Apa hadis tentang makan malam

Setiap orang pasti membutuhkan asupan makanan yang mencukupi. Setidaknya orang, mengonsumsi makanan sebanyak tiga kali dalam satu hari yakni sarapan, makan siang dan makan malam. Ternyata Rasulullah juga melakukan hal yang sama.

Sebagai panutan umat muslim, Rasulullah banyak mengajarkan dan mencontohkan banyak aktifitas sehari-hari termasuk salah satunya kegiatan makan. Berikut tiga waktu makan Nabi Muhammad SAW beserta anjuran menu makanannya yang baik dalam islam.

Rasulullah (SAW) berkata: “Saya menyarankan Anda untuk minum madu.” Madu yang dikonsumsi untuk sarapan bisa dicampurkan dengan segelas air. Madu memiliki banyak manfaat baik untuk stamina maupun untuk sistem pencernaan dalam tubuh.

Selain madu, saat sarapan, Rasulullah juga mengonsumsi kurma dan susu. “Siapa pun memulai harinya dengan tujuh butir kurma maka tidak akan menderita racun atau sihir,” kata Rasulullah. Kurma dan susu bisa langsung dimakan atau kurma bisa direndam terlebih dulu dalam susu. Paduan susu dan kurma memiliki banyak kandungan vitamin dan mineral serta banyak kandungan alami yang berfungsi untuk menangkal racun.

“Tambahkan minyak zaitun dalam makanan. Minyak ini berasal dari pohon yang diberkahi,” kata Nabi Muhammad. Makan siang dengan sepotong roti gandum yang diberi tambahan satu sendok makan minyak zaitun dan cuka apel. Minyak zaitun memiliki banyak manfaat sepertimencegah kanker kulit dan kanker tulang, melarutkan kolesterol, serta mengatasi kepikunan.

Rasulullah (SAW) juga berkata: “Allah memberkati cuka untuk itu adalah bagian dari nabi diet.” Tambahan cuka apel pada menu makan siang akan membantu mengurangi lemak berbahaya yang terkandung dalam tubuh. Selain mengurangi, cuka apel juga membantu mengubah lemak menjadi zat yang lebih baik untuk tubuh.

Rasulullah (SAW) berkata: “Siapa pun yang melewati makan malam maka tubuhnya akan melemah.” Makan malam sifatnya wajib, isi perut dengan sepotong roti gandum dan segelas susu. Asupan makanan di malam hari membantu usus besar untuk memfermentasi makanan sehingga menghindari tubuh dari pendarahan.

Saat malam hari, Rasulullah biasa menyantap berbagai makanan seperti wortel, daun dill dan peterseli. Wortel memiliki kandungan alami yang terbukti baik sebagai bahan antioksidasi dan mencegah kanker serta penyakit penuaan. Sementara daun dill dan daun parsley memiliki kandungan yang bisa melindungi tubuh dari pembentukan kandungan empedu yang bisa menyebabkan kolesterol. Selain itu Rasulullah juga mengakhiri santap malamnya dengan buah-buahan seperti buah delima yang dipercaya bisa menguatkan organ perncernaan termasuk lambung.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak langsung tidur setelah makan malam. Beliau beraktivitas terlebih dahulu supaya makanan yang dikonsumsi masuk lambung dengan cepat dan baik sehingga mudah dicerna. Caranya juga bisa dengan shalat.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sering menyempatkan diri untuk berolahraga. Terkadang beliau berolahraga sambil bermain dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Pernah pula Rasulullah lomba lari dengan istri tercintanya, Aisyah radiyallahu’anha.

“Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (al-Ahzab [33]: 21).

Dalam berbagai aktivitas dan pola kehidupan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memang sudah dirancang oleh Allah subhaanahu wa ta’ala sebagai contoh teladan yang baik (uswah hasanah) bagi semua manusia. Teladan ini mencakup berbagai aspek kehidupan termasuk dalam hal pola makan yang bermuara pada kesehatan tubuh secara keseluruhan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

عن أنس بن مالك -رضي الله عنه-: أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال: «إذا قُدِّمَ العَشَاءُ ، فابدءوا به قبل أن تُصَلُّوا صلاة المغرب، ولا تَعْجَلوا عن عَشَائِكم».
[صحيح] - [متفق عليه]
المزيــد ...

Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu ‘anhu- bahwa Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Jika makan malam telah dihidangkan, maka dahulukan makan malam sebelum menunaikan salat Magrib dan jangan tergesa-gesa menyantap makan malam kalian!”
Hadis sahih - Muttafaq 'alaih

Uraian

Yakni jika makanan telah dihidangkan sedangkan waktu salat telah tiba maka dahulukanlah makan sebelum kalian salat, meskipun salat tersebut waktunya pendek dan terbatas seperti salat Magrib, agar pikiran orang yang salat tidak disibukkan dengan makanan saat salat. Abu Dardā` berkata, “Termasuk tanda kefakihan seseorang ialah ia menunaikan hajatnya (keperluannya) sehingga ia dapat menunaikan salatnya sedangkan hatinya dalam keadaan kosong (dari memikirkan hal lain).” Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 2

عن أبي ذر-رضي الله عنه- مرفوعًا: «إذا قام أَحَدُكُمْ إلى الصلاة؛ فإنَّ الرَّحمة تُوَاجِهُهُ، فلا يَمْسَح الحَصَى». وعن معيقيب -رضي الله عنه- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: في الرجل يُسَوِّي التُّراب حيث يسجُد، قال: «إِنْ كُنْت فاعِلا فَوَاحِدة».
[حديث أبي ذر ضعيف، وحديث معيقيب صحيح] - [حديث أبي ذر رواه أبو داود. حديث معيقيب متفق عليه]
المزيــد ...

Dari Abu Żar -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', "Jika salah seorang di antara kalian mendirikan salat, maka sesungguhnya rahmat Allah sedang menghadap kepadanya. Untuk itu, janganlah ia mengusap kerikil (di tempat sujud)." Dan dari Mu'aiqīb -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda mengomentari seseorang yang meratakan tanah untuk sujudnya, "Jika kamu harus melakukan itu, maka cukup sekali saja."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Bukhari

Uraian

Dalam hadis Abu Żar: Sabda beliau, "Jika salah seorang di antara kalian mendirikan salat." Artinya, jika telah memulai salat, berarti sebelum takbiratul ihram boleh mengusap kerikil. Adapun larangan dalam sabda beliau, "Janganlah ia mengusap kerikil," yakni, maka janganlah kehilangan fokus karena hal yang remeh, karena itu berarti memutus kontak saat salat, sehingga rahmat Allah yang bersumber dari kekhusyuan dalam salat lepas darinya. Ini berlaku jika bukan untuk membenarkan tempat sujud; jika tidak, maka boleh sekali berdasarkan daruratnya. Kerikil di sini adalah batu kecil. Penyebutannya adalah karena itu yang dominan ada, sebab biasanya kerikil kecil itu yang terdapat di tikar masjid. Jadi tidak ada bedanya antara kerikil tersebut dengan debu dan pasir dalam masalah ini. Hadis Mu'aiqīb, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda mengomentari seseorang yang meratakan tanah untuk sujudnya, "Jika kamu harus melakukan itu, maka cukup sekali saja." "bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda mengomentari seseorang," artinya tentang seseorang yang bertanya kepada Rasulullah, "perihal dirinya yang mengusap pasir," waktu salat "di tempat sujudnya." Maksudnya: di tempat di sujud atau karena dia akan sujud di tempat itu. Maka beliau menjawab, "Jika kamu harus melakukan itu," maksudnya jika kamu membutuhkan untuk melakukan hal tersebut, "maka cukup sekali saja." Artinya, maka lakukanlah sekali saja, tidak boleh lebih dari sekali. Dimakruhkan mengusap kerikil kecuali kalau kerikil itu menghalanginya sujud, seperti ketika tempat sujud itu bergelombang sehingga jidatnya tidak bisa diletakkan dalam posisi yang diwajibkan saat sujud, maka boleh meratakannya sekali usapan atau dua usapan, karena dalam hal ini ada dua riwayat; riwayat pertama, "Meratakannya sekali" dan dalam riwayat lainnya, "Meratakannya dua kali." Hanya saja dari dua riwayat itu yang paling kuat adalah mengusap sekali saja, tidak boleh lebih. Adapun alasan ('illah) larangan dalam sabda beliau, "Karena sesungguhnya rahmat Allah sedang menghadap kepadanya" artinya, turun kepadanya dan mendatanginya. Inilah 'illah larangan di atas. Artinya, Tidak baik bagi seorang yang waras menyikapi rahmat yang begitu agung dengan perbuatan bodohnya. Hal ini diungkapkan oleh Aṭ-Ṭībi. Imam Asy-Syaukāni berkata, "Alasan ini menunjukkan bahwa hikmah di balik larangan mengusap kerikil ini adalah agar hatinya tidak lalai dengan sesuatu yang memalingkannya dari rahmat yang sedang menghadap kepadanya, sehingga dia tidak mendapatkan rahmat tersebut.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 3

عن عائشة -رضي الله عنها- قالت: سَألتُ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عن الالتِفَات في الصلاة؟ فقال: «هو اخْتِلاس يَختَلِسُهُ الشَّيطان من صلاة العَبْد».
[صحيح] - [رواه البخاري]
المزيــد ...

Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang hukum menoleh dalam salat?" Maka beliau menjawab, "Itu adalah pencurian yang dilakukan setan dalam salat seorang hamba."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Bukhari

Uraian

Aisyah bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang hukum menoleh dalam salat, apakah itu membahayakan salat dan mempengaruhi keabsahannya? Maka beliau mengingatkan kepadanya bahwa menoleh itu merupakan pencurian yang dilakukan oleh setan dalam salat dengan sangat cepat dan samar agar salat seseorang cacat dan pahalanya berkurang.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 4

عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- رأى نُخْامَة في القِبْلَة، فَشَقَّ ذلك عليه حتى رُئِي في وجْهِه، فقام فَحَكَّه بِيَده، فقال: «إن أحدكم إذا قام في صلاته فإنه يُنَاجِي رَبَّه، أو إن رَبَّه بينه وبين القِبْلَة، فلا يَبْزُقَنَّ أحدُكم قِبَل قِبْلتِه، ولكن عن يَسَاره أو تحت قَدَمَيه» ثم أخذ طَرف رِدَائِه، فَبَصَقَ فيه ثم ردَّ بَعْضَهُ على بعض، فقال: «أو يفعل هكذا».
[صحيح] - [متفق عليه]
المزيــد ...

Dari Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu-, Bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melihat ada dahak di kiblat (dinding masjid). Hal ini sangat mengganggu beliau, hingga terlihat jelas di wajah beliau. Lalu beliau bangkit dan mengerik dahak tersebut dengan tangannya seraya bersabda, "Sesungguhnya salah seorang dari kalian apabila berdiri dalam salatnya, maka sesungguhnya ia sedang bermunajat dengan Rabbnya -atau Rabbnya berada di antara dia dan kiblat-. Maka janganlah salah seorang dari kalian meludah ke arah kiblat, tetapi hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya atau di bawah kakinya." Kemudian beliau mengambil ujung sorbannya dan meludah padanya, lalu menggosok-gosokkan kaiannya seraya bersabda, "atau melakukan seperti ini."
Hadis sahih - Muttafaq 'alaih

Uraian

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melihat dahak kering di dinding masjid arah kiblat. Hal ini sangat mengganggu beliau hingga terlihat di wajah beliau. Maka beliau membersihkan sendiri dahak kering itu dengan tangan mulia beliau sebagai pelajaran bagi umatnya, bentuk tawaduk kepada Allah, dan rasa cinta kepada rumah Allah. Lalu beliau menjelaskan bahwa seseorang yang salat itu sedang bermunajat kepada Allah dengan zikir, doa, dan bacaan ayat-ayat Alquran. Maka dalam kondisi sakral seperti ini seyogyanya berlaku khusyuk dalam salatnya, menghadirkan keagungan Allah, menghadap dengan segenap hatinya, menjauhi sikap kurang beradab kepada Allah, serta tidak meludah ke arah kiblat. Kemudian beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menunjukkan cara terbaik yang dilakukan saat dalam kondisi seperti ini; yaitu meludah ke sebelah kirinya, ke bawah kakinya, meludah di (ujung) pakaiannya atau lainnya, lalu menggosoknya dengan bagian kain yang lain untuk menghilangkannya. Orang yang salat hendaknya menghadirkan keagungan Allah dan menghadap-Nya dengan sepenuh hatinya. Meskipun Allah berada di langit di atas Arasy, namun sesungguhnya Dia di depannya, karena Dia meliputi segala sesuatu yang ada dan "Tiada sesuatu pun yang menyamai-Nya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syūra: 11). Keyakinan ini tidak berarti bahwa Allah bercampur dengan fisik orang yang salat atau berada di tempat orang yang salat. Mahasuci Allah dari itu semua. Allah sangat dekat dengan orang yang salat dan sangat dekat dengan orang yang berdoa dengan kedekatan yang patut bagi keagungan-Nya, tidak sama dengan kedekatan makhluk dengan makhluk, tetapi dekatnya sang Khalik dengan makhluk-Nya. Contoh sederhanya terkait makhluk-Nya - dan bagi Allah contoh terbaik- adalah matahari. Matahari selalu di atasmu, namun ia bisa berada di depanmu saat terbit dan terbenam.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Hausa Portugis

Tampilkan Terjemahan

Page 5

عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- قال: كان قِرَام لعائشة سَترت به جانب بَيتها، فقال النبي -صلى الله عليه وسلم-: «أَمِيطِي عنَّا قِرَامَكِ هذا، فإنه لا تَزال تصاوِيُره تَعْرِض في صلاتي».
[صحيح] - [رواه البخاري]
المزيــد ...

Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, Aisyah memiliki gorden yang dipakai untuk menutup jendela kamarnya. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Singkirkanlah gorden jendela ini dari kita, karena gambar-gambarnya selalu nampak dalam salatku."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Bukhari

Uraian

Aisyah memiliki gorden kain tipis bergambar lukisan dan berwarna-warni untuk menutup jendela kamarnya. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkannya untuk membuangnya dan menjelaskan alasannya; bahwa lukisan dan warnanya selalu nampak di depan kedua mata beliau, sehingga beliau khawatir itu dapat mengganggu kekhusyukannya dalam salat, memalingkannya dari zikir-zikir salat dan memahami tujuan besarnya, yaitu tunduk dan patuh kepada Allah -Ta'ālā-.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Uyghur Kurdi Hausa Portugis

Tampilkan Terjemahan

Page 6

عن عائشة -رضي الله عنها- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- صلَّى في خَمِيصَةٍ لها أعْلَام، فَنَظَر إلى أَعْلاَمِهَا نَظْرَةً، فلمَّا انْصَرف قال: «اذهبوا بِخَمِيصَتِي هذه إلى أبي جَهْم وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةِ أبي جَهْم؛ فإنها أَلْهَتْنِي آنِفًا عن صَلاتي» وفي رواية: «كنت أنظر إلى عَلَمِها، وأنا في الصلاة؛ فأخاف أن تَفْتِنَنِي».
[صحيح] - [متفق عليه]
المزيــد ...

Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah salat dengan mamakai pakaian Khamīṣah bergambar. Beliau sekilas melihat gambarnya. Maka ketika telah selesai, beliau bersabda, "Bawalah Khamīṣahku (pakain dari wol bermotif) ini pada Abu Jahm dan bawakan untukku Anbijāniyah (pakaian tanpa motif) hadiah dari Abu Jahm, sesungguhnya kain itu tadi telah melalaikan aku dari salatku." Dalam riwayat lain, "Aku melihat gambarnya ketika aku sedang salat, sehingga aku khawatir gambar itu menggangguku."
Hadis sahih - Muttafaq 'alaih

Uraian

Abu Jahm menghadiahkan kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pakaian khamisah yang ada gambar dan hiasannya. Dan lantaran akhlak mulia beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau menerima hadiah ini untuk menjaga perasaan pemberi hadiah. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menerima hadiah itu dan memakainya untuk salat. Namun karena pakaian ini berwarna-warni dan terdapat hiasan yang menarik pandangan, pakaian itu melalaikan beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dari kekhusyukan secara total dalam salat. Maka beliau memerintah mereka untuk mengembalikan khamīṣah bergambar ini kepada pemberi, yakni Abu Jahm. Dan agar tak ada suatu perasaan tidak enak dalam hati Abu Jahm karena pengembalian hadiah, dan supaya hatinya tenang, beliau memerintah mereka membawakan pakaian Abu Jahm yang tidak berwarna-warni dan tidak ada hiasannya.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Hausa Portugis

Tampilkan Terjemahan

Page 7

عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- قال: قال النبي -صلى الله عليه وسلم-: «ما بَال أقْوَام يَرفعون أبْصَارَهم إلى السَّماء في صَلاتهم»، فاشْتَدَّ قوله في ذلك، حتى قال: «لَيَنْتَهُنَّ عن ذلك، أو لَتُخْطَفَنَّ أبْصَارُهم».
[صحيح] - [متفق عليه]
المزيــد ...

Dari Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Kenapa ada orang-orang yang mengangkat pengelihatannya ke arah langit dalam salat mereka? Lalu peringatan beliau bertambah keras sampai-sampai beliau bersabda, "Hendaklah mereka berhenti melakukannya atau kalau tidak, niscaya akan tersambar pengelihatannya (sehingga menjadi buta)!".
Hadis sahih - Muttafaq 'alaih

Uraian

Hadis ini menunjukkan hal yang seharusnya dilakukan oleh orang yang sedang salat, yaitu bersikap tenang, fokus dan khusyuk. Pertanda kekhusyukan hati adalah ketenangan anggota tubuh. Karenanya, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memperingatkan umatnya agar tidak melakukan hal-hal yang tak berguna dan mengarahkan pengelihatan ke arah langit dalam salat, karena hal-hal ini bertentangan dengan adab dan kedudukan salat itu sendiri. Orang yang salat adalah sedang bermunajat kepada Allah dan seolah Allah tepat di hadapannya. Maka mengangkat pandangan dalam kondisi ini sangat tak beradab dengan Allah. Untuk itu, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sangat mengecam kelakuan ini, sampai-sampai beliau memberi dua opsi kepada orang-orang yang mengangkat pandangan mereka ke arah langit ketika salat; mereka menghentikannya dan tidak melakukannya lagi atau pengelihatan mereka diambil dengan cepat tanpa mereka sadari, sehingga mereka kehilangan nikmat pengelihatan sebagai balasan atas kecerobohan mereka terhadap urusan salat.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Hausa Portugis

Tampilkan Terjemahan

Page 8

عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعًا: «التَّثَاؤُبُ في الصلاة من الشَّيطان؛ فإذا تَثَاءَبَ أحدكم فَليَكْظِم ما اسْتَطاع».
[صحيح] - [رواه الترمذي]
المزيــد ...

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', "Menguap dalam salat itu merupakan (godaan) dari setan; jika salah seorang dari kalian menguap, maka tahanlah sebisa mungkin!"
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Tirmiżi

Uraian

Menguap dalam salat itu merupakan (godaan) dari setan; karena menguap disertai rasa berat, loyo, rasa malas dan ingin tidur. Setanlah yang mendorong nafsu memberikan kesenangannya, serta memotivasi agar memperbanyak makan dan minum. Jika orang yang salat menguap, maka hendaknya ia menahannya sekuat tenaga dengan cara mengadu gigi-giginya dan merapatkan kedua bibirnya agar setan tidak memperoleh keinginannya, yaitu memperburuk rupanya, masuk ke dalam mulutnya, dan menertawakannya. Jika tidak mampu menahan, maka hendaknya menutupkan tangannya ke mulutnya!

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Hausa Portugis

Tampilkan Terjemahan

Page 9

عن عائشة -رضي الله عنها- قالت: أَمَر رسول الله -صلى الله عليه وسلم- بِبناء المساجد في الدُّورِ، وأن تُنظَّف، وتُطيَّب.
[صحيح] - [رواه أبو داود]
المزيــد ...

Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- ia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan untuk membangun masjid di kampung-kampung dan supaya dibersihkan serta diberi wewangian."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Abu Daud

Uraian

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan untuk membangun masjid di kampung-kampung. Artinya, setiap kampung harus ada masjid dan supaya dibersihkan dari kotoran, dijaga, dirawat dan diberi wewangian.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 10

1: Diharamkan membangun masjid di atas kuburan, atau mengubur orang yang meninggal di dalam masjid, sebagai bentuk pencegahan dari adanya sarana syirik dan menjauhi perbuatan tasyabbuh kepada para penyembah berhala.

2: Membangun masjid di atas kuburan dan memajang patung dan gambar di dalam masjid (tempat ibadah) adalah perbuatan orang Yahudi dan Nasrani. Orang yang melakukannya telah meniru mereka dan berhak disiksa seperti mereka.

3: Salat di dekat kuburan adalah wasilah kepada kesyirikan, baik kuburan tersebut di dalam masjid atau di luarnya.

4: Diharamkan membuat patung dan gambar jika patung atau gambar tersebut dari rupa makhluk bernyawa.

5: Siapa yang membangun masjid di atas kuburan dan membuat patung dan gambar-gambar di dalamnya maka dia adalah makhluk Allah -Ta'ālā- yang paling buruk.

6: Perlindungan sempurna yang dilakukan oleh syariat kepada tauhid; yaitu syariat menutup semua wasilah yang dapat mengantar kepada kesyirikan.

7: Tidak sah salat di dalam masjid yang dibangun di atas kuburan, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarangnya serta melaknat pelakunya, sedangkan larangan menunjukkan batalnya apa yang dilarang.

8: Kegigihan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam memberi petunjuk kepada umat beliau. Penjelasannya: meskipun beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang berada di atas tikar kematian, namun tetap mengingatkan umatnya dari perbuatan guluw orang Yahudi dan Nasrani terhadap para nabi dan orang-orang saleh mereka.

Page 11

عن أبي هريرة -رضي الله عنه-، قال: بعث رسول الله -صلى الله عليه وسلم- خيلا قِبَلَ نَجْدٍ، فجاءت برجل من بني حَنِيفة يُقَالُ لَهُ: ثُمَامَةُ بْنُ أُثَالٍ، سَيِّدُ أَهْلِ اليَمَامَةِ، فَرَبَطُوهُ بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي المسجد، فخرج إليه رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، فقال: «مَاذَا عِنْدَك يا ثمامة؟» فقال: عندي يا محمد خير، إِنْ تَقْتُلْ تَقْتُل ذَا دَمٍ، وَإِنْ تُنْعِمْ تُنْعِمْ عَلَى شَاكِر، وإن كنت تريد المال فَسَلْ تُعْطَ مِنْهُ مَا شِئْتَ، فَتَرَكَهُ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- حتى كان بعد الغد، فقال: «ما عندك يا ثمامة؟» قال: ما قلت لك، إن تنعم تنعم على شاكر، وإن تقتل تقتل ذا دم، وإن كنت تريد المال فسل تعط منه ما شئت، فتركه رسول الله -صلى الله عليه وسلم- حتى كان من الغد، فقال: «ماذا عندك يا ثمامة؟» فقال: عندي ما قلت لك، إن تنعم تنعم على شاكر، وإن تقتل تقتل ذا دم، وإن كنت تريد المال فسل تعط منه ما شئت، فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «أَطْلِقُوا ثمامة»، فَانْطَلَقَ إِلَى نَخْلٍ قَرِيبٍ مِنَ المَسْجِدِ، فاغتسل، ثم دخل المسجد، فقال: أشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، يا محمد، والله، مَا كَانَ عَلَى الْأَرْضِ وَجْهٌ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْ وَجْهِكَ، فَقَدْ أَصْبَحَ وَجْهُكَ أَحَبَّ الْوُجُوهِ كُلِّهَا إِلَيَّ، والله، ما كان مِن دِين أبغَضَ إليَّ مِن دِينَك، فأصبح دينُك أحبَّ الدِّين كُلِّه إليَّ، والله، ما كان من بلد أبغض إلي من بلدك، فأصبح بلدُك أحبَّ البلاد كلها إليَّ، وإنَّ خَيلَك أخَذَتنِي وأنا أُرِيد العمرة فمَاذَا تَرَى؟ فبشَّره رسول الله -صلى الله عليه وسلم- وأمره أن يَعْتَمِر، فلمَّا قدِم مكَّة قال له قائل: أصَبَوْت، فقال: لا، ولكنَّي أسْلَمت مع رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، ولا والله، لا يأتِيكم مِن اليمامة حبة حنطة حتىَّ يأْذَنَ فيها رسول الله -صلى الله عليه وسلم-.
[صحيح] - [متفق عليه]
المزيــد ...

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim pasukan berkuda ke arah Najed. Lalu pasukan ini datang membawa seorang laki-laki dari Bani Hanifah, bernama Ṡumāmah bin Uṡāl, pemimpin penduduk Yamāmah. Mereka mengikatnya di salah satu tiang masjid. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar menemuinya, beliau bertanya, “Apa yang kau punya wahai Ṡumāmah?” Ia menjawab, “Aku memiliki kebaikan wahai Muhammad. Jika engkau membunuh, engkau membunuh orang yang punya darah (bangsawan) dan jika engkau berbuat baik, engkau berbuat baik pada orang yang tahu berterimakasih. Jika engkau menginginkan harta, mintalah pasti engkau diberi sekehendakmu.” Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kemudian meninggalkannya. Hingga setelah keesokan harinya, beliau bertanya lagi, “Apa yang kau punya wahai Ṡumāmah?” Ia menjawab, “Seperti yang sudah aku katakan padamu. Jika engkau berbuat baik, engkau berbuat baik pada orang yang tahu berterima kasih, dan jika engkau membunuh, engkau membunuh orang yang memiliki darah. Jika engkau menginginkan harta, mintalah pasti engkau diberi sekehendakmu.” Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meninggalkannya. Hingga di keesokan harinya, beliau bertanya lagi, “Apa yang kau punya wahai Ṡumāmah?” Ia menjawab, “seperti yang sudah aku katakan padamu. Jika engkau berbuat baik, engkau berbuat baik pada orang yang tahu berterima kasih, dan jika engkau membunuh, engkau membunuh orang yang memiliki darah. Jika engkau menginginkan harta, mintalah pasti engkau diberi sekehendakmu.” Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Lepaskanlah Ṡumāmah!” Lalu ia pergi ke sebuah kebun kurma dekat masjid. Ia mandi kemudian masuk masjid, lalu mengucapkan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai Muhammad, demi Allah, tak ada di muka bumi ini wajah yang lebih aku benci dibanding wajahmu, namun kini wajahmu telah menjadi wajah yang paling aku cintai di antara seluruh wajah. Demi Allah, tak ada satu agama pun yang lebih aku benci dibanding agamamu, namun agamamu kini telah menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah, tak ada satu negeri pun yang lebih aku benci dibanding negerimu, namun kini negerimu telah menjadi negeri yang paling aku cintai. Pasukan kudamu telah menangkapku ketika aku ingin berangkat umrah, apa pendapatmu?” Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kemudian memberinya kabar gembira dan menyuruhnya untuk menunaikan umrah. Ketika ia tiba di Makkah, seseorang berkata kepadanya, “Apakah engkau telah berpindah agama?” Ia menjawab, “Tidak." Tapi aku telah masuk Islam bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sungguh demi Allah, tidak akan datang pada kalian satupun butir gandum sehinggi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengizinkannya.”
Hadis sahih - Muttafaq 'alaih

Uraian

Maksud hadis: Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim pasukan kuda ke Najed di bawah pimpinan Muhammad bin Maslamah pada tanggal 10 Muharram tahun 6 H, untuk memerangi anak-anak kabilah Bani Bakr yang termasuk di dalamnya Bani Hanifah. Mereka melancarkan serangan dan berhasil mengalahkan musuh, lalu mereka menawan Ṡumāmah bin Uṡāl dan membawanya ke Madinah. Mereka lalu mengikat Ṡumāmah di salah satu tiang Masjid Nabawi. kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepadanya, “Apa yang kau punya?” Maksud beliau: menurut dugaanmu apa yang akan aku lakukan padamu? Ia menjawab, “Aku dalam keadaan baik.” Maksudnya, aku tidak mendugamu dan tidak mengharapkan darimu selain kebaikan, apa pun yang engkau lakukan padaku. Ucapan Ṡumāmah, “Jika engkau membunuh, engkau membunuh orang yang punya darah.” Artinya, jika engkau membunuhku, akan ada orang yang membalas dendam karena aku pemuka kaumku. Dikatakan pula maksudnya, jika engkau membunuhku maka itu adalah suatu keadilan dan engkau tidak memperlakukanku kecuali dengan apa yang berhak aku terima, karena aku memang dituntut membayar darah. Jika engkau membunuhku maka engkau membunuhku karena kisas, dan engkau sama sekali tidak zalim padaku. Adapaun perkataannya “jika engkau memberi maaf, engkau memberi maaf pada orang yang tahu berterimakasih”. Artinya jika engkau berbuat baik padaku dengan memaafkanku maka pemberian maaf itu termasuk kriteria orang-orang mulia dan kebaikanmu ini tak akan sia-sia begitu saja, karena engkau telah memberi maaf kepada orang mulia yang selalu menjaga jasa baik dan tidak melupakan kebaikan selamanya. Sedang ucapan Ṡumāmah -raḍiyallāhu 'anhu-, “Dan jika engkau menginginkan harta”, maksudnya jika engkau ingin aku menebus diriku dengan harta “mintalah berapa pun sekehendakmu” dan pasti engkau memperoleh apa yang engkau minta. Setelah percakapan ini, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hanya meninggalkannya. Hingga keesokan harinya, beliau berkata kepadanya, “Apa yang kau punya wahai Ṡumāmah?” Maksudnya, beliau meninggalkannya dalam keadaan terikat di tiang itu hingga tiba hari kedua, di mana beliau kembali mengajukan pertanyaan pertama padanya. Dan Ṡumāmah memberikan jawaban yang sama. Kemudian beliau meninggalkannya hingga hari ketiga. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kembali mengulangi pertanyaan pertama dan Ṡumāmah tetap memberikan jawaban yang sama pula. Di hari ketiga ini, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberikan perintah, beliau bersabda, “Lepaskan Ṡumāmah!” Yakni, lepaskan ia dari ikatan! Ṡumāmah pun segera “pergi ke sebuah kebun kurma dekat masjid”, yakni ia pergi menuju tempat air dekat masjid. “Ia mandi kemudian masuk masjid, lalu mengatakan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah”, maksudnya, ia menyatakan keislamannya dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Ini riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Ṡumāmah mandi dengan inisiatif sendiri, bukan karena perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Kemudian Ṡumāmah -raḍiyallāhu 'anhu-mengungkapkan perasaannya terhadap Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, agama beliau yang lurus dan negeri tercinta beliau, Madinah Nabawiyah. Ia -raḍiyallāhu 'anhu-mengatakan, “Dahulu tidak ada wajah yang aku benci sebesar kebencianku pada wajahmu, namun ketika aku telah masuk Islam, wajahmu telah berubah menjadi wajah yang paling aku cintai. Kerena kebencian dan ketidaksukaan telah berubah menjadi cinta besar yang tak tertandingi cinta yang lain. “Demi Allah, dahulu tidak ada satu agamapun yang lebih aku benci dibanding agamamu, namun agamamu kini telah menjadi agama yang paling aku cintai”. Demikianlah perasaan iman ketika telah bercampur dengan relung hati. “Demi Allah, dahulu tidak ada satu negeri yang lebih aku benci dibanding negerimu, namun negerimu kini telah menjadi negeri yang paling aku cintai.” Karena cintaku padamu mendorongku untuk lebih mencintai negerimu. Kemudian ia mengatakan, “Pasukan kudamu telah menangkapku ketika aku ingin umrah, apa pendapatmu?” Artinya, apakah engkau mengizinkanku melaksanakan umrah? “Lalu beliau memberinya kabar gembira” berupa pengampunan terhadap semua dosa-dosanya dan kebaikan di dunia serta akhirat. “dan menyuruhnya untuk menunaikan umrah. Ketika ia tiba di Mekkah, seseorang berkata padanya, “Apakah engkau telah berpindah agama?” yakni, engkau telah keluar dari satu agama untuk masuk agama lain. “Ia menjawab, “Tidak, demi Allah. Tapi aku masuk Islam bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.” Yakni, tapi aku meninggalkan agama batil dan masuk ke dalam agama yang benar. “Sungguh, demi Allah. Tidak akan datang pada kalian satu pun butir gandum sehingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengizinkannya.” Artinya, sampai Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengizinkan untuk mengirimkannya pada kalian. Lalu Ṡumāmah pergi ke Yamāmah yang merupakan satu kampung di Mekkah. Ia mencegah gandum dikirim pada mereka, hingga suku Quraisy kesulitan dan mereka menulis surah pada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk memohon dengan nama hubungan kerabat agar beliau menulis surah pada Ṡumāmah. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pun melakukannya.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia China Persia Tagalog Indian Uyghur Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 12

عن أبي هريرة أنَّ عمر مرَّ بِحَسَّان -رضي الله عنهم- وهو يَنْشُدُ الشِّعر في المسجد، فَلَحَظَ إليه، فقال: قد كُنْتُ أَنْشُد، وفيه من هو خير مِنْك، ثمَّ الْتَفَتَ إلى أبي هريرة، فقال: أَنْشُدُكَ الله، أَسَمِعْتَ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يقول: «أَجِبْ عَنِّي، اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بروح الْقُدُسِ»؟ قال: اللهمَّ نعم.
[صحيح] - [رواه مسلم]
المزيــد ...

Dari Abu Hurairah bahwa suatu hari Umar berjalan melewati Ḥassān -raḍiyallāhu 'anhum- yang sedang melantunkan syair di masjid. Lalu Umar memandang kepadanya (dengan pandangan mengingkari perbuatannya), maka Ḥassān menjawab, "Aku telah melantunkan syair di masjid yang di dalamnya ada seorang yang lebih mulia darimu." Kemudian ia menoleh kepada Abu Hurairah, lalu ia berkata, "Aku memintamu atas nama Allah, bukankah engkau telah mendengarkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Jawablah untukku, ya Allah bantulah ia dengan Ruh al-Qudus.' Abu Hurairah lalu menjawab, “Ya Allah, benar (aku telah mendengarnya)."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Muslim

Uraian

Makna hadis: Bahwa Ḥassān -raḍiyallāhu 'anhu- pernah melantunkan syair di masjid, sedangkan Umar pada saat itu berada di sana. Lalu Umar memandang ke arahnya dengan pandangan mengingkari. Maka tatkala Ḥassān melihat hal itu, ia pun berkata kepadanya, "Aku pernah melantunkan syair di masjid ini dan di dalamnya ada orang yang lebih baik darimu." Kemudian ia meminta Abu Hurairah untuk bersaksi yakni ia meminta Abu Hurairah untuk melakukan persaksian yang ia ketahui tentang pelantunan syairnya di masjid dengan kehadiran Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan penetapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- atas itu serta motivasi beliau kepadanya untuk melantunkan syair, lalu ia berkata, "Aku memintamu atas nama Allah" yakni aku memintamu atas nama Allah dan aku bersumpah atas nama-Nya "Apakah engkau telah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wahai Ḥassān jawablah demi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Yakni jawablah para penyair kaum musyrikin dengan syairmu dan balaslah mereka dengannya demi membela Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan demi menolong agamanya. Lalu apakah engkau pernah mendengar beliau bersabda, "Ya Allah, kuatkanlah ia dengan Ruh al-Qudus"? Yakni kuatkan ia dengan Jibril dan tundukkan ia untuknya dengan mengilhamkannya syair yang dapat mengenai musuh-musuh Islam seperti panah. Abu Hurairah berkata, “Iya.” Yakni aku pernah mendengarmu (wahai Ḥassān) melantunkan syair di depan beliau di masjid (Nabawi) dan aku pernah mendengar beliau mengatakan itu.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Orang Vietnam Uyghur Kurdi Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 13

عن أبي هريرة -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «من سمِع رجُلا يَنْشُدُ ضَالَّةً في المسجد فليقُل: لا رَدَّهَا الله عليك، فإنَّ المساجد لم تُبْنَ لهذا».
[صحيح] - [رواه مسلم]
المزيــد ...

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Siapa yang mendengar seseorang mencari (mengumumkan) barang hilang di masjid, hendaklah ia mendoakan, "Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu, karena sesungguhnya masjid tidak dibangun untuk hal seperti ini."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Muslim

Uraian

Hadis Abu Hurairah ini menunjukkan bahwa siapa saja yang mencari binatang piaraannya yang hilang di masjid, maka hendaklah didoakan "Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu" atau "Semoga kamu tidak menemukannya," sebagaimana dalam riwayat yang lain. Ini merupakan teguran baginya karena tidak mengagungkan masjid. Kemudian disebutkan alasan nabawiyah terkait teguran mencari hewan hilang di masjid, yaitu sabdanya, "karena sesungguhnya masjid tidak dibangun untuk hal seperti ini." Maksudnya masjid hanya dibangun untuk berzikir kepada Allah, salat, belajar agama, dan kebaikan lainnya. Tatkala seseorang mencari barang hilang tidak pada tempatnya (di masjid), maka tepat sekali untuk didoakan agar dia tidak menemukan barangnya sebagai bentuk hukuman atasnya dengan kebalikan maksudnya, agar jera dan tidak diulangi kembali. Intinya, hadis ini termasuk hadis tentang amar makruf dan nahi mungkar, yang ada syarat-syaratnya. Jika sudah didoakan dan orang itu berhenti dan tidak lagi mencari barangnya, maka itu sudah cukup. Namun jika ia tetap mencari, maka doa itu diulangi kembali.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Uyghur Kurdi Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 14

عن أبي هريرة -رضي الله عنه-، أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال: إذا رَأَيْتُم مَن يَبِيع أو يَبْتَاعُ في المسجد، فقولوا: لا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ، وإذا رأيتم مَنْ يَنْشُدُ فيه ضَالَّة، فقولوا: لاَ رَدَّ الله عليك.
[صحيح] - [رواه الترمذي]
المزيــد ...

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apabila kalian melihat orang menjual atau membeli di masjid, maka katakanlah, "Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada perniagaanmu." Dan apabila kalian melihat orang mengumumkan kehilangan untanya di masjid, maka katakanlah, "Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Tirmiżi

Uraian

Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apabila kalian melihat orang menjual atau membeli di masjid," Penghapusan objek (dalam ungkapan ini) menunjukkan keumuman sehingga mencakup segala yang dijual dan dibeli. Jika ada orang dalam kondisi demikian (berjual-beli), maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberikan arahan agar orang itu dibentak dan dikatakan kepada keduanya -penjual dan pembeli- dengan lisan secara keras, "Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu," doa keburukan untuknya. Yakni, semoga Allah tidak menjadikan perdaganganmu mendapatkan keuntungan dan manfaat. Ini mengandung tanda dan isyarat kepada firman Allah -Ta'ālā-, "Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung," (Al-Baqarah: 16). Seandainya seseorang mengatakan kepada keduanya sekaligus, "Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaan kalian berdua," ini boleh untuk tercapainya tujuan. Alasan tindakan membentak ini karena masjid merupakan pasar akhirat. Siapa yang melakukan sebaliknya dan menjadikan masjid pasar untuk urusan dunia, maka sudah selayaknya dia didoakan dengan kerugian, terhalang dari keuntungan dan manfaat sebagai hukuman baginya dengan lawan tujuannya, dan sebagai intimidasi serta menakut-nakuti orang yang melakukan seperti itu. Dengan demikian, perniagaan di masjid tidak boleh sebagai bentuk penyucian.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Uyghur Kurdi Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 15

عن حكيم بن حزام -رضي الله عنه- مرفوعًا: «لا تُقَامُ الحدود في المساجد، ولا يُسْتَقَادُ فيها».
[حسن] - [رواه أبو داود]
المزيــد ...

Dari Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū'-, "Janganlah hukum hudud dilakukan di masjid-masjid, dan jangan pula melakukan kisas di dalamnya."
Hadis hasan - Diriwayatkan oleh Abu Daud

Uraian

Sahabat yang mulia, Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- menuturkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang menegakkan hukum hudud, yaitu seluruhnya. Artinya generalisasi (pengumuman) setelah pengkhususan. Yakni, hukum hudud yang berkaitan dengan Allah atau dengan manusia, karena hal itu merupakan bentuk penodaan kehormatannya dan mengandung kemungkinan menodainya dengan luka atau kotoran. Sebab, masjid itu hanya dibangun untuk salat dan zikir, bukan untuk menegakkan hukum hudud. Hadis ini merupakan dalil haramnya penegakkan hukum hudud di masjid dan haramnya pelaksanaan kisas di dalamnya. Sebab, larangan ini sebagaimana ditetapkan dalam ilmu uṣūl fikih, merupakan hakikat dalam pengharaman, dan di sini tidak ada yang memalingkannya dari maknanya yang sebenarnya.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Bengali China Persia Tagalog Indian Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 16

عن عائشة -رضي الله عنها-، قالت: أُصِيب سعد يوم الخندق، رماه رجل من قريش، يقال له حبان بن الْعَرِقَةِ وهو حبان بن قيس، من بني معيص بن عامر بن لؤي رماه في الأَكْحَلِ ، فضرب النبي -صلى الله عليه وسلم-خَيمة في المسجد ليعوده من قريب، فلما رجع رسول الله -صلى الله عليه وسلم- من الخندق وضع السلاح واغتسل، فأتاه جبريل -عليه السلام- وهو ينفض رأسه من الغُبار، فقال: " قد وضعتَ السلاح، والله ما وضعتُه، اخرج إليهم، قال النبي -صلى الله عليه وسلم-: فأين فأشار إلى بني قُرَيظة " فأتاهم رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فنزلوا على حُكمه، فردَّ الحُكمَ إلى سعد، قال: فإني أحكم فيهم: أن تُقتل المقاتِلة، وأن تُسبى النساء والذُّرِّية، وأن تُقسم أموالهم قال هشام، فأخبرني أبي، عن عائشة: أن سعدا قال: اللهم إنك تعلم أنه ليس أحد أحب إلي أن أُجاهدهم فيك، من قوم كذَّبوا رسولك -صلى الله عليه وسلم- وأخرجوه، اللهم فإني أظن أنك قد وضعتَ الحرب بيننا وبينهم، فإن كان بقي من حرب قريش شيء فأَبْقِني له، حتى أجاهدهم فيك، وإن كنتَ وضعتَ الحرب فافْجُرها واجعل موتتي فيها، فانفجرت من لَبَّته فلم يَرْعَهم، وفي المسجد خيمة من بني غِفَار، إلا الدم يسيل إليهم، فقالوا: يا أهل الخيمة، ما هذا الذي يأتينا من قبلكم؟ فإذا سعد يَغْذو جرحه دما، فمات منها -رضي الله عنه-.
[صحيح] - [متفق عليه]
المزيــد ...

Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, ia berkata, "Sa'ad terluka pada hari perang Khandaq, karena seorang lelaki dari Quraisy telah memanahnya. Lelaki tersebut dikenal dengan nama Ḥibbān bin al-'Ariqah, nama aslinya adalah Ḥibbān bin Qais dari Bani Mu'aiṣ bin `Āmir bin Lu`ai, dia memanahnya tepat mengenai urat nadi besarnya di tengah lengan. Lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendirikan tenda untuknya di dalam masjid agar beliau dapat menjenguknya dari dekat. Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kembali dari Perang Khandaq, beliau meletakkan senjata dan mandi, lalu Jibril -'alaihis-salām- datang kepada beliau sambil membersihkan kepalanya dari debu. Jibril berkata, “Engkau telah menyimpan senjata?, Demi Allah padahal aku belum menyimpannya, keluarlah kepada mereka." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkata, “Kemana?.” Lalu dia menunjuk ke arah Bani Quraiẓah. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendatangi mereka dan mereka pun tunduk atas keputusan hukum yang diambilnya. Lalu beliau menyerahkan pengambilan hukum tersebut kepada Sa'ad. Kemudian Sa'ad berkata, "Sesungguhnya aku mengambil keputusan hukum atas mereka: Agar kaum laki-laki mereka yang bisa berperang dibunuh, kaum wanita dan anak keturunan mereka ditawan, dan agar harta benda mereka dibagikan (pada umat islam)." Hisyām berkata: Lalu ayahku memberitahukan kepadaku, dari Aisyah: bahwa Sa'ad berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang paling aku sukai untuk aku perangi di jalan-Mu dari kaum yang telah mendustakan Rasul-Mu -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mereka telah mengusirnya. Ya Allah, sungguh aku mengira bahwa Engkau telah mengakhiri peperangan di antara kami dan mereka. Jika masih tersisa sesuatu dari peperangan terhadap kaum Quraisy maka biarkanlah aku tetap hidup hingga aku dapat terus ikut berjihad (berperang) melawan mereka di atas jalan-Mu, dan jika Engkau telah mengakhiri pertempuran ini maka pecahkanlah lukaku (pada urat nadi) ini dan jadikanlah aku meninggal karenanya. Maka pecahlah lukanya tersebut (pada malam itu), sedangkan dalam masjid terdapat tenda Bani Gifār, seketika tidak ada yang mengagetkan mereka kecuali genangan darah yang mengalir ke arah mereka. Lalu mereka berkata, "Wahai para penghuni tenda, apa ini yang datang kepada kami dari arah kalian?". Ternyata itu adalah darah yang banyak keluar dari luka Sa'ad, akhirnya Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- meninggal dunia karena pecahnya luka (pada urat nadi) tersebut.
Hadis sahih - Muttafaq 'alaih

Uraian

Hadis yang mulia ini menjelaskan tentang keutamaan sahabat yang mulia yaitu Sa'ad bin Mu'āż; di mana telah didirikan untuknya sebuah tenda di dalam masjid agar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dapat menjenguknya lantaran ia sakit karena luka yang dideritanya dalam jihadnya. Dan dia -raḍiyallāhu 'anhu- telah mengambil keputusan sebuah hukum atas bani Quraiẓah yang sesuai dengan hukum Allah -Ta'ālā- dari atas tujuh langit yaitu agar kaum lelaki mereka dibunuh, kaum wanita dan anak keturunan mereka disandera serta harta benda mereka dijadikan rampasan perang. Hal itu disebabkan pengkhianatan yang mereka lakukan terhadap kaum muslimin, mereka membatalkan perjanjian , berbuat makar pada saat Perang Khandaq dan orang Quraisy beserta sekutunya berkumpul di setiap penjuru Madinah (untuk menyerang). Keutamaan Sa'ad -raḍiyallāhu 'anhu- juga tampak jelas dari sisi lain yaitu berkaitan dengan doanya agar Allah -Ta'ālā- membiarkannya tetap hidup jika peperangan antara kaum Quraisy dan kaum muslimin masih terus berlanjut, atau Allah -Ta'ālā- menganugerahkannya kesyahidan jika peperangan antara kaum muslimin dengan kaum Quraisy telah berakhir dengan kesyahidan akibat luka yang dideritanya pada Perang Khandaq.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia China Persia Tagalog Indian Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 17

عن عائشة -رضي الله عنها- أن أبا بكر -رضي الله عنه-، دخل عليها وعندها جاريتان في أيام منى تُدَفِّفَانِ، وتضربان، والنبي -صلى الله عليه وسلم- مُتَغَشٍّ بثوبه، فانتهرهما أبو بكر، فكشف النبي -صلى الله عليه وسلم- عن وجهه، فقال: «دعهما يا أبا بكر؛ فإنها أيام عيد»، وتلك الأيام أيام منى، وقالت عائشة: رأيت النبي -صلى الله عليه وسلم- يسترني وأنا أنظر إلى الحبشة وهم يلعبون في المسجد، فزجرهم عمر، فقال النبي -صلى الله عليه وسلم-: «دعهم أَمْنًا بني أَرْفِدَة».
[صحيح] - [متفق عليه]
المزيــد ...

Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwa Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- menemuinya dan saat itu di sisinya ada dua budak perempuan pada hari-hari Mina (hari raya) sedang memukul rebana. Sementara itu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang berselimut dengan kainnya. Lantas Abu Bakar membentak kedua budak itu. Seketika Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyingkapkan wajahnya lalu bersabda, "Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakar, sesungguhnya mereka berada di hari raya." Hari-hari tersebut adalah hari Mina. Aisyah berkata, "Aku melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menutupiku saat aku menyaksikan orang-orang Ḥabasyah sedang bermain di masjid. Tiba-tiba Umar membentak mereka. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Biarkanlah mereka, Bani Arfidah, bermain dengan aman."
Hadis sahih - Muttafaq 'alaih

Uraian

Hadis ini mengandung penjelasan kemudahan dan toleransi syariat, dan jalannya yang berseberangan dengan jalan yang ditempuh sebagian besar orang-orang keras dan ekstrem, yang memandang bahwa agama itu keras, kasar, dan kejam. Hadis mulia ini menjelaskan dibolehkannya memukul rebana dan bernyanyi pada hari raya. Hal ini berdasarkan perbuatan para budak perempuan di hadapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan sanggahan beliau terhadap orang yang mengingkari mereka. Demikian juga halnya bermain-main dengan pedang dan sebagainya. Orang-orang Ḥabasyah tercipta menyukai permainan dan nyanyian. Karena itu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membolehkan mereka untuk melaksanakan penampilan mereka di dalam masjid dengan memperhatikan politik syariat yang umum, sebagaimana diisyaratkan oleh beberapa redaksi hadis, yaitu: 1. Pemberitahuan kepada kelompok-kelompok yang belum masuk Islam -karena merasa takut terhadap kekerasan dan kekejaman Islam- bahwa Islam adalah agama toleran, lapang, dan luas, apalagi di antara kelompok itu ada kelompok Yahudi yang menjauhi Islam dan melarang diri darinya. Karena itu, dalam beberapa redaksi hadis disebutkan bahwa Umar mengingkari perbuatan mereka, lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Biarkanlah mereka agar orang-orang Yahudi tahu bahwa dalam agama kita ada kelonggaran dan sesungguhnya aku diutus dengan sifat yang lurus dan lapang." 2. Permainan mereka berlangsung pada hari raya. Hari raya itu sendiri adalah hari gembira dan senang serta kelonggaran dalam berbagai hal yang mubah. 3. Itu merupakan permainan para lelaki yang mengandung kekasaran, semangat, dan keberanian.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi

Tampilkan Terjemahan

Page 18

عن عائشة -رضي الله عنها- أن وَلِيدَةً كانت سوداء لِحَيٍّ من العرب، فأعتقوها، فكانت معهم، قالت: فخرجت صبية لهم عليها وِشَاحٌ أحمر من سُيُورٍ، قالت: فوضعته -أو وقع منها- فمرت به حُدَيَّاةٌ وهو مُلْقًى، فحسبته لحما فَخَطِفَتْهُ، قالت: فالتمسوه، فلم يجدوه، قالت: فاتهموني به، قالت: فَطَفِقُوا يُفَتِّشُونَ حتى فتشوا قبلها، قالت: والله إني لقائمة معهم، إذ مرت الحدياة فألقته، قالت: فوقع بينهم، قالت: فقلت هذا الذي اتهمتموني به، زعمتم وأنا منه بريئة، وهو ذا هو، قالت: «فجاءت إلى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فأسلمت»، قالت عائشة: «فكان لها خباء في المسجد -أو حِفْشٌ -» قالت: فكانت تأتيني فتحدث عندي، قالت: فلا تجلس عندي مجلسا، إلا قالت: ويوم الْوِشَاحِ من أعاجيب ربنا ... ألا إنه من بلدة الكفر أنجاني قالت عائشة: فقلت لها ما شأنك، لا تقعدين معي مقعدا إلا قلت هذا؟ قالت: فحدثتني بهذا الحديث.
[صحيح] - [رواه البخاري]
المزيــد ...

Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwasanya ada seorang budak perempuan hitam dari sebuah kampung Arab lalu mereka memerdekakannya dan tinggal bersama mereka. Ia menuturkan, "Lantas ada seorang anak perempuan kecil mereka keluar dengan mengenakan selempang merah dari kulit." Ia meneruskan, "Anak perempuan tersebut meletakan selempang itu -atau jatuh darinya-. Tiba-tiba lewatlah seekor rajawali, dan selempang itu tergeletak sehingga rajawali mengiranya daging, ia pun menyambarnya." Budak itu meneruskan, "Lantas orang-orang mencari selempang itu tetapi mereka tidak menemukannya." Ia meneruskan, "Mereka pun menuduhku telah mengambilnya." Ia meneruskan, "Mereka segera memeriksanya hingga mereka memeriksa kemaluan budak itu." Ia berkata, "Demi Allah, aku berdiri bersama mereka, tiba-tiba melintaslah rajawali lalu melemparkan selempang tersebut." Ia meneruskan, "selempang itu menimpa mereka." Ia meneruskan, "Aku katakan, "Inilah selempang yang kalian menuduhku mengambilnya, kalian telah mengklaim aku mencurinya, sedangkan aku berlepas diri dari tuduhan itu, dan inilah selempang itu." Ia berkata, "Lantas budak itu pergi menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu masuk Islam." Aisyah berkata, "Budak itu mempunyai tenda -rumah kecil dari bulu- di dalam masjid." Aisyah meneruskan, "Dia mendatangiku lalu bercerita di sisiku. Ia berkata, "Tidaklah dia duduk di majelisku melainkan mengatakan, "Yaum al-Wisyāḥ (peristiwa selempang) merupakan salah satu keajaiban Rabb kami... Ketahuilah dia datang dari negeri kafir yang telah menyelamatkanku." Aisyah meneruskan, "Aku bertanya kepadanya, "Ada apa denganmu? Setiap kali engkau duduk denganku, engkau selalu mengatakan hal itu?" Ia menjawab, "Lantas dia menuturkan peristiwa tersebut."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Bukhari

Uraian

Hadis mulia ini menjelaskan sebab keislaman seorang budak perempuan. Dia dituduh oleh warga kampung Arab bahwa dirinya mencuri selempang kecil milik mereka. Padahal selempang itu dicuri oleh rajawali karena warnanya merah. Rajawali suka menyambar sesuatu yang berwarna merah. Lantas orang-orang Arab melucuti pakaiannya untuk memeriksanya. Selanjutnya atas takdir Allah -Ta'ālā- pada saat pemeriksaan itulah seekor rajawali melemparkan selempang di tengah-tengah mereka, sehingga mereka tahu bahwa budak itu bebas dari tuduhan. Kemudian budak perempuan tersebut datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan masuk Islam serta mengambil tempat tinggalnya di masjid, yaitu berupa rumah kecil (tenda) untuk berlindung. Budak ini selalu menceritakan peristiwa tersebut kepada Ummul Mukminin Aisyah - raḍiyallāhu 'anhā- dan mendendangkan bait berikut untuk membenarkan peristiwa tersebut: "Yaum al-Wisyāḥ (peristiwa selempang) merupakan salah satu keajaiban Rabb kami... Ketahuilah dia datang dari negeri kafir yang telah menyelamatkanku." Yakni, bahwa peristiwa yang terjadi pada "Yaum al-Wisyāḥ" merupakan keajaiban yang telah ditakdirkan oleh Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-. Dia telah menyelamatkanku dari negeri kafir setelah peristiwa ini.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian

Tampilkan Terjemahan

Page 19

عن أنس -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «البُزَاق في المسجد خَطيئة، وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُها».
[صحيح] - [رواه البخاري]
المزيــد ...

Dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Meludah di masjid adalah sebuah kesalahan dan kafaratnya (penghapus dosanya) adalah menimbunnya."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Bukhari

Uraian

Membuang "al-buzāq" (ludah) -dalam riwayat lain, "al-buṣāq" (ludah)- di lantai atau tembok masjid adalah sebuah dosa yang pelakunya layak mendapatkan hukuman dari Allah -Ta'ālā-. Seorang Muslim tidak boleh membuang ludah di dalam masjid dalam kondisi apapun, karena hal itu sama dengan menghinakan dan mengotori rumah Allah. Bahkan sebaliknya, wajib menjaga masjid-masjid dari segala hal yang dapat mendatangkan najis dan kotor, karena ini termasuk mengagungkan syiar-syiar Allah -Ta'ālā-. Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya..." (Al-Hajj: 30). Adapun bila ia meludah di baju, surban, atau sapu tangannya, maka itu tidak mengapa, karena sebab larangannya tidak ada. Apabila ludah jatuh tanpa sengaja maka itu sebuah kesalahan yang bisa dimaafkan. Jadi maksud hadis di atas bukan sengaja membuang ludah di masjid kemudian menimbunnya, karena Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menganggap keberadaan ludah di masjid saja sebagai kesalahan. Ketentuan ini dikuatkan oleh riwayat dalam Bukhari (414) dan Muslim (548), bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat dahak di tembok masjid. Beliau merasa tidak suka. Lantas beliau berdiri dan mengeriknya dengan tangan beliau." Barangsiapa meludah di masjid tanpa sengaja dan ingin Allah memaafkan dirinya dan menghapus kesalahannya ini, hendaknya ia segera menghilangkannya dari masjid dengan menimbunnya jika masjid berlantai tanah (kerikil). Sedangkan apabila masjid diberi alas maka kafaratnya dengan mengeriknya sampai hilang. Adapun bila ludah tetap ada (tidak ada upaya menghilangkannya) maka itu suatu kesalahan yang pelakunya terus berdosa selama ludah itu masih ada. Diriwayatkan dari Abu Żarr -raḍiyallāhu 'ahu- dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda, "Diperlihatkan kepadaku amal-amal umatku, yang baik maupun yang buruk. Aku mendapati di antara amal-amal baik umatku adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan aku mendapati di antara amal buruk umatku adalah dahak yang ada di masjid dan tidak ditimbun." (HR. Muslim).

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Hausa Portugis

Tampilkan Terjemahan

Page 20

عن أنس -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «لا تقوم السَّاعة حتى يَتَبَاهَى النَّاس في المسَاجد».
[صحيح] - [رواه أبو داود]
المزيــد ...

Dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu- ia mengatakan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidak akan terjadi hari kimat hingga manusia berbanga-bangga dengan (kemegahan) masjid."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Abu Daud

Uraian

Berbangga-bangga dengan (kemegahan) masjid ialah saling membanggakan keindahan bangunannya, ornamennya, dekorasinya, tingginya dan tinggi atapnya. Yaitu seseorang berkata pada yang lain, "Masjidku lebih baik dari masjidmu, bangunan masjidku lebih baik dari bangunan masjidmu dan seterusnya." Berbangga-bangga ini bisa terjadi dengan perbuatan tanpa diringi ucapan. Contohnya, masing-masing berlebih-lebihan dalam menghiasai masjidnya, meninggikan bangunannya dan lain sebagainya, agar menjadi lebih mewah dibanding yang lain. Yang wajib dilakukan adalah meninggalkan sikap berlebih-lebihan terkait masjid dan penghiasannya, karena masjid dibangun bukan untuk tujuan ini, tapi dibangun untuk dimakmurkan dengan salat, zikir kepada Allah dan menaatinya. Allah -Ta'ālā- berfirman, "Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat." Umar -raḍiyallāhu 'anhu- pernah memerintahkan pembangunan masjid dan ia berkata, "Lindungi orang-orang dari hujan. Janganlah engkau mengecat merah atau kuning karena akan mengganggu orang." Maksud kata "lindungi" adalah bangunkan masjid untuk mereka yang bisa menjaga mereka dari hujan apabila turun saat mereka salat dan dari terik matahari. Artinya, masjid yang bisa memberikan fungsinya. Anas berkata, "Mereka berbangga-bangga dengan masjid kemudian mereka tidak memakmurkannya kecuali sedikit." Ibnu Abbas mengatakan, "Kalian benar-benar akan menghias-hiasinya seperti Yahudi dan Nasrani menghias-hiasi (tempat ibadah mereka)." Fenomena ini, yakni berbangga-bangga dengan masjid, termasuk tanda-tanda hari kiamat yang tidak terjadi kecuali ketika kondisi manusia telah berubah, agama mereka menurun dan iman mereka melemah. Ketika amal mereka bukan karena Allah lagi, tapi hanya ria, sum'ah dan bangga-banggaan.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Hausa

Tampilkan Terjemahan

Page 21

عن ابن عباس -رضي الله عنهما-، قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «ما أُمِرْتُ بِتَشْيِيد المساجد»، قال ابن عباس: لتُزَخْرِفُنَّها كما زَخْرَفَت اليهود والنصارى.
[صحيح] - [رواه أبو داود]
المزيــد ...

Dari Ibnu Abbas -raḍiyallāhu 'anhumā- ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Aku tidak diperintahkan untuk meninggikan bangunan masjid-masjid.” Ibnu Abbas berkata, "Sungguh kalian akan menghiasinya sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani menghiasinya."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Abu Daud

Uraian

Yang dimaksud dengan “Tasyyīdul-masājid” di sini adalah mempermegah bangunannya dan memperpanjangnya sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Bagawī, berlebih-lebihan dalam menghiasinya. Penghiasan tersebut sebagaimana disebutkan dalam perkataan Ibnu Abbas -raḍiyallāhu 'anhu- merupakan perbuatan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Adapun meninggikan masjid dan memperkokoh bangunannya dengan sesuatu yang benar-benar bisa mengokohkannya tanpa menghias, memperbagus dan memperindahnya maka bukan sesuatu yang makruh (dibenci) jika tidak untuk tujuan berbangga-bangga, ria, dan sum'ah sebagaimana disebutkan di dalam hadis Usman bin 'Affan, “Siapa yang membangun masjid karena Allah maka Allah membangunkan untuknya yang semisalnya di surga.” Dahulu masjid Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dibuat dengan tanah liat, atapnya dari pelepah (kurma), serta tiangnya dari batang pohon kurma, dan Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- (ketika menjadi khalifah) tidak menambahkan bangunannya. Tatkala batang dan pelepah kurmanya lapuk dan roboh pada zaman Umar bin Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-, dia mengembalikannya ke (bentuk) bangunannya yang pertama dan menambahkannya (memperluasnya). Pada zaman Usman -raḍiyallāhu 'anhu-, dia menambahkan (bangunannya) dengan banyak tambahan. Dia membangun temboknya dengan batu dan semen, dia menjadikan tiangnya dari batu, dan atapnya dari genteng. Dia membangunnya dengan sesuatu yang bermanfaat untuk kekuatan (bangunan), namun bukan merupakan bentuk menghiasinya. Semua yang dia buat dalam rangka penguatan dan pengokohan (bangunan masjid) tanpa menghias dan memperindah. Adapun batu yang tertulis/dipahat maka pahatan itu bukan dengan perintahnya, tetapi batu itu didapat sudah dalam keadaan terpahat dan bukan berarti para sahabat yang mengingkari hal itu merupakan dalil yang mewajibkan larangan akan hal itu, akan tetapi hal itu hanya merupakan motivasi untuk mengikuti/meneladani apa yang dilakukan oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Umar dalam membangun masjid dengan meninggalkan (sikap) bermegah-megahan. Tentunya hal ini tidak menunjukkan larangan dan dibencinya meninggikan bangunan masjid dalam arti memperkokoh bangunannya.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi Portugis

Tampilkan Terjemahan

Page 22

عن رفاعة بن رافع الزرقي -رضي الله عنه-، وكان من أصحاب النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: جاء رجل ورسول الله -صلى الله عليه وسلم- جالس في المسجد، فصلى قريبا منه، ثم انْصَرَف إلى رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، فَسَلَّمَ عليه فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: أعِد صَلَاتَك، فإنك لم تصل، قال: فرجع فصلى كَنَحْو مِمَّا صَلَّى، ثم انصرف إلى رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، فقال له: " أَعِدْ صلاتك، فإنك لم تُصَلِّ ". فقال: يا رسول الله، عَلِّمْنِي كيف أَصْنَع، قال: "إذا اسْتَقْبَلت القبلة فَكَبِّر، ثُمَّ اقْرَأ بأمِّ القرآن، ثم اقرأ بما شِئْت، فإذا رَكَعْت، فَاجْعَل رَاحَتَيْكَ على رُكْبَتَيك، وامْدُد ظَهْرَك وَمَكِّنْ لِرُكُوعِك، فإذا رفعت رأسك فأَقِم صُلْبَكَ حتى ترجع العظام إلى مَفَاصِلَها، وإذا سَجَدتَ فَمَكِّنْ لِسُجُودِك، فإذا رَفَعْت رَأْسَك، فَاجْلِس على فَخِذِك اليسرى، ثم اصْنَع ذلك في كل ركعة وسجدة. وفي رواية: «إنها لا تَتِمُّ صلاة أَحَدِكُم حتى يُسْبِغَ الوُضُوء كما أمره الله عز وجل، فيغسل وجهه ويديه إلى المرفقين، ويمسح برأسه ورجليه إلى الكعبين، ثم يكبر الله عز وجل ويحمده، ثم يقرأ من القرآن ما أَذِن له فيه وتَيَسَّر، ثم يُكَبِّرَ فيَسْجُد فَيُمَكِّن وَجْهَه -وربما قال: جَبْهَتَه من الأرض- حتى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُه وَتَسْتَرْخِيَ، ثم يكبر فَيَسْتَوِي قاعدا على مَقْعَدَه ويقيم صُلْبَهُ، فوصف الصلاة هكذا أربع ركعات تَفْرَغ، لا تَتِمُّ صلاة أحدكم حتى يفعل ذلك. وفي رواية: «فتوضأ كما أمرك الله جل وعز، ثم تَشَهَّدْ، فأقم ثم كبر، فإن كان معك قرآن فاقرأ به، وإلا فاحمد الله وَكَبِّرْهُ وَهَلِّلْهُ».
[حسن] - [رواه أبو داود]
المزيــد ...

Dari Rifā'ah bin Rāfi' az-Zuraqī -raḍiyallāhu 'anhu-, dia merupakan sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, ia mengatakan, “Seseorang datang saat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- duduk di dalam masjid. Orang itu salat di dekat beliau, kemudian beranjak menghampiri Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, dan mengucapkan salam pada beliau. Lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda padanya, “Ulangilah salatmu, karena sebenarnya engkau belum salat!” Orang itu lalu kembali salat seperti yang ia lakukan sebelumnya. Kemudian menghampiri Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, namun beliau bersabda padanya, “Ulangilah salatmu, karena sebenarnya engkau belum shalat!” Orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, ajari aku bagaimana aku harus melakukan salat?” Beliau bersabda, “Apabila engkau telah menghadap kiblat maka bertakbirlah, kemudian baca Ummu Al-Qur`ān (surah Al-Fatihah), kemudian bacalah ayat yang engkau inginkan. Apabila engkau rukuk, letakkan kedua telapak tanganmu pada kedua lututmu, bentangkan punggungmu dan kokohkan rukukmu. Apabila engkau mengangkat kepalamu (dari rukuk) tegakkan tulang punggungmu sampai tulang-tulang kembali ke persendiannya. Apabila engkau sujud kokohkan sujudmu. Apabila engkau mengangkat kepalamu (dari sujud) duduklah di atas paha kirimu. Kemudian lakukan hal itu di setiap rakaat dan sujud.” Dalam riwayat lain, “Sesungguhnya tidak sempurna salat salah seorang kalian sampai ia menyempurnakan wudu sebagaimana yang diperintahkan Allah -'Azzā wa Jallā-, yakni ia hendaknya membasuh wajahnya dan kedua tangannya sampai dua siku, mengusap kepala dan (membasuh) kedua kakinya hingga kedua mata kaki. Kemudian bertakbir pada Allah -'Azzā wa Jallā- (takbīratul iḥrām) dan memujinya. Kemudian membaca ayat-ayat dari Al-Qur`ān yang mudah bagi dirinya. Kemudian bertakbir, lalu sujud dengan benar-benar meletakkan wajahnya (di atas lantai) -bisa jadi beliau bersabda; meletakkan dahinya di tanah- sampai persendian-persendiannya berada dalam posisi tenang dan santai. Kemudian bertakbir hingga tegak dalam keadaan duduk di atas pantatnya dan menegakkan tulang punggungnya -beliau menyebutkan salat seperti ini sebanyak 4 rakaat hingga selesai- tidak sempurna salat salah seorang kalian sampai ia melakukan cara tersebut.” (Sunan Abi Daud). Dalam riwayat lain, “Berwudulah sebagaimana Allah -'Azzā wa Jallā- perintahkan padamu. Kemudian ucapkan syahadat, lalu kumandangkan iqamat, kemudian bertakbirlah. Jika engkau memiliki hafalan Al-Qur`ān maka bacalah, jika tidak maka pujilah Allah, bertakbirlah dan bertahlillah.” (Sunan Abi Daud)
Hadis hasan - Diriwayatkan oleh Abu Daud

Uraian

Hadis ini dikenal dengan hadis "al-musī`u ṣalātahu" (orang yang salatnya buruk). Hadis ini merupakan acuan utama para pen-syarah kitab-kitab hadis dalam menerangkan tata cara salat lengkap dengan rukun-rukun, kewajiban-kewajiban dan syarat-syaratnya, sebab dalam hadis ini Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjelaskan dalam konteks mengajari dan menerangkan amalan-amalan salat yang wajib dilakukan. Adapun amalan-amalan salat yang pelaksanaannya tidak diterangkan dalam hadis ini maka dinilai tidak wajib. Secara global hadis ini menceritakan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk masjid, sejurus kemudian, seorang laki-laki dari kalangan sahabat masuk, namanya Khallād bin Rāfi', lalu ia mengerjakan salat yang gerakan-gerakan dan doa-doanya tidak sempurna. Ketika telah selesai dari salatnya ia menghampiri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sambil mengucapkan salam pada beliau, lalu beliau menjawab salamnya kemudian berkata padanya, "Kembalilah lalu salatlah lagi, karena sesungguhnya engkau belum salat!" Iapun kembali lalu melakukan salat yang kedua kalinya seperti yang ia lakukan dalam salatnya yang pertama. Kemudian ia datang kembali pada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, namun beliau bersabda padanya, "Kembalilah lalu salatlah lagi, karena sesungguhnya engkau belum shalat!" Hal ini terjadi tiga kali. Maka orang ini bersumpah dengan mengucapkan, "Demi Żat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan salat selain dengan cara yang telah aku kerjakan, maka ajarilah aku!" Ketika orang itu menginginkan ilmu, jiwanya begitu mendambakannya dan ia siap menerimanya setelah berulang kali melakukan kesalahan, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda padanya yang artinya, "Apabila engkau telah berdiri hendak salat, lakukanlah takbīratul iḥrām. Kemudian setelah membaca surah Al-Fatihah, bacalah ayat yang mudah dari Al-Qur`ān. Berikutnya rukuklah sampai engkau tenang dalam keadaan rukuk. Kemudian bangkitlah dari rukuk sampai engkau berdiri dengan tegak dan engkau tenang dalam berdiri tegakmu ini. Kemudian sujudlah sampai engkau tenang dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah dari sujud dan duduklah sampai engkau tenang dalam keadaan duduk. Lakukan perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan ini dalam semua salatmu, selain takbīratul iḥrām, karena ia hanya ada pada rakaat pertama, bukan pada rakaat-rakaat lainnya. Dalam riwayat-riwayat lain juga telah mengisyaratkan sebagian syarat salat seperti menghadap kiblat dan melakukan wudu.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Bengali China Persia Tagalog Indian Kurdi

Tampilkan Terjemahan

Page 23

عن محمد بن عمرو بن عطاء، قال: سمعت أبا حميد الساعدي، في عشرة من أصحاب رسول الله -صلى الله عليه وسلم- منهم أبو قتادة، قال أبو حميد: أنا أَعلمُكم بصلاة رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، قالوا: فَلِمَ؟ فوالله ما كنتَ بأكثرنا له تبعا ولا أقدمنا له صحبة، قال: بلى، قالوا: فاعْرِض، قال: " كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إذا قام إلى الصلاة يرفع يديه حتى يُحَاذِيَ بهما مَنْكِبَيْهِ ، ثم يُكبِّر حتى يَقِرَّ كل عظم في موضعه معتدلا، ثم يقرأ، ثم يكبِّر فيرفع يديه حتى يُحاذي بهما مَنْكبيه، ثم يركع ويضع رَاحَتَيْهِ على رُكبتيه، ثم يعتدل فلا يَصُبُّ رأسه ولا يُقْنِعُ ، ثم يرفع رأسه، فيقول: سمع الله لمن حمده، ثم يرفع يديه حتى يُحاذي بهما منكبيه معتدلا، ثم يقول: الله أكبر ثم يهوي إلى الأرض فيُجافي يديه عن جنبيه، ثم يرفع رأسه ويَثْني رجله اليسرى فيقعد عليها، ويفتح أصابع رجليه إذا سجد، ويسجد ثم يقول: الله أكبر، ويرفع رأسه ويَثْني رجله اليسرى فيقعد عليها حتى يرجع كل عظم إلى موضعه، ثم يصنع في الأخرى مثل ذلك، ثم إذا قام من الركعتين كبر ورفع يديه حتى يحاذي بهما منكبيه كما كبر عند افتتاح الصلاة، ثم يصنع ذلك في بقية صلاته حتى إذا كانت السجدة التي فيها التسليم أخر رجله اليسرى وقعد مُتَوَرِّكًا على شقه الأيسر، قالوا: صدقت هكذا كان يصلي -صلى الله عليه وسلم-.
[صحيح] - [رواه أبو داود واللفظ له وأصله في البخاري]
المزيــد ...

Dari Muhammad bin 'Amr bin 'Aṭā`, ia berkata: Aku pernah mendengar Abu Ḥumaid As-Sā'idī yang berada di antara sepuluh orang sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, diantara mereka ada Abu Qatādah. Abu Ḥumaid berkata, "Aku lebih mengetahui salat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dibanding kalian." Mereka berkata kepadanya, "Mengapa demikian? Demi Allah, kamu bukan orang yang lebih banyak menyertai beliau dan bukan pula orang yang lebih dulu menjadi sahabat beliau dibanding kami?" Dia berkata, "Benar." Mereka berkata, "Jika demikian, jelaskanlah!" Dia berkata, "Apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hendak mendirikan salat, maka beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, lalu bertakbir hingga setiap tulang berada pada tempatnya dengan sempurna lalu membaca (Al-Fātiḥah dan surah), kemudian bertakbir lalu beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, lalu rukuk dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua lututnya, kemudian meluruskan (punggung) dan tidak menundukkan kepala serta juga tidak menengadah. Lalu mengangkat kepalanya (bangkit), kemudian beliau membaca, “Sami'allāhu li man ḥamidah.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan pundaknya, lalu membaca, “Allāhu Akbar.” Kemudian beliau turun (sujud) lalu merenggangkan kedua tangannya dari kedua sisi badannya. Lalu mengangkat kepalanya (bangkit), melipat kaki kirinya dan mendudukinya, dan beliau membuka jari jemari kakinya ketika sujud. Lalu beliau sujud dan membaca: “Allāhu Akbar.” Lalu beliau mengangkat kepalanya dan melipat kaki kirinya lalu mendudukinya hingga semua tulang kembali ke posisinya. Kemudian beliau mengerjakan seperti itu di rakaat yang lainnya. Kemudian jika beliau bangkit berdiri dari rakaat kedua, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahunya sebagaimana yang beliau lakukan ketika memulai salat. Kemudian beliau melakukan seperti itu pada seluruh salatnya, hingga ketika beliau (hendak bangkit dari) sujud yang setelahnya adalah salam, beliau memundurkan posisi kaki kirinya dan duduk tawarruk pada sisi sebelah kirinya." Mereka berkata, "Engkau benar, demikianlah cara Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- salat."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Abu Daud

Uraian

Hadis yang mulia ini menjelaskan tatacara salat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang paling sempurna bagi siapa saja yang ingin mengerjakan salat. Di dalamnya disebutkan setiap gerakan salat yang termasuk rukun, wajib, dan sunah-sunah salat, mulai dari takbīratul-iḥrām hingga salam, yaitu sebagaimana berikut ini: Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila hendak salat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, lalu bertakbir hingga setiap tulang kembali kepada posisinya dalam keadaan khusyuk (tenang). Kemudian membaca (Al-Fātiḥah dan surah) lalu bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga keduanya sejajar dengan kedua bahunya. Kemudian rukuk dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas ke dua lututnya kemudian meluruskan (punggung dan kepala), tidak menengadahkan kepala dan juga tidak menundukkannya, akan tetapi lurus. Lalu mengangkat kepalanya, kemudian beliau membaca: “Sami'allāhu li man ḥamidah”. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan pundak lalu membaca: “Allāhu Akbar.” Kemudian beliau turun (sujud) ke tanah dan merenggangkan kedua tangannya dari kedua sisi badannya. Lalu mengangkat kepalanya, melipat kaki kiri dan mendudukinya, dan beliau membuka jari jemari kakinya ketika sujud, lalu beliau sujud dan membaca: “Allāhu Akbar”. Lalu beliau mengangkat kepala, melipat kaki kirinya lalu mendudukinya hingga semua tulang kembali ke posisinya. Kemudian beliau mengerjakan seperti itu di rakaat kedua. Kemudian apabila beliau bangkit berdiri dari rakaat kedua, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan bahunya sebagaimana yang beliau lakukan ketika memulai salat. Kemudian beliau melakukan seperti itu pada seluruh salatnya, hingga ketika beliau (hendak bangkit dari) sujud yang setelahnya adalah salam, -demikian disebutkan dalam riwayat, dan para pensyarah menjelaskan bahwa itu merupakan bahwa itu dilakukan pada duduk yang ada salamnya-, beliau memundurkan posisi kaki kirinya dan duduk pada sisi sebelah kiri secara tawarruk.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia China Persia Tagalog Indian Kurdi

Tampilkan Terjemahan

Page 24

عن علي بن أبي طالب، عن رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، أنه كان إذا قام إلى الصلاة، قال: «وجَّهت وجْهي للذي فَطَر السَّماوات والأرض حَنيفا، وما أنا من المشركين، إن صلاتي، ونُسُكي، ومَحْيَاي، ومَمَاتِي لله ربِّ العالمين، لا شريك له، وبذلك أُمِرت وأنا من المسلمين، اللهُمَّ أنت الملك لا إله إلا أنت أنت ربِّي، وأنا عَبدُك، ظَلمت نفسي، واعترفت بِذنبي، فاغفر لي ذُنوبي جميعا، إنه لا يَغفر الذُّنوب إلا أنت، واهدِنِي لأحْسَن الأخلاق لا يَهدي لأحْسَنِها إلا أنت، واصرف عَنِّي سيِّئها لا يصرف عني سيِّئها إلا أنت، لبَّيك وسَعديك والخير كلُّه في يَديك، والشَرُّ ليس إليك، أنا بِك وإليك، تَبَاركت وتَعاليت، أستغفرك وأتوب إليك»، وإذا ركع، قال: «اللهُمَّ لك رَكَعت، وبِك آمَنت، ولك أسْلَمت، خَشع لك سَمعي، وبَصري، ومُخِّي، وعَظمي، وعَصَبي»، وإذا رفع، قال: «اللهُمَّ ربَّنا لك الحَمد مِلْءَ السماوات، و مِلْءَ الأرض، ومِلْءَ ما بينهما، ومِلْءَ ما شئت من شيء بعد»، وإذا سجد، قال: «اللهُمَّ لك سَجدت، وبك آمَنت، ولك أسْلَمت، سجد وجْهِي للذي خَلَقه، وصَوَّره، وشَقَّ سَمعه وبَصره، تبارك الله أحْسَن الخَالقِين»، ثم يكون من آخر ما يقول بين التَّشهد والتَّسليم: «اللهُم اغْفِر لي ما قَدَّمت وما أخَّرت، وما أسْرَرْت وما أعْلَنت، وما أَسْرَفْتُ، وما أنت أعْلَم به مِنِّي، أنت المُقَدِّم وأنت الْمُؤَخِّر، لا إله إلا أنت».
[صحيح] - [رواه مسلم]
المزيــد ...

Dari Ali bin Abi Talib -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwasanya apabila beliau berdiri untuk melaksanakan salat, beliau mengucapkan (artinya), "Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang menciptakan langit dan bumi secara lurus, dan aku bukan termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Rabb alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku diperintahkan untuk itu dan aku termasuk orang-orang muslim. Ya Allah, Engkau adalah Raja. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Engkau Rabbku dan aku hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku sendiri dan aku mengakui dosa-dosaku. Maka ampunilah dosa-dosaku semuanya; kerena sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Tunjukilah aku pada akhlak yang paling baik, tidak ada yang dapat menunjukkan padanya selain Engkau. Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena tidak ada yang sanggup menjauhkannya dariku kecuali Engkau. Aku penuhi panggilan-Mu dengan penuh kebahagiaan. Segala kebaikan berada di tangan-Mu, sedangkan keburukan tidak disandarkan pada-Mu. Aku berpegang teguh dengan-Mu dan kembali kepada-Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku memohon ampunan dan bertobat kepada-Mu.” Apabila beliau rukuk, beliau mengucapkan (artinya), "Ya Allah, hanya pada-Mu aku rukuk, hanya kepada-Mu aku beriman dan hanya kepada-Mu aku menyerahkan diri. Pendengaranku, pandanganku, otakku, tulangku dan sarafku tunduk pada-Mu." Apabila beliau mengangkat kepala (dari rukuk), beliau mengucapkan (artinya), "Ya Allah Rabb kami, segala puji milik-Mu sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh ruang di antara keduanya, dan sepenuh apa pun yang Engkau kehendaki setelahnya." Apabila bersujud beliau mengucapkan (artinya), "Ya Allah, aku sujud pada-Mu, beriman kepada-Mu dan hanya pada-Mu aku menyerahkan diri. Wajahku sujud kepada Zat yang telah menciptakannya, membentuknya, membuka pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah sebaik-baik pencipta." Selanjutnya ucapan terakhir yang beliau ucapkan di antara tasyahud dan salam ialah (artinya), "Ya Allah, ampunilah (dosa) yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan, yang aku rahasiakan dan yang aku perlihatkan, yang aku kerjakan dengan berlebihan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya dibanding aku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkaulah Yang Mengakhirkan. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Muslim

Uraian

Hadis yang mulia ini menjelaskan sebagian doa yang diriwayatkan dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam salat, yakni doa yang berbunyi (artinya), "Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang menciptakan langit dan bumi, dan aku bukan termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Rabb alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku diperintahkan untuk itu dan aku termasuk orang-orang muslim. Ya Allah, Engkau adalah Raja. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Engkau Rabbku dan aku hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku sendiri dan aku mengakui dosa-dosaku. Maka ampunilah dosa-dosaku semuanya; kerena sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Tunjukilah aku pada akhlak yang paling baik, tidak ada yang dapat menunjukkan padanya selain Engkau. Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena tidak ada yang sanggup menjauhkannya dariku kecuali Engkau. Aku penuhi panggilan-Mu dengan penuh kebahagiaan. Segala kebaikan berada di tangan-Mu, sedangkan keburukan tidak disandarkan pada-Mu. Aku berpegang teguh dengan-Mu dan kembali kepada-Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku memohon ampunan dan bertobat kepada-Mu”. Yakni ketika beliau membaca doa iftitah (pembuka) dalam salat. Demikian pula doa (artinya), "Ya Allah, hanya pada-Mu aku rukuk, hanya kepada-Mu aku beriman dan hanya kepada-Mu aku menyerahkan diri. Pendengaranku, pandanganku, otakku, tulangku dan sarafku tunduk pada-Mu." Yakni, doa rukuk beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Demikian pula doa (artinya), "Ya Allah Rabb kami, segala puji milik-Mu sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh ruang di antara keduanya, dan sepenuh apa pun yang Engkau kehendaki setelahnya," ketika beliau mengangkat kepala dari rukuk (I'tidal). Dan doa (artinya), "Ya Allah, aku sujud pada-Mu, beriman kepada-Mu dan hanya pada-Mu aku menyerahkan diri. Wajahku sujud kepada Zat yang telah menciptakannya, membentuknya, membuka pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah sebaik-baik pencipta," ketika sujud. Dan terakhir doa (artinya), "Ya Allah, ampunilah (dosa) yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakujkan, yang aku rahasiakan dan yang aku perlihatkan, yang aku kerjakan dengan berlebihan dan dosa yang lebih Engkau lebih mengetahuinya dibanding aku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkaulah Yang Mengakhirkan. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau" yang diucapkan di antara tasyahud dan salam.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia China Persia Tagalog Indian Kurdi

Tampilkan Terjemahan

Page 25

عن أبي هريرة -رضي الله عنه- قال: كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إذا كَبَّر في الصلاة، سَكَت هُنَيَّة قبل أن يقرأ، فقلت: يا رسول الله بِأبي أنت وأمِّي أَرَأَيْتَ سُكُوتَكَ بين التَّكبير والقِراءة، ما تقول؟ قال "أقول: اللّهُم بَاعِد بَيْنِي وبَيْنَ خَطاياي كما بَاعَدْت بين المَشْرِق والمِغرب، اللَّهم نَقِّنِيَ من خطاياي كما يُنَقَّى الثوب الأبيض من الدَّنَس، اللَّهم اغْسِلْنِي من خَطَاياي بالثَّلج والماء والبَرد".
[صحيح] - [رواه مسلم]
المزيــد ...

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila usai bertakbir dalam salat, beliau diam sejenak sebelum membaca ayat. Lantas aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bapak dan ibuku sebagai tebusan anda, tahukah anda mengenai diam anda antara takbir dan membaca ayat, apa yang anda ucapkan?" Beliau menjawab, "Aku mengucapkan, "Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana kain putih yang dibersihkan dari noda. Ya Allah, basuhlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan es, air, dan salju."
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Muslim

Uraian

Maksud hadis: “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila telah bertakbir dalam salat”. Maksudnya, apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sudah melakukan takbiratul ihram, yang merupakan rukun di mana salat tidak sah kecuali dengan keberadaannya. “Beliau diam sejenak sebelum membaca ayat.” Maksudnya, setelah melakukan takbiratul ihram beliau diam sebentar sebelum membaca Al-Fātiḥah. “Lantas aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bapak dan ibuku sebagai tebusan anda”. Yakni, aku menebus anda dengan ayah dan ibuku, dan aku menjadikan keduanya sebagai tebusan anda apalagi selain keduanya. “Tahukah anda akan diam anda antara takbir dan membaca, apa yang anda ucapkan?” Maksudnya, beritahu aku tentang diam anda antara takbiratul ihram dan membaca ayat, apa yang anda ucapkan? “Beliau menjawab, "Aku mengucapkan”, maksudnya, aku mengucapkan doa istiftah yang berbunyi, “Allāhumma bā'id baini wa baina khaṭāyāya kamā bā'adta baina al-masyriqi wa al-magrib.” Artinya, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meminta kepada Rabb agar Dia menjauhkan antara beliau dan kesalahan-kesalahan beliau sebagaimana Dia telah menjauhkan antara timur dan barat. Maksud permohonan dijauhkan ini adalah dihapuskannya kesalahan yang telah terjadi dan tidak disiksa karenanya, atau dihalangi dari terjerumus melakukan kesalahan-kesalahan, dan dijaga darinya terkait kesalahan yang akan terjadi. Ungkapan dijauhkan antara timur dan barat merupakan ungkapan bombastis yang biasa dipakai manusia. Manusia mengungkapkan secara berlebihan tentang dua hal yang berjauhan dengan diksi “antara langit dan bumi” atau “antara timur dan barat”. “Allāhumma naqqinī min khaṭāyāya kama yunaqqa aṡ-ṡaubu al-abyaḍu min ad-danas”. Maksudnya, hilangkan dan hapuskan kesalahan-kesalahan dari diriku sebagai penjernihan dan penyucian seperti dibersihkannya kain putih apabila terkena noda hingga kembali menjadi putih. Khusus disebutkannya kain putih, karena kotoran yang menempel di kain ini terlihat lebih jelas dibanding kotoran di warna-warna lainnya. “Allāhumma igsilnī min khaṭāyāya bi aṡ-ṡalji wa al-ma`i wa al-barad.” Karena dosa-dosa itu menimbulkan panas dan terbakar dalam hati, yang menjadi sebab panas siksaan, maka tepat bila dosa-dosa ini dicuci dengan apa yang bisa mendinginkannya sekaligus memadamkan panasnya, yaitu salju, air dan es. Doa ini sangat sesuai dalam kondisi yang mulia ini yaitu kondisi bermunajat, karena orang yang salat sedang mengharap kepada Allah -Ta'ālā- agar menghapuskan dosa-dosanya, menjauhkan antara dosa dan dirinya sejauh mungkin yang tidak mungkin terjadi pertemuan, sebagaimana tidak akan bertemu arah antara timur dan barat selamanya. Juga menghilangkan dosa-dosa dan kesalahan-kesalahannya serta membersihkan darinya sebagaimana kotoran dihilangkan dari pakaian putih yang terlihat bekas cuciannya. Juga supaya Allah membasuhnya dari kesalahan-kesalahan dan mendinginkan hawa panasnya dengan pembersih-pembersih yang dingin, yaitu air, es, dan salju. Ini penyerupaan-penyerupaan yang sangat sesuai.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Uyghur Kurdi Hausa Portugis

Tampilkan Terjemahan

Page 26

عن أبي سعيد الخُدْرِي -رضي الله عنه- قال: كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إذا قام من الليل كَبَّر، ثم يقول: «سُبْحَانك اللَّهم وبحَمْدِك وتبارك اسْمُك، وتعالى جَدُّك، ولا إله غَيْرك»، ثم يقول: «لا إله إلا الله» ثلاثا، ثم يقول: «الله أكبر كبيرا» ثلاثا، «أعُوذُ بالله السَّميع العليم من الشَّيطان الرَّجيم من هَمْزِه، ونَفْخِه، ونَفْثِه»، ثم يقرأ.
[صحيح] - [رواه أبو داود وابن ماجه والنسائي وأحمد]
المزيــد ...

Dari Abu Sa'īd Al-Khudri -raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila berdiri salat di malam hari beliau bertakbir, lalu mengucapkan, "Subḥānakallāhumma wa biḥamdika, wa tabāraka ismuka, wa ta'ālā jadduka, wa lā ilāha gairuka (Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan memuji-Mu, Maha berkah nama-Mu, Maha tinggi kemuliaan-Mu, dan tidak ada Ilah selain Engkau)." Kemudian beliau mengucapkan, "Lā ilāha ilallāh (tiada Ilah selain Allah)." 3 kali. Kemudian mengucapkan, "Allāhu Akbar (Allah Maha besar)." 3 kali. "A'ūżu billāhi as-samī'i al-'alīm min asy-syaithāni ar-rajīm min hamżihi wa nafkhihi wa nafaṡihi (Aku berlindung kepada Allah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui dari setan yang terkutuk, dari umpatannya, tiupannya dan hembusannya)." Selanjutnya beliau membaca (Al-Qur`ān).
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Ibnu Mājah

Uraian

Maksud hadis: “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila berdiri salat di malam hari beliau bertakbir”, yakni takbiratul ihram yang merupakan rukun salat dan salat tidak sah kecuali dengan takbir tersebut. “Lalu mengucapkan, “Subḥānakallāhumma”, yakni aku menyucikan-Mu dari apa yang tidak sesuai dengan-Mu, dengan kemuliaan-Mu wahai Rabb, dan dengan apa yang berhak engkau sandang berupa penyucian dari segala kekurangan dan aib. “Wa biḥamdika”, pujian bagi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- dan terima kasih kepada-Nya atas taufik (bimbingan) ini. Maksudnya, andai bukan karena taufik dan hidayah-Mu, aku tidak bertasbih kepada-Mu. Kalimat ini adalah ungkapan pengakuan hamba akan karunia Allah dan pengakuannya akan ketidak mampuan dirinya seandainya bukan karena taufik Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-. “Wa tabāraka ismuka”, dari kata al-barakah yang berarti banyak dan luas. Maksudnya, nama-Mu sempurna dan luas, banyak berkahnya di langit dan bumi. Semua ini mengingatkan akan kesendirian Allah dalam menyandang kebaikan-kebaikan. “Wa Ta'ālā jadduka”. Al-Jaddu adalah keagungan/kemuliaan. Maksudnya, tinggi dan luhur keagungan-Mu, mulia dia atas semua keagungan, tinggi kedudukan-Mu di atas semua kedudukan, kekuasaan-Mu menguasai semua kekuasaan. Maha Tinggi keagungan-Nya dari memiliki sekutu dalam kerajaan, Rubūbiyyah dan Ulūhiyyah, atau dalam satupun dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Oleh sebab itu, setelahnya beliau mengucapkan, “wa lā ilāha ghairuka”, yakni tak ada sesembahan yang haq selain Engkau. Engkau semata yang berhak diibadahi, tidak ada sekutu bagi-Mu terkait sifat-sifat terpuji yang Engkau sandangkan pada diri-Mu, dan nikmat-nikmat besar yang Engkau berikan. Doa istiftah (pembukaan) ini mengandung pujian kepada Allah, menyucikannya dari segala yang tidak layak disandang-Nya, dan bahwa Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- suci dari segala aib dan kekurangan. Ini salah satu doa istiftah yang diriwayatkan dalam bab ini. Yang lebih baik, sekali waktu membaca doa ini dan di waktu lain membaca doa istiftah lainnya, untuk memadukan antara dalil-dalil sunah tanpa mengesampingkan sebagiannya. Di antara doa-doa tesebut, beliau mengucapkan, “Lā ilāha ilallāh, 3 kali”, yakni, mengulang ucapan “lā ilāha ilallāh” 3 kali. Maksud “lā ilāha illallāh” adalah tiada sesembahan yang haq selain Allah. Allah -Ta'ālā- berfirman, “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil...” (Al-Hajj: 62). “Kemudian mengucapkan, "Allahu akbar” 3 kali, artinya, Allah -Subḥānahu- Maha besar dari segala sesuatu. Selanjutnya, setelah membaca doa istiftah beliau memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk dengan mengucapkan, “A`ūżu billāhi as-samī'i al-'alīm”, artinya, aku berlindung dan bernaung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. “Min asy-syaṭāni”, yakni dari yang membangkang lagi zalim berupa setan dari jin maupun manusia. “ar-rajīm”, yakni yang dikutuk, diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah. Agar Dia tidak menguasai diriku dengan apa yang bisa merugikanku dalam urusan agama maupun duniaku, serta tidak menghalangiku dari melakukan apa yang bermanfaat bagiku dalam perkara agama maupun duniaku. Barangsiapa meminta perlindungan kepada Allah -Ta'ālā- ia telah bernaung kepada kekuatan yang sangat kokoh dan berpegang pada kemampuan dan kekuatan Allah dalam menghadapi musuh yang ingin memutus komunikasinya dengan Rabb dan menjerumuskannya dalam lembah keburukan dan kebinasaan. “Min hamzihi”, yakni gila dan kesurupan yang menimpa manusia. Terkadang setan itu menimpakan penyakit gila pada manusia, sehingga disyariatkan memohon perlindungan dari penyakit ini. “Wa nafkhihi”, yakni kesombongan, karena setan meniupkan gangguannya pada manusia, hingga ia merasa sombong dan menghina orang lain. Kebesaran dan kesombongannya pun bertambah. “Wa nafṡihi” yakni sihir, maksudnya kejahatan ahli sihir. Sebab wanita-wanita yang meniup ikatan mereka adalah para wanita ahli sihir yang mengikat benang-benang dan memberikan tiupan di setiap benang, hingga terjadilah sihir yang mereka inginkan. “Kemudian beliau membaca”, maksudnya membaca Al-Qur`ān, dan yang pertama adalah surah Al-Fātiḥah.

Terjemahan: Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Uyghur Kurdi

Tampilkan Terjemahan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA