Apakah menurut anda covid19 berdampak pada pasar valuta asing

Oleh:

Arief Hermawan P Karyawati menghitung uang rupiah dan dollar AS di salah satu bank di Jakarta, Kamis (10/9/2020). Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Istilah kurs mungkin tidak asing lagi bagi kita.

Namun demikian, tak jarang ada yang masih belum mengetahui pengertian kurs dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.

Lantas apa itu kurs?

Secara umum, kurs adalah nilai atau harga mata uang sebuah negara yang diukur dalam mata uang negara lain.

Menurut ahli ekonomi Fabozzi dan Franco, pengertian kurs adalah jumlah satu mata uang yang bisa ditukar per unit mata uang lain, atau harga satu mata uang dalam mata uang lain.

Sedangkan menurut Ekananda, pengertian kurs adalah harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain. Nilai mata uang punya peranan penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan kita menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama.

Baca Juga : Kurs Jual Beli Dolar AS di BCA dan BRI, 17 September 2021

Jenis-jenis kurs

Meski secara umum kurs adalah nilai tukar mata uang sebuah negara yang diukur dalam mata uang lain, namun ada sejumlah jenis kurs yang perlu diketahui.

1. Kurs Jual

Pengertian kurs jual adalah dimana bank atau pedagang valas membeli valuta asing. Termasuk juga jika Anda ingin menukarkan valuta asing untuk ditukar dengan mata uang negara Anda.

Baca Juga : Kurs Jual Beli Dolar AS di BCA dan BRI, 23 September 2021

Bisa juga disebut sebagai kurs yang berlaku jika pedagang valas membeli mata uang dari negara lain.

2. Kurs Beli

Pengertian kurs beli adalah dimana bank atau pedagang valas menjual valuta asing. Misalnya jika Anda ingin menukarkan mata uang negara Indonesia (Rupiah) dengan mata uang negara Amerika (Dollar).

3. Kurs Tengah

Pengertian kurs tengah adalah istilah yang digunakan untuk gabungan antara kurs jual dan beli. Jadi kurs jual ditambah dengan kurs beli kemudian dibagi dua (rata-rata).

Baca Juga : Kurs Jual Beli Dolar AS di BCA dan BRI, 24 September 2021

Faktor yang mempengaruhi kurs

Dikutip dari idxchannel, sedikitnya ada lima faktor yang mempengaruhi kurs.

1. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah suatu kenaikan harga pada barang atau jasa. Inflasi juga adalah penurunan nilai mata uang lokal.

Dalam pasar valuta asing, yang menjadi dasar utama adalah perdagangan internasional, baik berbentuk jasa maupun barang. 

Dengan begitu, perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri merupakan faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai mata uang asing.

2. Kebijakan Pemerintah

Berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah suatu negara akan berpengaruh pada nilai tukar mata uang di negara tersebut. 

Berbagai contoh dari kebijakan tersebut adalah upaya pemerintah dalam menghindari masalah niai tukar valuta asing dan juga perdagangan internasional, serta mengintervensi pasar uang.

3. Perbedaan Tingkat Suku Bunga

Arus modal internasional dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga suatu negara. Dengan kata lain, kenaikan suku bunga akan memancing masuknya modal asing.

Tingkat suku bunga akan mempengaruhi operasi pasar valuta asing dan pasar uang. Ketika terjadi aktivitas transaksi, maka bank akan mempertimbangkan perbedaan suku bunga di pasar modal nasional dan global dengan pandangan yang berasal dari keuntungan.

Pihak Bank lebih memilih mendapatkan pinjaman murah di pasar uang asing dengan tingkat bunga yang lebih rendah dan tempat mata uang asing pada pasar kredit domestik jika tingkat bunganya yang lebih tinggi.

4. Aktivitas Neraca Pembayaran

Nilai tukar mata uang juga dipengaruhi oleh neraca pembayaran. Neraca pembayaran aktif akan meningkatkan nilai mata uang domestik dengan meningkatnya jumlah debitur asing.

Jika saldo pembayaran pasif, hal ini akan mengakibatkan menurunnya nilai tukar mata uang domestik sehingga debitur akan akan menjual semuanya dengan mata uang asing untuk membayar kembali kewajiban eksternal mereka.

Dampak dari neraca pembayaran diukur terhadap nilai tukar yang sudah ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi. Pembatasan impor, perubahan tarif, kuota perdagangan, dan subsidi akan mempengaruhi neraca perdagangan.

5. Ekspektasi

Faktor lainnya yang turut memengaruhi nilai tukar pada valuta asing adalah ekspektasi nilai tukar yang bisa terjadi di masa depan.

Pasar valuta asing akan memberikan reaksi yang cukup agresif pada setiap berita ataupun isu yang bisa berefek di kemudian hari.

Sebagai contoh, berita tentang meningkatnya inflasi Amerika Serikat yang bisa menyebabkan pedagang valuta asing menjual mata uang dolarnya, karena nilai mata uang dolar bisa menjadi menurun di masa depan. Sehingga, hal tersebut akan menekan nilai tukar mata uang dolar di dalam pasar valuta asing secara otomatis.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Siaran Pers
Nomor: 48/HUMAS/UNS/III/2020
Jumat, 20 Maret 2020

UNS – Pandemi covid-19 atau virus corona berdampak terhadap kurs rupiah, saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serikat (AS) melemah. Pelemahan ini menjadi sorotan banyak pihak di tengah pandemi global ini. Pakar ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Riwi Sumantyo sangat prihatin terhadap melemahnya nilai rupiah karena sudah menyentuh angka Rp 16.000, nilai tukar ini merupakan yang terlemah dalam 5 tahun terakhir.

Hingga saat ini, kurs rupiah terhadap USD terus mengalami pelemahan. Berdasarkan kurs rupiah terhadap US Dolar yang diakses dari laman Bloomberg pada Jumat (20/3/2020), adalah sebesar Rp 16.037,- per US dolar. Sebuah lonjakan yang cukup drastis dibandingkan dengan nilai tukar pada awal Maret ketika Indonesia belum terdeteksi pandemi covid-19.

Melemahnya rupiah ini akan membawa banyak dampak terhadap roda perekonomian di Indonesia. Barang-barang yang berasal dari luar negeri akan melonjak harganya. Korporasi atau perusahaan yang menggunakan bahan baku impor akan berkurang keuntungannya karena harga bahan baku yang mahal. Bagi perusahaan yang memiliki utang dalam denominasi dolar juga akan merugi karena bunga dan pokok utangnya harus dibayar menggunakan dolar. Jika tidak berangsur membaik, kedepan akan muncul kemungkinan-kemungkinan buruk seperti PHK dan pengangguran akan menjadi momok bagi bangsa ini.

“Jika bahan baku atau barang yang didapat merupakan impor, maka akan berdampak pada harga jual. Berarti untuk menutup biaya produksi, maka harga jualnya harus naik. Ketikia naik, apakah daya beli masyarakat ada? Jika daya beli masyarakat rendah atau bahkan tidak ada, maka barang tersebut tidak laku. Inilah yang akan mempengaruhi pergerakan ekonomi kita” ujar Riwi.

Banyak sektor-sektor yang dirugikan atau mengalami dampak paling banyak dari melemahnya rupiah. Sektor tersebut pada umumnya adalah sektor yang bahan bakunya menggantungkan bahan dari luar negeri seperti industri manufaktur, sektor farmasi, sektor pakan ternak, dan sebagainya. Tetapi, secara teoretis memang terdapat sektor lain yang diuntungkan. Misal industri meubel dan batu bara yang melakukan ekspor ke luar negeri maka pendapatannya akan meningkat.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS tersebut juga memprediksi jika keadaan Indonesia masih seperti ini, maka nilai rupiah akan terus melemah. “Apabila keadaan Indonesia masih seperti ini, covid-19 belum segera teratasi saya memprediksikan bahwa nilai rupiah bisa melebihi angka Rp 16.000,- dan itu sudah terbukti hari ini.” paparnya.

Peran pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga nilai rupiah agar tetap stabil. Riwi menuturkan, salah satu cara yang dapat dilakukan saat ini yaitu meredam covid-19 terlebih dahulu karena pandemi ini akan mengacak-acak perkonomian. Riwi juga menambahkan “Bank Indonesia sebagai bank sentral juga memiliki otoritas moneter. Bank Indonesi diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan agar mampu menahan agar rupiah tidak jatuh, misalnya melakukan intervensi ke pasar dengan membeli rupiah dan menjual dolar. Namun, yang menjadi masalah ketika sentimen negatifnya terlalu kuat, maka tindakan tersebut akan sia-sia karena akan menghambur-hamburkan devisa. Jadi, devisa negara dapat terkuras banyak untuk intervensi ini karena kekuatan devisa Indonesia juga tidak sekuat negara lain.”

Riwi berpesan kepada masyarakat, khususnya sebagai sivitas akademika paling tidak ikut memberikan imbauan, memberikan masukan supaya tidak melakukan aksi spekulasi yang gila-gilaan seperti panic buying dan panic selling. Menjaga supaya nilai tukar rupiah tidak semakin terperosot. “Upaya untuk menjual dolar juga dapat menjadi upaya meskipun dampaknya tidak terlalu siginifkan, hal tersebut dapat dicontohkan oleh elit pejabat sehingga paling tidak ada aksi simbolik yang dilakukan oleh pejabat sehingga diikuti oleh masyarakat. Tetapi, sebagian pelaku pasar juga menerapkan prinsip “uang tidak memiliki kewarganegaraan” artinya tindakan yang dilakukan cenderung mengutamakan rasionalitas ekonomi. Apakah menguntungkan bagi dirinya atau tidak” tutup Riwi. Humas UNS/Bayu