Bagaimana cara bakteri pembusuk tersebut bisa merusak daging?

Anda mungkin pernah mendengar istilah ‘bakteri pemakan daging’. Bakteri ini dapat memicu infeksi berbahaya pada luka yang mungkin terlihat ringan, seperti luka sayatan atau gigitan serangga. Bila tidak segera ditangani, bakteri ini dapat menyebabkan kecacatan atau bahkan kematian.

Meski disebut sebagai bakteri pemakan daging, sebenarnya bakteri ini tidak benar-benar memakan daging atau otot. Namun, bakteri ini dapat melepaskan racun yang merusak jaringan di sekitarnya, termasuk kulit, lemak di bawah kulit, dan jaringan tipis yang membungkus organ atau otot (fascia).

Bagaimana cara bakteri pembusuk tersebut bisa merusak daging?

Bakteri pemakan daging dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka. Berbeda dengan luka pada umumnya, luka yang terkena infeksi bakteri pemakan daging akan memburuk dengan sangat cepat.

Jika tidak ditangani secepatnya, infeksi bakteri pemakan daging bisa menjadi fatal hingga membuat penderitanya kehilangan organ atau jaringan tubuh. Infeksi bakteri ini pun bisa menyebabkan kematian.

Penyebab Infeksi Bakteri Pemakan Daging

Infeksi bakteri pemakan daging dapat menimbulkan kondisi langka yang disebut necrotizing fasciitis. Kondisi ini merupakan infeksi kulit dan jaringan tubuh yang parah akibat bakteri pemakan daging. Bakteri tersebut dapat masuk melalui celah pada luka, mulai dari luka tusuk, luka memar, luka bakar, hingga luka gigitan serangga.

Beberapa jenis bakteri yang tergolong sebagai bakteri pemakan daging adalah:

  • Streptococcus grup A
  • Aeromonas hydrophila
  • Staphylococcus aureus
  • Escherichia coli (E. coli)
  • Bacteroides, Prevotella, Clostridium, dan Klebsiella

Walau berbahaya, infeksi bakteri pemakan daging tergolong cukup jarang terjadi. Akan tetapi, ada beberapa kondisi medis atau penyakit yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi bakteri berbahaya ini, antara lain:

  • Diabetes
  • Kerusakan organ, misalnya sirosis hati dan gagal ginjal
  • Penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah perifer
  • Tuberkulosis
  • Kanker
  • Daya tahan tubuh lemah, misalnya akibat infeksi HIV atau malnutrisi
  • Efek samping obat-obatan, misalnya kortikosteroid jangka panjang atau kemoterapi
  • Kecanduan alkohol atau penggunaan narkoba dalam bentuk suntik

Berbagai Gejala Infeksi Bakteri Pemakan Daging

Gejala infeksi akibat bakteri pemakan daging terbagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap kritis. Berikut adalah penjelasannya:

Gejala awal

Gejala awal infeksi biasanya terjadi dalam waktu 24 jam dan meliputi demam serta nyeri berat pada bagian tubuh yang terluka. Rasa sakit yang dirasakan penderita bisa melebihi bentuk atau ukuran luka.

Gejala lanjutan

Gejala lanjutan biasanya terjadi dalam waktu 3–4 hari setelah bakteri masuk ke dalam tubuh. Pada tahap ini, infeksi bakteri pemakan daging dapat menimbulkan gejala mual, muntah, dan diare.

Selain itu, bagian tubuh yang terinfeksi akan tampak kemerahan, bengkak, dan muncul bercak gelap berukuran besar yang tampak melepuh berisi cairan (gangren).

Gejala kritis

Gejala kritis muncul dalam waktu 4–5 hari setelah penderita terinfeksi bakteri. Pada tahap ini, penderita dapat mengalami penurunan tekanan darah drastis (syok) akibat racun yang dikeluarkan oleh bakteri. Jika tidak segera ditangani, penderita bisa mengalami penurunan kesadaran atau koma, bahkan meninggal.

Penanganan Infeksi akibat Bakteri Pemakan Daging

Ketika Anda mengalami luka, segera lakukan perawatan luka dengan baik. Jika luka tersebut semakin parah atau tidak kunjung sembuh, apalagi jika muncul beberapa gejala infeksi bakteri pemakan daging, segeralah berobat ke dokter.

Untuk mendiagnosis necrotizing fasciitis, dokter dapat melakukan serangkaian pemeriksaan yang terdiri dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, seperti tes darah, kultur darah, foto Rontgen, dan CT scan.

Setelah Anda dipastikan terkena infeksi bakteri pemakan daging, dokter akan menyarankan Anda untuk menjalani rawat inap di rumah sakit dan memberikan penanganan sebagai berikut:

Pemberian obat-obatan

Untuk membasmi infeksi bakteri pemakan daging, dokter biasanya akan memberikan antibiotik dalam bentuk suntik melalui infus. Jenis antibiotik yang digunakan akan disesuaikan dengan jenis bakteri yang menyebabkan infeksi.

Selain itu, dokter juga dapat memberikan obat antinyeri untuk mengurangi rasa sakit. Jika infeksi bakteri pemakan daging sudah cukup parah atau menyebabkan sepsis, dokter dapat memberikan obat-obatan untuk mengatasi syok, seperti epinephrine.

Operasi

Tindakan bedah atau operasi juga sering kali perlu dilakukan untuk mengangkat jaringan yang rusak atau mati, sekaligus mencegah dan menghentikan penyebaran infeksi. Pada kasus yang parah, dokter mungkin perlu melakukan amputasi pada bagian tubuh yang sudah rusak parah.

Perawatan luka

Selama Anda menjalani perawatan di rumah sakit, dokter akan melakukan perawatan luka agar infeksi bakteri pemakan daging tidak semakin parah.

Selain itu, dokter juga akan menyarankan terapi oksigen hiperbarik untuk menjaga jaringan yang sehat dan mencegah kerusakan jaringan lebih parah. Namun, efektivitas terapi oksigen hiperbarik dalam penanganan infeksi bakteri pemakan daging ini masih perlu diteliti lebih lanjut.

Tidak ada cara pasti untuk mencegah bakteri pemakan daging penyebab necrotizing fasciitis. Namun, risiko infeksi ini bisa dikurangi dengan melakukan perawatan luka yang benar.

Jika Anda memiliki luka terbuka atau luka yang tampak terinfeksi, seperti bernanah, bengkak, dan nyeri, jangan dulu berendam di kolam renang, bak air panas, danau, sungai, dan laut sampai infeksi tersebut sembuh.

Infeksi bakteri pemakan daging bisa menyebar dengan sangat cepat. Oleh karena itu, apabila Anda mengalami luka yang disertai gejala infeksi bakteri pemakan daging, segeralah periksakan ke dokter.

Semakin cepat penanganan dilakukan, semakin besar pula kemungkinan Anda untuk pulih dan terhindar dari komplikasi serius akibat infeksi bakteri pemakan daging.

Drh. Betty Indah Purnama, MPH   18 Februari 2021


Pendahuluan

Daging sapi adalah salah satu bahan pangan hewani yang dibutuhkan bagi tubuh manusia karena kaya akan protein dan asam amino lengkap yang diperlukan oleh tubuh. Selain protein, daging sapi juga kaya akan air, lemak, dan komponen organik lainnya. Kandungan gizi yang baik di dalam daging ini sangat  mempengaruhi perkembangan mikroorganisme (Syaruddin, 2014). Keberadaan mikroorganisme akan mempengaruhi kualitas daging. Kualitas daging yang kurang baik jika terkonsumsi oleh masyarakat bisa dapat mengakibatkan tergangunya kesehatan.  

Kontaminasi bakteri dapat terjadi pada saat penyembelihan hewan di RPH dan penyiapan daging/penjualan di pasar karena penjualan daging yang dilakukan di pasar dengan cara menjual kiloan sesuai yang diinginkan oleh konsumen, hal ini membuat banyaknya potongan-potongan atau sayatan pada daging yang digantung sehingga membuat luas permukaan daging bertambah dan mempermudah tumbuh kembang mikroba..  Ada beberapa jenis mikroba yang dapat mencemari daging antara lain  E. Coli, Coliform, Clostridium botolinum, Clostridium Perfringens, Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Antraks (Syukur, 2013).  Oleh sebab itu semua peralatan yang digunakan selama proses pemotongan hewan harus diperhatikan kebersihannya  dan kendaraan pengangkut daging hasil RPH harus memenuhi syarat yang berlaku, ini bertujuan untuk menjaga daging tetap higienis sampai di tangan konsumen (Soeparno, 2011).  Bila daging yang tercemar oleh E. coli dan Coliform dikonsumsi akan menyebabkan penyakit saluran pencernaan.  Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian pada daging sapi yang berasal dari RPH dan Pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya kontaminasi bakteri Escherichia coli dan Coliform pada beberapa sampel daging yang berasal dari RPH dan pasar

Materi dan Metode

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus 2020 dengan menggunakan daging sapi sebanyak 17 sampel yang diambil dari jagal di RPH dan pedagang di Pasar. Penelitian ini menggunakan metode perhitungan lempeng total untuk mengetahui jumlah bakteri/kuman dan metode perhitungan Most Probable Number (MPN) untuk mengetahui jumlah bakteri Coliform dan E.coli pada sampel daging sapi yang dipotong di RPH dan dijual di Pasar. Lokasi pengambilan sampel daging sapi dilakukan di RPH dan  Pasar Kabupaten Solok Selatan dan Dharmasraya. Lokasi pemeriksaan bakteriologis daging dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner UPTD PMPP Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan Tabel 1, Sampel yang terkontaminasi  E. coli sebanyak 1 sampel dari RPH dan 4 sampel dari pasar. Sampel yang terkontaminasi  Coliform sebanyak 2 sampel dari RPH dan 7 sampel dari pasar.  Dari 17 sampel daging  sapi yang diuji diperoleh jumlah sampel terkontaminasi Escherichia coli  sebanyak 5 sampel (29.41%) dan terkontaminasi Coliform ditemukan sebanyak 9 sampel (52.94%) yang berada diatas BMCM.  Kontaminasi E coli dan Coliform terbanyak terdapat di pasar dibandingkan dengan di RPH.. Hal ini menunjukkan bahwa sampel dari RPH sampai ke pasar terkontaminasi E. coli dan Coliform.

Kontaminasi E coli dan coliform pada daging sapi yang berasal dari RPH dan pasar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel  1 Hasil Uji Cemaran Mikroba pada Daging Sapi dari RPH dan Pasar

di Kabupaten Solok Selatan dan Dharmasraya

                           

No.

Asal Sampel

Jenis Sampel

Kode Sampel

Uji Awal Pembusukan

Uji Cemaran Mikroba

TPC

Staphylococcus aureus

Coliform

E. Coli

Salmonella sp

Jumlah

BMCM

Jumlah

BMCM

Jumlah

BMCM

Jumlah

BMCM

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

1

Emi /RPH

Daging Sapi

DSS 1

-

4,6 x 104

 <

<1 x 102

 <

2,9 x 102

>

1 x 101

 >

Negatif

2

Emi /RPH

Daging Sapi

DSS 2

-

1,1 x 104

 <

<1 x 102

 <

9,0 x 101

<

< 1 x 101

 <

Negatif

3

Emi /RPH

Daging Sapi

DSS 3

-

5,3 x 103

 <

<1 x 102

 <

8,0 x 101

<

< 1 x 101

 <

Negatif

4

Emi /Pasar

Daging Sapi

DSS 4

Negatif

2,3 x 103

 <

<1 x 102

 <

1,0 x 101

<

< 1 x 101

 <

Negatif

5

Anne /Pasar

Daging Sapi

DSS 5

Negatif

9,9 x 103

 <

<1 x 102

 <

5,5 x 102

>

6 x 101

 >

Negatif

6

Iwan /Pasar

Daging Sapi

DSS 6

Negatif

4,1 x 103

 <

<1 x 102

 <

2,0 x 101

<

1 x 101

 >

Negatif

7

Pal /Pasar

Daging Sapi

DSS 7

Negatif

2,7 x 103

 <

<1 x 102

 <

2,8 x 102

>

1 x 101

 >

Negatif

8

Iil /Pasar

Daging Sapi

DSS 8

Negatif

7,0 x 103

 <

<1 x 102

 <

3,8 x 101

<

1 x 101

 >

Negatif

9

Bjg B /RPH

Daging Sapi

DSS 9

-

5,5 x 104

 <

<1 x 103

 <

3,6

<

< 3

 <

Negatif

10

Bjg B /RPH

Daging Sapi

DSS 10

-

3,1 x 104

 <

<1 x 102

 <

23

<

 3,6

 <

Negatif

11

Bjg C /RPH

Daging Sapi

DSS 11

-

4,9 x 104

 <

<1 x 102

 <

38

>

7,2

 <

Negatif

12

Bjg T /RPH

Daging Sapi

DSS 12

-

5,8 x 103

 <

<1 x 102

 <

3,6

<

< 3

 <

Negatif

13

Bjg T /Pasar

Daging Sapi

DSS 13

Negatif

5,4 x 105

 <

<1 x 102

 <

21

>

3,6

 <

Negatif

14

Bjg B /Pasar

Daging Sapi

DSS 14

Negatif

1,4 x 106

 <

<1 x 102

 <

240

>

7,4

 <

Negatif

15

Bjg C /Pasar

Daging Sapi

DSS 15

Negatif

2,9 x 105

 <

<1 x 102

 <

460

>

7,4

 <

Negatif

16

Dian /Pasar

Daging Sapi

DSS 16

Negatif

4,7 x 105

 <

<1 x 103

 <

240

>

9,2

<

Negatif

17

Roki /Pasar

Daging Sapi

DSS 17

Negatif

6,0 x 105

 <

<1 x 102

 <

460

>

7,4

<

Negatif

Jumlah

9

5

                           

RPH memiliki potensi cemaran bakteri Escherichia coli (Sundara, 2015). Kontaminasi disebabkan saat pemisahan jeroan yang kurang tepat sehingga mengotori lantai. Feses yang jatuh di lantai juga memiliki kemungkinan cemaran bakteri yang juga tersebar ke setiap dinding bangunan, peralatan pemotongan, selokan dan baju operator di RPH. Tatalaksana pemotongan yang tepat seperti menghindari kontak dengan lantai selama proses pengulitan juga berperan penting mencegah cemaran Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli juga sering ditemukan sebagai kontaminan yang terdapat pada lantai, alat pemotong hewan dan air yang belum tersanitasi (Haileselassie et al, 2013). Proses pemisahan kulit dengan karkas yang dilakukan dilantai tanpa digantung terlebih dahulu berpotensi tercemar Escherichia coli (Fikri et al.,2017).

Menurut Utari (2016) lingkungan tempat penjualan daging sapi juga sangat berpengaruh terhadap jumlah kontaminan bakteri Escherichia coli sehingga perlu diperhatikan tentang tempat/pasar daging berasal karena kemungkinan dari rumah pemotongan tidak mangalami kontaminasi akan tetapi ketika berada di tempat penjualan atau pasar dapat memberikan kesempatan untuk terjadinya penkontaminan/kontaminasi bakteri Eschericia coli pada daging. Di pasar atau kios sebagai tempat penjualan daging yang belum cukup menerapkan higienis dan sanitasi untuk tempat daging dan suhu di pasar yang merupakan suhu diatas suhu untuk penyimpanan daging dapat berdampak terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Suhu, kelembaban dan sanitasi akan sangat menentukan apakah tempat atau daging tersebut akan terkontaminasi oleh bakteri Eschericia coli atau tidak karena jika kondisi lingkungan optimal dan sesuai maka akan sangat memungkinkan untuk Eschericia coli tumbuh dengan baik. Peningkatan kontaminasi oleh bakteri Escherichia coli akan sangat menurunkan kualitas dari daging sehingga tidak dapat dijadikan konsumsi dan akan mengakibatkan gangguan pencernaan bagi manusia seperti diare  (Ayu et al, 2005).

Keberadaan Escherichia coli dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, cara pengangkutan dan alat angkut yang digunakan, tempat berjualan daging masih diletakkan di atas meja dengan alas yang tidak memadai sehingga mengakibatkan jumlah total bakteri yang tinggi pada daging dan bakteri yang memang secara normal ada dalam tubuh hewan akan makin subur, sarana air bersih yang kurang baik, lokasi penjualan daging ayam di Pasar tradisional masih bergabung dengan pedagang lainnya, kebersihan penjual yang kurang baik, serta cara pengemasan. Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti air, debu, udara, tanah, dan alat-alat pengolah baik yang terjadi selama proses produksi atau penyiapan untuk meminimalkan jumlah bakteri sebaiknya cara pengangkutan yang benar seharusnya menggunakan kendaraan berpendingin atau cooler box agar bakteri tidak berkembang (BPOM RI, 2008).

Kontaminasi yang tinggi dari Escherichia coli pada daging berhubungan erat dengan rendahnya kesadaran akan kebersihan sanitasi dan higienis dalam proses penyajian dan penanganan terhadap daging. Proses penyajian daging di pasar juga kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene, karena daging yang dipersiapkan untuk dijual oleh pedagang tidak ditutup dan disimpan dalam suhu kamar (tidak pada suhu dingin), dan akibat dari suhu penyimpanan ini akan berdampak pada perkembangan bakteri secara cepat (Suardana et al., 2009).

Pekerja dengan personal hygiene yang kurang baik akan memudahkan penyebaran berbagai bakteri seperti bakteri E. coli (Antara dan Gunam, 2002). Kontaminasi sedikit saja bakteri patogen seperti enterotoxigenic Escherichia coli ini pada makanan dapat menyebabkan masalah serius (Oyofo et al., 2001). Keberadaan bakteri E. coli pada tangan pengolah makanan dapat terjadi karena setelah buang air besar, pengolah makanan tidak mencuci tangan dengan bersih (Taylor et al., 2002). Higiene personal dan sanitasi lingkungan merupakan faktor penting dalam penkontaminan bakteri Escherichia coli, termasuk didalamnya adalah higiene peralatan yang digunakan dalam pengolahan daging, bahkan lokasi/tempat pengelolaan daging seperti tempat penjualan atau pasar. Kontaminasi Escherichia coli pada daging disebabkan oleh alat-alat yang digunakan untuk memotong telah terkontaminasi lebih dulu seperti kurangnya menjaga kebersihan alat potong, tempat pemotongan, personal pelaku pemotongan dan pengolahan daging setelah potong (Zakki, 2015).

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi adanya perbedaan kontaminan bakteri Coliform pada sampel daging sapi dari pasar yang melebihi Batas Maksimum Kontaminan Mikroba (BMCM) dibandingkan dari RPH antara lain adalah higienis tempat dan proses pemotongan/penyayatan daging. Daging merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri Coliform. Bakteri Coliform dalam jumlah tertentu dapat menjadi indikator suatu kondisi yang bahaya dan adanya kontaminasi bakteri patogen (Balia et al, 2011).

Penyebab tingginya Coliform diantaranya adalah air yang digunakan oleh para pedagang untuk mencuci tangan atau membersihkan alat potong daging secara bersama-sama serta menggunakan air yang tidak mengalir. Air tersebut menjadi media kontaminasi Coliform sebab Coliform merupakan bakteri yang menjadi indikator kebersihan air apabila air telah tercemar Coliform maka daging juga akan ikut tercemar. Tingginya bakteri Coliform yang terdapat pada daging sapi yang dijual di pasar menunjukan bahwa pedagang kurang menjaga kebersihan air karena bakteri ini dapat mencemari daging yang lain apabila air atau peralatan yang digunakan tidak bersih atau higienis. Muslimin (1996), bakteri coli merupakan bakteri indikator biologi pada pencemaran perairan dan makanan serta indikator pathogen.

Penggunaan alat potong daging yang dibersihkan dengan air yang tidak mengalir dan air yang sama juga dapat meningkatkan pencemaran bakteri karena bakteri coliform dapat mencemari melalui air dan alat yang digunakan tersebut. Kontaminasi mikroorganisme juga dapat terjadi melalui daging telah tercemar oleh Coliform dan disebarkan melalui alat potong yang tidak dibersihkan. Bila pisau yang terinfeksi digunakan, atau organisme secara tidak sengaja dipindahkan dari kulit pada saat pembulu-pembuluh darah utama sedang mengeluarkan darah yang banyak, dapat menyebabkan bakteraemiae dan menyebabkan infeksi jaringan hewan tersebut Lawrie (2003).

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dtarik kesimpulan sebagai berikut Daging sapi dari RPH dan pasar dapat terkontaminasi E coli dan Coliform. Sampel terkontaminasi E. coli sebanyak 5 sampel (29.41 %) dan terkontaminasi Coliform sebanyak 9 sampel (52.94%) yang berada di atas BMCM. Kontaminasi E. coli dan Coliform pada daging sapi terbanyak terjadi di pasar dibandingkan dengan RPH.

Saran

Dari hasil penelitian disarankan agar pedagang daging sapi di pasar lebih memperhatikan higiene personal, kebersihan air dan peralatan, sanitasi tempat/lingkungan begitupula dengan jagal/petugas di Rumah Pemotongan Hewan.

Daftar Pustaka

Antara, S., I.B.W. Gunam. 2002. Dunia Mikroba (Bahaya Mikrobiologis pada Makanan). Pusat Kajian Keamanan Pangan Universitas Udayana, Denpasar.

Ayu R, Sartika D, Indrawani YM, Sudiarti T. Analisis Mikrobiologi Escherichia coli O157:H7 Pada Hasil Olahan Hewan Sapi Dalam Proses Produksinya. MAKARA, Kesehatan. 2005;9(1):23–8.

Balia, Rostita., Harlia, Ellin., Suryanto, Denny. 2011. Deteksi Coliform Pada Daging Sapi Giling Spesial yang Dijual di Hipermarket Bandung. Pustaka.unpad.ac.id. (Diakses 19 Februari 2013).

[BPOM RI] Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. 9(2): 1-11.

Fikri F., Hamid IS., Purnama MTE. 2017. Uji Organoleptis, pH, Uji Ebert dan Cemaran Bakteri pada Karkas yang Diisolasi dari Kios di Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 1 (1), 23-27.

Haileselassie M., Taddele H., Adhana K. And Kalayou S. 2013. Food Safety Knowledge and Practices of Abattoir and Butchery Shops and The Microbial Profile of Meat in Mekelle City, Ethiopia. Asian Pacific J. Trop. Biomed., 3(5), 407-412.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Muslimin, L. W. 1996. Mikrobiologi Lingkungan. Proyek Pengembangan Pusat Studi Lingkungan. Jakarta.

Oyofo, B.A., D. S. Subekti, A. Svennerholm, N. N. Machpud, P. Tjaniadi, S. Komalarini, B. Setiawan, J. R. Campbell, A.L. Corwin, M. Lesmana. 2001.

Soeparno. 2011. Identifikasi Kontaminasi Bakteri Coliform pada Daging Sapi Segar yang Dijual di Pasar Sekitar Kota Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. 43-50.

Suardana, I.W dan I.B, Swacita. 2009. Higiene Makanan. Udayana University Press, Bali.

Sundara I. 2015. Angka Lempeng Total dan Cemaran Escherchia coli pada Peralatan Pemotongan di Tingkat Pedagang ayam Tradisional Kota Pekanbaru. Universitas Isam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Syahruddin, 2014. Angka bakteriologi pada ayam asal swalayan di Kelurahan Ciami, Kabupaten Bogor. Jurnal Kesehatan 14(3):107-111.

Syukur 2013. Perkembangan Konsumsi Protein Hewani Di Indonesia: Analisis Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional 2011-2012. Jurnal Ilmu Ternak Juni 2013, Vol.6 No. I: 68-74.

Utari LK. Status Mikrobiologis Daging Broiler di Pasar Tradisional Kabupaten Pringsewu. Jurnal Ilmu Peternak Terpadu. 2016;4(1):63–6.

Taylor, H., K. Brown, J. Toivenne, J. Holah, 2002. A Microbiological Evaluation of Warm Air Hand Driers with Respect to Hand Hygiene and The Washroom Environment. J. Appl. Microbiol. 89: 910-919.

Zakki, G. 2015. Pengetahuan Dan Perilaku Preventif Terhadap Bakteri E.coli pada Masyarakat Kecamatan Gondomanandi Kota Yogyakarta (Skripsi). Universitas Negeri Semarang, Semarang.