Bank sentral mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara

Bank sentral mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara

Bank sentral mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK

Ilustrasi tumpukan uang rupee India. Kebijakan moneter, kebijakan moneter adalah, instrumen kebijakan moneter, tujuan kebijakan moneter, contoh kebijakan moneter.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan moneter adalah istilah yang barangkali sudah tak asing dalam pemberitaan ekonomi. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dikeluarkan bank sentral untuk stabilisasi ekonomi seperti mengatur jumlah uang yang beredar.

Tujuan kebijakan moneter adalah untuk pengendalian ekonomi secara makro agar tercipta kestabilan ekonomi dengan mengatur jumlah yang yang beredar.

Dengan terkendalinya peredaran uang, inflasi bisa dikendalikan. Selain pengaturan jumlah uang yang beredar, instrumen kebijakan moneter lainnya yakni penetapan suku bunga acuan dari bank sentral.

Apabila kestabilan dalam kondisi perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter bisa digunakan untuk memulihkan atau stabilisasi. Pengaruh kebijakan moneter pertama kali bakal dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian berlanjut pada sektor riil.

Baca juga: Apa Itu Bank Kustodian dalam Investasi Reksadana?

Secara umum, berikut tujuan kebijakan moneter:

  • Stabilitas ekonomi
  • Stabilitas harga
  • Stabilitas neraca pembayaran
  • Membuka lapangan pekerjaan

Di seluruh dunia, instrumen kebijakan moneter selalu dinantikan para analis ekonomi, investor, bankir, dan sebagainya. Ini karena setiap kebijakan moneter akan berpengaruh pada ekonomi secara makro.

Kebijakan moneter adalah dibuat oleh bank sentral berdasarkan analisa dan masukan seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, investasi, perdagangan internasional, dan faktor lainnya.

Contoh kebijakan moneter adalah pengendalian inflasi. Saat inflasi tinggi, artinya uang yang beredar terlalu banyak, sehingga bank sentral akan mengambil kebijakan moneter dengan menarik uang yang beredar lewat kebijakan kenaikan suku bunga.

Baca juga: Mengenal Apa Itu PDB atau Produk Domestik Bruto

Saat suku bunga tinggi, otomatis akan menarik masyarakat untuk menyimpan uangnnya di perbankan atau instrumen lainnya ketimbang menggunakannya untuk konsumsi.

Berikut ini 4 instrumen kebijakan moneter:

  • Kebijakan moneter diskonto adalah upaya bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan kebijakan suku bunga
  • Kebijakan moneter operasi pasar terbuka merupakan upaya mengendalikan jumlah uang beredar dengan pembelian atau penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau instrumen lainnya di pasar modal
  • Kebijakan moneter cadangan kas adalah aturan dari bank sentral untuk bank-bank untuk menetapkan batas minimum uang harus dicadangkan sehingga tak bisa disalurkan untuk pinjaman

Baca juga: Apa Itu Investor?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Bareksa.com - Belakangan ini ekonomi dalam negeri banyak diwarnai pemberitaan mengenai pelemahan nilai tukar rupiah yang mendekati atau bahkan sempat menyentuh level psikologis Rp15.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

Beberapa langkah pun diambil oleh Bank Indonesia lewat kebijakan moneternya selaku otoritas yang berwenang sekaligus garda terdepan yang bertanggung jawab untuk menstabilkan nilai rupiah.

Apakah sebenarnya kebijakan moneter itu?

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter (bank sentral) dalam rangka mengendalikan variabel-variabel moneter (uang beredar, uang primer, kredit dan suku bunga) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu yang telah ditetapkan.

Atau secara sederhana, kebijakan moneter dapat diartikan sebagai kebijakan yang diambil oleh bank sentral untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.

Secara umum dikenal dua jenis kebijakan moneter, yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan melalui peningkatan jumlah uang beredar.

Sebaliknya, kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan melalui penurunan jumlah uang beredar.

Di Indonesia, tujuan kebijakan moneter sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (Undang-Undang Bank Indonesia) Pasal 7 adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Kestabilan nilai rupiah mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi, serta kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar (kurs).

BI sebagai Bank Sentral Republik Indonesia berperan sebagai pengambil kebijakan tunggal dalam kebijakan moneter. Stabilitas nilai uang merupakan tujuan kebijakan moneter yang dibuat dan dilaksanakan BI.

Instrumen Kebijakan Moneter

Secara umum, instrumen yang biasa digunakan oleh bank sentral dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter adalah sebagai berikut :

1. Operasi Pasar Terbuka

Operasi Pasar Terbuka adalah kegiatan bank sentral dalam melakukan jual beli surat-surat berharga jangka pendek. Jika Bank Sentral menginginkan adanya penambahan jumlah uang beredar di masyarakat, maka Bank Sentral akan membeli surat-surat berharga dari bank-bank umum berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan dari Pemerintah (Surat Berharga Negara/SBN) dan Surat Utang Negara/SUN).

Sebaliknya, jika Bank Sentral ingin mengurangi jumlah uang beredar yang ada di masyarakat, maka akan menjual surat-surat berharga kepada bank umum dan masyarakat.

2. Giro Wajib Minimum (GWM)

Giro wajib minimum (GWM) adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya.

Semakin kecil persentase tersebut, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan likuiditasnya (reserve-nya) untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar. Sebaliknya, semakin besar persentasenya, maka semakin berkurang kemampuan bank untukmemberikan pinjaman.

Jika bank sentral menurunkan GWM, maka daya ekspansi kredit bank umum akan meningkat, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya, jika persentasenya dinaikkan, maka daya ekspansi kredit bank umum menurun dan jumlah uang beredar berkurang.

3. Fasilitas Diskonto

Fasilitas diskonto adalah kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada suatu bank dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas yang disebabkan oleh ketidaksesuaian (mismatch) pengelolaan dana yang bersifat sementara (discountwindow).

Jika Bank Sentral ingin menambah jumlah uang beredar yang ada di masyarakat, maka Bank Sentral menurunkan tingkat diskonto dan suku bunga pinjaman yang diberikan kepada bank-bank umum, sehingga biaya atau bunga yang harus dibayar oleh bank-bank umum menjadi lebih murah.

Sebaliknya, jika Bank Sentral ingin mengurangi jumlah uang beredar yang ada di masyarakat, maka Bank Sentral akan menaikkan tingkat diskonto dan suku bunga pinjaman yang diberikan kepada bank-bank umum. Sehingga biaya atau bunga yang harus dibayar oleh bank-bank umum menjadi lebih mahal.

4. Himbauan Moral

Bank Sentral dapat melakukan himbauan moral terhadap perbankan. Biasanya himbauan moral merupakan pernyataan bank sentral (misalnya oleh Gubernur Bank Indonesia) yang bersifat mengarahkan atau memberi informasi yang lebih bersifat makro.

Informasi tersebut untuk dijadikan masukan bagi bank-bank umum dalam pengelolaan aset dan kewajibannya. Instrumen ini digunakan untuk mendukung efektifitas kebijakan moneter lainnya yang dilakukan bank sentral.

Tidak dapat dipungkiri peranan uang dirasakan sangat penting dan tidak ada bagian kehidupan manusia yang tidak terkait dengan uang. Namun demikian, jumlah uang yang beredar di luar kendali dapat menimbulkan pengaruh yang buruk bagi perekonomian secara keseluruhan.

Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong kenaikan harga, dan dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang beredar sangat rendah, maka kelesuan ekonomi akan terjadi, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kesejahteraan masyarakat.

Kondisi tersebut melatarbelakangi otoritas moneter dalam membuat kebijakan pengendalian jumlah uang beredar dalam perekonomian yang dikenal dengan kebijakan moneter.

(AM)

Ilustrasi kebijakan moneter yang dilaksanakan bank sentral dengan tindakan Open Market Policy. Foto: Shutterstock

Untuk mengendalikan uang yang beredar, bank sentral melaksanakan open market policy, dengan cara memperjualbelikan surat-surat berharga di pasar uang, berupa obligasi, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU).

Apabila bank sentral bermaksud mengurangi jumlah uang beredar, lembaga ini akan menjual surat berharga (open market selling). Sebaliknya, bila jumlah uang yang beredar ingin ditambah, bank sentral akan membeli surat-surat berharga (open market buying).

Rimsky K. Judissno dalam bukunya Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia (2003: 12) menjelaskan, tujuan open market policy adalah sebagai berikut:

  • Mempengaruhi jumlah uang beredar, baik untuk memperbesar dan memperkecil jumlah uang yang beredar.

  • Mencapai dan memelihara kestabilan harga atau nilai rupiah. Perkembangan kegiatan ekonomi suatu negara akan berjalan dengan mulus, ketika kestabilan harga dapat dijaga (tingkat inflasi tetap rendah).

  • Mendorong pertumbuhan investasi. Jumlah investasi yang terus meningkat, akan meningkatkan lapangan kerja yang cukup luas, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran.

Operasi Pasar Terbuka (OPT) merupakan salah satu instrumen dari kebijakan moneter yang sangat penting dalam mempengaruhi penawaran uang. Instrumen ini dapat dilaksanakan sendiri atau secara bersama-sama dengan instrumen lainnya.

Kebijakan ini dilakukan dengan cara menjual dan membeli surat-surat berharga dan obligasi pemerintah. Pembelian sekuritas menyuntikkan uang ke dalam sistem perbankan dan merangsang pertumbuhan, sedangkan penjualan sekuritas melakukan sebaliknya, dan melakukan kontrak ekonomi.

Bank Indonesia mengeluarkan surat berharga untuk mengontrol uang yang beredar. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan

Kebijakan Open Market Policy Melalui SBI

SBI (Sertifikast Bank Indonesia) merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan), dengan sistem diskonto/bunga.

Tujuan dikeluarkannya surat berharga tersebut untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam masyarakat, yang secara tidak langsung bisa mengendalikan laju inflasi dan nilai tukar rupiah. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang.

Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" atau suku bunga SBI, yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini, kemudian digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.

Jika terjadi kenaikan tingkat inflasi di pasar, Bank Indonesia akan menyedot likuiditas dengan cara menawarkan bunga yang menarik. Bunga SBI akan ditetapkan pada tiap penjualan, berdasarkan mekanisme pasar melalui sistem lelang yang biasanya diadakan setiap pekan.

Instrumen SBI ini mirip dengan T-Bills yang diterbitkan bank sentral Amerika Serikat (AS). Menariknya, SBI adalah instrumen yang bebas risiko (risk free).