Anak kecil dicegah atau dilarang untuk membelanjakan harta dalam bahasa Arab anak kecil disebut


FIQIH MUAMALAH 4

AL-HAJRU

By: Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I

(Guru Sang Dewo (SMPN 2 Pagerwojo) & Akademisi UIN Maliki Malang)

A.    Pengertian Pengampuan(Hajru)

Menurut bahasa artinya mencegah atau muradifnya dalam bahasa arab Al man’u. Disamping itu dapat juga bermak’na menghalangi, dinding dan melarang. Tetapi menurut penulis yang peling tepat adalah mencegah.

Secara istilah terdapat beberapa definisi yang disuguhkan oleh para ulama, antara lain:

Menurut Syarbini Khotib:

المنع من التصرفات المالية

“cegahan dari pengelolaan harta”.

Menurut Sayyid Sabiq:

منع الانسان من التصرف في ماله

“cegahan terhadap manusia dari pengelolaan terhadap hartanya”.

Menurut Zakariya Anshori:

المنع من تصرف خاص بسبب خاص

“cegahan dari pengelolaan harta yang khusus dengan sebab yang khusus”.

Dari ta’rif diatas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan hajru(pengampuan) ialah cegahan bagi seseorang untuk mengelola hartanya dikarenakan adanya hal-hal tertentu yang mengharuskan adanya pencegahan tersebut.

B.     Tujuan Hajru(Pengampuan)

Tujuan hajru(pencegahan pengelolaan harta) adalah sebagai berikut:

1. Mahjur dilakukan guna menjaga hak-hak orang lain, seperti pencegahan terhadap:

  • Orang yang utangnya lebih banyak daripada hartanya, orang ini dilarang mengelola harta guna menjaga hak-hak yang berpiutang.
  • Orang yang sakitnya parah, dilarang berbelanja lebih dari sepertiga guna menjaga hak-hak ahli warisnya.
  • Orang yang merunggguhkan dilarang membelanjakan harta yang dirungguhkan.
  • Murtad(orang yang keluar dari agama islam) dilarang mengedarkan hartanya guna menjaga hak muslimin.

2. Mahjur dilakukan guna menjaga hak-hak orang yang dimahjur itu sendiri seperti:

  • Anak kecil dilarang membelanjakan hartanya sehingga berusia dewasa dan sudah pandai mengelola dan mengendalikan harta.
  • Orang gila dilarang mengelola hartanya sebelum dia sembuh, hal ini dilakukan untuk menjaga hak-haknya sendiri.
  • Pemboros dilarang membelanjakan hartanya sebelum dia sadar, hal ini juga untuk menjaga hak terhadap hartanya ketika ia membutuhkan pembelanjaannya.

C.    Dasar Hukum Hajru

ولاتوءتواالسفهاء أموالكم التي جعل الله لكم قياما يمل وارزقوهم فيها

“Janganlah kamu berikan kepada orang-orang bodoh hartamu yang diharuskan oleh allah untuk menjaganya dan berilah olehmu mereka belanja dari harta itu”

فان كان عليه الحق سفيها اوضعيفا اولايستطيع ان يمل هو فليملل وليه بالعدل

“ Jika yang berkepentingan itu bodoh, lemah atau tidak mampu mengatur kepentingannya, maka hendaklah diatur oleh walinya dengan adil”.

D.     Sebab-Sebab Hajru

Hajru dapat dilakukan bagi orang-orang tertentu, adapun sebab-sebab seseorang dicegah untuk mengelola hartanya sendiri adalah sebagai berikut:

  • Dibawah umur
  • Bodoh
  • Lemah rohani dan jasmani
  • Hamba
  • Sedang sakit keras
  • Sedang dijadikan borg dalam gadai
  • Bersuami bagi wanita
  • Murtad
  • Muflis.

Di bawah Umur

Yang dimaksud dibawah umur ialah anak yang belum aqil baligh(belum mukallaf), baik karena akalnya belum matang atau karena yang lainnya, ia harus diawasi dan dijaga oleh walinya, tidak boleh diserahkan sebelum dia baligh berakal, sebab diduga keras hartanya akan disia-siakan.

Safih(Bodoh)

Safih(bodoh) artinya kurang akal, mungkin karena masih kecil, bebal, dungu atau karena umurnya tua, atau juga dikarenakan daya pikirnya (tingkat kecerdasan) rendah.

Lemah Rohani dan Jasmani

Orang yang lemah rohani dan jasmani dengan sendirinya tidak akan sanggup mengurus harta kekayaannya, jika ia mempunyai harta kekayaan. Maka dari itu harus diurus oleh orang lain yang dipercaya.

Hamba(Budak)

Seseorang yang menjadi hamba (budak) tidak lagi berkuasa untuk mengurus harta, sebab dia sendiri dimiliki oleh tuanya, dan berarti derajat hamba atau budak sama dengan derajat benda yaitu dapat diperjual belikan.

Sedang Sakit Keras

Orang yang sakit keras yang diduga tidak akan sembuh dari sakitnya, jika ia mempunyai harta, maka harta tersebut menjadi hak ahli warisnya(berada dibawah kekuasaan ahli warisnya).

Sedang Digadai

Orang yang barangnya sedang digadaikan, ia tidak berkuasa atas barangnya tersebut, sebab benda itu merupakan jaminan atas utangnya yang diambil dari orang lain. Benda yang digadaikan dibawah pengawasan orang yang memberi utang.

Wanita Bersuami

Seorang wanita yang bersuami berada dibawah pengawasan suaminya, baik dirinya sendiri, anak-anaknya, maupun harta bendanya. Oleh karena itu wanita tersebut tidak berkuasa atas harta kecuali harta yang dikhususkan kepada dirinya sendiri, misalnya peralatan khusus wanita.

Keluar Dari Islam (Murtad)

Orang yang keluar dari islam terhalang dari mengelola hartanya, sebab ia sendiri berada  dalam wilayah kekuasaan islam. Hal itu merupakan salah satu hukuman yang diperuntukkan baginya selain hukuman mati yang akan diterimanya.

Muflis

Yang dimaksud muflis adalah orang yang hanya mempunyai uang sedikit yang tidak mampu digunakan untuk mencukupi dirinya sendiri. Atau dapat juga diartikan orang yang mempunyai banyak hutang dan hartanya tidak mampu untuk mencukupi hutang-hutangnya.

SEKIAN

SEMOGA BERMANFAAT

Anak kecil dicegah atau dilarang untuk membelanjakan harta dalam bahasa Arab anak kecil disebut

AL-HAJRU (ORANG YANG DILARANG MENGELOLA /MENTASHORUFKAN HARTA)

PENGERTIAN

Al-Hajr secara bahasa artinya mencegah (al-man’u), melarang atau mencekal. Orang yang dicekal diebut al-mahjur ‘alaih.

Secara istilah para ulama berbeda pendapat. Menurut ulama Syafiiyyah dan Hanabilah bahwasannya hajr adalah mencegah atau melarang seseorang dari melakukan transaksi /mengelola harta (tasharruf maliyah).

Adapun ulama Hanafiyyah mendefinisikan hajr adalah melarang seseorang melakukan pengelolaan harta (tashorruf maliyah) dalam bentuk verbal (perkataan) bukan dalam bentuk perbuatan.

DASAR HUKUM

1. Al-qur’an

Alloh ta’ala berfirman:

وَلا تُؤْتُوا السُّفَهاءَ أَمْوالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِياماً

“Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kalian yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” (QS. An-Nisa : 5)

Sisi pendalilannya Alloh melarang menyerahkan harta kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya seperti anak keil, orang gila atau orang yang bodoh (idiot) atau berkebutuhan khusus.

فَإِن كَانَ ٱلَّذِى عَلَيْهِ ٱلْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُۥ بِٱلْعَدْلِ

“Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.” (Al-Baqarah 282)

Ayat ini memberikan tambahan bagi orang yang kondisinya lemah baik akal atau keadaannya, karena sakit atau cacat sehingga tidak bisa mengelola harta maka tanggung jawabnya diserahkan kepada walinya. Artinya di sini juga bahwa orang yang berhak melarang membelanjakan harta adalah walinya atau hakim.

وابْتَلُواْ الْيَتَامَى حَتَّىَ إِذَا بَلَغُواْ النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُواْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُم

“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya”

Ayat ini menjelaskan bahwa anak yatim yang belum sampai usia baligh atau faham (rusyda) dilarang mengelola hartanya sendiri, kecuali setelah dia mencapai usia dewasa dan sudah memahami seluk beluk pengelolaan harta. Dalil bahwa Islam sangat menjaga harta pemiliknya agar tidak jatuh ke tangan orang lain atau hilang dengan mubadzir.

2. Hadits

وعن ابن كعب بن مالك عن أبيه رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم: ( حجر على معاذ ماله وباعه في دين كان عليه ) رواه الدارقطني ، وصححه الحاكم ، وأخرجه أبو داود مرسلاً، ورجح إرسال

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Nabi Saw menahan harta Muadz dan beliau menjual hartanya muadz itu untuk membayar utangnya”.

Dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah Saw menetapkan Muadz bin Jabal sebagai orang yang terlilit hutang dan tidak mampu melunasinya (taflis/pailit). Kemudian Rasulullah Saw melunasi hutang Muadz bin Jabal dengan sisa hartanya. Tapi orang yang berpiutang tidak menerima seluruh pinjamannya maka dia pun melakukan protes kepada Rasulullah Saw.

Kemudian Rasulullah Saw berkata, “Tidak ada yang dapat diberikan kepada kamu selain itu”. (HR Daruquthni & Al-Hakim)

Berdasarkan hadits tersebut, ulama fiqih telah sepakat menyatakan bahwa seorang hakim berhak menetapkan seseorang pailit karena tidak mampu membayar hutang-hutangnya. Dengan demikian secara hukum terhadap sisa hartanya dan dengan sisa hartanya itu hutang itu harus dilunasi.

Imam Qodi Abu Syuja’ Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfahani rahimahulloh mengatakan bahwa ada enam orang yang tidak diperbolehkan mengelola harta:

1. Anak kecil (Shobiy)

2. Orang gila

3. Orang bodoh atau idiot yang membuang-buang harta (tabdzir)

4. Orang bangkrut yang terlilit hutang (muflis)

5. Orang yang sakit dikhawatirkan mati.

6. Hamba sahaya yang tidak diizinkan berdagang oleh tuannya.

TUJUAN MAHJUR

Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah disebutkan bahwa hajr/larangan pengelolaan harta ini dilakukan untuk kemaslahatan orang lain seperti orang yang bangrut (muflis) untuk membayar denda atau sisa hartanya dicekal hartanya yang tersisa untuk pemberi hutang, atau orang yang sakit keras untuk menjaga hak ahli waris yang akan ditinggalkan. Seorang yang sakit keras tasharrufnya dibatasi tidak boleh lebih dari 1/3 hartanya. Dan tentu saja hajr ini tujuannya adalah untuk kemaslahatan orang tersebut. Seperti larangan jual beli untuk orang gila ,anak kecil, dan anak yang berkebutuhan khusus (idiot).

Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqh Islam menjelaskan tujuan hajr:

1. Mahjur dilakukan guna menjaga hak-hak orang lain seperti pencegahan terhadap :

a. Orang yang utangnya lebih banyak daripada hartanya, orang ini dilarang mengelola harta guna menjaga hak-hak yang berpiutang.

b. Orang yang sakit parah, dilarang berbelanja lebih dari sepertiga hartanya guna menjaga hak-hak ahli warisnya.

c. Orang yang menjaminkan hartanya dilarang membelanjakan harta yang dijaminkan tersebut.

d. Murtad (orang yang keluar dari Islam) dilarang mengedarkan hartanya guna menjaga hak muslimin.

2. Mahjur dilakukan untuk menjaga hak-hak orang yang dimahjur itu sendiri, seperti :

a. Anak kecil dilarang membelanjakan hartanya hingga beranjak dewasa dan sudah pandai mengelola dan mengendalikan harta.

b. Orang gila dilarang mengelola hartanya sebelum dia sembuh, hal ini dilakukan juga untuk menjaga hak-haknya sendiri.

c. Pemboros dilarang membelanjakan hartanya sebelum dia sadar, hal ini juga untuk menjaga hak terhadap hartanya ketika ia membutuhkan pembelanjaannya.

Referensi:

1. Mausu’ah Fiqhiyyah Quwaitiyah

2. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Ibnu Rusd Al-Qurtubi

3. At-Tadzhib fii Adillat Matan Ghoyah wa Taqrib, Dr. Mustofa Dieb Al-Bugho

4. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq

5. Minhatul ‘Allam Syarh fi Syarh Bulughul Marom, Abdulloh bin Sholeh Al-Fauzan

6. Fiqh Islami, H. Sulaiman Rasjid

Disusun oleh : Salman Yudi Aris D, S.Ud; Lc

Editor: Abul fata Miftah, Lc

www.inilahfikih.com