1 . Posisi dan garis baringan Penentuan tempat (posisi kapal) merupakan bagian yang penting dari navigasi. Ciri-ciri terpenting dari metode penentuan tempat adalah : ketelitian, waktu pengamatan dan pengerjaan, selang waktu pengamatan yang berturutan. Dalam navigasi dibedakan atas 3 kondisi navigasi yaitu : 1) navigasi samudera, jika bahaya terdekat dari kapal jaraknya lebih dari 50 mil; 2) navigasi pantai, jika bahaya terdekat dari kapal terletak antara 2 mil s/d 50 mil; 3) navigasi pelabuhan, jika bahaya terdekat dari kapal terletak kurang dari 2 mil. Maksud dan tujuan penentuan tempat (membaring) yaitu :
4.6.1.2. Syarat dalam menentukan baringan
4.6.1.3. Definisi-definisi dalam pelayaran datar Menurut Soebekti (1993) beberapa definisi dalam pelayaran datar yang perlu dipahami adalah sebagai berikut :
4.6.1.4. Sifat lengkungan baringan Lengkungan baringan ini mempunyai sifat sebagai berikut :
Gambar 130 : Lengkung baringan Pada gambar 130 diatas, W1, W2, W3 dan W4 adalah si pembaring, T merupakan titik yang dibaring (buoy, kapal suar dan lain-lain) dan a adalah baringan sejati yang diukur oleh W terhadap T. W1, W2, W3 dan W4 adalah pembariing yang sama-sama dapat membaring T dengan sudut baringan yang sama. Apabila ditentukan untuk semua derajah, maka penilik tersebut (W1), ternyata bahwa titik W1 terletak pada sebuah garis-garis lengkung yang disebut “lengkung baringan”. Lengkung-lengkung baringan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
4.6.1.5. Baringan di kapal. Menurut Soebekti (1993), baringan di kapal : sama halnya pada haluan-haluan, definisi untuk baringan dapat diberikan terhadap arah-arah acuan yang telah dipilih. Sudut-sudut baringan tersebut dihitung ke kanan dari 0000 sampai 3600. (Credit : Silvester) Gambar 131: Arah garis baringan dari kapal terhadap sebuah titik baringan (A) (Credit : Silvester) Gambar 132: Ilustrasi sudut baringan
Menurut Soebekti ( 1993) bahwa :
Di sayap-sayap anjungan terdapat anak pedoman pembaring gyro (repeater), sehingga navigator dapat membaring secara visual. Sudut yang dibaca merupakan baringan gyro (Bg). (Credit : Silvester) Gambar 133 : Ilustrasi penjabaran baringan gyro
Jika kapal berlayar dengan pedoman magnet serta melakukan baringan-baringan melalui pedoman, maka baringan demikian disebut baringan pedoman. Baringan pedoman (BP) yaitu sudut horisontal, dihitung dari Up ke arah kanan sampai pada letak benda yang dibaring. Untuk mengubah dari Bp menjadi BS, kita gunakan rumus penjabaran yang sama seperti haluan pedoman. (Credit : Silvester) Gambar 134 : Ilustrasi penjabaran baringan pedoman dan baringan sejati. Baringan magnet adalah sudut horisontal, dihitung dari Um ke kanan sampai arah benda yang dibaring. Rumus penjabaran dari BP ke BM adalah :
Baringan lambung ialah sudut horisontal yang diukur dari bidang membujur kapal ke depan sampai ke arah benda yang dibaring. Jika sudut itu kita hitung dari arah acuan ini ke kanan dari 0000 sampai 3600, maka sudut yang diukur disebut Sudut Lambung Kanan (SLK). Tetapi jika kita hitung sudut itu ke kanan atau ke kiri dari 0000 sampai 1800, maka pada nilai bilangan tersebut kita bubuhi “hijau” atau “merah” (Credit : Silvester) Gambar 135 : Ilustrasi gambar baringan lambung 4.6.1.6. Pembagian Jarak Tinggi benda yang diambil dari peta atau daftar suar, harus dijabarkan lebih dulu hingga tinggi diatas permukaan air pada saat penilikan. Jarak ke benda dibedakan atas tiga macam keadaan yaitu : benda di depan tepi langit, puncak benda pada tepi langit, dan benda dibelakang tepi langit (tampak sebagian)
Diukur sudut antara puncak benda – penilik – garis air. Misalkan sudut yang diukur = α dan tinggi benda = H (dalam meter), maka : Credit : Silvester Gambar 136 :Ilustrasi tinggi benda yang dibaring di depan tepi langit Credit : Silvester Gambar 137 : Penentuan posisi dengan mengukur jarak benda yang dibaring di depan tepi langit Pada contoh gambar 137 diatas, sebuah kapal berlayar dengan haluan 760. Pada pkl. 11.00 Gunung Batu Angus dibaring dengan pedoman = 3120. Selain dibaring tinggi gunung tersebut diukur dengan sextant = 104’. Bila tinggi gunung tersebut adalah 214 meter, tentukanlah posisi kapal. Variasi di peta diketahui = (-) 20 dan deviasi = (+) 40. Variasi = (-) 20 BP = 3120 Deviasi = (+) 40+ Sembir = (+) 20+ Sembir = (+) 20 BS = 3140 1800- 1340 Log 214 = 2,33041 Log cotg 1004’ = 1,73004 + Log jarak = 4,06045 Jarak = 11494 m = 6,206 mil = 6,2 mil Dari gunung Batu Angus ditarik sebuah garis baringan dengan arah 1340, lalu dari gunung Batu Angus dijangkakan jarak 6,2 mil pada garis baringan tersebut dan didapatlah posisi kapal S pada pkl. 11.00. Jarak dapat pula dicari dalam Daftar XXV Daftar Ilmu Pelayaran dengan argument tinggi benda dalam kaki, hanya hasilnya tidak seteliti dengan cara perhitungan. Misalnya : tinggi benda = 440 kaki, sudut yang diukur = 00 52’,4 maka jaraknya = 4¾ mil. Untuk mencari daftar XXV, gunakan halaman extract Daftar Ilmu Pelayaran pada lampiran yang tersedia dalam modul ini. Nilai-nilai dalam daftar tersebut tidak mutlak teliti, apalagi jika terjadi kelainan-kelainan dalam lengkung sinar bumiawi. Misalnya tinggi benda = 70 meter, tinggi mata 20 meter. Pada saat benda tersebut mulai terlihat di tepi langit, jaraknya 25,9 mil. Jika tinggi mata lebih besar dari 29 meter, umpamanya 40 meter dan tinggi benda yang dibaring 200 meter, maka dihitung dengan cara sebagai berikut : Tinggi benda 200 meter, tinggi mata 0 meter, jarak = 28,6 mil Tinggi benda 40 meter, tinggi mta 0 meter, jarak = 12,8 mil + Tinggi benda 200 meter, tinggi mata 40 meter, jarak = 41,4 mil Rumus yang digunakan : Jarak = 2,02 √ t, dimana t dalam meter Jarak = 1,11 √ t, dimana t dalam kaki Rumus untuk mencari kesalahan dalam pengukuran jarak dihitung dengan rumus sebagai berikut : Δ = h . cotg β, Agar supaya nilai kesalahan ini kecil, maka - CD harus kecil, berarti tinggi mata kecil yaitu pengukuran dilakukan dari tempat yang serendah mungkin - Nilai cotg. β harus sekecil mungkin berarti bahwa β harus sebesar mungkin dan hal ini terjadi bilamana benda baringan tadi letaknya dekat dengan pantai. Credit : Silvester Gambar 138 : Ilustrasi kesalahan dalam jarak. Jadi sudut yang diukur dari kapal yaitu yang dilihat dari titik D ialah sudut BAD = β . Bila mengukur jarak digunakan rumus, dalam gambar diatas diabaikan :
Daftar XXV dalam daftar Ilmu Pelayaran memberikan jarak dalam mil, untuk tinggi benda dalam meter dan sudut yang diukur. Jarak maksimum 6 mil.
Pada saat tepi atas atau puncak dari suatu benda terlihat di cakrawala, maka jaraknya dengan kapal dapat ditentukan sebagai berikut : Credit : Silvester Gambar 139 : Ilustrasi tinggi benda pada tepi langit/cakrawala Jarak yang hendak dicari ialah A1B1 dan ini dapat dicari dalam dua tahap yaitu A1C dan B1C. Karena titik C adalah titik di cakrawala, maka tingginya = 0 meter. Perhitungan A1C dibuat seolah-olah dilihat dari A untuk benda C yang tingginya 0 meter, sedangkan perhitungan B1C dibuat seolah-olah dilihat dari B dimana tinggi C = 0 meter. Jarak (dalam mil) dari si penilik ke tepi langit = 2,08 √ t (t = tinggi mata dalam meter) Jarak (dalam mil) dari tepi langit ke benda = 2,08 √ T (T = tinggi benda dalam meter) Jadi jarak (dalam mil) dari si penilik sampai benda = 2,08 (√ t + √ T) Dalam daftar XVI Daftar Ilmu Pelayaran memberikan jarak pada saat puncak benda tampak di tepi langit, untuk tinggi mata dan tinggi benda dalam meter. Rumus daftar XVI : Jarak = 2,08 (√ t + √ T)
Menggunakan metode Hengeveld Ukurlah tinggi puncak benda di atas tepi langit dan kurangi tinggi tersebut dengan penundukan tepi langit maya dan refraksi bumiawi, sehingga mendapatkan tinggi yang diperbaiki. Misalnya sebuah gunung yang akan dibaring telah kelihatan namun garis pantainya belum kelihatan. Berarti hanya sebagian dari gunung tersebut terlihat diatas tepi langit. Jarak antara kapal dan benda yang dibaring dapat dicari dengan daftar XXVI A atau XXVI B. Daftar XXVI A untuk tinggi mata dan tinggi benda dalam meter. Daftar XXVI B untuk tinggi mata dan tinggi benda dalam kaki. Perhatikan gambar 139 berikut ini : Credit : Silvester Gambar 140 : Sebagian benda yang dibaring kelihatan di belakang tepi langit Keterangan : CMS = tepi langit/cakrawala setempat; M = mata si penilik; P = pusat bumi; t = tinggi mata si penilik; T = tinggi gunung; ∠ DMB = sudut yang diukur; ∠ EMB = lengkung sinar astronmi; ∠ SME = penundukan tepi langit maya; ∠ DMS = α = tinggi yang diperbaiki; ∠ P = ∠ X = ∩ AB = jarak antara kapal dan benda yang dibaring. Pembuatan daftar XXVI A dan XXVI B yang dikenal dengan nama Daftar Hengeveld didasarkan atas rumus sebagai berikut : log sec ( X + α ) = T – t + log sec α Dimana r = jari-jari bumi; M = modulus = 0,434294 X = jarak antara kapal dan benda yang dibaring α = tinggi ukur yang telah diperbaiki T = tinggi benda yang dibaring; t = tinggi mata si penilik. Contoh soal 1 : Sebuah gunung yang hanya terlihat sebagian, tingginya 940 meter. Dengan sextant diukur tingginya = 1016’. Tinggi mata 5 meter dan jarak dari kapal ke gunung diduga = 23 mil. Hitung jarak antara kapal dan gung tersebut. Cara menghitung : Tinggi yang diukur ( ∠ DMB ) = 1016’ Penundukan tepi langit maya (∠ SME, daftar XVIII) = (-) 4’ Lengkung sinar astronomi (∠ EMB, jarak duga) x 23’ = (-) 2’ + Tinggi yang diperbaiki (∠ DMS) = α = 1010’ Dari daftar XXVI A didapat = 1319 T – t = 940 – 5 = 935 + = 2254 Dicari kembali dalam Daftar XXVI A = (X + α) = 1031’,5 Tinggi yang diperbaiki = α = 1010’ - Jarak (X) = 21’ Jadi jarak antara kapal dan benda yang dibaring = 21 mil. Contoh soal 2 : Sebuah gunung karang di balik tepi langit tingginya 16 meter, tingginya diukur dengan sextant = 2’, dan jaraknya diperkirakan 18 mil. Tinggi mata 50 meter, Hitung jarak gunung karang tersebut. Penyelesaiannya sebagai berikut : Tinggi yang diukur = 2’ Penundukan tepi langit maya (daftar XVIII) = (-)12’,5 Lengkung sinar astronomi ( x 23’) = (-) 1’,5 + Tinggi yang diperbaiki ( α ) = (-)12’ Dari daftar XXVI A didapat = 39 T – t = 16 – 50 = (-)34 + = 5 Dicari kembali dalam Daftar XXVI A = (X + α) = 4’,3 Tinggi yang diperbaiki = α =(-)12’ - Jarak (X) = 16’,3 Jadi jarak antara kapal dan benda yang dibaring = 16,3 mil. 4.6.1.7. Ringkasan pembagian baringan Menurut Soebekti (1993), pembagian baringan dijelaskan sebagai berikut :
Baringan dengan jarak dapat dilakukan bersamaan dengan menentukan jaraknya benda yang dibaring atau benda lain atau dengan jarak yang telah ditentukan di peta seperti “lingkaran suar” Cara melakukan baringan dengan jarak sebagai berikut :
Credit : Silvester Gambar 141 : Ilustrasi baringan dengan jarak Cara melakukan baringan dengan peruman sebgai berikut :
Misalnya hasil peruman = 12 m Koreksi = 2 m - Kedalaman air di peta = 10 m Credit : Silvester Gambar 142 : Ilustrasi baringan dengan peruman
Cara melakukan baringan dengan garis tinggi sebagai berikut:
Jika garis tinggi tersebut jatuh sama dengan derajah di tempat kapal, maka penentuan tempat ini disebut baringan pada bujur (S2). Jika garis tinggi jatuh sama dengan jajar, maka disebut baringan pada lintang (S3). Credit : Silvester Gambar 143 : Ilustrasi baringan dengan garis tinggi
Baringan dengan geseran adalah benda yang sama dibaring dua kali dengan berubah tempat antara baringan pertama dan baringan kedua. Baringan dengan geseran dilakukan jika hanya terdapat sebuah benda baringan saja. Contoh pada gambar dibawah ini, misalnya pada jam 09.00 dibaring seeebbbuah pulau dengan BP-nya lalu dirubah menjadi BS, BS tersebut dilukis di peta dengan arah yang berlawanan. Garis baringan 1 (BS1) akan memotong garis haluan di titik A. Selang beberapa saat kemudian, misalnya jam 09.30, pulau tersebut dibaring sekali lagi. Diperoleh BP-nya lalu diubah jadi BS dan dilukis di peta dengan arah yang berlawanan. Selanjutnya dihitung jarak yang ditempuh kapal antara baringan 1 dan ke 2, misalnya jarak yang ditempuh a mil. Dari titik A dijangkakan jarak sejauh a mil, diperoleh titik B, melalui titik B ditarik sebuah garis yang sejajar dengan garis baringan yang pertama. Garis yang digeser tadi memotong garis baringan yang ke 2. Di titik potong inilah merupakan posisi kapal (S) pada jam 09.30. Perhitungan jarak yang ditempuh :
Cara melakukan baringan dengan geseran, sebagai berikut ::
Credit : Silvester Gambar 144 : Ilustrasi melakukan baringan dengan geseran Baringan sudut berganda adalah baringan dengan geseran, dimana baringan ke 2 terhadap haluan kapal merupakan 2 x baringan 1 terhadap haluan. Jadi jarak ke benda yang dibaring pada baringan ke 2 adalah sama dengan jauh yang digeserkan antara kedua baringan tersebut. Cara melakukan baringan sudut berganda sebagai berikut :
Contoh : Kapal berlayar dengan Haluan Sejati (HS) = 820. Pada jam 10.00, pulau Kalong dibaring 230, topdal dibaca 033, variasi (+)30 dan deviasi (-)10. Sembir = +30 + (-)10 = + 20. BS 1 = BP 1 + sembir = 230 + 20 = 250. Dari p. Kalong ditarik garis baringan ke 1 dengan arah 250 + 1800 = 2050, yang memotong garis haluan di titik B, sudut di titik B diukur dan diperoleh sudut 570, atau dihitung : 820 – 250 = 570. Selanjutnya ditarik garis baringan di peta sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 2 x 570 = 1140 terhadap garis haluan di titik C. Arah garis baringan ke 2 diukur dan didapat arah baringan 3280, yang dihitung dengan arah 820 – 1140. Karena 820 lebih kecil dari 1140, maka tidak mungkin dilakukan pengurangan sebab tidak ada baringan yang nilainya negatip. Angka 820 ditambahkan lebih dahulu dengan 3600, lalu dikurangi dengan 1140. Jadi 820 + 3600 = 4420. Selanjutnya 4420 – 1140 = 3280. Baringan sejati ke 2 (BS 2) = 3280. Sudut 3280 ini adalah nilai Baringan Sejatinya (BS). BS tersebut dirubah menjadi Baringan Pedoman (BP). Baringan Pedoman (BP) ke 2 = 3280 – sembir = 3280 – (+)20 = 3260. Mualim jaga memperhatikan baring p. Kalong, ditunggu sampai baringannya tepat 3260. Pada saat baringan p. Kalong tepat 3260, jam di catat yaitu pkl. 11.48. dan topdal dibaca misalnya 042. Saat tersebut jarak yang ditempuh kapal melalui pembacaan topdal = 042 – 033 = 9 atau 9 mil. Dari p. Kalong dijangkakan jarak 9 mil pada garis baringan ke 2 dan diperoleh titik yang merupakan posisi kapal (S) pada pkl. 11.48. Catatan : Karena benda baringan berada di sebelah kiri kapal maka arah baringannya diperoleh dengan : haluan kapal dikurangi dengan sudut potong antara garis haluan dan garis baringan tersebut. Jika benda yang dibaring berada di sebelah kanan kapal, maka arah baringan dan haluan kapal ditambahkan dengan sudut potong antara garis haluan dan garis baringan tersebut. Credit : Silvester Gambar 145 : Ilustrasi Baringan sudut berganda Baringan empat surat adalah baringan sudut berganda yang mana baringan ke 2 dilakukan ketika benda yang dibaring berada arah melintang kapal. Cara melakukan baringan empat surat sebagai berikut : Diatas peta dilukiskan garis-garis baringan ke 1 dan ke 2 yang diperoleh sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 450 ( 4 surat) dan sudut 900 (8 surat) terhadap garis haluan kapal. Selanjutnya diperoleh baringan sejatinya (BS). Kemudian baringan sejati tersebut dirubah menjadi baringan pedoman. Mualim jaga bersiap-siap di pedoman baring. Pada saat baringan pedoman ke 1 cocok dengan arah baringannya, jam dicatat (misalnya jam 09.14. Setelah itu Mualim jaga menunggu lagi sampai baringan ke 2 cocok dengan apa yang direncanakan. Pada saat baringan pedoman ke 2 cocok, jam dicatat lagi (misalnya 10.04). Jarak yang ditempuh dari baringan ke 1 sampai baringan ke 2 dihitung dan dijangkakan dari p. Kalong pada garis baringan ke 2 dan didapat posisi kapal (S). Contoh : Kapal berlayar dengan HS 520. Di peta dilukiskan garis baringan ke 1 dan ke 2 sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 450 di B dan sudut 900 atau siku-siku di C. Arah garis baringan ke 1 diukur dan didapatkan 970, atau dihitung 520 + 450 = 970. BS ke 1 = 970. Arah garis baringan ke 2 diukur 1420 atau dihitung 520 + 900 = 1420. BS ke 2 = 1420, variasi di peta = (+) 30 dan deviasi = (-) 50. Perhitungan : Variasi = (+) 30 BS 1 = 970 BS 2 = 1420 Deviasi = (-) 50 + Sembir = (-) 20 + Sembir = (-) 20 + Sembir = (-) 20 BP 1 = 990 BP 2 = 1440 Pada pedoman baring dijaga baringan pulau Kalong, pada saat baringannya menunjukkan 990 , jam dicatat misalnya pkl. 12.11, selanjutnya sewaktu baringan p. Kalong = 1440, jam dicatat lagi yaitu pkl. 13.02. Kecepatan kapal = 12 mil per jam. Jangka waktu dari baringan ke 1 ke garis baringan ke 2 ialah 13.02 – 12.11 = 12.62 – 12.11 = 55 menit. Jarak yang ditempuh dari baringan ke 1 ke baringan ke 2 ialah : 51/60 x 12 mil = 10,2 mil. Dari p. Kalong dijangkakan jarak 10,2 mil ini pada garis baringan ke 2 dan diperoleh titik S yang merupakan posisi kapal pada pkl. 13.02. Credit : Silvester Gambar 146 : Ilustrasi baringan empat surat
Baringan istimewa adalah baringan yang dilakukan untuk mengetahui pada jarak berapakah benda yang dibaring akan berada melintang kapal. Cara melakukan baringan istimewa sebagai berikut :
Contoh : Haluan sejati kapal Timur atau 0900. Di peta dilukis garis baringan ke 1, 2 dan 3 sedemikian sehingga masing-masing membentuk sudut-sudut 26½0, 450 dan 900 dengan garis haluan. Arah-arah baringan sejati ke 1, 2 dan 3 diukur atau dihitung BS 1 = 90 - 26½0 = 63½0, BS ke 2 = 900 – 450 = 450, BS ke 3 = 900 – 900 = 00. variasi di peta = (+) 10 dan deviasi = (+) 30, sembir = (+) 10 + 30 = + 40. Perhitungan : BS 1 = 63½0 BS 2 = 450 BS 3 = 00 = 3600 Sembir = (+) 40 - Sembir = (+) 40 - Sembir = (+) 40 - BP 1 = 59½0 BP 2 = 410 BP 3 = 3560 Mualim jaga mencocokan baringan pedoman dengan baringan yang sesungguhnay pada pedoman baring. Pada saat baringan p. Kalong = 59½0 jam dicatat (10.13), lalu pada saat baringannya 45, jam dicatat lagi ( 10.53). Jarak yang ditempuh antara baringan ke 1 dan ke 2 dihitung, lalu dijangkakan dari p. Kalong pada garis baringan ke 3, didapat posisi S2 dari S2 ditarik sebuah garis yang sejajar dengan garis haluan dan memotong garis baringan ke 2 di S1 yang merupakan posisi kapal jam 10.53. Selanjutnya pada saat baringan pulau Kalong dibaring 3560, jam dicatat 11.33. Jarak yang ditempuh antara baringan ke 2 dan ke 3 dihitung, yang mana hasilnya akan sama dengan jarak antara baringan ke 1 dan ke 2. Jarak ini dirangkaikan dari p. Kalong pada garis baringan ke 3, dan diperoleh titi S2 yang merupakan posisi kapal pada pkl. 11.33. Catatan : Baringan ini dinamakan baringan istimewa, karena sebelum benda baringan melintang kapal, posisi sudah bisa diperoleh (contoh : posisi jam 10.53). Credit : Silvester Gambar 147 : Ilustrasi baringan istimewa Baringan silang ialah baringan dari dua buah benda yang dikenal, tanpa perubahan posisi kapal. Cara melakukan baringan silang sebagai berikut :
Contoh : Kapal berlayar dengan haluan 2600. Pada pkl. 17.30 dibaring berturut-turut pulau Kambing 1940 (BP) dan p. Badak 1120 (BP). Dari daftar deviasi diperoleh nilai deviasi = + 20 dan di peta tertera nilai variasi = (+) 10. Buatlah garis posisi kapal pada pkl. 17.30. Credit : Silvester Gambar 148 : Ilustrasi baringan silang Catatan : Dalam mencari arah baringan yang berlawanan untuk dilukiskan di peta, jika baringannya lebih kecil dari 1800, maka ditambahkan dengan 1800. Sebaliknya bila baringannya lebih besar dari 1800, maka dikurangkan dengan 1800.
Baringan silang dengan geseran adalah baringan dari dua benda yang dikenal, dimana antara kedua penilikan tersebut dilakukan geseran. Cara melakukan baringan silang dengan geseran sebagai berikut :
Contoh : Kapal berlayar dengan haluan 850, pada pkl. 08.00 pulau Kambing dibaring = 2980. Setelah itu pulau Kambing tidak terlihat lagi. Selanjutnya pada pkl. 09.30 pulau Badak dibaring = 18. Kecepatan kapal pada saat itu = 10 mil/jam. Variasi = (-) 2 dan deviasi = (+) 4. Lukiskan posisi kapal. Perhitungan : Variasi = (-) 20 BP 1 = 2980 BP 2 = 180 Deviasi = (+)40 + Sembir = (+) 20 + Sembir = (+) 20 + Sembir = (+) 20 BS 1 = 3000 BS 2 = 200 1800 - 1800 + 1200 2000 Dari pkl. 08.00 sampai pkl. 09.30 = 1 jam 30 menit atau 1½ jam, jadi jarak yang telah ditempuh = 1½ x 10 mil = 15 mil. Dari p. Kambing ditarik garis baringan ke 1 dengan arah 1200, garis baringan tersebut memotong garis haluan pada titik A. Dari titik A, dijangkakan pada garis haluan, jarak 15 mil yang telah dihitung dan diperoleh titik B. Jarak A ke B adalah 15 mil. Garis baringan ke 1 digeserkan sejajar sampai melewati titik B atau dapat juga melalui titik B dilukis sebuah garis yang arahnya 1200 atau 3000. Selanjutnya dari p. Badak dilukis garis baringan ke 2 dengan arah 2000 yang akan memotong geseran garis baringan ke 1 di titik S yang merupakan posisi kapal pada pkl. 09.30. &am |