatkan minimnya perlindungan bagi pekerja di sektor tersebut.

Selain itu, rata-rata upah pekerja di sektor informal pun lebih rendah dibandingkan upah di sektor formal.

Di Indonesia, perlindungan untuk mendapatkan upah minimum berlaku hanya untuk buruh/karyawan, seperti diatur UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Akan tetapi, pasar tenaga kerja Indonesia diisi oleh pekerja-pekerja dengan status lain selain “buruh”, yaitu mereka yang bekerja di sektor informal.

Sebuah studi pada 2006 memperlihatkan bahwa sebagian besar usaha informal tidak mengetahui tentang peraturan upah minimum, dan tingkat upah dari pekerja di usaha informal beragam tergantung jenis pekerjaan, keterampilan dan jenis kegiatan.

Oleh karena itu, kita harus kembali meninjau apakah kenaikan upah minimum berhasil mencapai tujuannya untuk melindungi pekerja.

Jelas bahwa kenaikan upah minimum berhasil meningkatkan pendapatan sebagian pekerja dengan mengorbankan sebagian pekerja yang lain. Terlebih, pekerja-pekerja yang rentan, seperti pekerja perempuan, lebih banyak menganggung efek negatif dari kenaikan upah minimum.

Lantas harus bagaimana?

Penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dampak kenaikan upah minimum tidak hanya bagi pekerja di sektor formal, tetapi juga pada mereka yang berada di sektor informal atau akan terpaksa pindah ke sektor informal.

Ada banyak celah hukum, yang dapat dimanfaatkan beberapa kelompok pengusaha untuk tidak memberi upah minimum. Dalam undang-undang (UU) ketenagakerjaan, misalnya, pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum untuk dimungkinkan untuk menggaji karyawannya dengan upah lebih rendah.

Ini jelas bertentangan dengan pengertian upah minimum yang merupakan upah yang wajib dibayarkan kepada buruh.

Tingginya ketidakpatuhan terhadap kewajiban membayar upah lebih tinggi dari upah minimum juga merupakan masalah yang harus dituntaskan. Pada tahun 2016, 47% dari karyawan di sektor formal mendapatkan upah yang lebih rendah dari upah minimum.

Meskipun masalah tingkat kepatuhan yang rendah dengan upah minimum telah terdengar begitu lama, hukuman pidana terhadap pelanggaran upah minimum baru terjadi pertama kali pada 2013. Ketika itu, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 1 tahun dan denda Rp 100 juta kepada seorang pengusaha asal Jawa Timur yang membayar karyawannya di bawah upah minimum regional.

Putusan itu dapat dilihat sebagai dasar untuk memperkuat penegakan hukum mengenai kebijakan upah minimum.

Salah satu alasan tingginya tingkat upah minimum dibandingkan upah rata-rata di Indonesia adalah karena negosiasi upah minimum merupakan satu-satunya sarana bagi serikat pekerja melakukan peran dalam melindungi anggotanya. Sehingga, serikat pekerja cenderung menuntut upah yang sangat tinggi.

Dengan demikian, perlu dibuka ranah perundingan bersama untuk melindungi hak-hak lain pekerja di luar upah, seperti tunjangan atau keamanan dan kelayakan tempat kerja. Perbaikan yang diminta - dan kemudian harus dilakukan - tidak melulu hanya soal upah.

Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di sini.

If so, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. With the latest scientific discoveries, thoughtful analysis on political issues and research-based life tips, each email is filled with articles that will inform you and often intrigue you.

Editor and General Manager

Find peace of mind, and the facts, with experts. Add evidence-based articles to your news digest. No uninformed commentariat. Just experts. 90,000 of them have written for us. They trust us. Give it a go.

If you found the article you just read to be insightful, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. Each newsletter has articles that will inform and intrigue you.

Komentari artikel ini