Bagaimana mendorong interaksi aktif antara peserta didik

Oleh: Hendro Widodo, M. Pd

Belajar pada prinsipnya adalah berbuat atau bertindak (learning by doing) untuk mengubah tingkah laku yang diharapkan. Perubahan tingkah laku tersebut sebagai hasil dari melakukan kegiatan dalam proses belajar, karena tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Belajar membutuhkan aktivitas mental dan tindakan pembelajar itu sendiri. Kedua aktivitas tersebut tidak dapat terpisahkan dalam kegiatan belajar. Oleh sebab itu, aktivitas merupakan prinsip yang sangat urgen dalam interaksi belajar mengajar.

Aktivitas guru dan siswa dalam interakasi belajar mengajar merupakan interaksi educatif. Interaksi educatif ditandai dengan adanya interaksi yang sadar dan disengaja antara guru dan siswa maupun antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Di sini dituntut semua pelaku pembelajaran untuk berbuat aktif, baik guru maupun siswa. Guru dituntut aktif dalam memberikan pengetahuan dan penanaman nilai edukasi kepada siswa, dengan melibatkan siswa dalam aktivitas pembelajaran dan siswa pun aktif terlibat sehingga antara keduanya menghasilkan aktivitas belajar yang optimal. 

Mengaktifkan siswa dalam pembelajaran tidak cukup hanya kemampuan guru dalam menguasai materi pelajaran saja namun harus ditopang oleh kemampuan guru dalam mengembangkan pola pembelajaran kreatif dan variatif dengan menekankan pada strategi pembelajaran aktif.  Sebagaimana nasehat  Melvin L. Silberman, ”You can tell students what they need to know very fast. But they will forget what you tell them even faster.” Anda dapat memberitahu para siswa tentang apa yang perlu mereka ketahui dengan sangat cepat. Tetapi, mereka bahkan akan lebih cepat melupakan apa yang Anda beritahukan kepada mereka. Dengan kata lain, penggunaan strategi pembelajaran aktif akan dapat mengarahkan siswa pada makna belajar yang sebenarnya.   

Di dalam strategi pembelajaran aktif menekankan pada belajar dengan melakukan. Belajar dengan melakukan perlu ditekankan karena setiap siswa hanya belajar 10% dari yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari yang dilihat dan didengar, 70% dari yang dikatakan, dan 90% dari yang dikatakan dan dilakukan. Nilai yang terkandung dari hasil temuan Wyatt & Looper (1999) ini adalah perlunya pengkondisian siswa untuk membaca materi pelajaran terlebih dahulu sebagai modal awal siswa sebelum memasuki kelas utnuk mengikuti pembelajaran. Dengan modal awal tersebut, secara psikologis siswa akan lebih percaya diri mengikuti pembelajaran. Demikian di dalam kelas, siswa mendengarkan penjelasan guru dengan baik maka konstruksi pengetahuan yang didapatkannya bertambah menjadi 20%. Dari sini berarti metode ceramah, siswa hanya mampu menangkap 20% dari yang didengar. Selanjutnya kosntruski pengetahuan siswa bertambah menjadi 30% bilamana terjadi visual activities. Hal ini perlu didukung oleh guru dalam menyajikan materi pelajaran dengan menggunakan media pembelajaran. Kemudian konstruksi pengetahuan siswa akan bertambah 50% dari yang dilihat dan didengar. Artinya, listening activities dan visual activities terintegrasi dalam pembelajaran, dan kedua aktivitas tersebut dapat mendorong konstruksi pengetahuan siswa menjadi 70% bilamana dilakukan oral activities, seperti bertanya, eksplorasi pendapat/gagasan, diskusi dan sebagainya. Akhirnya yang lebih diharapkan adalah konstruksi pengetahuan tersebut mencapai pada tingkat 90% dari yang dikatakan dan dilakukan. Di sini belajar dengan melakukan dimana siswa terlibak aktif di dalamnya. Dengan demikian, setiap materi pelajaran diharapkan selalu dikaitkan dengan pengalaman langsung siswa.

Penulis adalah Dosen Prodi PGSD UAD Yogyakarya

Pengertian interaksi dalam pembelajaran

Dalam proses pembelajaran antara pendidik dan peserta didik harus ada interaksi. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya.

fungsi dari tujuan pengajaran:

  1. Menjadi titik sentral perhatian dan pedoman dalam melaksanakan aktivitan/ interaksi belajar mengajar.
  2. Menjadi penentu arah kegiatan
  3. Menjadi titik sentral perhatian dan pedoman dalam menyusun desain pengajaran
  4. Menjadi materi pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan mempeluasruang lingkupnya.
  5. Menjadi pedoman untuk mencegah/menghindari penyimpangan yang akan terjadi.

Interaksi terdiri dari kata inter (antar), dan aksi (kegiatan). Jadi interaksi adalah kegiatan timbal balik. Dari segi terminologi “interaksi” mempunyai arti hal saling melakukan aksi; berhubungan; mempengaruhi; antar hubungan. Interaksi akan selalu berkait dengan istilah komunikasi atau hubungan. Sedang “komunikasi” berpangkal pada perkataan “communicare” yang berpartisipasi, memberitahukan, menjadi milik bersama. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain.  Jadi, interaksi belajar mengajar adalah kegiatan timbal balik antara guru dengan anak didik, atau dengan kata lain bahwa interaksi belajar mengajar adalah suatu kegiatan sosial, karena antara anak didik dengan temannya, antara si anak didik dengan gurunya ada suatu komunikasi sosial atau pergaulan.

Roestilah (1994 : 35 ) mengemukakan bahwa “interaksi yaitu proses dua arah yang mengandung tindakan atau perbuatan komunikator maupun komunikan”. Berarti interaksi dapat terjadi antar pihak jika pihak yang terlibat saling memberikan aksi dan reaksi. Suhubungan dengan itu interaksi adalah proses saling mengambil peran. Zahra ( 1996 :91 ) mengemukan bahwa “Interaksi merupakan kegiatan timbal balik. Interaksi belajar mengajar berarti suatu kegiatan social karena antara peserta didik dan gurunya ada suatu komunikasi sosial atau pergaulan”. Menurut Homans (Ali, 2004: 87) mendefisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Menurut Sardiman (1986:8)” interaksi yang dikatakan dengan iteraksi pendidikan apabila secara sadar mempunya tujuan untuk mendidik, untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan”.  Sedangkan menurut Soetomo, bahwa interaksi belajar mengajar ialah hubungan timbal balik antara guru (pengajar) dan anak (murid) yang harus menunjukkan adanya hubungan yang bersifat edukatif (mendidik). Di mana interaksi itu harus diarahkan pada suatu tujuan tertentu yang bersifat mendidik, yaitu adanya perubahan tingkah laku anak didik ke arah kedewasaan.

Macam-macam interaksi dalam pembelajaran :

Menurut Nana Sudjana, ada tiga pola komunikasi dalam proses interaksi guru-siswa, yakni komunikasi sebagai aksi, interaksi dan transaksi.

a.       Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah

Yaitu guru sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif, siswa pasif, mengajar dipandang sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran.

b.      Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah

Yaitu guru bisa berperan sebagai pemberi aksi atau penerima aksi. Sebaliknya siswa, bisa penerima aksi bisa pula pemberi aksi. Dialog akan terjadi antara guru dengan siswa.

c.       Komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah

Yaitu komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dengan siswa, tetapi juga antara siswa dengan siswa. Siswa dituntut aktif dari pada guru. Siswa, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi siswa lain.

Situasi pengajaran atau proses interaksi belajar mengajar bisa terjadi dalam berbagai pola komunikasi di atas, akan tetapi komunikasi sebagai transaksi yang dianggap sesuai dengan konsep cara belajar siswa aktif (CBSA) sebagaimana yang dikehendaki para ahli dalam pendidikan modern.

sedangkan menurut Profesor Djaali ada empat interaksi pendidikan yaitu :

(1) Interaksi murid dengan murid

(2) Interaksi murid dengan guru

(3) Interaksi murid dengan sumber belajar, dan

(4) Interaksi murid dengan lingkungan.

Pola arus interaksi guru-siswa di kelas memiliki berbagai kemungkinan arus komunikasi. Sedikitnya menurut Heinich ada empat pola arus komunikasi:

(1) komunikasi guru-siswa searah,

(2) komunikasi dua arah — arus bolak-balik–,

(3) komunikasi dua arah antara guru-siswa dan siswa-siswa,

(4) komunikasi optimal total arah.

Dalam proses interaksi antara guru dan siswa memiliki pola yang meliputi sebagai berikut:

1. Pola dasar interaksi

Dalam pola dasar interaksi belum terlihat unsur pembelajaran yang meliputi unsur guru, isi pembelajaran dan siswa yang semuanya belum ada yang mendominasi proses interaksi dalam pembelajaran. Dijelaskan bahwa adakalanya guru mendominasi proses interaksi, adakalanya isi yang lebih mendominasi, adakalanya juga siswa yang mendominasi interaksi tersebut atau bahkan adakalanya antara guru dan siswanya secara seimbang saling mendominasi.

2. Pola interaksi berpusat pada isi

Dalam proses pembelajaran terdapat kegiatan guru mengajarkan isi pembelajaran disatu sisi dan siswa mempelajari isi pembelajaran tersebut disisi lain, namun kegiatan tersebut masih berpusat pada isi/materi pembelajaran.

3. Pola interaksi berpusat pada guru

Pada pembelajaran yang kegiatannya semata-mata bepusat pada guru, pada umumnya terjadi proses yang bersifat penyajian atau penyampaian isi atau materi pembelajaran. Dalam praktik pembelajaran semacam ini, kegiatan sepenuhnya ada dipihak guru yang bersangkutan, sedangkan siswa hanya menerima dan diberi pembelajaran yang disebut juga siswa pasif.

4. Pola interaksi berpusat pada siswa

Pada pembelajaran yang kegiatannya semata-mata berpusat pada siswa, siswa merencanakan sendiri materi pembelajaran apa yang akan dipelajari dan melaksanakan proses belajar dalam mempelajari materi pembelajaran tersebut. Peran guru lebih banyak bersifat permisif, yakni membolehkan setiap kegiatan yang dilakukan para siswa dalam mempelajari apapun yang dikehendakinya.

Untuk meningkatkan keaktifan proses pembelajaran ini, guru membuat perencanaan sebaik-baiknya dan pelaksanaannya didasarkan atas rencana yang telah dibuat. Dengan cara semacam ini, diharapkan hasil belajar lebih baik lagi sehingga terjadi keseimbangan keaktifan baik dipihak guru maupun dipihak siswa.

Proses interaksi dalam pembelajaran :

Dalam proses edukatif paling tidak mengandung ciri-ciri antara lain :

1.      Ada tujuan yang ingin dicapai

2.      Ada bahan/pesan yang menjadi isi interaksi

3.      Ada pelajaran yang aktif mengalami

4.      Ada guru yang melaksanakan

5.      Ada metode untuk mencapai tujuan

6.      Ada situasi yang memungkinkan proses belajar-mengajar berjalan dengan baik.

Adapun komponen-komponen tersebut meliputi :

1.      Tujuan pendidikan dan pengajaran

2.      Peserta didik atau siswa

3.      Tenaga kependidikan khususnya guru,

4.      Perencanaan pengajaran sebagai suatu segmen kurikulum

5.      Strategi pembelajaran

6.      Evaluasi pengajaran.

Faktor-faktor yang mendasari terjadinya interaksi edukatif adalah sebagai berikut.

  • Faktor tujuan
  • Faktor bahan/materi/isi
  • Faktor guru dan peserta didik
  • Faktor metode
  • Faktor situasi

1.        Faktor Tujuan 

Tujuan pendidikan/pengajaran yang bersifat umum maupun khusus, umumnya berkisar pada tiga jenis :

  • Tujuan kognitif, tujuan yang berhubungan dengan pengertian dan pengetahuan
  • Tujuan efektif, tujuan yang berhubungan dengan usaha merubah minat, setiap nilai, dan alasan
  • Tujuan psikomotorik, tujuan yang berkaitan dengan keterampilann menggunakan telinga, tangan, mata, alat indra, dan sebagainya.

Tiga syarat utama untuk terwujudnya interaksi pengajaran yang edukatif, adalah:

  • Merumusakan tujuan, menyempitkan lapangan tujuan umum ke dalam bentuk yang tampak pada tingkah laku peserta didik;
  • Mengkhususkan tujuan;
  • Memfungsional tujuan, bahwa tujuan yang diharapkan nyata berguna bagi perkembangan peserta didik.

2.        Faktor Bahan Atau Materi Pengajaran

Penguasaan bahan oleh guru seyogyanya mengarah pada spesifik/ takhasus atas ilmu kecakapan yang diajarkanya. Mengingat isi, sifat, dan luasnya ilmu , maka guru harus mampu menguraikan ilmu atau kecakapan dan apa-apa yang akan di ajarkanya kedalam bidang ilmu atau kecakapan yang bersangkutan. Penyusunan unsure-unsur atau informasi-informasi yang baik itu bukan saja untuk mempermudah peserta didik untuk mempelajarinya, melainkan juga memberikan gambaran yang jelas sebagai petunjuk dalam menetapkan metode pengajaran.

Isi bahan pengajaran itu luas sekali dan berbeda dalam tinggi rendah serta sukar mudahnya. Macamnya pun banyak. Karenanya , sebelum menentukan bahan study pengajaran yang akan di pelajari oleh peserta didik perlu di adakan pilihan terlebih dahulu. Pilihan itu biasanya berdasarkan pada pedoman –pedoman tertentu agar keseluruhan bahan yang telah di tentukan itu teratur dan mencerminkan suatu hal yang integral bagi hidup peserta didik selama di sekolah sekarang, dan sesudahnya. Yang menentukan pedoman tersebut ialah pihak Depdikbud.isi pedoman yang di maksud adalah di sekitar kesesuaian bahan pengajaran dengan tujuan institusional, tujuan kurukulum, tujuan pengajaran, serta tujuan pendidikan pada umumnya dan haluan Negara . selain itu , bahan pengajaran pula harus disesuaikan dengan tingkatan jenjang pendidikan, tahap perkembangan jiwa dan jasmani peserta didik serta kebutuhan-kebutuhan yang ada pada mereka.

3.        Faktor Guru Dan Peserta Didik

Guru dan peserta didik adalah dua subjek dalam berinteraksi pengajaran. Guru sebagai pihak yang berinisiatif awal untuk penyelenggaraan pengajaran, sedankan peserta didik sebagai pihak yang secara langsung mengalami dan mendapatkan manfaat dari peritiwa belajar mengajar yang terjadi. Guru sebagai pengarah dan pembimbing berdasarkan tujuan yang telah di tentukan, sedang peserta didik ialah sebagai yang menuju pada arah tujuan melalui aktifitas dan berinteraksi langsung dengan lingkungan sebagai sumber belajar atas bimbingan guru. Jadi kedua pihak ( guru dan peserta didik) menunjukan sebagai dua subjek pengajaran yang sama-sama menempati status yang penting.

Kemudian untuk menjadikan perofesionaltas kerja guru setidaknya ia memiliki 4 bidang utama.

  • Guru harus mengenal setiap peserta didik yang dipercayakan kepadanya
  • Guru harus memiliki kecakapan member bimbingan, sebab mengajar hakekatnya membimbing.
  • Guru harus memiliki dasar penetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan / pengajaran
  • Guru harus memiliki pengetahuan bulat dan baru mengenai ilmu yang di ajarkan.

4.        Faktor Metode

Metode adalah suatu kata kerja yang sistematik dan umum. Ia berfungsi sebagai alat untuk mencapai satu tujuan. Makin baik suatu metode makin efektif pula dalam pencapaianya. Tetapi tidak ada satu metode pun yang di katakana paling baik/ dipergunakan bagi semua macam usaha pencapaian tujuan, baik tidaknya , tepat tidaknya satu metode di pengaruhi oleh berbagai factor. Faktor utama yang menentukan metode adalah tujuan yang akan dicapai.

Metode mengajar/pengajaran, selain ditentukan/dipengaruhi oleh tujuan juga oleh factor kesesuaian dengan bahan, kemampuan guru untuk menggunakannya, keadaan peserta didik, dan situasi yang melingkupinya. Dengan kata lain, penerapan suatu metode pengajaran harus memiliki:

  • Relevansi dengan tujuan
  • Relevansi dengan bahan
  • Relevansi dengan kemampuan guru
  • Relevansi dengan keadaan peserta didik
  • Relevansi dengan situasi pengajaran.

Secara umum metode-metode pengajaran dapat diklasifikasikan menjadi dua:

  • Metode pengajaran individual
  • Metode pengajaran kelompok/klasikal.

Adapun macam-macam metode itu sesungguhnya tidak terbatas banyaknya sekadar mengenal sebagian metode, dibawah ini penulis sebutkan sebagian dari banyak metode.

  • Metode ceramah/persentasi/kuliah mimbar
  • Metode diskusi (dengan segala jenisnya)
  • Metode Tanya jawab
  • Metode resitasi/penugasan
  • Metode experiment
  • Metode proyek
  • Metode karya wisata
  • Metode-metode lainnya.

5.        Faktor Situasi

Yang dimaksud situasi adalah suasana belajar atau suasana kelas pengajaran. Termasuk dalam pengertian ini adalah suasana yang berkaitan dengan peserta didik, keadaan guru, keadaan kelas-kelas pengajaran yang berdekatan yang mungkin mengganggu atau terganggu karena penggunaan suatu metode. Terhadap situasi yang dapat diperhitungkan, kita (guru) dapat menyediakan alternative metode-metode mengajar dengan mengingat kemungkina-kemungkinan perubahan situasi. Situasi pengajaran yang kondusif (mendukung) sangat menentukan dan bahkan menjadi salah satu indicator terciptanya interaksi pengajaran, yang edukatif sifatnya.

Terhadap situasi yang tidak dapat diperhitungkan yang disebabkan oleh perubahan secara tiba-tiba diperlukan kecekatan untuk mengambil keputusan dengan segera mengenai cara-cara/metode-metode yang akan digunakan. Ketrampilan berimprovisasi dan kesigapan mengambil keputusan sungguh sangat diperlukan dalam situasi demikian. Kita tidak boleh tertegun atau terhenti sehingga tidak ada usaha sedikitpun untuk melaksanakan program dalam rangka mencapai tujuan, karena bukan saja akan merusak seluruh rencana pengembangan program melainkan juga merusak perkembangan peserta didik itu sendiri.

6.        Faktor sumber pelajaran

Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali. Pemanfaatan sumber-sumber pengajaran tersebut tergantung pada kreativitas guru, waktu, biaya serta kebijakan-kebijakan lainnya.

Interaksi edukatif tidaklah berproses dalam kehampaan , tetapi ia berproses dalam kemaknaan. Didalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik . Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi diambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam proses interaksi edukatif.

7.        Faktor alat dan peralatan

Alat dan peralatan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Alat tidak hanya sebagai pelengkap, tetapi juga sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan.

Alat dapat dibagi menjadi dua yaitu :

  • Alat Nonmaterial, yang terdiri dari suruhan , perintah , larangan, nasihat dan sebagainya
  • Alat material, yang  dapat berupa globe, papan tulis, batu kapur, gambar, diagram, lukisan, slide dan sebagainya

8.        Faktor evaluasi

Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejauh mana keberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru dengan memakai seperangkat istrumen penggali data seperti tes perbuatan, tes tertulis dan tes lisan

Tujuan evaluasi sendiri untuk  :

  • Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan anak didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
  • Memungkinkan guru menilai aktifitas/pengalaman yang didapat dan menilai metode mengajar yang dipergunakan.

Proses-proses pembelajaran (materi pelajaran, metode dan teknik mengajar, sumber belajar).

Komponen-komponen Pembelajaran

Komponen-komponen tersebut antara lain adalah tujuan pengajaran yang ingin dicapai, materi pengajaran, metode pengajaran, media pengajaran, evaluasi, guru, siswa, administrasi pengajaran, sarana dan prasarana pengajaran (Sudaryo, 1990 : 5).

a) Tujuan Pembelajaran

Tujuan merupakan salah satu komponen pembelajaran yang dapat
mempengaruhi komponen pembelajaran lainnya seperti materi, metode, media, evaluasi, peserta didik, administrasi pengajaran, sarana dan prasarana. Semua komponen itu harus sesuai dan digunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Jika salah satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena dengan tujuan menentukan ke arah mana kegiatan akan dibawa. Sebagai unsur penting untuk suatu kegiatan, maka dalam kegiatan apapun tujuan tidak bisa diabaikan.

b) Materi Pelajaran

Materi pelajaran merupakan komponen pembelajaran yang selama ini
dipahami oleh sebagian guru adalah buku paket mata pelajaran yang diwajibkan untuk dimiliki oleh peserta didik. Sumber belajar yang terbatas itu tentunya akan mempengaruhi pembelajaran tekstual terbatas pada buku paket yang dimiliki. Materi pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar (Djamarah dan Zain, 2006: 43). Tanpa materi pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Guru yang akan mengajar pasti memiliki dan harus menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan pada peserta didik. Biasanya aktivitas peserta didik akan berkurang bila bahan pelajaran yang diberikan guru kurang menarik perhatiannya. Materi pelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik karena akan memotivasi peserta didik untuk belajar. Maslow (dalam Djamarah dan Zain, 2006 : 44) mengatakan bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya. Sedangkan Rohani (2004 : 167) mengatakan bahwa materi pelajaran dapat diperoleh dari sumber belajar, dimana penggunaan sumber belajar yang bervariatif memiliki banyak kegunaan bagi peserta didik diantaranya: Memotivasi belajar siswa, Pencapaian tujuan pembelajaran, Mendukung Program pembelajaran (aktivitas belajar), Membantu memecahkan masalah, Mendukung pengajaran presentasi (pembelajaran yang mengaktifkan siswa).

c) Metode Pembelajaran

Metode adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum, berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan (Rohani, 2004 : 118).  Semakin baik suatu metode makin efektif pula dalam pencapaiannya. Akan Tetapi tidak ada satupun metode yang paling baik bagi semua macam pencapaian tujuan, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor dan yang paling
menentukan adalah tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan guru harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Adapun jenis metode-metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru adalah: Metode Ceramah, Metode Tanya jawab, Metode Demonstrasi, Metode Experiment,Metode Resitasi/ penugasan,Metode Drill/latihan, Metode Problem solving, Metode Inquiry, Metode Teknik Klarifikasi Nilai, Metode Role Playing, Metode Simulasi, Metode Karya wisata, Metode Kerja Kelompok, Metode Diskusi, dan Metode Proyek. Macam-macam metode di atas dapat menjadi pilihan bagi guru, yang sebelumnya telah disesuaikan dengan tujuan, peserta didik, situasi, fasilitas, dan kemampuan guru sendiri. Sehingga kegiatan pembelajaran dapat optimal dan tujuan pendidikan dapat dicapai.

d) Media Pembelajaran

Media pendidikan menurut Santoso S Hamidjojo dalam Rumamouk
(1988 : 6) adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran, dimaksudkan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut biasanya sudah dituangkan dalam garis-garis besar tujuan pembelajaran.

Danim (1994 : 12-13) mengemukakan penggunaan media oleh guru dapat diperoleh beberapa manfaat yaitu :

1) Meningkatkan mutu pendidikan, di mana dapat mempercepat dan membantu guru menggunakan waktu belajar dengan lebih baik,

2) Pendidikan yang individual, dengan mengurangi kontrol guru yang tradisional dan kaku, memberi kesempatan luas kepada anak untuk berkembang menurut kemampuannya dan belajar sesuai cara yang dikehendakinya;

3) Pengajaran lebih ilmiah, dengan merencanakan program pengajaran yang logis, dan sistematis, serta mengembangkan kegiatan pengajaran melalui penelitian,

4) Data lebih konkret;

5) Membawa dunia nyata ke dalam kelas;

6) Penyajian pendidikan lebih luas.

e) Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi atau penilaian dalam pembelajaran mutlak harus dilakukan oleh guru, seperti yang dikemukakan oleh Rohani (2004: 168) bahwa penilaian

merupakan bagian integral dari pembelajaran itu sendiri, yang tidak terpisahkan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran. Penilaian bertujuan menilai efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program serta pelaksanaannya.