Bagaimana keadaan perekonomian masyarakat Indonesia sebelum datangnya Islam

Bagaimana keadaan perekonomian masyarakat Indonesia sebelum datangnya Islam

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Kondisi Politik Ekonomi dan Sosial Budaya  Indonesia Sebelum Masuknya Islam - Proses islamisasi yang terjadi di Indonesia sangat ditentukan oleh kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang ada sebelumnya. Secara geografis wilayah Indonesia memiliki arti yang sangat penting bagi masuknya unsur-unsur dari luar, karena menjadi jalur lalu lintas perdagangan internasional. Dengan terbukanya wilayah Nusantara memungkinkan masyarakatnya untuk berinteraksi dengan bangsa lain.

1. Kondisi Politik dan Ekonomi Indonesia Sebelum Masuknya Islam

Pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-12, Sriwijaya mengalami masa kejayaan, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Kejayaan yang dialami Sriwijaya sangat ditentukan oleh letak dari kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Sriwijaya merupakan bagian dari jalur perdagangan internasional.

Sebagai pelabuhan, pusat perdagangan, dan pusat kekuasaan, Sriwijaya menguasai pelayaran dan perdagangan di bagian barat Indonesia. Sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat Malaka, Sumatra Utara, Selat Sunda yang kesemuanya masuk lingkungan kekuasaan Sriwijaya. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dikunjungi oleh pedagang dari Parsi, Arab dan Cina yang memperdagangkan barang-barang dari negerinya atau negeri yang dilaluinya, sedangkan pedagang Jawa membelinya dan menjual rempah-rempah.

Bagaimana keadaan perekonomian masyarakat Indonesia sebelum datangnya Islam

Memasuki abad ke-13, Sriwijaya menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Kekayaan alamnya sudah tidak lagi menghasilkan, kalah dengan hasil kekayaan di Jawa. Untuk menanggulangi ini, Sriwijaya menerapkan bea cukai yang mahal bagi kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhannya, bahkan memaksa agar kapal-kapal asing berlabuh di pelabuhannya. 

Tindakan Sriwijaya ini ternyata tidak memberikan keuntungan bagi kerajaannya, justru sebaliknya. Kapal-kapal asing mencoba menghindar untuk berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya.

Kemunduran Sriwijaya diperburuk lagi oleh serangan Kerajaan Singosari dari Jawa melalui ekspedisi Pamalayu. Dengan Pamalayu, supremasi Kerajaan Singosari dapat diletakkan di bekas daerah pengaruh Sriwijaya di Sumatera. Setelah Singosari berkuasa, kemudian muncul Majapahit sebagai kekuatan kerajaan yang memiliki pengaruh yang sangat besar. Kemunculan Majapahit ini semakin memperlemah kedudukan Sriwijaya.

Majapahit pernah tampil sebagai supremasi kekuasaan di wilayah Nusantara, setelah Sriwijaya runtuh. Kejayaan Kerajaan Majapahit dialami pada masa kekuasaan Raja Hayam Wuruk dengan patihnya yang terkenal yaitu Gajah Mada. Dengan Sumpah Palapanya, Gajah Mada melakukan perluasan wilayah. Majapahit kemudian mengalami kemunduran yang lebih banyak disebabkan oleh adanya konflik internal. Pada tahun 1478, Majapahit mengalami keruntuhannya.

Peradaban Hindu-Buddha sangat berpengaruh pada pembentukan struktur masyarakat di Nusantara. Masyarakat yang Hinduistis merupakan masyarakat dengan struktur yang hierarkis, artinya masyarakat yang mengenal kasta, yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Hubungan antarkasta ini bersifat vertikal yang sempit, artinya interaksi antar individu hanya terjadi pada kelompok kastanya sendiri.

2. Kondisi Sosial Budaya Indonesia Sebelum Masuknya Islam

Sebelum ditemukannya mesin yang menggerakkan kapal laut, pelayaran kapal-kapal lebih ditentukan oleh arus angin. Sistem angin di kepulauan Nusantara yang dikenal sebagai angin musim (angin muson), memberikan kemungkinan pengembangan jalan pelayaran Barat-Timur pulang balik secara teratur dan berpola tetap. Musim barat dan musim timur sangat menentukan munculnya kota-kota pelabuhan serta pusat-pusat kerajaan sejak aman Sriwijaya sampai akhir Majapahit.

Kehidupan di kota pelabuhan menampakkan suatu kehidupan yang dinamik. Interaksi manusia melalui perdagangan di kota pelabuhan dapat menciptakan unit-unit kehidupan manusia. Interaksi antara unit-unit akan membangun struktur sosial yang dinamik, sehingga akan menampakkan adanya suatu perubahan.

Masyarakat di kota pelabuhan merupakan masyarakat yang urban dan kosmopolit. Terciptalah suatu tatanan masyarakat kota. Interaksi tidak hanya terbatas pada pertukaran barang-barang ekonomi, akan tetapi terjadi pula interaksi budaya antarkelompok masyarakat. 

Dengan demikian, kehidupan masyarakat di kota pelabuhan akan menciptakan suatu masyarakat yang terbuka. Dalam masyarakat yang seperti ini, akan memudahkan masuknya unsur budaya dari luar. Apabila unsur budaya itu mampu membangun suatu tatanan kehidupan yang mapan, maka akan menjelma menjadi suatu peradaban.

Sebelum kedatangan Islam di wilayah Nusantara, peradaban yang pernah muncul dan mampu membangun suatu struktur masyarakat yang mapan yaitu Hindu-Buddha. Peradaban Hindu-Buddha sangat berpengaruh pada pembentukan struktur masyarakat di Nusantara. Masyarakat yang dibentuk dalam peradaban ini adalah masyarakat yang memiliki struktur hierarkis. 

Dalam masyarakat seperti ini, terdapat lapisan-lapisan sosial yang sangat ketat. Masyarakat terbagi atas kasta yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Hubungan antarkasta ini bersifat vertikal yang sempit, artinya interaksi antarindividu hanya terjadi pada kelompok kastanya sendiri. Sebagai contoh seorang kasta Ksatria tidak bisa menikah dengan seseorang yang berasal dari Kasta Waisya.

Dalam konsepsi Hindu-Buddha, hubungan antara manusia dan jagad raya bagaikan hubungan kesejajaran antara makrokosmos dan mikrokosmos. Manusia adalah mikrokosmos dan jagad raya adalah makrokosmos. Menurut kepercayaan ini, manusia senantiasa berada di bawah pengaruh tenaga-tenaga yang bersumber pada penjuru mata angin, bintang-bintang dan planet-planet. 

Tenaga-tenaga ini mungkin menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan atau berakibat kehancuran. Terjadinya kesejahteraan atau kehancuran tergantung pada dapat tidaknya individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat terutama sekali negara, berhasil menyelaraskan kehidupan dan kegiatan mereka dengan jagad raya. Keselarasan antara kerajaan dan jagad raya dapat dicapai dengan menyusun kerajaan itu sebagai gambaran sebuah jagad raya dalam bentuk kecil.

Penguasa makrokosmos adalah Dewa, sedangkan penguasa mikrokosmos adalah raja, sehingga lahirlah konsep dewa-raja. Raja adalah wakil dewa di muka bumi. Kedudukan raja dianggap sebagai titisan (inkarnasi) dari dewa atau sebagai keturunan, atau sebagai kedua-duanya, baik sebagai penitisan maupun keturunan dewa.

Raja memiliki kedudukan yang sangat sentral. Hubungan antara raja dengan rakyat membentuk struktur yang patrimonial. Dalam hubungan ini tercipta hubungan kawula dan gusti. Rakyat lebih banyak melakukan kewajibannya. Pemikiran konsep ini tidak memungkinkan adanya suatu bentuk perjanjian sosial (social contract) atau konsep mengenai kewajiban-kewajiban timbal balik antara atasan dan bawahan.

Demikianlah Materi Kondisi Politik Ekonomi dan Sosial Budaya Indonesia Sebelum Masuknya Islam, semoga bermanfaat.

Monday, 30 Nov 2020 22:45 WIB

Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA -- Sebelum cahaya Islam menerangi jazirah Arab, warga Arab terbagi menjadi dua wilayah, yaitu Arab Badui (kampung) dan Arab Hadhari (perkotaan). Untuk bertahan hidup, warga Arab Badui menggantungkan sumber kehidupannya dengan beternak. Mereka hidup secara nomaden atau berpindah-pindah sambil menggiring ternak mereka menuju daerah dengan curah hujan tinggi atau ke padang rumput.

Mereka mengonsumsi daging dan susu hasil ternak, membuat pakaian, kemah, dan perabot dari wol (bulu domba)serta menjualnya jika keperluan pribadi dan keluarganya sudah terpenuhi. Untuk mengukur taraf kekayaan seorang warga Arab Badui maka hitunglah jumlah hewan ternak yang mereka miliki. Karena semakin banyak hewan ternak maka semakin tinggi pula derajat sosial mereka.

Adapun warga Arab perkotaan memiliki dua bagian, yaitu penduduk yang tinggal di wilayah subur, seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar, dan Makkah. Warga di wilayah tersebut ter- biasa menggantungkan sumber kehidupannya melalui pertanian. Meski begitu, ada pula warga yang bekerja di bidang perniagaan, terutama mereka yang tinggal di Makkah. Kala itu, Makkah merupakan pusat perniagaan.

Selain memiliki profesi yang berbeda, warga Makkah juga dipandang lebih istimewa oleh orang-orang Arab lain karena kedudukan mereka sebagai warga Kota Suci (Makkah). Keistimewaan ini ternyata tertulis dalam firman Allah SWT.

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah? (QS al-Ankabut:67).

Aktivitas perdagangan ini juga dilakukan oleh kalangan bangsawan, seperti Hasyim, Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas, Abu Sufyan bin Harb, Abu Bakar, Zubair bin Awwam, bahkan Rasulullah SAW.Allah SWT juga mengabadikan perjalanan dagang yang dilakukan orang- orang Quraisy sebagai perjalanan dagang yang sangat terkenal, yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman dan sebaliknya, perjalanan dagang musim panas ke Syam.

Allah berfirman, Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Rabb pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.(QS Quraisy: 1-4).

Perniagaan yang telah mendarah daging bagi warga Arab membuat makin menjamurnya pusat-pusat perdagangan di berbagai wilayah di Arab, terutama Makkah dan sekitarnya. Pusat perda gangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi perdagangan, tetapi juga pusat pertemuan para pakar sastra, penyair, dan orator. Pusat perbelanjaan pun menjelma menjadi pusat peradaban, kekayaan bahasa, dan transaksi-transaksi global.

Selain penduduk Makkah, penduduk Yaman juga terkenal dengan perniagaan.Mereka menjadikan perniagaan sebagai mata pencaharian terbaik dalam mencari rezeki. Kegiatan bisnis mereka tidak sebatas di darat, tetapi juga merambah melintasi laut. Warga Yaman terbiasa berangkat ke daerah pesisir Afrika, seperti Habasyah, Sudan, Somalia, bahkan ke Hindia dan Pulau Jawa, Sumatra, serta negeri Asia lainnya untuk berdagang.

Setelah cahaya Islam menyinari Arab, pedagang yang melakukan perjalanan panjang ke berbagai negara tersebut bukan hanya menjajakan dagangan mereka, tapi juga menyiarkan agama yang dibawa Rasulullah SAW. Para pedagang ini pula yang memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di penjuru dunia.