Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan

Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan

MEMASUKI Oktober, rasanya siapa pun akan teringat pada momen bersejarah bangsa Indonesia, yaitu Sumpah Pemuda. Semboyan dalam sumpah itu memiliki ruh kebanggaan dan kebangsaan yang sangat tinggi.

Salah butir dalam Sumpah Pemuda 1928 menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Ini bertemali erat dengan pembinaan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antardaerah, antarsuku bangsa dan masyarakat etnis, dan antarbudaya Indonesia.

Seiring dengan kemajuan komunikasi, dapat diperkirakan hampir tak ada bahasa daerah yang luput dari pengaruh bahasa Indonesia. Namun, sebaliknya pula bahasa Indonesia telah dipengaruhi atau diperkaya oleh bahasa-bahasa daerah selain bahasa asing. Sumbangan bahasa daerah ataupun bahasa asing demikian besar sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangannya dari bahasa Melayu, bahasa Indonesia akan memiliki karakter tersendiri.

Pengoptimalan Peran

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia telah menjalankan fungsi-fungsi yang diembannya. Apa yang harus dilaksanakan adalah peningkatan peran dan fungsi bahasa Indonesia.

Pertama, meningkatkan fungsinya sebagai lambang kebanggaan dan lambang harga diri bangsa Indonesia. Dengan fungsi ini bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya, nilai-nilai harga diri dan martabat bangsa, dan falsafah hidup yang menempatkan bangsa Indonesia dalam kedudukan yang sama dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Kedua, meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa yang akan menampakkan ciri khas sekaligus membedakan bangsa Indonesia dari bangsa-bangsa lain di dunia. Fungsi pertama dan kedua ini berkaitan erat dengan peningkatan fungsi yang ketiga dari bahasa Indonesia, yaitu sebagai sarana pemersatu bangsa. Fungsi ini memungkinkan dan memantapkan kehidupan sebagai bangsa yang bersatu, tetapi tidak sampai menghapuskan latar belakang sosial budaya dan bahasa daerah.

Ketiga fungsi ini berkaitan pula dengan fungsi keempat bahasa Indonesia yang juga harus ditingkatkan, yaitu bahasa nasional dalam perannya sebagai sarana perhubungan antardaerah dan antarbudaya.

Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai pendukung kebudayaan nasional perlu pula diupayakan sehingga, dengan demikian, fungsinya tidak sekadar sebagai pendukung kesusastraan nasional, tetapi juga mendorong dan menggalakan pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional. Nilai-nilai moralitas yang dimilikinya akan membina sikap manusia Indonesia yang, sekalipun memiliki kemampuan ilmu pengetahuan, mempunyai pengaruh kuat dalam masyarakat, memiliki kekayaan atau menduduki jabatan yang tinggi, akan tetap berkepribadian yang sopan santun, tidak sombong dan tinggi hati. Cukup banyak ungkapan dalam khazanah bahasa Indonesia yang berisi pesan-pesan moral bagi manusia Indonesia yang berketuhanan serta beradat-berbudaya.

Sikap Bahasa

Dalam dunia kependidikan, bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar kependidikan pada semua jenis dan jenjang kependidikan dapat dibanggakan. Bahasa Indonesia telah membuktikan kemampuannya bukan sekadar sebagai bahasa pengantar kependidikan di tingkat lembaga kependidikan dasar dan menengah, tetapi juga sebagai sarana penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi serta sarana alih pengetahuan dan alih teknologi di tingkat lembaga kependidikan tinggi. Fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana pengembangan dan pemasyarakatan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut perhatian khusus karena kepesatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kedinamisan bahasa Indonesia terutama dalam kaitan dengan pengembangan tata istilah keilmuan.

Sikap bahasa merupakan faktor pendukung optimalisasi peran dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai penguat jati diri bangsa. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia harus terus ditingkatkan. Sikap berbahasa mengandung keterpaduan antara sikap menghormati dan memuliakan secara nyata serta sikap taat pada kesepakatan bangsa mengenai peran dan kedudukan bahasa Indonesia. Hal ini sekaligus akan sejalan dan setara dengan peningkatan dan pemantapan sikap kebersamaan dalam membina, memelihara, dan mempertinggi harkat dan martabat bangsa dan negara Indonesia tercinta melalui idealisme bahasa Indonesia.

Sikap bahasa yang perlu dimiliki ini dilakukan dengan berbagai upaya, yakni (1) meningkatkan rasa kebanggaan memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai keperluan dan kemanfaatannya yang menjangkau seluruh lapisan, kelompok, dan golongan dalam masyarakat bangsa Indonesia, (2) menghindari penggunaan bahasa asing secara berlebihan atau di luar garis ketentuan dan kebijakan yang telah ditentukan. Penghindaran penggunaan bahasa asing secara berlebihan dapat disebabkan telah ada padanannya dalam bahasa Indonesia ataupun untuk menghindari gangguan terhadap kelancaran komunikasi. Selain itu, penggunaan bahasa asing secara berlebihan atau di luar lingkungan dan keperluannya selain merupakan pelecehan terhadap peran dan kedudukan serta hasil-hasil pengembangan bahasa Indonesia, juga melemahkan pembinaan wawasan kebangsaan, (3) meningkatkan frekuensi pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia dalam segenap kesempatan dan aktivitas, baik resmi maupun tidak resmi. Dari sudut pandang psikologi pendidikan, suatu keberhasilan bukan sekadar tercapai melalui pendidikan formal dan pelatihan, tetapi lebih-lebih melalui pembiasaan penggunaan secara terus-menerus dalam lingkungan masyarakat dan di tengah-tengah keluarga.

Kesiapan dan peran nyata bahasa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memerlukan pemantapan rasa kecintaan dan rasa kebanggaan memiliki bahasa Indonesia. Rasa kebanggaan memiliki bahasa Indonesia terikat erat dengan pencerminan dan perwujudan cinta tanah air, cinta budaya Indonesia, serta cinta terhadap keseluruhan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat dan berbangsa Indonesia.

Epilog

Harmonisasi interaksi antarwarga masyarakat Indonesia akan dapat dibina melalui bahasa Indonesia. Pembinaan sikap bahasa perlu didukung oleh manusia-manusia Indonesia secara keseluruhan dan terpadu. Menjadi warga negara Indonesia tidaklah cukup dengan telah memperoleh status kewarganegaraan, telah memperoleh status penduduk, atau telah
mengubah nama yang bercirikan keindonesiaan. Bersikap budaya dan berbahasa Indonesia dalam hidup dan kehidupan, pergaulan maupun aktivitas sehari-hari sangat perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja, dalam masyarakat, maupun di lingkungan keluarga.

Oleh karena itu, profil para pemimpin atau tokoh masyarakat akan menjadi anutan yang diteladani sikapnya dalam menggunakan dan menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Sikap berbahasa Indonesia secara positif akan dapat menjadikan bahasa Indonesia semakin berperan secara nyata sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Sudah saatnya kehidupan kebangsaan dibekali dengan semboyan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi budaya dan bahasanya”.

–Tommi Yuniawan, dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Unnes

Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
kampus.okezone.com, JAKARTA – Bahasa Indonesia bukan hanya menjadi bahasa nasional. Bahasa Indonesia memiliki pengaruh yang lebih luas, yakni sebagai alat pemersatu dan ketahanan bangsa. Sebab, selain sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki kekuatan dan kekuatan yang menjadi identitas suatu bangsa.

Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Dadang Suganda saat mengisi kuliah umum bertajuk “Bahasa Indonesia Sebagai Alat Pemersatu dan Ketahanan Bangsa” di Unpad, kemarin. Dia menyebut, Indonesia memiliki bahasa yang sangat banyak. Namun, bahasa Indonesia menjadi pemersatu atas keberagaman bahasa tersebut.

“Berdasarkan penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indonesia sedikitnya memiliki 700 bahasa daerah. Apa jadinya bila tidak ada bahasa Indonesia?” ujar Dadang, seperti dikutip dari laman Unpad, Selasa (18/2/2014).

Mengambil konsep dari Wawasan Nusantara, kata Dadang, bahasa Indonesia memiliki substansi sebagai tiang pancang keekaan dalam kebhinekaan serta sebagai tiang pancang kesatuan bangsa. Hal ini sesuai dengan hakikat bahasa yaitu hidup pada sebuah proses interaksi sosial.

“Dari interaksi sosial inilah muncul bahasa sebagai alat kekuasaan. Kata-kata yang terlontar dari seorang komandan akan berbeda hirarkinya dengan kata-kata seorang prajurit,” jelasnya.

Meskipun bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional, peran bahasa daerah dan bahasa asing juga turut memperkuat identitas suatu bangsa. Dadang berpendapat, bahasa daerah memiliki fungsi sebagai pemasok kosakata di dalam bahasa Indonesia yang belum ada padanannya.

Sementara bahasa asing, tutur Dadang, kedudukannya berfungsi sebagai penunjang komunikasi internasional seperti diplomasi dan politik. Selain itu, juga menjadi pentransfer ilmu pengetahuan dan sumber pengayaan kosa kata Bahasa Indonesia.

“Bahasa Indonesia haruslah ditanamkan secara turun temurun, karena berfungsi sebagai alat kekuasaan dan hegemoni sosial. Sekali lagi bayangkan, bagaimana jadinya bila tidak ada bahasa Indonesia?” papar Dadang.

[caption id="attachment_207050" align="alignnone" width="448" caption="Sumber:taya.kendarinews.com"][/caption] Kita akan meresakan sesuatu itu bernilai saat kita kehilangannya. Sebelum kita kehilangan, kita cenderung untuk kurang menghargainya. Sama halnya dengan penggunaan Bahasa Indonesia. Saat ini sebagian besar dari kita, baik yang merasa atau tidak, masih kurang menghargai adanya bahasa yang telah diikrarkan sejak tanggal 28 Oktober 1928 ini. Kita merasa Bahasa Indonesia kurang gaul dan kurang menjual sehingga penggunaannya disepelekan. Lebih keren dan lebih menjual jika kita menggunakan bahasa asing atau bahkan bahasa gaul yang tidak jelas asal muasalnya. Kita lebih bersemangat saat mempelajari bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Mandarin atau bahasa asing lainnya ketimbang mendalami mengenai bahasa Indonesia. Hal tersebut bisa jadi salah satunya karena kita tidak pernah merasakan bagaimana jika seandainya bahasa Indonesia hilang dari bumi Indonesia. Kita sudah merasa bahasa Indonesia sangat biasa ada di sekitar kita sehingga adanya bahasa Indonesia dianggap hal yang sudah biasa. Pernahkah kita sejenak membayangkan seandainya bahasa Indonesia tidak ada? Bagaimana seandainya jaman dahulu tidak ada yang menemukan bahasa Indonesia ini? Dan bagaimana pula jika bahasa Indonesia tidak diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai Bahasa Persatuan? Indonesia terdiri dari ribuan suku bangsa dengan bahasa masing-masing. Bahasa tiap suku tersebut memiliki ciri dan karakteristik yang sangat berbeda satu sama lain. Tanpa adanya sebuah bahasa yang sama penggunaannya dari Sabang sampai Merauke, pastinya tiap suku tidak akan tahu bahasa dari suku bangsa yang lain. dan itu akan membuat tiap suku hanya terkungkung dalam sukunya masing-masing. Selain itu, konflik antar suku akan sering muncul. Sekarang saja konflik banyak terjadi, padahal ada kesamaan bahasa Indonesia. Apalagi tidak ada bahasa Indonesia. Suku yang satu hanya merasa memiliki sukunya sendiri. Eksklusivitas suku sangatlah tinggi. Dengan bahasa yang berbeda antarsuku, akan menimbulkan miskomunikasi yang sangat sering. Hal ini tentunya sangat rentan menimbulkan konflik. Dan hal terbesar yang kemungkinan akan terjadi pada Bangsa ini jika tidak ada Bahasa Indonesia adalah Indonesia pun tidak akan menjadi seperti sekarang. Tidak ada lagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang ada negara Jawa, Madura, Dayak, Batak, Sunda dan sebagainya. Tentu kita tidak mengharapkan hal ini terjadi. Pengandaian yang saya sebutkan tadi merupakan buah pemikiran saya saat saya mengalami keadaan yang menunjukkan betapa pentingnya bahasa Indonesia. Pengalaman pertama saya adalah saat saya menjalani Pengalaman Belajar Lapangan (atau dikenal KKN) di sebuah desa di utara Jember. Jember memang dikenal dengan daerah Pendalungan, yaitu akulturasi budaya Jawa-Madura. Bagian utara dan timur cenderung Madura, wilayah barat dan selatan Jember mayoritas Jawa. Saya sendiri kebetulan adalah orang Jawa. Desa tempat saya harus mengabdikan diri selama 2 bulan adalah mayoritas suku Madura. Awalnya saya merasa orang desa pasti kurang menguasai bahasa Indonesia, sehingga saya akan kesulitas berkomunikasi. Namun ternyata tidak. Bahasa Indonesia dapat dipahami hingga orang yang tua sekalipun, walaupun terkadang hanya bisa mengerti tapi tidak mampu mengucapkan. Saya pun tetap bisa berkomunikasi dengan warga desa tersebut dan mampu melaksanakan pengabdian tersebut. [caption id="attachment_207040" align="alignnone" width="365" caption="Saat PBL di Desa Sukowono Jember/Sumber:Pribadi"]

Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan

13482396121517076238

[/caption] Pengalaman yang berlawanan saya alami saat melakukan survei tembakau di bagian selatan Jember, yang mayoritas Jawa. Saya optimis bisa berkomunikasi dengan baik karena saya juga orang Jawa. Namun saya merasa kagok karena bahasa Jawa yang mereka gunakan adalah bahasa Jawa Krama Inggil (Sangat halus). Saya sendiri jarang menggunakan bahasa itu, karena saya hanya menggunakan bahasa Krama Ngoko atau Ngoko Alus (Tengah-tengah). Sekali lagi saya menggunakan bahasa Indonesia dan mereka sangat baik penggunaan bahasa Indonesianya. saya bisa melakukan survei dengan baik. [caption id="attachment_207041" align="alignnone" width="365" caption="Survei Tembakau di Wuluhan, Jember/Sumber:Pribadi"]

Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan

1348239679257458873

[/caption] Terakhir adalah pengalaman saya berinteraksi dengan orang se-Indonesia yang beragam. Kebetulan saya sering sekali mengikuti kegiatan pertemuan senat mahasiswa seluruh Indonesia dan berkumpul dengan mahasiswa dari berbagai daerah. Yang benar-benar saya rasakan saat bertemu dengan mereka yang berasal dari penjuru Indonesia adalah rasa syukur ada bahasa Indonesia. suatu saat di dalam bus saat perjalanan, tiap orang berkomunikasi dengan bahasa masing-masing. Alangkah bingungnya saya untuk memahami percakapan mereka. Mereka memang berkomunikasi dengan orang sedaerahnya masing-masing. Saya sendiri pun bercakap-cakap dengan bahasa Jawa dengan kawan saya. Mereka pun bingung mendengar percakapan saya, yang saya anggap biasa saja. Dari situ saya bersyukur sekali ada Bahasa Indonesia, yang membuat saya bisa berkomunikasi dan mengerti satu sama lain walau berasal dari daerah yang berbeda-beda.. [caption id="attachment_207043" align="alignnone" width="306" caption="Pertemuan Senat Mahasiswa di Pekalongan/Sumber:Pribadi"]

Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan

1348239745166242365

[/caption] [caption id="attachment_207046" align="alignnone" width="432" caption="Peserta Indonesia Leadership Camp Di Gedung DPR-MPR Jakarta/Sumber:Pribadi"]

Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan

1348239801419795721

[/caption] Sekali lagi, kita harus sedikit menyempatkan untuk merenungkan seandainya bahasa Indonesia tidak ada, akan jadi seperti apa Indonesia. Jika kita tahu bahwa begitu beratnya saat kehilangan, maka sebelum  kehilangan, kita akan lebih menjaga dan menghargainya. Jangan sampai kita menyesal dan baru merasakan betapa berharganya Bahasa Indonesia saat kita kehilangannya. Semoga Bahasa Indonesia tetap lestari.


Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan

Lihat Bahasa Selengkapnya