Yesaya (Ibrani: Ysya'yahu; Arab: أشعياء Asya'yaa; "Yah adalah keselamatan"[1]) adalah figur utama dalam Kitab Yesaya, ia adalah nabi Yudea abad ke-8 SM.[2] Ia dipanggil sebagai nabi pada tahun matinya raja Uzia, sekitar tahun 740 SM.[1] Yesaya bernubuat sekurang-kurangnya 40 tahun[3] pada zaman raja Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia dari Kerajaan Yehuda.[1][4] Yesaya menikah dengan seorang nabiah yang melahirkan dua orang putra, yaitu Syear Yasyub (orang yang tertinggal akan kembali) dan Maher-Syalal Hasy-Bas (cepat rusak, cepat jadi mangsa). Nama yang diberikan kepada kedua anaknya merupakan petunjuk mengenai misinya.[3] Ayahnya bernama Amos,[5] sedangkan orang Arab menyebutnya dengan nama Amshoya.
Pada pertengahan abad ke-8, baik Israel pada pemerintahan Yerobeam II (782-753 SM), maupun Yehuda pada pemerintahan Uzia, menikmati masa kemakmuran.[1] Keadaan ini sebagian besar adalah akibat lemahnya kerajaan Aram dan alpanya campur tangan Asyur di wilayah barat dalam jangka waktu yang cukup lama.[1] Berdasarkan (2 Tawarikh 26:22) diduga Yesaya telah aktif di istana raja sekurang-kurangnya beberapa tahun sebelum wafatnya raja Uzia.[3] Selain itu, jika Yesaya mencatat mengenai kematian Sanherib (Yesaya 37:38), maka kegiatannya di istana dan pelayanan profetiknya mencakup masa sekitar 745-680 SM.[3][4] Masa pelayanan Yesaya ini penuh dengan peristiwa-peristiwa terpenting lebih dari masa-masa lain dalam sejarah Israel.[3] Dalam kemakmuran Yehuda pada masa pemerintahan Uzia tahun 745 SM, Tiglat-Pileser III menduduki takhta Asyur[1] dan sebelum tahun 740 SM, ia pun menguasai Siria Utara.[3] Selanjutnya Tiglat-Pileser III menaklukan kota Aram di Hamat dan memaksa kerajaan-kerajaan kecil lainnya untuk membayar upeti supaya terlepas dari nasib yang sama.[3] Kondisi ini memunculkan gerakan anti-Asyur, yaitu Pekah dari Israel dan Rezin dari Aram.[1] Gerakan ini memaksa, raja Ahas dari Yehuda untuk bergabung.[1] Karena Ahas tidak bersedia, ia akhirnya meminta pertolongan dari Asyur dan hal tersebut menyebabkan Yehuda menjadi negara dalam kendali Asyur.[1] Pada tahun 732 SM, Asyur merebut Damsyik dan mengambil wilayah utara Dataran Yizreel.[1] Sedangkan sisa kerajaan Utara dibiarkan dalam kepemimpinan Hosea.[1] Setelah peristiwa tersebut, ada gerakan kemerdekaan untuk menentang kekuasaan Asyur.[1] pada peristiwa ini, Yesaya hadir untuk memperingatkan Yehuda untuk tidak terlibat dalam gerakan politik yang sama, khususnya dalam hal meminta bantuan kepada bangsa Mesir.[1] Pada zaman Hizkia, juga timbul gerakan-gerakan sejenis yang melibatkan Yehuda dan Mesir.[1] Setelah Sargon raja Asyur meninggal, gerakan Yehuda timbul menentang penerusnya, Sanherib (705-681 SM).[1] Pada masa baktinya Yesaya menyadarkan orang-orang fasik di antara bangsanya dalam hal peribadatan.[2] Dengan tegas ia mengajak Yehuda untuk tidak menggabungkan diri dengan bangsa-bangsa lain, melainkan percaya kepada Tuhan.[2] Pokok pemberitaannya adalah umat yang percaya kepada Tuhan mempertahankan kedudukannya sebagai bangsa yang kudus bagi Tuhan (Yesaya 7:9).[2] Ia mendeklarasikan bahwa seisi dunia berada dalam pengendalian Tuhan, dan memperingatkan masyarakatnya bahwa negeri mereka akan dimusnahkan apabila mereka berpaling dari Tuhan.
Yesaya menitikberatkan kepercayaan kepada Allah dalam keadaan yang paling sukar.[4] Ia tidak hanya bernubuat bagi para raja, tetapi ia aktif dalam bidang politik.[4] Yesaya menggunakan dua kata penting untuk Allah, yaitu: Yahwe Sebaot (Tuhan semesta alam yang mempunyai segala kuasa di langit dan dibumi) dan Kadosy Israel (Sang Kudus Israel).[4] Yesaya meyakini bahwa Allah hadir secara aktif.[6] Yesaya mengetahui bahwa Allah memakai kekuasaan dan kekuatan Asyur untuk menghukum orang Israel, tetapi iapun tahu bahwa kekuatan dan kekuasaan Asyur dibatasi pula oleh kekuasaan Allah.[4] Selain itu, Yesaya menantikan seorang Mesias dari keturunan Daud (lih. pasal 7, 9, 11).[4] Seluruh kitab ini dapat dibagi dalam tiga bagian :
Para pakar studi Biblika memberikan nama yang berbeda-beda untuk masing-masing dari ketiga bagian kitab ini. Pasal 1-39 dinamai Proto-Yesaya, pasal 40-55 dinamai Deutero-Yesaya, dan pasal 56-66 dinamai Trito-Yesaya. Mereka juga menduga bahwa masing-masing bagian itu ditulis oleh penulis yang berlainan pula. Namun, dugaan ini sekarang sudah dianggap tidak tepat lagi dengan ditemukannya "Gulungan Yesaya Besar" di antara Gulungan Laut Mati. Gulungan itu memuat seluruh Kitab Yesaya dalam bahasa Ibrani secara lengkap dan diperkirakan ditulis pada tahun 125 SM. Karena ini merupakan salinan lengkap dan tidak ditemukan salinan sebagian, maka para ahli percaya bahwa kitab aslinya telah ditulis lengkap jauh sebelumnya, yaitu sebelum pembuangan, kemungkinan besar oleh satu orang Yesaya, yaitu seorang nabi dihormati pada zaman raja Hizkia, dan disalin terus semasa pembuangan sampai sekembalinya ke tanah Israel lagi.
Pada bulan Februari 2018 arkeolog Eilat Mazar mengumumkan bahwa dia dan timnya telah menemukan suatu segel meterai kecil bertuliskan "[milik] Yesayahu nvy" (dapat direkonstruksi dan dibaca "[milik] Yesaya nabi") selama ekskavasi di Ofel, sisi selatan Bukit Bait Suci di Yerusalem.[8] Bulla kecil ini ditemukan "hanya 10 kaki jauhnya" dari tempat penemuan bulla utuh bertuliskan "[milik] Hizkia raja Yehuda" pada tahun 2015 oleh tim yang sama.[9] Meskipun nama "Yesaya" dalam abjad Ibrani Kuno jelas terbaca, kerusakan pada sisi kiri bawah segel itu menyebabkan kesulitan pemastian kata "nabi" atau suatu nama Ibrani "Navi", sehingga ada keraguan apakah segel ini benar-benar milik nabi Yesaya.[10]
Page 2Kitab 2 Tawarikh (disingkat 2 Tawarikh; akronim 2Taw.; bahasa Ibrani: סֵפֶר דִּבְרֵי הַיָּמִים ב, translit. Sefer Divre Hayyamim II) merupakan salah satu kitab yang termasuk dalam kitab-kitab sejarah pada Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, terletak sesudah Kitab 1 Tawarikh dan sebelum Kitab Ezra.[1] Dalam Tanakh atau Alkitab Ibrani, kitab ini menjadi bagian dari kitab kolektif yang bernama "Kitab Tawarikh", yang merupakan kitab Tanakh yang terakhir dan termasuk dalam kitab-kitab tanpa pengelompokan resmi dalam Ketuvim. Kitab ini disebut "Βιβλίον Παραλειπομένων Βʹ" (Biblíon Paraleipoménon II) dalam Septuaginta Yunani, dan kemudian diserap ke Vulgata Latin menjadi "Liber II Paralipomenon".
Nama "Tawarikh" merupakan terjemahan dari nama kitab dalam bahasa Ibrani, דִּבְרֵי הַיָּמִים (divre hayyamim, har. "catatan harian, kronik, tawarikh, sejarah"). Nama tersebut merujuk pada karakteristik dari kitab ini yang berbentuk catatan harian atau kronik, yang ditunjukkan dengan pencatatan sejarah bangsa Israel dari kisah penciptaan sampai masa pembuangan ke Babel.
Kitab ini merupakan lanjutan dari Kitab 1 Tawarikh. Kitab ini dimulai dengan riwayat pada masa pemerintahan Raja Salomo, dimulai dari saat ia naik takhta hingga saat ia mangkat. Setelah itu, tertulis kisah pemberontakan suku-suku utara di bawah pimpinan Yerobeam melawan Raja Rehabeam dan pecahnya Kerajaan Israel bersatu. Tidak seperti Kitab Raja-raja, kitab ini hanya menceritakan sejarah Kerajaan Yehuda yang merupakan bekas Kerajan Israel bagian selatan. Di bagian akhir, terdapat kisah kejatuhan Yerusalem pada tahun 586 SM yang mengakibatkan pembuangan ke Babel, serta sedikit mengenai orang-orang buangan yang diizinkan pulang ke Israel.[1] Garis besar dalam kitab ini meliputi:
Kitab Tawarikh lengkap pada Kodeks Leningrad, salinan Naskah Masorah yang dibuat tahun 1008.
Rehabeam dan Yerobeam I, pahatan kayu dari tahun 1860 oleh Julius Schnorr von Karolsfeld Talmud (Baba Bathra 15a) mencatat Ezra sebagai penulis untuk Kitab Tawarikh. Namun, kitab ini sendiri sebenarnya tidak memuat nama penulis dan tidak ada bukti kuat yang mendukung teori-teori mengenai penulisnya. Fokus atas orang-orang Lewi dalam kitab ini mengindikasikan adanya keterlibatan kelompok itu dalam penulisan kitab, meskipun tidak dapat dipastikan. Peristiwa terakhir yang dicatat di Kitab 2 Tawarikh, yaitu di 2 Tawarikh 36:22-23, adalah kembalinya orang Israel dari pembuangan ke Babel, sehingga dapat disimpulkan kitab ini ditulis tidak lama sesudahnya. Silsilah pada Kitab 1 Tawarikh, yaitu di 1 Tawarikh 3:17-24, yang memuat keturunan raja Yoyakhin yang tampaknya meliputi 6 generasi buangan, mengindikasikan bahwa waktu penulisan kitab ini sekurang-kurangnya pada 400 SM. TujuanKitab Tawarikh sebagian besar berisi riwayat-riwayat yang telah dituliskan dalam Kitab Samuel dan Raja-raja. Namun di dalam Kitab Tawarikh, riwayat-riwayat tersebut diceritakan dari sudut pandang lain. Sejarah kerajaan Israel dalam kitab Tawarikh ditulis dengan dua maksud utama.
SumberLebih dari setengah isi kedua Kitab Tawarikh diambil dari kitab-kitab Perjanjian Lama yang lain, terutama Kitab Samuel dan Raja-raja. Sumber-sumber lain yang disebut dalam Kitab 2 Tawarikh termasuk:
Judul perikop dalam Kitab 1 Tawarikh menurut Alkitab Terjemahan Baru oleh LAI adalah sebagai berikut. Permulaan masa pemerintahan Salomo
Kitab Tawarikh sebagian besar berisi riwayat-riwayat yang juga tertulis dalam Kitab Samuel dan Raja-raja, sehingga banyak ceritanya yang saling tumpang tindih dan melengkapi satu sama lain. Kisah yang termuat dalam Kitab Tawarikh berlanjut di Kitab Ezra dan Nehemia, yang menjadi satu di Alkitab Ibrani. Dan juga ayat-ayat pada 2 Tawarikh 36:22-23 serupa dengan Ezra 1:1-3a, sehingga beberapa pakar menduga bahwa Ezra 1–6 seharusnya berada di Kitab Tawarikh, bukan di Kitab Ezra–Nehemia.
|