Apakah orang tua dan sekolah memiliki peran untuk menghindari gangguan belanja

Gambar 1. Contoh Gambar. Sumber: Dokumen Pribadi, 2020

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor ekonomi orang tua dalam melatarbelakangi perilaku konsumtif anak remaja. Selain pengaruh globalisasi, lingkungan, dan pendidikan, peran orang tua juga sangat besar dalam mendidik anaknya dalam aspek ekonomi. Namun, faktor status sosial dan ekonomi dari orang tua juga sangat tinggi terhadap tingkat konsumsi anaknya. Pada kehidupan modern seperti saat ini, anak dan remaja akan dengan sangat mudah memperoleh fasilitas yang mereka inginkan dari orang tua mereka. Dalam hal ini, peran orang tua menjadi sangat penting bagi anak untuk membimbing agar anaknya tidak berperilaku konsumtif dan dapat mengonsumsi sesuatu dengan bijak. Penulisan ini adalah penelitian kualitatif dan studi kepustakaan dengan menggunakan data yang diambil dari buku dan jurnal yang datanya akurat. Begitu pula hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi dan perilaku konsumtif pada anak-anak dan remaja sangat dipengaruhi oleh status sosial dan keadaan ekonomi orang tuanya.

Terkadang, tindakan kurang rasional dalam mengonsumsi sesuatu lebih banyak terjadi pada anak-anak dan remaja karena sikapnya yang cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya dan karena emosi remaja yang masih belum stabil dan cenderung lebih sensitif terhadap semua hal yang menyangkut pribadinya dan permasalahan dirinya sehingga membuat remaja seringkali bertindak kurang rasional dalam berperilaku. [Wahyudi, 2013]

Perilaku konsumtif pada remaja, yaitu remaja dalam rentang umur antara 12 – 21 tahun dapat terjadi karena pada saat umur tersebut berada dalam tahapan usia yang merupakan masa peralihan dalam pencarian identitas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Psikolog Amerika, G. Stanley Hall, Ia menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana terdapat gangguan dalam sisi pikiran, suasana hati, dan bagaimana seorang remaja memustuskan sesuatu atau bertindak. Pada masa ini, terdapat pergolakan antara kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan dan kejahatan, serta kegembiraan dan kesedihan. Ia mengambil contoh seorang remaja yang menunjukan sikap nakal kepada temannya pada saat tertentu tetapi seorang remaja itu berperilaku baik di saat berikutnya. Hal ini menunjukan adanya suatu pergolakan dalam diri seorang remaja tersebut.

Dalam sebuah penelitian [Irmasari, 2010] perilaku konsumtif menimbulkan dampak negatif, terutama pada generasi millenial [generasi anak muda]. Perilaku kosumtif tentu memiliki dampak negatif. Dampak negatif perilaku konsumtif antara lain adanya kecemburuan sosial, mengurangi kesempatan menabung, dan cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang di masa depan. Remaja sering kali mengalami perubahan, baik perubahan dari lingkungan sekitar, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolahnya. Dari perubahan tersebut akhirnya mengubah gaya hidup seorang remaja sehingga memicu perilaku konsumtif. Seorang remaja cenderung melakukan pembelian berlebihan tanpa memperhatikan kebutuhannya agar bisa diterima oleh lingkungannya, menaikan gengsi dan gaya hidup hedonisme untuk tampil beda dari lingkungannya.

Terkait perilaku konsumtif pada remaja, ada banyak sekali faktor yang memengaruhi tingginya konsumsi, salah satu faktor umumnya adalah faktor globalisasi yang cenderung memudahkan para remaja untuk mengakses dan menerima informasi dengan cepat dan memudahkan mereka untuk bertransaksi melalui fitur yang tersedia melalui aplikasi mobile banking, kemudian faktor lingkungan sekitar dan pergaulan, dan faktor pendidikan.

Kemudian, menurut Kotler yang kemudian dikutip oleh [Simamora, 2001] faktor yang memengaruhi perilaku konsumen dalam membuat keputusan pembelian adalah:

Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam terhadap perilaku konsumen.Pemasar harus memahamiperan yang dimainkan oleh budaya, sub-budayanya, dan kelas sosial pembeli.

Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari dari anggota suatu masyarakat,keluarga dan institusi penting lainnya. Yang termasuk dalam budaya ini adalah pergeseran budaya dan nilai-nilai dalam keluarga.

Subbudaya adalah pola-pola kultural yang menonjol, dan merupakan bagian atau segmen dari populasi masyarakat yang lebih luas dan lebih kompleks.

Kelas sosial adalah susunan yang relatif permanen dan teratur dalam suatu masyarakat yang anggotanya mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang sama. Kelas sosial diukur sebagai kombinasi pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan, dan variable lainnya. Kelas sosial memperlihatkan preferensi produk dan merek yang berbeda.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok rujukan adalah kelompok yang merupakan titik perbandingan secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan sikap seseorang.

Posisi seseorang dalam suatu kelompok dalam suatu kelompok dapat ditentukan dari segi peran dan status.

Keputusan seorang pembeli juga di pengaruhi oleh karakteristik pribadi

a. Usia dan tahap daur hidup

Orang akan mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang hidup mereka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan usia.

Pekerjaan sesorang akan mempengaruhi barang dan jasa yang di belinya. Dengan demikia pemasar akan dapat mengidentifikasi kelompok yang berhubungan dengan jabatan yang mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk mereka.

Keadaan ekonomi akan sangat mempengaruhi pilihan produk. Pemasar yang produknya peka terhadapmpendapatan dapat dengan seksama memperhatikan kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan, dan tingkat bunga.

Orang yang berasal dari subkultur, kelas sosial dan pekerjaan yang sama dapat mempunyai gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupa orang yang bersangkutan yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya.

f. Kepribadian dan konsep diri

Menurut mangkunegara [1988:49-51] kepribadian dapat di definisikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada pada diri individu yang sangat menentukan perilakunya, sedangkan konsep diri di definisikan sebagai cara kita melihat diri sendiri dan dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa yang kita pikirkan.

Kebanyakan dari kebutuhan-kebutuhan yang ada tidak cukup kuat untuk memotivasi seseorang untuk bertindak pada suatu saat tertentu. Suatu kebutuhan akan berubah menjadi motif apabila kebutuhan itu telah mencapai tingkat tertentu.

Seseorang yang termotivasi akan siap bereaksi. Bagaimana orang itu bertindak akan dipengaruhi oleh persepsi mengenai situasi. Orang dapat memberikan persepsi yang berbeda terhadap rangsangan yang sama karena tiga proses persepsi, yaitu perhatian yang selektif, gangguan yang selektif, dan mengingat kembali yang selektif.

Proses pembelajaran menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman, dan kebanyakan perilaku manusia adalah hasil proses pembelajaran.

Mangkunegara [1988:50] mengatakan sikap dan keyakinan konsumen terhadap suatu produk atau merek dapat di ubah melalui komunikasi yang persuasif dan pemberian informasi yang efektif.

Nyatanya, faktor keadaan ekonomi orang tua juga sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumtif pada anak, terutama remaja. Seseorang yang terlahir dari orang tua yang berkecukupan senantiasa bersikap lebih konsumtif dibandingkan anak yang terlahir dari orang tua yang kurang mencukupi. Hal tersebut juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosialnya karena anak yang berkcukupan cenderung mencari kelompok yang setara dengannya.

Seperti yang telah dikemukakan oleh [Damsar & Indrayani, 2011] “Stratifikasi sosial orang tua akan mempengaruhi sosialisasi anak-anaknya. Stratifikasi atau tingkat sosial dimasyarakat juga dapat dilihat dari seberapa tinggi tingkat status sosial dan ekonominya, sehingga tidak mengherankan jika seorang anak akan berperilaku sesuai dengan status yang dimiliki orang tua mereka.” Begitu pula yang telah dikemukakan oleh [Bintana Afiati & Riza Yonisa Kurniawan, 2014] bahwa status sosial ekonomi adalah perpaduan antara status sosial dengan keadaan ekonomi yang ada di masyarakat. Di masyarakat, adanya pengelompokkan anggota masyarakat ke dalam kelompok-kelompok [kelas sosial] merupakan hal yang biasa. Dalam kenyataannya, terlihat bahwa di suatu kalangan masyarakat terdapat suatu kelompok masyarakat secara ekonomi yang memiliki pendapatan yang tinggi maupun yang rendah. Kemudian, pendidikan yang dienyam masyarakat pun berbeda-beda, yang mana hal tersebut cukup memengaruhi. Kemudian, dari status sosial masyarakat, ada yang status sosialnya tinggi dan ada yang yang status sosialnya rendah.

Menurut [Lina dan Rosyid dalam Wahyudi, 2013] perilaku konsumtif ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan. Padahal, remaja pelajar yang tergolong bukan angkatan kerja ataupun tidak sedang bekerja melainkan mereka bersekolah, sehingga remaja tidak memiliki pendapatan tetap sendiri. Pendapatan remaja pelajar berasal dari uang saku orang tua, dan beasiswa [jika penerima beasiswa]. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat dimana para siswa mencari ilmu dan pengetahuan terkadang dijadikan sebagai tempat untuk berlomba–lomba memamerkan apa yang mereka miliki [Gumulya, 2013]. Ketika remaja atau pelajar yang banyak menerapkan gaya hidup konsumtif, kehidupan di sekolah semakin jauh dari fungsi sekolah yang sebagaimana seharusnya.

Terkait kutipan-kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa status sosial dan keadaan ekonomi orang tua sangat berperan dalam membentuk kepribadian seorang anak dan remaja dalam bertindak, bersosial, dan dalam mengonsumsi sesuatu.

Dikutip dari [Wahyono, 2001] bahwa perilaku konsumsi siswa juga tidak lepas dari pengaruh status sosial ekonomi orang tua. Orang tua yang memiliki penghasilan tinggi, siswa cenderung memiliki gaya hidup yang tinggi pula dan orang tua yang memiliki penghasilan rendah maka siswa cenderung memiliki gaya hidup sederhana.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ilmiah ini adalah kajian pustaka atau dapat disebut juga dengan studi kepustakaan. Metode pengumpulan data diambil langsung dari sumber-sumber data. Baik sumber data primer maupun sumber data sekunder. Sumber primer dan sekunder ini diambil untuk dianalisis dalam penelitian ini. Sumber primer adalah sumber yang langsung dari tangan pertama atau merupakan sumber yang asli. Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang diambil dari sumber yanglain yang tidak diperoleh dari sumber primer.

Sifat dari penelitian studi kepustakaan adalah deskriptif, yaitu dimana penelitian ini berfokus pada fakta-fakta yang telah ditemukan dalam penelitian-penelitian terdahulu. Maka dari itu, dalam studi kepustakaan, dilakukan penelitian terkait penelitian yang relevan dengan masalah yang dirumuskan dalam karya ilmiah ini yang bertumpu pada sumber primer dan sumber sekunder yang berasal dari dokumen-dokumen resmi, jurnal penelitian, hasil penelitian dalam bentuk skripsi, tesis, disertasi, dan buku-buku yang berkaitan dan relevan dengan objek penelitian.

Selanjutnya yang akan dilakukan dalam penelitian ilmiah ini adalah melakukan pengkajian menggunakan teori yang telah digunakan berdasarkan literatur yang relevan, seperti artikel ilmiah dan jurnal terkait penelitian ini. Studi kepustakaan adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan berbagai data dari banyak material seperti dokumen, buku, majalah, dan sebagainya. [Mardalis, 2007]

Selain itu, studi kepustakaan juga dapat menyertakan buku referensi dan penelitian sebelumnya agar dapat dijadikan dasar teori dalam membangun argumen dalam masalah yang akan diteliti. [Sarwono dalam Abdi Mirzaqon, Dr. Budi Purwoko, S.Pd., M.Pd, 2006]

Tujuan yang didapatkan dari studi kepustakaan adalah meneliti dan mengelaborasi masalah dari perspektif teoritis dan manfaat praktis serta dapat disimpulkan bahwa studi kepustakaan berkaitan dengan pencarian sumber data yang telah ada dan melakukan analisis kembali untuk diolah kembali dalam penelitian suatu karya ilmiah.

Data-data yang telah terkumpul selanjutnya akan dilakukan analisis lebih mendalam yang nantinya akan dijadikan bahan pembahasan dan ditarik kesimpulan. Teknik yang digunakan agar nantinya penulis dapat memberikan kesimpulan yang tepat adalah dengan cara teknik analisis isi. Teknik ini digunakan dengan cara melakukan penelitan yang bersifat pengulasan atau pembahasan mendalam terhadap data atau informasi tertulis yang telah terkumpul dari sumbernya.

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan teknik analisis isi yaitu:

1. Melakukan penetapan desain penelitian atau model penelitian.

2. Melakukan pencarian data pokok yakni dokumen-dokumen yang telah didapatkan karena dalam teknik analisis data, dokumen-dokumen atau teks merupakan objek pokok Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan lembar formulir pengamatan tertentu yang sengaja dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut.

3. Pencarian pengetahuan dilakukan secara kontekstual agar menghasilkan pembahasan yang relevan dengan karya tulis.

Pada dasarnya, globalisasi memang memiliki pengaruh besar dalam menentukan perilaku masyarakat dari masa ke masa, terutapa perilaku konsumtif yang terjadi pada anak-anak hingga remaja, yaitu umumnya adalah pelajar. Akan tetapi, porsi faktor status sosial atau keadaan ekonomi orang tua juga tidak kalah besar dalam memengaruhi sikap konsumtif anak-anak terutama anak remaja.

Hal tersebut telah diteliti oleh [Purwati, 2011] yang meneliti dan menghasilkan data yang menunjukkan bahwa status sosial ekonomi orang tua berpengaruh pada perilaku konsumsi siswa. Bukti empiris yang dihasilkan, mengindikasikan bahwa semakin tinggi status sosial ekonomi orang tua, maka semakin tinggi pula tingkat rasionalitas siswa dalam berkonsumsi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki perilaku konsumsi yang kurang rasional. Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh Wells dan Presky serta Schiffman dan Kanuk. Menurutnya, perilaku konsumsi siswa berlatar pada motivasi dan proses kognitif. Motivasi yang mendasari perilaku konsumsi siswa adalah motif aktualisasi diri dan kebutuhan fisiologis. Di usia remaja, motif aktualisasi diri memegang peranan yang sangat penting, motif ini terkadang membuat siswa mengabaikan aspek rasionalitas. Maka dari itu, siswa cenderung terdorong untuk membeli barang-barang yang sedang trend hanya untuk fungsi aktualisasi diri, dan tidak terlalu mementingkan bagaimana fungsi dan manfaat barang yang akan dikonsumsi.

Begitu pula berdasarkan hasil penelitian data dan uji hipotesis yang dilakukan oleh peneliti [Bintana Afiati, 2014] Dari angket yang disebar kepada siswa, diketahui bahwa status sosial ekonomi orang tua berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis regresi berganda. Dari estimasi model pada penelitian ini diketahui bahwa variabel status sosial ekonomi orang tua apabila naik sebesar satu satuan, maka variabel perilaku konsumsi akan mengalami kenaikan juga. Estimasi model tersebut dapat diterima secara teoritis bahwa status sosial ekonomi orang tua akan mempengaruhi perilaku konsumsi siswa dan ketika status sosial ekonomi orang tua siswa meningkat, maka konsumsinya pun juga akan meningkat.

Kemudian menurut hasil penelitian yang telah diteliti oleh [Luthfatul Amaliya, 2017] yang berjudul Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orangtua Terhadap Perilaku Konsumtif Siswa Kelas XI SMA N 1 Semarang bahwa hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan status sosial ekonomi orangtua siswa SMA N 1 Semarang tahun angkatan 2016/2017 tergolong dalam kriteria sangat tinggi. Penghasilan orang tua mempunyai kaitan erat dengan pola konsumsi siswa. Siswa dengan penghasilan orang tua yang tinggi mempunyai peluang yang besar untuk berperilaku konsumtif. Siswa akan lebih mudah mewujudkan pencapaian status sosial yang diinginkan. Permintaan akan suatu barang salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Karena rata-rata tingkat penghasilan orang tua siswa SMA N 1 Semarang tingi membuat orang tua cenderung memberikan uang saku berlebih yang pada akhirnya membuat siswa dapat membeli barang atau produk yang mereka inginkan dengan uang yang mereka dapatkan dari orang tua mereka. Selain itu, pola konsumsi berlebih yang terjadi pada siswa dimungkinkan karena orang tua kurang mengontrol pengeluaran siswa, kurang memberikan pembelajaran tentang menabung, mengurangi jajan atau berbelanja, dan sebagainya. Pentingnya peran orang tua untuk mengontrol pola konsumsi siswa dimaksudkan agar menekan tindakan berbelanja secara berlebih yang dilakukan siswa. Pemahaman dari orang tua tentang keuangan yang baik akan memberikan dampak positif bagi siswa dalam mengatur keuangan mereka atas uang saku yang telah diberikan. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu [Imawati dkk, 2013: 48] yang menyatakan bahwa pembelajaran keuangan cukup berpengaruh terhadap perilaku konsumtif remaja, dimana jika pemahaman akan keuangan meningkat maka perilaku konsumtif akan menurun. Begitupula sebaliknya jika pemahaman akan keuangan hanya sedikit maka hal ini dapat menimbulkan perilaku konsumtif. Maka dari itu, karena orang tua merupakan salah satu faktor pembentuk sikap konsumtif pada anaknya, maka orang tua juga harus mengajarkan kepada anaknya untuk membeli barang atau perilaku konsumsinya secara rasional dan tidak mengarah yang irasional atau pembelian yang sifatnya tidak masuk akal dan tidak dibutuhkan sehingga siswa tidak berperilaku konsumtif dan akan pandai dalam mengatur keuangan.

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, solusi sangat diperlukan untuk mengubah perilaku konsmtif pada anak dan remaja, mengingat dampak negatif yang akan timbul jika perilaku tersebut tidak segera dicegah dan dibenahi. Ada banyak cara untuk mencegah dan membenahi perilaku konsumtif pada anak remaja karena pada kenyataannya, kebiasaan berhemat dan menabung pada anak sudah mulai dapat dibentuk sejak usia dini dan dapat dilakukan dengan cukup mudah, seperti mengajarkan untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga anak mengetahui produk yang menjadi prioritasnya.

Seperti solusi yang cukup efektif untuk mengurangi sikap konsumtif menurut [Rambe, Mudjiran & Marjohan, 2017] bahwa dengan mengadakan layanan informasi, yaitu layanan yang berusaha membekali individu dengan pengetahuan tentang data dan fakta di bidang pendidikan sekolah, bidang pekerjaan, dan bidang perkembangan pribadi sosial. Informasi tersebut selanjutnya diolah dan digunakan oleh individu untuk lebih mudah dalam membuat perencanaan dan pengambilan keputusan untuk kehidupan dirinya kedepannya. Dalam layanan informasi, remaja diberikan cara mencegah terjadinya perilaku konsumtif. Konselor diminta untuk menyampaikan beberapa materi yang bisa memberikan pemahaman kepada siswa bahwa perilaku konsumtif dapat membahayakan gaya hidup remaja masa kini.

Menurut [Ardiana dalam Sari, 2019] salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah dengan mengedukasi anaknya dengan literasi keuangan atau Financial literacy. Financial literacy atau yang biasa kita kenal dengan literasi keuangan bertujuan untuk mengasah kemampuan anak untuk memproses informasi keuangan untuk menetapkan keputusan dalam pengaturan keuangan pribadi. Karena, jika orang tua terus menerus memberi uang saku berlebihan dan tidak mengedukasikan anak mengenai cara mengatur uang sakunya, hal tersebut akan berdampak buruk untuk masa depan keluarga dan anak itu sendiri dalam hal pengelolaan keuangan. Hal ini akan menimbulkan perilaku anak yang terbiasa hidup boros atau konsumtif. Cara yang dilakukan orang tua seperti itu dirasa salah karena dengan membiasakan memberikan uang berlebihan kepada anak akan membuat anak merasa acuh dan seenaknya sendiri dengan uang yang dimiliki dan orang tua secara berangsur-angsur tidak akan menerima kesejahteraan di hari tuanya. Orang tua tidak akan menerima hasil jerih payahnya di kemudian hari, yang disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua dalam mengelola keuangan dengan baik dan secara otomatis anak akan meniru gaya hidup orang tuanya. Maka dari itu, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, orang tua harus dapat melatih anak dalam mengelola keuangan dengan cara membiasakan hidup dengan menyisihkan uang atau menabung, serta mengontrol anak untuk tidak membelanjakan uang secara boros dan impulsif.

Self monitoring adalah solusi selanjutnya untuk mengurangi perilaku konsumtif bagi remaja. Self monitoring adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk mengatur dan mengubah tingkah lakunya. Remaja dengan tingkat self monitoring tinggi mempunyai perilaku impulsive buying yang tinggi juga. Mereka akan dengan mudah sekali terpengaruh dengan penampilan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui tayangan iklan TV maupun media lain untuk mendukung prestasi dirinya. Melalui self monitoring, remaja bisa mengendalikan diri terhadap perilaku konsumtif yang menimpa dirinya. Bagi para remaja yang memiliki pengendalian diri rendah akan memiliki perilaku konsumtif. Hal tersebut dapat terjadi jika para remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar atau hal – hal yang mendorongnya untuk berperilaku konsumtif. Contohnya, para anak dan remaja yang bergantung dengan temannya akan melakukan pula apa yang dilakukan oleh temannya, seperti aktivitas membeli, nongkrong atau bercengkrama di tempat yang bisa dinilai kurang tepat di kantong remaja tersebut. Bahkan, pada kasus lain tidak jarang remaja yang membeli suatu barang karena ingin merasa setara oleh temannya demi pengakuan sosial. Padahal, remaja tersebut tidak terlalu membutuhkan barang yang dibelinya. Terlebih lagi pada saat era globalisasi sekarang banyak penjual yang menjual barangnya semenarik mungkin dengan bermacam gaya berjualannya, contohnya dengan menggunakan promosi jualan melalui internet. Hal tersebut menyebabkan para remaja saat ini semakin sulit untuk menahan dirinya untuk menghindari perilaku konsumtif. Ditambah lagi dengan berlebihnya uang saku yang diberikan oleh orang tua. Oleh karena itu pengendalian diri menjadi salah satu kunci untuk mencegah atau mengurangi perilaku konsumtif.

Berdasarkan hasil pembahasan dan tinjauan artikel ilmiah ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku konsumtif adalah sebuah keinginan untuk memiliki atau mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan. Perilaku konsumtif dan hedonisme telah melekat pada kehidupan manusia khususnya pada kalangan remaja. Perilaku konsumtif pada remaja dapat terjadi karena pada umur tersebut remaja berada dalam tahapan usia yang merupakan masa peralihan dan pencarian identitas dan cenderung ingin selalu mengikuti trend sesuai perkembangan zaman. Kemudian, tingkat konsumsi pada anak dan remaja sangat dipengaruhi oleh faktor status sosial dan keadaan ekonomi orang tuanya, yang mana semakin tinggi status sosial dan semakin baik keadaan ekonomi orang tuanya, maka akan semakin tinggi juga tingkat konsumsi anak atau remaja. Karena kebanyakan para orang tua yang memiliki pendapatan tinggi, cenderung memberikan uang saku kepada anaknya lebih banyak. Yang mana hal tersebut dapat meningkatkan sikap konsumtif dan impulsif pada anak dan remaja dikarenakan anak dan remaja tersebut belum dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan, dan belum bisa mengatur keuangan pribadinya dengan bijak. Dan juga mereka membeli suatu produk dengan uang saku yang diberikan oleh orang tuanya tanpa tau manfaat dan fungsi dari produk tersebut. Maka dari itu, orang tua perlu mengedukasi anaknya sejak dini untuk dapat mengatur keuangan pribadinya dengan baik dengan menerapkan solusi yang telah dijabarkan dalam artikel ini sehingga saat dewasa nanti, anak tersebut tidak mudah terpengaruh oleh hidup hedonisme dari lingkungan sekitar.

Ardiana dalam Sari. [2019]. SOSIALISASI DAN EDUKASI LITERASI KEUANGAN UNTUK WARGA ‘AISYIYAH KABUPATEN SUKOHARJO GUNA MENGURANGI PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DAN ANAK-ANAK. JIPEMAS: Jurnal Inovasi Hasil Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 2, September 2019, 90.

Bintana Afiati & Riza Yonisa Kurniawan. [2014]. PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU KONSUMSI SISWA KELAS XI IPS MAN SIDOARJO. PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU KONSUMSI SISWA KELAS XI IPS MAN SIDOARJO, 3.

Bintana Afiati, R. Y. [2014]. PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU KONSUMSI SISWA KELAS XI IPS MAN SIDOARJO. p. 3.

Damsar & Indrayani. [2011]. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Prenadamedia Group.

Irmasari, D. [2010]. Dampak Positif dan Negatif dari Perilaku Konsumtif.

Lina dan Rosyid dalam Wahyudi. [2013].

Luthfatul Amaliya, K. S. [2017]. PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM,TEMAN SEBAYA DAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANGTUA TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF SISWA [Studi Kasus Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Semarang]. Luthfatul Amaliya / Economic Education Analysis Journal 6 [3] [2017], 839-840.

Mardalis. [2007]. Metode Penelitian-Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Purwati, A. [2011]. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua, Persepsi atas Lingkungan, dan Prestasi Belajar Ekonomi terhadap Perilaku Konsumsi. JURNAL EKONOMI BISNIS, TH. 16, NO. 1, MARET 2011, 13.

Rambe, Mudjiran & Marjohan. [2017]. Pengembangan Modul Layanan Informasi untuk Mengembangkan Kontrol Diri dalam Penggunaan Smartphone. 132-137.

Sarwono dalam Abdi Mirzaqon, Dr. Budi Purwoko, S.Pd., M.Pd. [2006]. STUDI KEPUSTAKAAN MENGENAI LANDASAN TEORI DAN PRAKTIK KONSELING EXPRESSIVE WRITING.

Simamora, B. [2001]. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wahyono. [2001]. Pengaruh Perilaku Ekonomi Kepala Keluarga terhadap Intensitas Pendidikan Ekonomi di Lingkungan Keluarga.

Wahyudi. [2013]. Tinjauan Tentang Perilaku Konsumtif Remaja Pengunjung Mall Samarinda Central Plaza. eJournal Sosiologi, Volume 1, Nomor 4, 2013:26 – 36. [//ejournal.sos.fisipunmul.ac.id], 26-36.

Video yang berhubungan