Apa saja nilai-nilai yang tercermin dalam tradisi tersebut

ABSTRAK

NILAI-NILAI PANCASILA YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI JIMPITAN DI RT 02 RW 05 KELURAHAN WLINGI KECAMATAN WLINGI KABUPATEN BLITAR

Chandra Ningtyas

Universitas Negeri Malang

E-mail:

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, (1) asal usul adanya tradisi jimpitan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi, (2) pelaksanaan tradisi jimpitan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi, (3) penggunaan dari hasil jimpitan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi, (4) nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam tradisi jimpitan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi. Sumber data yang diperoleh berasal dari wawancara, pengamatan, sumber tertulis; dan dokumen dari 4 informan dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian:. Pertama, pelaksanaan tradisi jimpitan dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu pemilihan petugas, pengumpulan jimpitan, pelelangan jimpitan, dan pelaporan. Kedua, penggunaan hasil jimpitan digunakan untuk berbagai kegiatan perayaan Agustusan yang terdiri atas lomba baris berbaris dan karnaval di kecamatan, malam syukuran, pesta resepsi, lomba-lomba. Ketiga, nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam tradisi jimpitan yaitu nilai Ketuhanan Yang Maha Esa tercermin dalam perilaku jujur, ikhlas, memberi, berdoa dan kerukunan antar umat beragama; nilai kemanusiaan yang adil dan beradab tercermin dalam perilaku toleransi, budaya mengucap salam; nilai persatuan Indonesia tercermin dalam perilaku cinta tanah air dan persatuan; nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan tercermin dalam perilaku mengutamakan kepentingan bangsa, musyawarah; dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tercermin dalam sikap adil dan gotong royong.

Kata Kunci: nilai, Pancasila, tradisi, jimpitan

Salah satu kedudukan Pancasila adalah sebagai pandangan hidup bangsa. Pandangan diartikan sebagai keyakinan, pandangan tersebut dapat bersifat individual maupun kolektif. Pandangan hidup menyangkut pikiran dan hati. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dipandang baik diwujudkan menjadi ciri perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian menjadi kebiasaan dan akan menjadi karakter. Karakter yang terbentuk akan memunculkan sebuah kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan yang utuh (five in one).

Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan konsepsi dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan kehidupan. Kehidupan yang dicita-citakan dapat diwujudkan melalui sebuah pembangunan. Salah satu wujud pelaksanaan pembangunan adalah pemberdayaan pedesaan. Pemberdayaan pedesaan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa. Pemerintah mendorong terciptanya desa-desa mandiri dan berkelanjutan yang memiliki ketahanan ekonomi, sosial dan lingkungan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kesenjangan antara desa dan kota.

Berbicara tentang desa ada beberapa hal yang terhubung salah satunya yaitu kebudayaan. Kebudayaan dapat mendukung berhasilnya pembangunan yang dilakukan, bahkan kebudayaan juga dapat menghambat pembangunan. Oleh sebab itu perlu adanya pengemasan mengenai kebudayaan agar dapat mendukung sebuah keberhasilan pembangunan desa. Hal ini dimanfaatkan oleh warga Tanggung untuk mewujudkan pembangunan desa yang mandiri yang dapat dijadikan sebuah kebudayaan. Adanya penyelarasan agar pembangunan dan kebudayaan berjalan beriringan diwujudkan melalui pemberdayaan masyarakat.

Mengingat Pancasila memiliki peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mengatur kehidupan bangsanya, serta Pancasila digali dari nilai budaya sehingga nilai Pancasila harus tersisipkan dalam sebuah kebudayaan Indonesia baik kebudayaaan lokal maupun kebudayaan nasional. Oleh karena itu tradisi jimpitan haruslah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dari berbagai masalah yang ada tersebut penulis mengajukan penelitian dengan pembahasan nilai- nilai Pancasila yang terkandung dalam tradisi jimpitan di Desa Tanggung RT 02 RW 05 Kecamatan Wlingi Kab Blitar.

Wlingi adalah daerah dengan berbagai macam perbedaan sehingga memunculkan akibat. Salah satu akibat yang terjadi karena adanya perbedaan di Wlingi adalah adanya kelompok-kelompok  yang dapat memisahkan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Kelompok-kelompok ini adalah kelompok kaya dan kelompok miskin. Anggota-anggota kelompok hanya akan berpartisipasi dengan kegiatan yang dilakukan oleh kelompok mereka sendiri, hal ini dirasa sangat mengkhatirkan sehingga perlu adanya penanganan.

Adanya pemikiran tentang upaya menyelesaikan masalah tersebut masyarakat bersama tokoh-tokoh penting memilih jimpitan sebagai alternatif pemecahan masalah yang ada. Jimpitan dapat menjadi media penyelesaian masalah kerukunan masyarakat serta merupakan wujud pemberdayaan masyarakat untuk aktif mendukung pembangunan desa.

1.Nilai

Istilah nilai dalam filsafat diartikan keberhargaan atau kebaikan.Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.Nilai hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Nilai yaitu kualitas suatu hal yang menjadikan hal tersebut dapat disukai, diinginkan, berguna.Nilai adalah sesuatu yang penting dianggap baik, dihargai tinggi, harus diterapkan dan dicapai.

2. Pancasila

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa mengandung konsepsi mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan merupakan kristalisasi nilai kehidupan yang dianggap baik, bernilai, bermakna dan berguna. Pandangan hidup ini dijunjung  oleh warganya karena berakar dari budaya serta praktik kehidupan masyarakat, sehingga memberikan pedoman bagi masyarakat untuk berperilaku luhur dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara. Pandangan hidup memberikan keyakinan bahwa bangsa Indonesia mampu memecahkan berbagai permasalahan kehidupan karena memiliki pedoman dan pegangan baik dalam menyelesaikan permasalahan politik,ekonomi, sosial budaya, hankam dan persoalan lainnya.

3.Nilai Pancasila

Wiyono (2015:7) Pancasila sebagai idelogi terbuka mengandung tiga tatanan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Pancasila mengandung tata nilai yang merupakan satu kesatuan yang terdiri atas lima dasar yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Kelima dasar tersebut yaitu ketuhanan, kemanusiaan yang beradab, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Kelima sila tersebut merupakan satu kesatuan berarti tersusun secara sistematis hierarkis, serta masing-masing sila tidak dapat dipisahkan serta urutannya tidak bisa dibolak balik. Implementasi nilai-nilai Pancasila  dijabarkan ke dalam butir-butir nilai yang termuat dalam TAP MPR/I/2003

4.Jimpitan

Jimpitan merupakan bentuk tradisi yang ada di Jawa. Praktik jimpitan adalah mengambil sumbangan berupa beras yang dikumpulkan secara beramai-ramai (Surono, 2012:2). Jimpitan merupakan tradisi gotong-royong desa dalam wujud sumbangan sukarela  berupa uang atau beras dengan skala kecil 1-2 sendok beras setiap harinya yang diletakkan di gelas aqua dan digantung di depan rumah masing-masing warganya. Pelaksanaan dapat jimpitan dilakukan dengan berbagai proses. Ariati (2013: 4) membagi pelaksanaan jimpitan kedalam empat proses: (1) Proses perencanaan Jimpitan yaitu memilih pengurus jimpitan, (2)  proses pengumpulan jimpitan yaitu pengurus mengumpulkan beras jimpitan dari setiap rumah, (3) Proses Pendistribusian jimpitan yaitu membagi hasil jimpitan yang terkumpul untuk dijual lagi kepada warga , (4) proses pengelolaan keuangan hasil jimpitan yaitu hasil penerimaan jimpitan dialokasikan untuk kegiatan warga dan pembuatan laporan penggunaan jimpitan.

Menurut Harsono (2014:142) manfaat yang diperoleh dari kegiatan jimpitan antara lain:

a.Tali asih bagi warga yang sakit ataupun warga yang meninggal.

Tali asih bagi warga yang sakit merupakan salah satu manfaat adanya jimpitan. Hal ini menunjukkan adanya rasa menyayangi antar masyarakat. Tali asih ini memberikan bantuan kepada sesamanya sehingga akan terwujud ikatan persaudaraan yang kuat. Ketika salah satu anggota masyarakat tertimpa musibah sakit maka anggota masyarakat lainnya juga akan merasakan sakit, selain itu ketika seoraang warga ada yang meninggal dunia maka anggota warga lainnya juga akan berduka, oleh sebab itu untuk menunjukkaan empati maka mereka memberikan sumbangan uang yang diambilkan dari hasil jimpitan

b.Retribusi sampah

Dalam kehidupan bermasyarakat tidak terlepas dengan masalah sampah.

Setiap individu setidaknya menghasilkan sampah baik sampah organik maupun sampah anorganik, sehingga perlunya penanganan sampah sangatlah penting. Upaya yang telah diusahakan pemerintah terkait masalah sampah yaitu pengambilan, pengangkutan dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan atau pemusnahan sampah. Dari berbagai hal tersebut maka masyarakat dibebankan untuk membayar retribusi sebagai balas jasa. Hasil dari pengumpulan jimpitan terkadang dialokasikan untuk membayar retribusi sampah di lingkungan tersebut, sehingga meringankan iuran masyarakat.

c.Perbaikan lingkungan

Hasil dari pengumpulan jimpitan digunakan untuk kepentingan bersama salah satunya yaitu dipergunakan untuk perbaikan lingkungan. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan seperti perbaikan jalan, erbaikan penerangan jalan, dan perbaikan fasilitas publik lainnya mengingat dana yang disediakan pemerintah untuk pembangunan juga terbatas

d.Perayaan hari besar nasional

Selain digunakan untuk perbaikan fasilitas publik, hasil dari pengumpulan jimpitan juga digunakan untuk memperingati hari-hari besar nasional. Hal yang paling sering dijumpai yaitu digunakan untuk perayaan hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam perayaan ini biasanya berupa lomba-lomba baik perlombaan untuk anak-anak maupun perlombaan untuk oranng dewasa.  Dari peringatan hari besar nasional akan menumbuhan cinta tanah air kepada negaranya. Selain itu penggunaan jimpitan ini dapat menutupi pendanaan yang dibutuhkan.

e.Inventaris kelompok Jimpitan

Hal lain yang dapat dimanfaatkan oleh adanya jimpitan yaitu menambah inventarisasi kelompok jimpitan. Inventarisasi ini berupa meja kursi, terop, perkakas rumah tangga yang bisa disewakan ataupunn digunakan ketika lingkungan pelaksana jimpitan tersebut memiliki hajat.

METODE

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif deskriptif dan menggunakan jenis penelitian Studi kasus. Kehadiran peneliti di Lapangan adalah penyusun rencana kegiatan, melaksanakan penelitian, mengumpulkan data, dan melaksanakan wawancara. kehadiran peneliti juga diketahui oleh pihak pemerintah daerah setempat serta instansi yang terkait dengan proses pencarian data penelitian ilmiah. Lokasi penelitian yang dilakukan adalah di Kelurahan Wlingi Kelurahan Wlingi Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.

Sumber data yang diperoleh berdasarkan: kata-kata dan tindakan, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dari beberapa informan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya; sumber tertulis, yaitu menggunakan fakta-fakta berupa data dari beberapa laporan pertanggungjawaban; dan dokumentasi yang merupakan pengumpulan bukti dan keterangan. Selanjutnya adalah prosedur pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumen. Penelitian ini menggunakan analisis data model Spardley, yaitu analisis taksonomi, peneliti dapat memperoleh gambaran umum dan mendapatkan data dari objek secara menyeluruh. Pada penelitian kualitatif, untuk melihat kredibelitas data diperlukan cara, yaitu ketekunan pengamatan, triangulasi, kecukupan referensi, dan member check. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah tahap persiapan, yang meliputi membuat rancangan penelitian, memilih lokasi, mengurus perizinan, dan memilih narasumber. Selanjutnya adalah tahap pelaksanaan dengan cara turun ke lapangan. Kemudian tahap penyusun laporan, yaitu , peneliti menyususn hasil temuan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara untuk dipertanggung jawabkan menjadi laporan penelitian yang sistematis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Asal Usul Tradisi Jimpitan Di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi Kecamatan Wlingi Kabupaten  Blitar

Jimpitan di Kelurahan Wlingi sudah ada sejak Tahun 1980, kegiatan ini dipelopori oleh Ibu Sri Rahayu bersama kader PKK. Jimpitan tersebut merupakan salah satu program pokok PKK guna kesejahteraan masyarakat Kelurahan Wlingi. Jimpitan pada waktu itu digunakan sebagai simpan pinjam kepada masyarakat untuk mengembangkan usahanya. Dalam pelaksanaannya jimpitan tersebut berhenti akibat hasil jimpitan yang tak kunjung dikembalikan serta terpecahnya kepengurusan. Ketidak jelasan tersebut membuat keberlangsungan jimpitan behenti.

Pada tahung 2016 jimpitan ditawarkan kembali oleh seorang warga RT 02 RW 05 Kelurahan Tanggung yaitu Ibu Ipris kepada warga dengan tujuan yang berbeda dari sebelumnya. Tujuan diadakannya jimpitan tidak lagi digunakan sebagai simpan pinjam melainkan untuk pembiayaan acara Agustusan. Hal ini dilakukan oleh warga akan kejadian yang sama seperti jimpitan pada tahun 1980 jika dipergunakan untuk simpan pinjam. Selain dari hal tersebut jimpitan memang dirancang mengingat pada tahun sebelumnya jumlah pengeluaran untuk Agustusan membutuhkan banyak dana dan jika hanya mengandalkan iuran tahunan itu tidak akan cukup menutupi pengeluaran Agustusan. hal ini menyatakan bahwa jimpitaan hadir atas pengalaman yang pernah dialami sebagai pelajaran hidup. Hal ini sejalan dengan teori Koentjaraningrat (2000: 1-3).

konsep kebudayaan itu dalam arti yang luas yaitu seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar.

Jimpitan merupakan kegiatan mengambil beras dari setiap rumah yang dijalankan secara terus menerus. Aktivitas jimpitan bukan hanya sekedar ide melainkan diwujudkan dalam tidakan yang dilakukan secara berulang-ulang, maka dariitu jimpitan dapat dikataan sebagai kebudayaan sejalan dengan teori Koentjaraningrat (2000: 5) tentang wujud kebudayaan yaitu wujud kebudayaan yang ketiga merupakan keseluruhan dari hasil aktivitas, perbuatan, atau hasil karya manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Pelaksanaan Jimpitan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi Kecamatan Wlingi Kabupaten  Blitar

Jimpitan merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi pendanaan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi. Pendanaan yang dibutuhkan guna membiayai segala kegiatan masyarakat yang diadakan khususnya untuk membiayai kegiatan perayaan Agustusan di RT 02 RW 05 RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi, sebab kegiatan yang diadakan oleh masyarakat dibiayai juga oleh masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat diharapkan mampu membangun lingkungan yang mandiri.

Berdasarkan temuan penelitian pelaksanaan jimpitan ini bersifat demokrasi artinya jimpitan dijalankan sendiri oleh warga Tanggung, hal ini tercermin pada pelaksana tradisi jimpitan yang dilaksanakan oleh petugas tersendiri yang telah dipilih oleh masyarakat Tanggung yang dianggap mampu mengelola jimpitan dengan penuh tanggungjawab. Kepengurusan ini terbagi atas beberapa tugas yaitu pengumpul dan pengelola keuangan jimpitan.Pembagian tugas dilakukan untuk mempermudah pengelolaan jimpitan yang ada di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi.

Pelaksanaan Jimpitan dilakukan secara kontinuitas dalam setahun setiap minggu sekali. Pelaksanaannya bertepatan pada setiap sabtu untuk pengumpulan serta pelelangan jimpitan.Temuan Penelitian ini ini sesuai dengan pernyataan  Wardhana (2014) bahwa secara rutin pemilik rumah mengisi wadah-wadah jimpitan dengan beras atau uang receh.

Jumlah besaran jimpitan yang diletakkan pada wadah jimpitan sebesar satu sendok beras atau kalau dikalkulasikan sejumlah seperempat kilogram beras atau uang sejumlah delapan ribu rupiah setiap minggunya. Jumlah besaran tersebut merupakan jumlah tetapan yang telah disepakati dalam musyawarah pertemuan warga. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Surono (2012: 4) bahwa  Jumlahnya donasi yang diberikan sudah diitetapkan jumlahnya.

Pelaksanaan jimpitan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi terbagi atas beberapa kegiatan yaitu pemilihan petugas, pengumpulan jimpitan, pelelangan jimpitan, dan pelaporan jimpitan. Pemilihan petugas jimpitan merupakan langkah awal dalam pelaksanaan jimpitan di RT 02 RW 05  RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi. Pemilihan petugas ini dilakukakan guna memilih orang yang dapat mengelola dan mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan yaitu mengurus segala yang berkaitan pada jimpitan

Pengumpulan jimpitan merupakan kegiatan yang bersifat kontinuitas yang dilakukan setiap hari sabtu. Pada kegiatan ini petugas jimpitan akan mengambil beras dari setiap rumah di RT 02 RW 05 yang berjumlah 45 Kepala Keluarga. Pada kegiatan ini peranan penting tidak hanya dimiliki oleh petugas jimpitan melainkan pada warga RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi. Warga RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi memili peran yang besar dalam pengumpulan jimpitan dengan cara berpartisipasi aktif menyediakan dan memberikan beras mereka. Warga memberikan beras jimpitan yang ditaruh pada wadah yang diletakkan didepan rumah.  Sebelum jimpitan yang telah disediakan warga diambil dan dijadikan satu dengan pengumpulan jimpitan dari rumah lain, petugas jimpitan selalu melakukan hal-hal berikut sebagai bentuk etika pelaksanaan tugasnya yaitu mengucapkan salam, bertegur sapa dengan pemilik rumah serta pengambilan jimpitan.

Pelaksanaan jimpitan selanjutnya yaitu pelelangan beras. Pelelangan ini berasal dari beras yang telah dikumpulkan kemudian disatukan untuk ditimbang dan akan dilelang kepada masyarakat Tanggung. Pelelangan ini dilakukan dengan cara menjual beras jimpitan tersebut kepada warga khususnya warga kurang mampu dengan harga yang lebih murah dibanding harga pasar. Pelaksanaannya dilakukan pada saat malam minggu setelah acara arisan mingguan warga. Momen ini dimanfaatkan karena pada saat arisan mingguan warga RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi berkumpul di pos jaga RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi.

Dalam pelaksanaan jimpitan salah satu kegiatan terpenting yaitu adanya pelaporan. Pelaporan ini merupakan salah satu wujud tanggung jawab yang dapat dilakukan oleh petugas jimpitan terhadap ketua RT dan juga warga Tanggung. Pelaporan ini disusun ketika awal pelaksanaan jimpitan hingga penggunaan jimpitan yang terbagi atas beberapa periode yaitu laporan mingguan, laporan bulanan, dan pelaporan akhir. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut

Laporan mingguan merupakan laporan yang disusun berisikan tentang rekapan pengambilan jimpitan ke setiap rumah. Pengisiannya berupa mencentang nama kepala keluarga jika memberikan jimpitan berupa beras atau menuliskan jumlah penerimaan uang yang diterima dari setiap kepala keluarga. Hal ini untuk menunjukkan tingkat partisipasi warga dalam memberikan jimpitan. Selain rekapan keaktifan warga, penulisan laporan mingguan juga berisikan tentang jumlah penerimaan uang jimpitan dari hasil lelang beras dan juga penerimaan uang jimpitan non beras yang kemudian disetorkan ke bendahara jimpitan. Jumlah uang yang direkap oleh bendahara jimpitan disaksikan oleh warga yang hadir pada saat pelelangan beras. Dari rekapitulasi jumlah uang tersebut akan diakumulasikan dengan penerimaan jimpitan mingguan berikutnya serta dipertanggungjawabkan di akhir pasca penggunaan jimpitan.

Laporan bulanan merupakan laporan terusan dari laporan mingguan. Laporan ini berisikan kalkulasi dari laporan setiap minggunya, sehingga dengan diadakannya laporan bulanan dapat diketahui jumlah penerimaan yang telah didapatkan. Setelah dana jimpitan terkumpul, dana jimpitan tersebut dialokasikan untuk beberapa kegiatan Agustusan sesuai dengan tujuan diadakannya jimpitan tersebut. Pelaksanaan penggunaan hasil jimpitan merupakan puncak dari tradisi jimpitan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi. Dana jimpitan yang telah terkumpul selama beberapa bulan kemudian dialokasikan untuk serangkaian kegiatan Agustusan. Pengalokasian dana tersebut dipergunakan sesuai kebutuhan setelah itu tugas yang perlu diselesaikan yaitu pembuatan laporan akhir. Laporan ini disusun oleh bendahara jimpitan sebagai wujud pertanggungjawaban atas pengelolaan dana jimpitan yang akan di laporkan kepada ketua RT dan masyarakat. Laporan pertanggungjawaban ini berisikan transparasi dana jimpitan yang diperoleh dengan pengeluaran penggunaannya dalam satu periode. Laporan yang telah selesai dibuat kemudian dicetak dan diperbanyak untuk dibagikan kepada masing-masing rumah di RT 02 RW 05 RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi.

Berdasarkan temuan penelitian yang diperoleh peniliti Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Ariati (2013: 4) membagi pelaksanaan jimpitan kedalam empat proses: (1) Proses perencanaan Jimpitan yaitu memilih pengurus jimpitan, (2)  proses pengumpulan jimpitan yaitu pengurus mengumpulkan beras jimpitan dari setiap rumah, (3) Proses Pendistribusian jimpitan yaitu membagi hasil jimpitan yang terkumpul untuk dijual lagi kepada warga , (4) proses pengelolaan keuangan hasil jimpitan yaitu hasil penerimaan jimpitan dialokasikan untuk kegiatan warga dan pembuatan laporan penggunaan jimpitan.

Penggunaan Hasil dari Tradisi Jimpitan Di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi Kecamatan Wlingi Kabupaten  Blitar

Penerimaan hasil jimpitan dikembalikan lagi pada tujuan diadakannya jimpitan yaitu untuk mendukung kegiatan masyarakat yang diadakan. Di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi jimpitan yang terkumpul digunakan untuk mendanai perayaan kemerdekaan Indonesia yang terbagi atas beberapa kegiatan sebagai berikut

Lomba baris berbaris dan karnaval merupakan salah satu kemeriahan yang menjadi ikon dalam perayaan Agustusan . Kegiatan ini merupakan kegiatan rutinan yang diselenggarakan oleh Kecamatan Wlingi. Dalam kegiatan ini diikuti oleh setiap daerah dan sekolah yang ada dikecamatan Wlingi. Salah satu partisipan yang aktif mengikuti kegiatan ini adalah RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi. Dalam mengikuti kegiatan ini dibutuhkan dana untuk mendukung partisipasi warga. Dana ini digunakan untuk membeli aksesoris yang dibutuhkan agar kelompok dari Tanggung terlihat kompak dan menarik, selain itu dana digunakan untuk konsumsi partisipan dari Tanggung mengingat kegiatan ini berjalan jauh mengelilingi kota Wlingi sehingga membutuhkan asupan tenaga.

Malam syukuran yang dilakukan pada malam tujuh belasan merupakan malam dimana warga Tanggung berkumpul untuk melakukan doa bersama. Malam syukuran ini lebih akrab disebut slametan. Slametan ini diartikan menyajikan makanan untuk dimakan bersama, namun sebelum itu diadakan doa tujuannya adalah sebagai ungkapan rasa syukur karena terbebas dari penjajah serta menghargai jasa pahlawan yang telah gugur dalam merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Selain sebagai wujud rasa syukur slametan ini juga sebagai doa untuk meminta penghidupan yang lebih baik lagi. Hal ini sesuai teori yang disampaikan Riyanto (2015: 71) tujuan dari slametan adalah untuk mencapai keadaan Slamet yaitu suatu keadaan dimana peristiwa-peristiwa akan bergerak mengikuti jalan yang telah ditetapkan dengan lancar dan tak akan terjadi kemalangan kepada sembarang orang.

Pesta resepsi merupakan salah satu rangkaian dari perayaan Agustusan. Dalam kegiatan ini seluruh warga RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi dapat menikmati dan menyaksikan fasilitas yang telah disiapkan panitia. Dalam Hal ini Panitia telah menyiapkan makanan ringan berupa olahan polopendem, tahu goreng, jagung rebus selagi menikmati hiburan elekton. Elektonan ini merupakan bentuk hiburan sekaligus pelestarian budaya mengingat budaya jawa timur terkenal akan dangdut dan campursari. Diadakannya kegiatan ini untuk mempersatukan warga RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi yang sibuk bekerja untuk mengakrabkan diri dengan tetangga. Pada kesempatan ini pula panitia penyelenggara membagikan hadiah untuk pemenang lomba-lomba yang telah dilaksanakan.

Kemeriahan peringatan HUT Kemerdekaan juga diwujudkan dengan kegiatan lomba-lomba. Lomba-lomba yang diadakan yaitu lomba makan krupuk, lomba balap karung, lomba balap kelereng, dan mengambil uang dari semangka. Kegiatan ini dapat diikuti oleh seluruh masyarakat baik anak-anak, remaja, dewasa laki-laki maupun perempuan. Lomba ini digelar di depan pos jaga RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi. Pemenang dari setiap lomba akan diberikan hadiah yang penyerahannya diberikan saat pesta resepsi.

Dari temuan penelitian yang diperoleh peneliti, hal ini berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Harsono (2014: 142) yang hanya menyebutkan penggunaan jimpitan untuk perayaan hari besar nasional. Dalam penitian ini penggunaan jimpitan lebih dijelaskan mengenai berbagai kegiatan dalam perayaan hari besar nasional.

Nilai-nilai Pancasila yang terkandung pada tradisi jimpitan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi

Berdasarkan temuan penelitian yang diperoleh peneliti maka dalam tradisi jimpitan terdapat nilai-nilai Pancasila.Nilai-nilai tersebut dapat dijabarkan melalui butir-butir yang terdapat dalam setiap sila Pancasila yang tersusun hierarkis dan sistematis, serta saling meliputi dan menjiwai setiap sila. Berikut penjelasan lebih detail tentang penjabaran nilai-nilai Pancasila

a.Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa

Berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti tradisi jimpitan mengandung nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Perwujudan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu Percaya dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu berdoa, perilaku ikhlas, perilaku jujur, dan nilai mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan TAP MPR No.I/MPR/2003.

Nilai ketaqwaan pada tradisi jimpitan diwujudkan dengan berdoa. Pelaksanaan doa ini pada saat pemilihan petugas untuk membuka dan menutup pertemuan warga dalam memilih petugas. Panjatan doa ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai permohonan agar diberikan kelancaran dalam segala kegiatan yang dilaksanakan

Perilaku Ikhlas pada tradisi jimpitan diwujudkan ketika pengumpulan jimpitan, hal ini digolongkan kedalam dua hal, yaitu keikhlasan dalam memberikan beras dan keikhlasan melaksanakan tanggungjawab sebagai petugas. Keikhlasan memberikan beras merupakan keikhlasan yang dijalankan warga. Sedangkan keikhlasan yang diberikan oleh petugas dalam wujud keikhlasan waktu dan tenaganya dalam melaksanakan tugasnya untuk berkeliling mengambil jimpitan ke rumah warga. Mengingat dalam menjalankan tugasnya petugas jimpitan tidak mendapatkan upah.

Nilai kejujuran pada tradisi jimpitan ditunjukkan petugas dalam membuat dan menuliskan laporan antara jumlah penerimaan yang didapat sesuai dengan rekapan yang ditulis oleh petugas. Hal tersebut selaras dengan pendapat Latif (2017: 105) yang menyatakan bahwa orang dengan pandangan hidup berketuhanan adalah orang yang memandang jabatan sebagai amanah yang harus dijunjung tinggi dan menjauhkan diri dari perbuatan yang akan merendahkan diri dihadapan Tuhan dan manusia lainnya.

RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi merupakan wilayah yang terdapat beberapa agama dan kepercayaan yang menjadi tuntunan hidup warganya.Meski terdapat perbedaan agama dan kepercayaan kehidupan RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi terlihat harmonis dan rukun. Kerukunan ini ditunjukkan melalui kerjasama yang mereka lakukan untuk mendukung kemajuan lingkungannya dengan cara bekerjasama mengumpulkan jimpitan setiap minggunya.

b. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab

Berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti tradisi jimpitan mengandung nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab. Perwujudan nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab yaitu persamaan, toleransi dan mengakui harkat martabat manusia . Hal ini sesuai dengan TAP MPR No.I/MPR/2003.

Nilai persamaan terwujud pada ketiga tahap pelaksanaan jimpitan yaitu pada pemilihan petugas, pengumpulan jimpitan, dan pada pelelangan. Pada pemilihan petugas persamaan diwujudkan pada hak warga RT 02 RW 05 yang hadir untuk dipilih ataupun memilih petugas. Pada pengumpulan jimpitan persamaan kewajiban untuk mengumpulkan beras jimpitan. pada pelelangan semua warga berhak memperoleh beras dengan harga delapan ribu rupiah baik kaya miskin, berpendidikan tinggi, bekerja sebagai petani atau PNS semua dianggap sama memiliki kewajiban dan hak yang sama.

Nilai menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ditunjukkan dengan adanya sikap toleransi yang diberikan petugas kepada warganya ketika mengambil jimpitan. Toleransi ini diberikan kepada warga yang berhalangan mengumpulkan jimpitan karena beberapa hal, seperti tidak ada dirumah ataupun sedang tidak memiliki beras atau uang yang diberikan. Mereka diberi kelonggaran untuk mengumpulkan pada pengambilan berikutnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Darmodiharjo (1978: 89) Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Nilai mengakui harkat dan martabat manusia pada tradisi jimpitan diwujudkan dengan mengucapkan salam pada saat pengambilan jimpitan oleh petugas sebagai tanda kedatangan dan penghormatan pada pemilik rumah. Terdapat dua jenis salam yang diucapkan oleh petugas jimpitan, yaitu salam dalam Islam seperti Assalamu'alaikum dan salam dalam bahasa jawa seperti kulonuwon. Pemberian salam ini merupakan tanda kehadiran petugas dalam pengambilan beras, hal ini bentuk penghormatan kepada pemilik rumah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kaelan (2010: 80) Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya bermoral dan beragama.

c.Persatuan Indonesia

Nilai persatuan Indonesia yang terkandung dalam tradisi jimpitan dengan diwujudkannya nilai-nilai sila ketiga yaitu yaitu mengembangkan rasa cinta kepada tanah air, mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila sila ketiga sesuai TAP MPR No.I/MPR/2003.

Nilai persatuan diwujudkan pada sikap warga yang mendukung adanya jimpitan untuk pemecahaan masalah dana kegiatan Agustusan. Mereka bekerja sama mengumpulkan dana dengan berpartisipasi memilih petugas jimpitan dan menyumbang beras atau uang jimpitan setiap minggunya. Hal tersebut selaras dengan pendapat Latif (2017: 295) yang menyatakan semangat persatuan dalam keragaman tidak hanya berlangsung dalam kehidupan politik melainkan juga dalam pergaulan hidup masyarakat sehari-hari.

d.Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan

Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan tercermin dalam tradisi jimpitan yaitu dengan diwujudkannya nilai-nilai sila keempat yaitu adalah mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat, mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan, dan Tanggung jawab. Hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila sila keempat sesuai TAP MPR No.I/MPR/2003.

Dalam pelaksanaan jimpitan mengandung nilai mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat, hal ini diwujudkan dengan kerelaan warga memberikan beras atau uang jimpitan demi pembangunan desa. Kerelaan ini membuktikan bahwa warga merelakan apa yang dimiliki untuk diberikan sebagai upaya mendukung kemajuan pembangunan.  Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Latif (2017: 341) bahwa  rasa cinta dan memiliki tanah air membuat orang rela berkorban, mengedepankan kepentingan umum diatas kepentingan golongan dan perseorangan.

Nilai kerakyatan pada tradisi jimpitan mengandung nilai musyawarah. Hal ini ditunjukkan pada kegiatan musyawarah yang dilakukan oleh warga Tanggung dalam memilih petugas jimpitan. Riyanto (2015: 126) Kombongan atau musyawarah adalah berbicara bersama secara konkret dan praktis bersama mencari penyelesaian atas masalah-masalah yang dihadapi komunitas.

Terdapat nilai tanggung jawab pada tradisi jimpitan, nilai ini terletak pada tahap pelaporan, ini ditunjukkan oleh petugas dengan membuat laporan pertanggungjawaban mengenai pengelolaan dana jimpitan baik pendapatan maupun pengeluaran yang kemudian akan dipublikasikan kepada masyarakat.

e.Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tercermin dalam tradisi jimpitan yaitu dengan diwujudkannya beberapa nilai keadilan sosial yaitu adalah sikap adil dan nilai gotong royong. Hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila sila kelima sesuai TAP MPR No.I/MPR/2003.

Nilai keadilan yang terwujud dalam tradisi jimpitan yaitu ditunjukan dengan adanya persamaan hak dan kewajiban yang diberikan kepada warga. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmodiharjo (1978: 90) sikap adil terhadap sesama dikembangkan dengan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Kewajiban dalam hal ini memiliki artian bahwa warga memiliki kewajiban mengumpulkan jimpitan setiap minggunya dan hak berupa menyuarakan aspirasi dalam memilih petugas jimpitan serta mendapatkan harga beras dibawah harga pasar pada pelelangan beras. Jimpitan yang dilakukan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi memiliki nilai keadilan dimana seluruh warganya berpartisipasi aktif dalam mendukung tercapainya tujuan dari jimpitan tersebut dengan cara menyumbang beras. Hal ini sejalan dengan pendapat Latif (2017: 483) keadilan berarti memperlakukan setiap orang dengan prinsip kesetaraan, tanpa diskriminasi berdasarkan perasaan subjektif, perbedaan keturunan, keagamaan, dan status sosial.

Nilai kekeluargaan dan gotong royong yang terkandung pada tradisi jimpitan terwujud dengan  warga saling bekerja sama dalam mengatasi masalah keuangan untuk perayaan agustusan dengan berpartisipasi mengumpulkan beras jimpitan. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekarno (dalam Riyanto, 2015: 58) Gotong royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu membantu bersama.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan, maka disampaikan saran kepada pihak-pihak berikut.

1.Bagi Pemerintah

Bagi pemerintah diharapkan memberikan dukungan agar tradisi jimpitan tetap dilaksanakan karena pada dasarnya jimpitan merupakan pemberdayaan masyarakat yang mengandung nilai-nilai kebaikan serta dapat memberikan banyak manfaat.

2.Pengurus

Pengurus dapat tetap menjaga dan memperbaiki loyalitas kinerjanya serta dapat mempublikasikan terkait jimpitan yang dilaksanakan di RT 02 RW 05 Kelurahan Wlingi Kelurahan Wlingi kedalam media sosial ataupun media elektronik agar wilayah lain dapat mengakses ataupun mengetahui informasi tentang pelaksanaan jimpitan, sehingga daerah lain dapat mencontoh dan menerapkan tradisi jimpitan ditempatnya.

3.Masyarakat

Bagi masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan tradisi jimpitan dengan cara berperan aktif  dan berpartisipasi terhadap tradisi jimpitan untuk lebih ditingkatkan.

DAFTAR RUJUKAN

Ariati,Henni. Anwar,Catur. Hidayat, Rachmat. 2013. Pelaksanaan Kegiatan Jimpitan DalamPemenuhan Kebutuhan Pembangunan Berbasis Komunitas(Studi Di Rw 23 SadenganKelurahan Kebonsari KecamatanSumbersari Kabupaten Jember).(Online). (digilib.unila.ac.id), diakses 25 November 2017

Darmodiharjo, Darji, Kansil, Dekker,Nyoman. 1978. Pedoman dan Penghayatan dan Pengalaman Pancasia. Malang: Humas Universitas Brawijaya.

Handoyo, Eko. Dkk. 2015.Study Masyarakat Indonesia. YOGYAKARTA: Ombak

Harsono, Wiji. 2014.Jimpitan, Modal Sosial Yang Menjadi Solusi Permasalahan. (online). (htpp://www.academia.edu/build the economic integration with jimpitanmodel in java), diakses 4 November 2017

Kaelan.2010.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta:Paradigma

Koentjaraningrat.2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.

Kusumohamidjojo, Budi. 2010. Filsafat Kebudayaan: Proses Realisasi manusia.Yogyakarta: Jalasutra.

Latif, Yudi. 2017. Mata Air Keteladanan. Jakarta Selatan: Mizan.

Martono,Nanang. 2015. Metode Penelitian Sosial: konsep-konsep kunci. Jakarta:Rajawali Press. Masyarakat. Jurnal Kebijakan & Administrasi PublikJKAP Vol 18, No 2

Moedzakir, M Djauzi. 2010. Desain dan Model Penelitian Kualitatif. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang

Moleong. 2014. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT RemajaRosdakarya.

Muhammad HasyimdanOky Gusra Putra Pratama. 2014. Pelestarian Tradisi Uang Jimpitan Di LingkunganDesangepuh Lor, Desa Banyusidi, Pakis, Magelang,Jawatengah.Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan-Vol3. (Online). (Jurnal.uii.ac.id), diakses 2 Desember 2017

Nurman. 2015. Srategi Pembangunan Daerah.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Riyanto, A., Ohoitimur J., Mulyatno, C.B., Madung, O.G. 2015. Kearifan local Pancasila  butir-butir filsafat  Keindonesiaan. Yogyakarta: PT Kanisius.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan  R&D. Bandung: Alfabeta.

Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang.

Wardhana, Hendra. 2014.Jimpitan, Iuran Unik Ala OrangDesa. (Online). (Http://Www.Kompasiana.Com/Wardhanahendra/Jimpitan-Iuran-Unik-Ala-Orang-Desa_55beec512223bd0a05edff9) , diakses 23 Desember 2017

Wiyono, S. 2015. Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Malang: Universitas Wisnuwardhana Press.