Apa Isi Tritura awal tahun 1996 dan apa tujuannya?

Berikut ini akan dijabarkan materi tentang latar belakang lahirnya orde baru, latar belakang orde baru, lahirnya orde baru, aksi aksi tritura, tritura, isi tritura, sebutkan isi tritura, tuliskan isi tritura, tiga tuntutan rakyat.


Lahirnya pemeritahan Orde Baru tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial politik di masa itu. Pasca penumpasan G 30 S PKI, pemerintah ternyata belum sepenuhnya berhasil melakukan penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut. Kondisi ini membuat situasi politik tidak stabil.

Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Soekarno semakin menurun. Tanggal 25 Oktober 1965 para mahasiswa di Jakarta membentuk organisasi federasi yang dinamakan KAMI dengan anggota antara lain terdiri dari HMI, PMKRI, PMII, dan GMNI.

Pimpinan KAMI berbentuk Presidium dengan ketua umum Zamroni (PMII). Pemuda dan mahasiswa memiliki peran penting dalam transisi pemerintahan yang terjadi pada masa ini. 

Tokoh-tokoh seperti Abdul Ghafur, Cosmas Batubara, Subhan ZE, Hari Tjan Silalahi dan Sulastomo menjadi penggerak aksi-aksi yang menuntut Soekarno agar segera menyelesaikan kemelut politik yang terjadi.

Naiknya Letnan Jenderal Soeharto ke kursi kepresidenan tidak dapat dilepaskan dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G 30 S PKI. 

Ini merupakan peristiwa yang menjadi titik awal berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan hilangnya kekuatan politik PKI dari percaturan politik Indonesia. Peristiwa tersebut telah menimbulkan kemarahan rakyat. 

Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau, keadaan perekonomian makin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.

Aksi-aksi tuntutan penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G30S PKI semakin meningkat. Gerakan tersebut dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda, mahasiswa dan pelajar (KAPPI, KAMI, KAPI), kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI (sarjana), KAWI (wanita), KAGI (guru) dan lain-lain. 

Kesatuan-kesatuan aksi tersebut dengan gigih menuntut penyelesaian politis yang terlibat G-30S/PKI, dan kemudian pada tanggal 26 Oktober 1965 membulatkan barisan mereka dalam satu front, yaitu Front Pancasila.

Setelah lahir barisan Front Pancasila, gelombang demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI makin bertambah meluas. Situasi yang menjurus ke arah konflik politik makin bertambah panas oleh keadaan ekonomi yang semakin memburuk. 

Perasaan tidak puas terhadap keadaan saat itu mendorong para pemuda dan mahasiswa mencetuskan Tri Tuntunan Hati Nurani Rakyat yang lebih dikenal dengan sebutan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). 

Pada 12 Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan KAPPI, kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR mengajukan tiga buah tuntutan yaitu: 

  1. Pembubaran PKI, 
  2. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G30S PKI, dan 
  3. Penurunan harga/perbaikan ekonomi.

Tuntutan rakyat banyak agar Presiden Soekarno membubarkan PKI ternyata tidak dipenuhi Presiden. Untuk menenangkan rakyat Presiden Soekarno mengadakan perubahan Kabinet Dwikora menjadi Kabinet 100 Menteri, yang ternyata belum juga memuaskan hati rakyat karena di dalamnya masih bercokol tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa G30S PKI.

Pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri pada tgl 24 Pebruari 1966, para mahasiswa, pelajar dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka.

Aksi itu dihadang oleh pasukan Cakrabirawa sehingga menyebabkan bentrok antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran yang menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim.

Sebagai akibat dari aksi itu keesokan harinya yaitu pada tanggal 25 Februari 1966 berdasarkan keputusan Panglima Komando Ganyang Malaysia (Kogam) yaitu Presiden Soekarno sendiri, KAMI dibubarkan.

Insiden berdarah yang terjadi ternyata menyebabkan makin parahnya krisis kepemimpinan nasional. Keputusan membubarkan KAMI dibalas oleh mahasiswa Bandung dengan mengeluarkan “Ikrar Keadilan dan Kebenaran” yang memprotes pembubaran KAMI dan mengajak rakyat untuk meneruskan perjuangan. 

Perjuangan KAMI kemudian dilanjutkan dengan munculnya masa Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), krisis nasional makin tidak terkendalikan. Dalam pada itu mahasiswa membentuk Resimen Arief Rachman Hakim. Melanjutkan aksi KAMI. 

Protes terhadap pembubaran KAMI juga dilakukan oleh Front Pancasila, dan meminta kepada pemerintah agar meninjau kembali pembubaran KAMI. 

Dalam suasana yang demikian, pada 8 Maret 1966 para pelajar dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi menyerbu dan mengobrak–abrik gedung Departemen Luar Negeri, selain itu mereka juga membakar kantor berita Republik Rakyat Cina (RRC), Hsin Hua. Aksi para demonstran tersebut menimbulkan kemarahan Presiden Soekarno. 

Pada hari itu juga Presiden mengeluarkan perintah harian supaya agar seluruh komponen bangsa waspada terhadap usaha-usaha “membelokkan jalannya revolusi kita ke kanan”, dan supaya siap sedia untuk menghancurkan setiap usaha yang langsung maupun tidak langsung bertujuan merongrong kepemimpinan, kewibawaan, atau kebijakan Presiden, serta memperhebat “pengganyangan terhadap Nekolim serta proyek “British Malaysia” 

Indonesia tak bisa seperti sekarang tanpa adanya perjuangan para pahlawannya. Itu sebabnya, kita perlu mengingat sejarah Indonesia, untuk mengamalkan dan meneruskan perjuangan mereka.

LATAR BELAKANG TRITURA

Kondisi Indonesia di tahun 1960-an sangat bergejolak. Presiden Soekarno memposisikan Indonesia berlawanan dengan negara-negara barat. Sikap anti neokolonialisme dan neoimperialisme menyebabkan Indonesia kehilangan dukungan dari luar negeri di bidang politik maupun ekonomi. Puncaknya pada 1965, ketika Gerakan 30 September (G30S) meletus. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dekat dengan Soekarno dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan tujuh jenderal TNI.

Tri Tuntutan Rakyat (atau biasa disingkat Tritura) adalah tiga tuntutan kepada pemerintah yang diserukan para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Selanjutnya diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lainnya seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI).

ISI TRITURA

Pada 10 Januari 1966, ribuan mahasiswa bergerak ke Gedung Sekretariat Negara memprotes ketidakstabilan negara dan menyuarakan tiga tuntutan Tritura.

Tiga Tuntutan Rakyat tersebut mewakili masalah dan sebagai pernyataan sikap tegas atas kinerja pemerintah kala itu, antara lain:

1. Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)

Hal ini bermula dari lambannya pemerintah menindak tragedi berdarah G30S 1965 yang dituduhkan terhadap partai pimpinan D.N. Aidit tersebut. Empat bulan sejak penculikan dan pembunuhan beberapa petinggi Angkatan Darat, Soekarno masih juga bimbang mengambil keputusan tegas. Padahal, gelombang kegeraman masyarakat telah meluas.

Oleh sebab itu, para pemuda dan mahasiswa di Indonesia, terutama di Jakarta yang sebelumnya sudah memiliki organisasi kemahasiswaan yaitu Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), akhirnya terbelah dua. Perbedaan pendapat ini melahirkan wadah baru di tubuh PPMI, yaitu KAMI atau Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia. KAMI meyakini bahwa orang-orang PKI adalah dalang di balik peristiwa berdarah tersebut. Mereka menuntut tegas pemerintah untuk segera membubarkan PKI.

2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S

Tuntutan terhadap perombakan Kabinet Dwikora muncul lantaran pemerintahan Soekarno dianggap tidak becus mengendalikan kestabilan sosial-ekonomi yang sedang mengalami penurunan drastis. Perombakan Kabinet Dwikora juga dituntut karena di tubuh kabinet tersebut terdapat orang-orang PKI. Padahal, sebagian masyarakat saat itu menghendaki agar orang-orang PKI segera dibersihkan dari pemerintahan.

3. Penurunan Harga

Tuntutan turunkan harga disebabkan karena kesalahan fatal kebijakan ekonomi pemerintahan Soekarno. Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden No. 27 untuk mengatur kembali mata uang rupiah yang diumumkan pada 13 Desember 1965.

Peraturan Presiden ini merupakan inisiatif dari pejabat di Kabinet Dwikora yang mendevaluasi rupiah dari kurs RP1000 menjadi Rp1. Tindakan ini terpaksa diambil karena di kebijakan fiskal, mata uang sudah meningkat lima kali antara tahun 1964 dan 1965 yang sebanyak Rp2.982,4 miliar.

TOKOH TRITURA

Berikut merupakan beberapa tokoh yang terlibat dalam peristiwa G30S PKI antara lain:

Chaerul Saleh

Chaerul Saleh merupakan pejuang dan tokoh politik Indonesia yang pernah menjabat sebagai menteri, wakil perdana menteri, dan ketua MPRS antara tahun 1957 sampai 1966. Salah satu pemuda yang menculik Soekarno dan Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok (meninggal 1967 sebagai tahanan).

D.N. Aidit

D.N. Aidit merupakan ketua PKI (meninggal akibat dibunuh pada 1965).

DAMPAK TRITURA

Demonstrasi terus terjadi sepanjang tanggal 10-13 Januari 1966 hingga desakan Tritura sampai ke presiden. Puncaknya pada 11 Maret 1966. Demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran kembali terjadi di depan Istana Negara. Lambannya respons pemerintah menjadikan tuntutan demonstrasi melebar hingga terdengar desas-desus untuk menurunkan Soekarno dari jabatan kepresidennya.

Demonstrasi ini mendapat dukungan dari tentara. Mahasiswa mengepung Istana Kepresidenan dan menuntut Tritura yang salah satunya meminta pembubaran PKI. Tidak hanya mahasiswa yang mengepung Istana, sejumlah tentara tidak dikenal juga disebut mengelilingi Istana Kepresidenan. Akibat desakan tersebut, pada 21 Februari 1966 Soekarno akhirnya mengumumkan reshuffle kabinet barunya. Namun, hal ini malah kian memanaskan suasana karena masih ada beberapa tokoh berhaluan kiri di dalam tubuh kabinet tersebut.

Letnan Jenderal Soeharto pun meminta agar Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik. Keluarlah titah sakti melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang menunjuk Soeharto, Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) saat itu, untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban negara. Supersemar justru dimanfaatkan oleh Soeharto untuk merebut kekuasaan hingga akhirnya berkuasa sebagai Presiden RI ke-2 hingga 32 tahun lamanya. Oleh rezim Orde Baru pimpinan Soeharto, Soekarno dijadikan sebagai tahanan rumah hingga wafat pada 1970. Secarik surat perintah itulah yang mengubah peta politik di Indonesia secara drastis. Atas wewenang yang diberikan, Soeharto langsung mengambil alih komando. Dia membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menangkap orang-orang yang dicurigai terlibat gerakan 30 September. Termasuk para menteri yang loyal pada Presiden Soeharto.

KESIMPULAN

Tritura terjadi ketika gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI semakin keras, tetapi pemerintah tidak segera mengambil tindakan. Keadaan negara Indonesia sudah sangat parah, baik dari segi ekonomi maupun politik. keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat. Harga barang naik sangat tinggi terutama Bahan bakar minyak (BBM). Oleh karenanya, pada tanggal 12 Januari 1966, KAMI dan KAPPI mempelopori kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut Tritura.

REFERENSI

https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/sejarah-tritura-gerakan-mahasiswa-tumbangkan-orde-lama-erMo

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/153000969/tritura-latar-belakang-isi-dan-dampaknya?page=all#page2

https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/kabinet-dwikora-ii-kabinet-100-menteri-zaman-sukarno-ed23

https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-isi-supersemar-yang-dipakai-letjen-soeharto-gerak-cepat-bubarkan-pki.html

https://www.gurupendidikan.co.id/isi-tritura/