Apa tugas dari pemegang tali dalam permainan tali?

LOMPAT TALI

Apa tugas dari pemegang tali dalam permainan tali?

Permainan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan manusia. Dimulai dari usia kanak-kanak bahkan sampai usia dewasa sekalipun, manusia tetap tidak bisa terlepas dari permainan. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya permainan yang tersedia saat ini di pasaran. Sebagai contoh adalah permainan lompat tali. Sebenarnya permainan-permainan tradisional (permainan rakyat) itu mengandung unsur-unsur pendidikan yang sangat baik, misalnya mengajarkan orang untuk sprortif, jujur dan kreatif. Misalnya, dulu kalau ingin main mobil-mobilan, kita buat sendiri. Anak-anak sekarang sudah tak mau lagi.

Permainan lompat tali secara fisik akan menjadikan anak lebih kuat dan tangkas. Belum lagi manfaat emosional, intelektual, dan sosialnya yang akan berkembang dalam diri anak tersebut.

Lompat tali atau “main karet” pernah populer di kalangan anak angkatan 70-an hingga 80-an. Permainan lompat tali ini menjadi favorit saat “keluar main” di sekolah dan setelah mandi sore di rumah. Sekarang, “main karet” mulai dilirik kembali antara lain karena ada sekolah dasar menugaskan murid-muridnya membuat roncean tali dari karet gelang untuk dijadikan sarana bermain dan berolahraga.

Cara bermainnya masih tetap sama, bisa dilakukan perorangan ataupun berkelompok. Jika hanya bermain seorang diri biasanya anak akan mengikatkan tali pada tiang, batang pohon atau pada apa pun yang memungkinkan, lalu melompatinya. Permainan secara soliter bisa juga dengan cara skipping, yaitu memegang kedua ujung tali kemudian mengayunkannya melewati kepala dan kaki sambil melompatinya.

Jika bermain secara berkelompok biasanya melibatkan minimal 3 anak. Diawali dengan gambreng atau hompipah untuk  menentukan dua anak yang kalah sebagai pemegang kedua ujung tali. Dua anak yang kalah akan memegang ujung tali; satu di bagian kiri, satu anak lagi di bagian kanan untuk meregangkan atau mengayunkan tali. Lalu anak lainnya akan melompati tali tersebut. Aturan permainannya simpel; bagi anak yang sedang mendapat giliran melompat, lalu gagal melompati tali, maka anak tersebut akan berganti dari posisi pelompat menjadi pemegang tali. Alat yang dibutuhkan cukup sederhana. Bisa berupa tali yang terbuat dari untaian karet gelang atau tali yang banyak dijual di pasaran yang dikenal dengan tali skipping umumnya digemari anak laki-laki. Meski demikian, segala permainan lompat tali sebetulnya bisa dimainkan anak laki-laki maupun perempuan tanpa memandang jender. selain menyenangkan, permainan ini tak banyak memakan waktu, murah, dan menyehatkan. Jadi cocok untuk mengisi waktu senggang anak-anak ketimbang mereka main lari-larian tanpa tujuan. Salah satu cara yang diimbau dengan memberi kesempatan anak untuk main lompat tali di waktu istirahat.

Untuk bermain tali secara berkelompok, anak membutuhkan teman yang berarti memberi kesempatannya untuk bersosialisasi. Ia dapat belajar berempati, bergiliran, menaati aturan, dan lainnya.

Saat melakukan lompatan, terkadang anak perlu berhitung secara matematis agar lompatannya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan dalam aturan permainan. Umpamanya, anak harus melakukan tujuh kali lompatan saat tali diayunkan. Bila lebih atau kurang, ia harus menjadi pemegang tali.

Permainan lompat tali adalah permainan yang menyerupai tali yang disusun dari karet gelang, ini merupakan permainan yang terbilang sangat populer sekitar tahun 70-an sampai 80-an, menjadi favorit saat “keluar main” di sekolah dan setelah mandi sore di rumah. Sederhana tapi bermanfaat, bisa dijadikan sarana bermain sekaligus olahraga. Tali yang digunakan terbuat dari jalinan karet gelang yang banyak terdapat di sekitar kita. Cara bermainnya bisa dilakukan perorangan atau kelompok, jika hanya bermain seorang diri biasanya anak akan mengikatkan tali pada tiang atau apa pun yang memungkinkan lalu melompatinya. Jika bermain secara berkelompok biasanya melibatkan minimal tiga anak, dua anak akan memegang ujung tali; satu dibagian kiri, satu lagi dibagian kanan, sementara anak yang lainnya mendapat giliran untuk melompati tali. Tali direntangkan dengan ketinggian bergradasi, dari paling rendah hingga paling tinggi. Yang pandai melompat tinggi, dialah yang keluar sebagai pemenang. Sementara yang kalah akan berganti posisi menjadi pemegang tali. Permainan secara soliter bisa juga dengan cara skipping, yaitu memegang kedua ujung tali kemudian mengayunkannya melewati kepala sampai kaki sambil melompatinya.

Sebenarnya permainan lompat tali karet sudah bisa dimainkan semenjak anak usia TK ( sekitar 4 – 5 tahun ) karena motorik kasar mereka telah siap, apalagi bermain lompat tali dapat menjawab keingintahuan mereka akan rasanya melompat. Tapi umumnya permainan ini memang baru populer di usia sekolah ( sekitar 6 tahun ). Jenis permainan lompat tali terbagi menjadi dua : Lompat kaki yang bersifat santai dan yang bersifat sport / olahraga. Lompat tali yang santai biasanya dimainkan oleh anak perempuan sedangkan yang sport / olahraga dimainkan oleh anak laki – laki. Dengan kata lain, permainan lompat tali tersebut bisa dimainkan oleh laki – laki maupun perempuan tanpa memandang gender.

 Sejarah

Hingga kini belum jelas juga dari mana asal muasal permainan ini. Namun banyak pihak menduga bahwa permainan yang sangat populer di tahun 70-an hingga 80-an ini berasal dari Eropa yang dibawa ke Nusantara dan dimainkan oleh anak-anak Belanda pada masa penjajahan. Hal ini sangat relevan mengingat permainan lompat tali di Belanda juga dipegang oleh dua orang sedangkan satu orang melompat di antara putaran talinya. Sedangkan di wilayah Eropa lainnya, permainan ini dimainkan oleh satu orang saja sebagaimana yang biasa dimainkan saat lompat tali ketika sedang berolahraga.

Meski belum jelas benar asal mula permainan ini, namun beberapa pihak mengatakan bahwa permainan ini telah dimainkan di Mesir sejak 1600 tahun sebelum Masehi. Namun terdapat pula argumen yang menyatakan permainan ini berasal dari China mengingat variasi permainan lompat tali begitu beragam di negeri tersebut hingga ke dataran Jepang. Namun ada pula pendapat yang mengatakan bahwa suku Aborigin di Australia telah memainkan permainan ini turun-temurun, mereka menggunakan media bambu, atau tanaman merambat lain yang ada di hutan.

Lompat tali atau “main karet” pernah populer di kalangan anak angkatan 70-an hingga 80-an. Permainan lompat tali ini menjadi favorit saat “keluar main” di sekolah dan setelah mandi sore di rumah. Permainan lompat tali dimainkan secara bersama-sama oleh 3 hingga 10 anak.

Kapan dan dari mana permainan ini bermula sulit diketahui secara pasti. Namun, dari nama permainan itu sendiri dapat diduga bahwa permainan ini muncul di zaman penjajahan. Sebenarnya di daerah lain indonesia juga banyak di temukan permainan ini tapi dengan nama yang berbeda misal dengan nama Yeye, Tali Merdeka (Riau), Lompatan dan lain-lain.

Peralatan yang digunakan dalam permainan lompat tali sangat sederhana, yaitu karet gelang yang dijalin atau dirangkai hingga panjangnya mencapai ukuran yang dibutuhkan, biasanya sekitar 3 sampai 4 meter.

  • Komponen yang Dibutuhkan dalam permainan lompat tali

Permainan lompat tali ini tidak membutuhkan peralaatn khusus untuk memainkannya. Pemain hanya memerlukan lapangan kosong sebagai arena dan karet yang sudah disambung sedemikian rupa. Dan selanjutnya permainan siap untuk dimainkan.

  Cara Bermain

  1. Para pemain melakukan hompipah atau pingsut untuk menentukan dua orang pemain yang menjadi pemegang tali.
  2. Kedua pemain yang menjadi pemegang tali melakukan pingsut untuk menentukan siapa yang akan mendapat giliran bermain terlebih dahulu jika ada pemain yang gagal melompat.
  3. Kedua pemain yang menjadi pemegang tali perentang tali karet dan pemain harus melompatinya satu persatu. ketinggian karet mulai dari setinggi mata kaki, lalu naik ke lutut, paha, hingga pinggang. Pada tahap-tahap ketinggian ini, pemain harus melompat tanpa menyentuh tali karet. Jika ada pemain yang menyentuh tali karet ketika melompat, gilirannya bermain selesai dan ia harus menggantikan pemain yang memegang tali.
  4. Posisi tali karet dinaikan ke dada, lalu dagu, telinga, ubun-ubun, tangan yang diangkat ke atas dengan kaki berjinjit. Pada tahap-tahap ketinggian ini, pemain boleh menyentuh tali karet ketika melompat, asalkan pemain dapat melewati tali dan tidak terjerat. Pemain juga diperbolehkan menggunakan berbagai gerakan untuk mempermudah lompatan, asalkan tidak memakai alat bantu.
  5. Pemain yang tidak berhasil melompati tali karet harus menghentikan permainannya dan menggantikan posisi pemegang tali. Jika semua tanggap ketinggian telah berhasil diselesaikan oleh para pemain, tali karet kembali diturunkan dan permainan dimulai dari awal. Begitu seterusnya hingga para pemain memutuskan untuk mengakhiri permainan ini.
  • Manfaat Permainan Lompat Tali
  1. Memberikan kegembiraan pada anak
  2. Melatih semangat kerja keras pada anak-anak untuk memenangkan permainan dengan melompati berbagai tahap lompatan tali
  3. Melatih kecermatan anak

Untuk dapat melompati tali (terutama pada posisi-posisi tinggi), kemampuaan anak untuk memperkirakan tinggi tali dan lompatan yang harus dilakukanya akan sanagat membantu keberhasilan anak melompati tali.

  1. Melatih motorik kasar anak

Untuk membentuk otot yang padat, fisik yang kuat dan sehat, serta mengembangkan kecerdasan kinestetik anak. Permainan yang dilakukan dengan lompatan-lompatan ini juga bermanfaat menghindarkan anak dari resiko mengalami obesitas.

  1. Melatih keberanian anak dalam mengasah kemampuanya untuk mengambil keputusan. Hal ini karena untuk melompat tali dengan ketinggian tertentu membutuhkan keberanian untuk melakukannya. Anak juga harus mengambil keputusan apakah akan melompat atau tidak.
  2. Menciptakan emosi positif bagi anak.

Ketika bermain lompat tali, anak bergerak, berteriak, dan tertawa. gerakan, tawa, dan teriakan ini sangat bermanfaat untuk membuat emosi anak menjadi positif.

  1. Menjadi media bagi anak untuk bersosialisasi.

Dari sosialisasi permainan ini, anak belajar bersabar, menaati peraturan, berempati, dan menempatkan diri dengan baik diantara teman-temanya.

  1. Membangun sportifitas anak.

Pembelajaran melalui sportifitas ini di peroleh anak ketika harus menggantikan posisi pemegang tali ketika ia gagal melompat.


Page 2