Apa yang terjadi jika hujan tidak kunjung turun jelaskan

Lebih dari 50 pemerintah kabupaten dan kota di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara baru-baru ini menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan di wilayahnya.

Selain itu, ada 75 kabupaten dan kota seperti di Nusa Tenggara Timur (Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Manggarai, Rote Ndao, dan Flores Timur, dan Kota Kupang), Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat yang terdampak kekeringan.

Sekitar 48 juta orang di negeri ini terancam kekeringan yang melanda 28 provinsi karena tak turun hujan dalam dua bulan sampai empat bulan terakhir.

Riset menunjukkan bahwa kekeringan yang berkepanjangan akan berdampak buruk bagi sektor pertanian dan perkebunan.

Pertumbuhan vertikal dan horizontal tanaman terganggu saat kekurangan air. Keadaan ini dapat mengancam produksi pangan dan hasil perkebunan.

Satu riset menunjukkan kekeringan yang berkepanjangan menyebabkan kanopi tanaman (bagian atas dari batang, cabang dan daun sering juga disebut tajuk) mengecil dan daun menjadi layu dan mengkerut sehingga sudut antara helaian daun dan batang tanaman menjadi lebih kecil. Ketika kanopi tanaman mengecil pertanda tanaman sudah layu.

Artikel ini akan menggambarkan bagaimana musim kering yang berkepanjangan ini berdampak pada tanaman pertanian dan perkebunan di Indonesia dan juga bagaimana kita bisa mengatasinya.

Ancaman terhadap pertanian dan perkebunan

Air merupakan kebutuhan vital semua makhluk hidup. Kebutuhan air tak bisa ditawar-tawar.

Untuk tanaman, air dibutuhkan untuk proses fotosintesis dan transpirasi (penguapan air dari permukaan daun tumbuhan), pengangkut dan pelarut unsur hara dari tanah.

Musim kemarau menyebabkan lingkungan kering kerontang karena tetesan butiran air hujan tak kunjung turun. Kekeringan mendera saat berkurang dan habisnya cadangan air yang tersimpan di tanah, menyusut dan mengeringnya air di embung, danau, dan sungai.

Kebutuhan air untuk tanaman padi sampai panen, misalnya, antara 450-700 liter per meter persegi. Jika takaran ini tak terpenuhi maka gagal panen akan terjadi. Riset yang lain menunjukkan untuk menghasilkan 1 kilogram beras, tanaman padi memerlukan air sebanyak 2.500 liter.

Dalam konteks perkebunan, kelapa sawit memerlukan air sebanyak 300-350 liter/batang/hari. Tanaman kakao memerlukan air sebanyak 36-71 liter/batang/hari. Jika persediaan air kurang dari itu, pertumbuhan batang dan buah tanaman ini lebih lambat.

Dan kini ketersediaan air di tahan makin menipis, berkisar antara 20-60% (kurang sampai sedang) di Pulau Jawa dan 0-40% (kurang) di Bali dan Nusa Tenggara.

Bagaimana mengatasinya?

Saat hujan banyak, air seharusnya disimpan lebih lama dengan memperbanyak pembuatan embung dan waduk lalu menutup rapat permukaan tanah dengan vegetasi.

Tanah mempunyai kapasitas untuk menyimpan air di dalam jejaring rongganya.

Durasi penyimpanan air pada rongga atau pori tanah ini ditentukan oleh ukuran pori tersebut. Semakin besar ukurannya maka semakin banyak air yang dapat tersimpan tapi sangat mudah untuk hilang melalui gaya gravitasi bumi.

Kemampuan tanah menyimpan air lebih lama dan banyak akan meningkat pada tanah yang permukaannya tertutup rapat oleh vegetasi dan memiliki bahan organik tanah yang tinggi. Bahan organik tanah berasal dari sisa tanaman dan organisme lainnya yang sudah,sedang atau baru mengalami dekomposisi, terdiri dari humus dan non humus. Bahan organik tanah mempunyai kemampuan mengikat air.

Jika kadar bahan organik tanah rendah dan penutup tanaman jarang, maka air yang tersimpan menjadi sedikit dan tanah akan cenderung kering dengan cepat.

Sayangnya banyak penggunaan tanah yang tidak ramah dengan menguras bahan organik tanah yang mengakibatkan tanah tidak mampu lagi menyimpan air sewaktu hujan.

Kekurangan bahan organik membuat permukaan tanah menjadi lemah saat didera butiran hujan. Air tidak bisa masuk dan tersimpan dalam tanah dan malah menjadi air limpasan. Saat kering, tanah dengan cepat kehilangan air.

Meningkatkan bahan organik melalui pengembalian sisa tanaman dan pemberian kompos merupakan salah satu jalan untuk membuat tanah lebih banyak menyimpan air.

Jangan biarkan tanah telanjang tanpa tanaman penutup.

Untuk para petani, sebaiknya tidak membakar lahan untuk pembukaan lahan, terutama lahan gambut. Kita tidak berharap bahwa kekeringan kali ini berkepanjangan sehingga mengancam persediaan pasokan pangan dan hasil perkebunan.

Penyebab kemarau

Kemarau dipengaruhi oleh beragam faktor yang saling terkait yaitu suhu, karakteristik hujan, angin, kelembapan udara dan waktu. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menunjukkan ada lima fenomena yang mempengaruhi keragaman iklim/musim di Indonesia.

Dua fenomena utama adalah El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang bersumber dari wilayah Ekuator Pasifik Tengah dan Indian Ocean Dipole (IOD) atau Nino India bersumber dari wilayah Samudera Hindia barat Sumatra hingga timur Afrika. El Nino terjadi akibat memanasnya suhu permukaan laut di samudera Pasifik sehingga memicu musim kemarau yang panjang.

Fenomena regional juga berpengaruh terhadap musim kemarau seperti sirkulasi angin monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (Inter Tropical Convergence Zone, ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhan awan, serta kondisi suhu permukaan laut sekitar wilayah Indonesia.

Perubahan iklim juga mempengaruhi pola, intensitas, dan jumlah curah hujan. Sebuah riset yang menganalisis data cuaca selama 30 tahun di negeri ini menunjukkan rata-rata suhu udara minimum dan maksimum di seluruh negeri ini telah meningkat dari 0,18  sampai 0,30 °C  per dekade. Walau peningkatan ini masih di bawah ambang batas peningkatan suhu yang berbahaya di atas 2°C, fakta itu cukup mengkhawatirkan. Musim kemarau tahun ini diperkirakan lebih panas dibanding tahun lalu.

Meskipun di beberapa daerah jumlah dan intensitas curah hujan (sewaktu musim hujan) meningkat selama 10 tahun terakhir, tapi banyaknya curah hujan berkurang disertai meningkatnya jumlah hari kering yang berlangsung secara berturut-turut (4,2 hari).

Masalah kekeringan makin rumit karena banyak petani dan perusahaan membuka lahan dengan cara tebang dan bakar di Indonesia, terutama pada lahan basah dengan vegetasi alami pada hutan rawa-gambut seperti di Riau, Sumatra Selatan, Jambi dan Kalimantan. Praktik pembakaran hutan rawa-gambut dilakukan pada musim kemarau, saat itu air surut dan tanaman mengering.

Ketika kekeringan lahan terutama pada gambut melanda, akan memicu api besar dan akan cepat merambat serta meluas.

Kebakaran lahan hutan gambut di Sumatra pada 1997-1998 telah menghanguskan hutan hingga 11 juta hektare yang merusak ekosistem dan menghancurkan biodiversitas yang ada di sana.

Setelah kekeringan dan kebakaran melanda lahan gambut, maka sulit untuk dipulihkan lagi fungsinya sebagai penyimpan cadangan air dan lapisan bahan organik tanah akan menipis bahkan musnah.

Tampaknya selain faktor alam, manusia juga berkontribusi pada terjadinya kemarau karena pembakaran lahan gambut dan perilaku yang mendorong perubahan iklim yang makin panas.

Kini kita merasakan dampaknya: kekeringan pada saat curah hujan sedikit dan banjir pada saat surplus hujan.

If so, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. With the latest scientific discoveries, thoughtful analysis on political issues and research-based life tips, each email is filled with articles that will inform you and often intrigue you.

Editor and General Manager

Find peace of mind, and the facts, with experts. Add evidence-based articles to your news digest. No uninformed commentariat. Just experts. 90,000 of them have written for us. They trust us. Give it a go.

If you found the article you just read to be insightful, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. Each newsletter has articles that will inform and intrigue you.

Komentari artikel ini

Rep: Kiki Sakinah Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Hujan adalah berkah bagi semesta alam. Karena dengan diturunkannya air hujan, manusia dan makhluk lainnya di muka bumi akan merasakan manfaatnya. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surah Qaaf ayat 9-11. 

Baca Juga

"Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh berkah lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan." 

Namun, bagaimana jika hujan tak kunjung turun selama musim kemarau misalnya? Tentunya, manusia dan makhluk lainnya akan kesulitan. Karena tanpa hujan, tanaman bisa mati kekeringan dan manusia kesulitan air untuk kebutuhan sehari-hari.

Ada tuntunan dalam Islam dalam meminta agar Allah menurunkan hujan. Pendiri Pusat Kajian Hadis, KH Ahmad Luthfi Fathullah, mengatakan meminta turunnya hujan bisa dilakukan dengan shalat Istisqa atau pun berdoa dan membaca istighfar. “Shalat istisqa hukumnya sunah. Shalat ini dilakukan apabila terjadi kemarau yang panjang,” kata dia. 

Pada masa Rasulullah SAW, ada warga Arab Badui yang mendatanginya dan mengeluh karena hujan yang tidak kunjung turun. Namun, menurut Kiai Luthfi, keluhan warga Arab saat itu ada yang ditanggapi Rasulullah dengan hanya berdoa kepada Allah dan ada yang dilakukan dengan shalat istisqa. Artinya, meminta hujan tidak mesti langsung dilakukan dengan shalat istisqa.

Dia mengatakan, Rasulullah pernah melaksanakan shalat istisqa setidaknya satu kali. Saat itu, kondisi cuaca memang tidak normal dan sudah mengalami kekeringan serta krisis air. Kala itu, hewan pun mati kelaparan akibat krisis air dan tanaman mengalami kekeringan.   

Sehingga, Nabi Muhammad SAW memerintahkan kaum Muslim saat itu untuk melaksanakan shalat istisqa. Beliau mengumpulkan orang-orang dengan mengenakan pakaian sederhana dan mengumpulkan binatang di lapangan terbuka untuk memperlihatkan kesulitan mereka dan meminta kepada Allah diturunkannya hujan.

Apa yang terjadi jika hujan tidak kunjung turun jelaskan

Zikir dan munajat kepada Allah (ilustrasi).

Shalat istisqa, menurutnya, harus dilakukan dengan ajakan pemimpin/penguasa setempat dan shalat sebaiknya dilakukan di lapangan terbuka. Shalat istisqa dilakukan secara berjamaah dipimpin oleh seorang imam. Jumlah rakaatnya ada dua yang kemudian dilanjutkan dengan khutbah dua kali oleh seorang khatib. 

Pada khutbah pertama, istighfar dibacakan sebanyak sembilan kali, sedangkan pada khutbah kedua sebanyak tujuh kali. Di dalam shalat istisqa tidak ada adzan dan iqamat. 

Namun demikian, Kiai Luthfi mengatakan saat ini sudah ada berbagai kajian atau penelitian yang meneliti apakah musim kemarau akan berlangsung panjang atau tidak. Hal ini salah satunya yang bisa menentukan harus dilaksanakannnya shalat istisqa atau tidak.

"Namun dalam kondisi masih tersedia air, rasanya belum saatnya dilakukan shalat istisqa, cukup beristighfar dan berdoa. Hal ini memang bergantung pada kondisi masing-masing daerah," kata Kiai Ahmad, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (26/8) malam.

Selain shalat istisqa, menurutnya, umat Muslim dapat berdoa dan selalu mengucap istighfar kepada Allah. Kiai Ahmad lantas menceritakan kisah tentang hikmah beristighfar dari orang-orang yang mendatangi ulama dan cendekiawan Muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah, Hasan al-Bashri. 

Apa yang terjadi jika hujan tidak kunjung turun jelaskan

Ratusan umat muslim menunaikan salat Istisqa (minta hujan) di halaman Griya Agung, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (27/8/2019).

Dikisahkan, orang pertama meminta amalan agar diberi rezeki yang luas saat mendatangi pengajian Hasan al-Bashri. Sang ulama kemudian memintanya pulang dan memperbanyak istighfar. Setelah sekian lama, nasib orang tersebut sudah berubah menjadi lebih baik dan kembali kepada Hasan al-Bashri sembari membawa oleh-oleh sebagai tanda syukur.

Orang kedua meminta didoakan agar diberi anak setelah tujuh tahun belum diberi momongan. Sang ulama juga menyuruhnya pulang dan meminta memperbanyak istighfar. Setahun kemudian, orang tersebut sudah membawa gendongan dan memiliki anak. 

Orang ketiga adalah seorang petani yang meminta didoakan agar hujan turun, sehingga tanamannya tidak gagal panen. Hasan al-Bashri melakukan hal sama, ia meminta warga di kampung petani tersebut memperbanyak istighfar. Alhasil, panen mereka tidak gagal dan justru menghasilkan panen yang baik. 

Murid-murid Hasan al-Bashri lantas mempertanyakan mengapa tiga masalah yang berbeda hanya dijawab dengan satu obat yang sama, yakni istighfar. Hasan Al-Bashri pun membacakan penggalan ayat Alquran surah Nuh ayat 10-12, yang isinya menyeru agar beristighar atau memohon ampun kepada Allah.

"Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS Nuh: 10-12).

Senada dengan Kiai Luthfi, mantan rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, KH Dr Ahsin Sakho Muhammad, mengatakan istisqa bisa berupa shalat dan doa. Sebelum dilaksanakannya shalat istisqa, dia mengatakan sebaiknya dilakukan amalan-amalan sebagai mukadimah. Selain berinfak atau sedekah, dianjurkan untuk berpuasa setidaknya tiga hari sebelum shalat Istisqa digelar. 

Pada masa khalifah Umar Bin Khattab, Kiai Ahsin menuturkan bahwa Umar saat itu meminta agar umat yang mengikuti shalat istisqa tidak ada orang yang sedang dalam keadaan memutus silaturahim. Sebab, orang yang memutus silaturahim dengan keluarganya, doanya tidak akan dikabulkan Allah SWT.  

Apa yang terjadi jika hujan tidak kunjung turun jelaskan