Jujur dan bohong adalah potret yang tidak asing bagi kita karena seluruh indra kita menyaksikannya dalam keseharian. Sekolah, kampus, kantor, perusahaan, ranah politik, pasar dan sebagainya selalu menunjukkan banyak fenomena yang berhubungan dengan keduanya. Tinggal kamu yang memilih, ingin menjadi pribadi yang jujur atau penuh kebohongan. Show Kejujuran adalah karakter penting yang meski dimiliki oleh para manusia. Jika kejujuran lenyap dari sanubari kita, maka tunggulah kehancuran di sana dan sini. Itu sebabnya, kita perlu melatih kejujuran untuk diri kita sendiri agar hidup dalam kedamaian hati. Yuk, simak tips dari Mellissa Grace, psikolog klinis, mengenai cara melatih jiwa kita terbiasa dengan kejujuran! unsplash/AlexanderVilitskiyDalam tinjauan psikologi, saat kita mengetahui penyebab yang mendorong kita untuk melakukan kebohongan, pikiran akan mengontrol kita untuk melanjutkannya atau mundur saja. Dengan adanya kontrol tersebut, setidaknya kita tidak membiasakan diri untuk memulai kebohongan meski dari hal remeh sekalipun. Evaluasi diri berupa mencatat poin penyebab kita berbohong akan membuat pribadi lebih mawas diri. Apalagi jika dilakukan setiap hari, maka kejujuran pun akan mengakar di jiwa. Baca Juga: 5 Manfaat yang Kamu Dapatkan Ketika Berhasil Jujur Pada Diri Sendiri pixabay/Anemone123Berbohong akan menimbulkan rasa bersalah di kemudian hari. Rasa bersalah itu akan mengurangi tingkat kenyamanan dan ketenangan hidup yang kita lalui. Dengan mengingat betapa tidak nyamannya merasa bersalah, otomatis akan mengontrol diri untuk tidak mudah berbohong meski dalam kondisi terjepit. Kita akan terbiasa jujur dan ini baik sebagai kredibelitas kita di kemudian hari. pixabay/FreePhotoes
Sebuah ungkapan yang tidak asing bagi kita. Kenyataannya, itu memang lebih baik ketimbang menyembunyikan kebenaran. Kebohongan yang terus membungkus kebenaran dan diketahui belakangan akan menimbulkan luka yang lebih dalam. Itu sebabnya, mengatakan kebenaran dengan berbagai risiko harus dihadapi dengan berani. Ingatlah bahwa keberanian mengatakan kebenaran dengan lantang lebih baik ketimbang bersembunyi dalam kebohongan. pixabay/FreePhotosPenyebab kita mudah sekali untuk berbohong adalah lidah yang terlalu mudah melantunkan kata-kata. Demi mendapat simpatik, terkadang kita harus memuji orang lain secara berlebihan. Saat terlampau emosi, mulut kita sangat mudah melempar caci maki. Kala menerima informasi, kita menanggapinya dengan cerita tambahan sehingga tidak sesuai dengan kisah semula. Kebohongan pun tercipta akibat bicara terlalu banyak. Itu sebabnya, penting sekali kita melatih diri untuk bicara seperlunya. Hanya membicarakan yang penting bukan berarti menjadi pendiam. Lebih tepatnya, kita memantik tema obrolan yang layak untuk dibahas dan ditanyakan. Baca Juga: Apa Kamu Termasuk Orang yang Jujur atau Pembohong?
Baca Artikel Selengkapnya IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis. HerStory, Jakarta — Bersikap jujur itu memang terkadang sulit untu dilakukan. Jujur dan bohong seakan sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh banyak orang dan enggak menutup kemungkinan kalau kamu juga sering melakukannya, Beauty. Kamu hanya tinggal pilih, ingin menjadi pribadi yang jujur atau senang hidup penuh dengan kebohongan? Beauty, meski bersikap jujur itu sulit, tapi kejujuran adalah karakter penting dalam kehidupan lho! Orang yang jujur sudah pasti dipercaya oleh banyak orang disekitarnya. Ketika jujur, kamu mampu mengenadalikan situasi dan juga emosi yang mana akan menghasilkan komunikasi dan relasi yang baik dengan orang sekitar. Meski hingga saat ini kerap berbohong, coba yuk perlahan-lahan berubah menjadi pribadi yang lebih jujur dengan lima cara ini seperti dilansir dari laman Inspiring Tips, Rabu (8/7/2020) Jujur pada diri sendiriBeauty, sebelum kamu berkata jujur pada orang lain, kamu harus belajar untuk jujur pada diri sendiri. Beauty, kamu harus ingat kalau enggak ada yang mengenal dirimu lebih baik daripada diri sendiri. Coba belajar untuk jujur dengan apa yang kamu rasakan saat ini? Apa yang kamu inginkan? Adakah sesuatu yang kamu ingin kalau orang lain mengetahuinya? Pertanyaan-pertanyaan ini bagus untuk memahami apa yang kamu rasakan saat ini. Dengan jujur pada diri sendiri, kamu tahu apa yang harusnya dikatakan dan diperhatikan. Pahami apa yang sebenarnya membuat kamu ingin berbohongBeauty, mungkin tanpa disadari disadari kalau berbohong kepada orang lain itu buka karena niat untuk menyakiti hatinya. Tapi, lebih condong untuk menghindari masalah dan argumen. Yang rumit tentang ini adalah sekalinya sudah berbohong akan menyebabkan kebohongan lain. Yang semula berbohong karena hal kecil lama-kelamaan ketagihan menyembunyikan kebenaran yang sebenarnya. Kamu harus paham betul apa yang sebenarnya membuatmu ingin berbohong. Kamu harus menghapus asumsi kalau berbohong itu menyenangkan. Coba deh sesekali menempatkan diri pada orang yang kamu bohongi, karena sejatinya ia lebih suka diberitahu kebenaran meski sakit sekali pun. Jadilah dirimu sendiriKamu harus mengakui siapa dirimu sebenarnya. Jujur itu memang sulit, apalagi kalau harus jujur pada diri sendiri. Beauty, enggak ada yang lebih indah dari seseorang yang sepenuhnya menerima dirinya apa adanya, termasuk kekurangan yang dimilikinya. Akui kesalahan yang sudah diperbuatCara belajar untuk menjadi pribadi lebih jujur selanjutnya adalah mengakui kesalahan diri. Akui kesalahan yang telah kamu perbuat dan bangun sikap untuk memperbaiki kesalahan tersebut daripada menyembunyikannya. Beauty, kamu perlu ingat kalau enggak bisa mengubah diri dalam waktu singkat, butuh proses. Terimalah kalau kamu sudah melakukan kesalahan dan bersumpah enggak akan mengulanginya lagi. Jadilah bijaksanaAda pepatah yang mengatakan " Kejujuran tanpa kebijaksanaan adalah kekejaman". Bijaksana itu penting, inilah alasan mengapa harus memilah kata sebelum mengatakannya kepada orang lain agar enggak ada ucapan yang menyinggung hati. Beauty, bersikap jujur itu memiliki konsekuensi di dalamnya. Berbelas kasih, bukan menuduh. Bersikap baik, tetapi juga harus siap menerima reaksi dari orang seitar saat kamu berkata jujur. Semoga bermanfaat!
Artikel () 27 Juni 2016 08:38:27 WIB Oleh : Arzil Masalah pendidikan bagaikan mata rantai yang tidak putus-putusnya. Tinggi rendahnya kualitas pendidkan , bukan hanya tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan, akan tetapi, merupakan tanggung jawab semua komponen yang terkait dalam pendidikan. Salah satunya , guru sebagai motivator bagi siswa, memberikan ruang gerak bagi siswa dalam mengekpsresikandirinya.Harapan sekolah tertumpu nantinya, pada peserta didik, untuk menjadi insan yang berakhlak mulia dan berkarakter. Pendidikan karakter sangat mutlak ditanamkan kepada diri siswa, terutama nilai karakter jujur,dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) bagiSekolahTingkat Menengahpertama(SMP),danMandrasahTsanawiyah(MTsN). Apakah pelaksanaan UN selama ini sudah dianggap jujur secara garis besarnya?Jawabanya, belum. Kenyataannya, berdasarkan penilaian integritas pelaksanaan UN tahun lalu hanya503 SMP, SMA, danSMK yang memiliki nilai UN tertinggi, dan berintegritas. Hal ini menunjukkan betapa masih minimnya, kejujuran pelaksanaan UN di sekolah. Ironisnya, dalam praktek di lapangan masih ada kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan UN.Beredarnya kunci-kunci jawaban UN menimbulkan plagiat dalam pelaksaan UN itu sendiri,sehingga menyebabkan siswa malas mengikuti belajar tambahan di sekolah.Siswa yang menggunakan kunci-kunci jawaban dalam UN menunjukan budaya jujur sudah “bergeser”di sekolah. Kejujuran adalah sikap yang mencerminkan keselarasan ucapaan dengan perkataan.Kejujuran dipertaruhkan dalam ujian UN.Mulai UN diberlakukan pada tahun 2013lalu,, banyak permasalahan yang terjadi. Misalnya UN yang mengerdilkan peran guru di sekolah,karena dianggap tidak mampu memberikan kelulusan. Juga moral siswa, serta anggapan yang meremehkan mata pelajaran lain yang tidak ikut diujikan.Ujian Nasional bukan sekadar mengukur tingkat pemahaman siswa, akan tetapi kualitas juga dipertaruhkan,artinya sederhana sekali,mengukur kejujuran. Untuk mengatasi persoalan yang mendasar di atas, perlu kiranya peranan guru membangun nilai-nilai karakter pada siswa, karena guru memberikan inpsirasi bagi siswa ,dalam menuntunnya menjadi manusia yang lebih baik.Apakah guru sudah berperan penuh dalam memberikan nilai-nilai karakter kepada siswa?. Menuru Ali Mudlofir (211:119 ) mengatakan, “Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur formal”. Guru bukan hanya mengajar saja, juga mendidik siswa , memberikan contoh yang baik pada siswa, untuk menanamkan nilai kejujuran.Misalnya, membiasakan diri berkata apa adanya.Guru bukan hanya sekedar berbicara saja, akan tetapi juga tercermin dalam setiap sikap, dan tindakan guru tersebut. Penerapan kejujuran kepada siswa bukan PR guru satu mata pelajaran saja,semua guru bidang studi juga berperan dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran”.Nilai-nilai kejujuran perlu ditanamkan sejak usia dini pada peserta didik. Anak yang terlatih jujur akan nampak dari perilaku anak tersebut ,seperti rasa tanggung jawab,percaya diri dan disiplin diri sendiri. Untuk mewujudkan kejujuran perlu peranan guru selaku pendidik di sekolah,maupun orang tua, karena mereka adalah orang paling dekat memengaruhi perkembangan peserta didik. Jika karakter jujur telah mendarah daging pada diri siswa,maka dapat meningkatkan integritas dalam pelaksanaan UN. Ujian Nasional bukanlah “petakut” bagi peserta didik untuk lulus atau tidak.Tetapi jadikanlah bagi peserta didik UN tersebut sebagai tolak ukur untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam belajar. Untuk itu guru ditantang lagi, memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa.Disiniperlu peranan guru BK dalam menuntun perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Jika sekiranya semua guru bahu membahu dalam mendidik karakter peserta didik ,tentu memberi pengaruh yang besar terhadap integritas suatu bangsa,karena peserta didik adalah generasi penerus suatu bangsa. Menanamkan kejujuran pada diri siswa bukan hanya sekadar “kampanye”saja,tetapi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Penanaman nilai kejujuran dapat dilakukan melalui kegiatan seharian yang sederhana dan sebagai suatu kebiasaan ,yaitu perilaku yang dapat membedakan milik pribadi dan milik orang lain. Kemampuan dasar untuk membedakan merupakan dasar untuk bersikap jujur.Misalnya,Guru mengajarkan kepada peserta didik,sopan-santun dalam hal pinjam meminjam.Apabila mau menggunakan barang hak milik orang lain,selalu memohon izin,dan setelah selesai harus mengembalikannya,dan selalu mengucapkan terima kasih atas budi baiknya. Begitu juga apabila menemukan barang milik orang lain selalu mengumumkannya atau menyerahkannya kepada guru.Sikap-sikap sederhana ini perlu ditanamkan pada diri peserta didik,sehingga ketika ujian dilaksanakan,iamerasa malu untuk menyontek punya temannya,karena sudah tertanam pada dirinya perilakujujur tadi. Disamping itu, guru juga memperhatikan proses pembelajaran yang sedang berlangsung,pengawasan yang ketat saat ulangan,membuat soal berbeda, sehinggameredam plagiat. Memberikan penekanan pada siswa, bahwa menyontek punya teman, akan diberi sanksi nantinya. Inti dari persoalan ketidakjujuran peserta didik dalam melaksanakan Ujiann Nasional(UN) berakar dari kurangnya karakter peserta didik terhadap penanaman nilai-nilai fundamental dalam aspek kehidupan. Pendidikan karakter sudah dimasukkan dalam kurikulum,khususnya melalui mata pelajaran PPKn, pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, dan lain-lain.Akan tetapi pendidikan nilai atau karakter baru sampai wacana, slogan saja, dalam kenyataannya baru sampai pendidikan kognitif tentang nilai atau karakter.Persoalannya,sudahkah nilai-nilai tersebut dilaksankan oleh peserta didik sebagai sifat dan sikap hidupnya serta menjadikan landasan bertingkah laku? Kemudian satu hal lagi yang perlu kita ketahui, yakni faktor keteladanan guru juga dapat memberi contoh yang baik terhadap diri siswa.Guru merupakan figur yang diidolakan bagi siswa.Hal ini dapat membangkitkan semangat peserta didik untuk belajar.Menurut Nurul Zuriah (2007:92)mengatakan,“guru bukanlah pemberi informasi saja,tetapi juga berperan sebagai penjaga garis atau koridor dalam penemuan nilai hidup bagi siswa”. Disamping penanaman karakter, guru juga memperhatikan aspek kognitifnya yang menunjang keberhasilan UN nantinya.Guru juga harus jelidalam memberikan materi yang akan diujikan. Materi ataupun soal harus memenuhi standar dan berkualitas, mengajarkan konsep-konsep yang tepat dalam pembelajaran, sehingga siswa mampu memahami materi dan mengerjakan soal dengan baik. Sejatinya guru memberikan materi yang diajarkan diperkirakan masuk dalam UN, sehingga relevan antara materi ajar dengan ujian akhir nantinya.(***) |