Adakah model PENDIDIKAN Kewarganegaraan yang asli Indonesia

Adakah model PENDIDIKAN Kewarganegaraan yang asli Indonesia


Penggunaan model atau metode dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) dalam menyampaikan pelajaran secara tepat masih belum memenuhi harapan. Untuk itulah diperlukan model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai solusi, yaitu menggunakan model pembelajaran berbasis portofolio (portofolio based learning) yang diharapkan mampu melibatkan seluruh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, serta secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam pembelajaran sehingga siswa memiliki suatu kebebasan berfikir, berpendapat, aktif dan kreatif.

Model pembelajaran portofolio dapat membangkitkan minat pemahaman nilai-nilai kemampuan berpartisipasi secara efektif, serta diiringi suatu sikap tanggung jawab.

Alasan penggunaan model pembelajaran portofolio dalam pembelajaran PKn mengacu pada pendekatan sistem Contextual Teaching Learning (CTL), model kegiatan sosial dan PKn, metode bercerita, model pembelajaran induktif, dan model pembelajaran deduktif.

Karakteristik Model Contextual Teaching Learning (CTL) sebagai berikut:

  • Keadaan yang memengaruhi langsung kehidupan siswa dan pembelajarannya.

  • Dengan menggunakan waktu, yaitu masa lalu, sekarang, dan akan datang.

  • Lawan dari texbook centered.

  • Lingkungan budaya, sosial, pribadi, ekonomi, dan politik.

  • Belajar tidak hanya menggunakan ruang kelas, bisa dilakukan di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

  • Mengaitkan isi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka.

  • Membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain.

Model CTL disebut juga REACT, yaitu relating (belajar dalam kehidupan nyata), experiencing (belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan dan penciptaan), applying (belajar dengan menyajikan pengetahuan untuk kegunaannya), cooperating (belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan transferring (belajar dengan menggunakan penerapan dalam konteks baru atau konteks lain).

Model yang dipelopori oleh Fred Newman ini mencoba mengajarkan pada siswa bagaimana memengaruhi kebijakan umum. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba memperbaiki kehidupan siswa dalam masyarakat atau negara, dengan mencoba mengembangkan kompetensi lingkungan dan memberikan dampak pada keputusan-keputusan kebijakan, memiliki tingkat kompetensi dan komitmen sebagai pelaksana yang bermoral. Model ini mendorong partisipasi aktif siswa dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial dalam masyarakat.

Menciptakan pembelajaran PKn yang menyenangkan dengan metode bercerita, sangat baik dalam membangun karakter dan kepribadian siswa.

Dalam kegiatan ini guru harus pandai memilih cerita yang sesuai dengan perkembangan anak, juga disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang sedang ditanamkan. Ajaklah para siswa duduk melingkar di atas karpet, perlihatkan buku yang akan dibacakan, kondisikan siswa agar fokus pada cerita yang akan disampaikan.

Guru juga dapat melibatkan anak dalam alur cerita. Setelah bercerita, guru dapat mengajukan pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis sesuai cerita yang telah didengarkan, hal ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap isi cerita, dan juga sebagai alat penilaian di akhir pembelajaran.

Model ini dikembangkan oleh filsuf Francis Bacon yang menghendaki penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkret sebanyak mungkin. Semakin banyak fakta semakin mendukung kesimpulan.

Langkah model pembelajaran induktif adalah sebagai berikut:

  1. Pemilihan prinsip: Guru harus memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif.

  2. Pemberian contoh: Guru menyajikan contoh khusus, yang mendukung prinsip, atau aturan yang memungkinkan siswa memperkirakan sifat umum yang terkandung dalam contoh.

  3. Pemberian contoh lain: Guru memberikan contoh khusus, yang mendukung prinsip, atau aturan yang memungkinkan siswa memperkirakan sifat umum yang terkandung dalam contoh.

  4. Menyimpulkan: Guru menyimpulkan, memberi penegasan dari beberapa contoh kemudian disimpulkan dari contoh tersebut menuju sebuah prinsip yang hendak dicapai siswa.

Model pembelajaran deduktif merupakan pendekatan yang menggunakan penalaran dari umum ke khusus. Langkah-langkah model pembelajaran deduktif adalah sebagai berikut:

  1. Guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan.

  2. Guru menyajikan aturan, prinsip yang bersifat umum, lengkap dengan definisi, dan contohnya.

  3. Guru menyajikan contoh khusus agar siswa dapat meyusun hubungan antara keadaan khusus dengan aturan prinsip umum yang didukung oleh media yang cocok.

  4. Guru menyajikan bukti-bukti yang cukup untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan umum itu merupakan gambaran dari keadaan khusus.

Oleh Hermi Yanzi, M.Pd. dan M. Mona Adha, M.Pd. (dosen FKIP Universitas Lampung)

Pendidikan merupakan upaya strategis dalam pembentukan sistem nilai yang ada dalam diri seseorang, kaitannya dengan perwujudan harkat dan martabat sebagai manusia sesuai dengan tatanan kehidupan masyarakat yang melingkupinya. Dengan perkataan lain pendidikan harus senantiasa di arahkan pada upaya peningkatan kesadaran dan harkat serata martabat seseorang baik selaku pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai suatu bangsa. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa materi pelajaran yang disampaikan dalam kurikulum persekolahan tidak semata-mata untuk pengetahuan (intelektual), melainkan perlu direalisasikan dalam bentuk sikap dan perilaku nyata sehari-hari, sesuai dengan hakikat dan potensi manusia itu sendiri yang bersifat utuh.
Nursid Sumaatmadja (2001: 15) menjelaskan bahwa “ keutuhan manusia itu bukan hanya pada sosok jasmaninya seperti makhluk hidup lainnya melainkan juga meliputi aspek akhlak, moral, dan tanggung jawab seperti khalifah dimuka bumi. Disinilah letak kewajiban keterpaduan antara pendidikan intelektual dengan keterampilan dan pendidikan umum.” Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia belum dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan bangsa lain, hal ini ditunjukkan dari penelitian badan-badan internasional yang hasilnya bahwa Indonesia selalu mendapatkan nomor yang terbawah, bahkan di bawah negara-negara tetangga.

Untuk memperbaiki hal itu diperlukan upaya-upaya yang terncana dan terarah dalam suatu terutama dalam pembelajaran PKn yang mampu menggali seluruh potensi individu secra cerdas dan efektif demi terbenruknya masyrakat yang sejahtera lahir dan batin. Untuk itu, diperlukan pembaharuan/reformasi konsep dan paradigma pembelajaran PKn dari yang hanya menekankan pada aspek kognif menjadi penekanan pada pengembangan proses intitusi-intitusi negara dan kelengkapannya (Wahab, 1999),

Pembaharuan itu diharapkan dapat menjadikan peserta didik sebagai young citizen atau warga negara yang cerdas, kreatif, partisipati, prospektif, dan bertanggung jawab agar mampu memberikan masukan terhadap kebijakan publik dilingkungannya. Dalam hal ini, Budimansyah (2008:182) mengungkapkan bahwa perlu dilakukan revitalisasi PKn agar menjadi “subjek pembelajaran yang kuat” yang secara kurikuler ditandai oleh pengalaman belajar secara kontekstual dengan ciri-ciri bermakna (meaningful ) teritegarasi (integrated) berbasiis nilai (value based), menantang (challenging) dan mengaktifkan (activating). Pakar pendidikn sudah banyak membahas dan merumuskan tentang model-model pembelajaran PKn, Djahiri (2003: 9-22) mengajukan tiga macam yaitu “Pembelajaran AJEL (Active, Joyful, Efektif, Learning), pemelajaran M3SE (Multidimensi, Materi-media-sumber-evaluasi), dan pembelajaran portofolio. Ketiga jenis pembelajaran tersebut sangat cocok untuk diterapkan pada pembelajaran PKn sebagai pola pembelajaran yang melibatkan fisik, emosi, dan sosial yang positif dengan didorong oleh lingkungan yang kondusif, menyenangkn dan mendorong semangat belajr sehingga memenuhi ciri-ciri belajar yang diharapkan yaitu holistik (pembelajran dikaji dari beberapa bidang dan fenomena), bermakna (keterkaitan antara teori dan praktek sebagai perolehan nyata hasil belajar), dan aktif ( siswa dalam terlibat dalam proses pembelajaran).

Dalam hal ini pembelajaran yang cocok  dengan hal-hal tersebut di atas adalah pembelajaran PKn dengan konsep dan paradigma baru yaitu pembelajaran berbasis portofolio yaitu melalui praktik belajar kewarganegaraan (project citizen) sebagai salah satu model adaptif dalam revitalisasi PKn (Winataputradan Budimansyah, 2008:182) yang dapat menggantikan pembelajaran sebelumnya yang sering dikenal dengan pembelajaran konvensional.

Esensi Pendidikan Kewarganegaraan Branson (1999:3) mengingatkan bahwa civic education seharusnya menjadi perhatian utama. Tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warga negara yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan karakter yang dibutuhkan dengan komitmen yang benar terhadap nilai-nilai dari prinsip fundamental dan demokrasi.

Benyamin Barber (Branson,1999:5) menjelaskan bahwa civic education adalah pendidikan untuk megembangkan dan memperkuat dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintahan otonom yang demokratis berita bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri, mereka tidak hanya menerima didekte orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain yang pada akhirnya cita-cita demokrasi dapat diwujudkan dengan sesungguhnya bila warga negara dapat berpartisipasi dalam pemeritahannya. Dalam demokrasi konstitusional, civic education yang efektif adalah suatu keharusan karena kemampuan berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, berfikir secara kritis, dan bertindak secara sadar dalam dunia yang plural, memerlukan empati yang memungkinkan kita mendengar dan oleh karenanya mengakomodasi pihak lain, semuanya itu memerlukan kemampuan yang memadai.

Menurut Cogan, PKn digambarkan sebagai “kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakteristik-karakteristik warga negara” (Cogan,1998:3), dan proses tentang aturan pengajaran masyarakat, institusi, dan organisasi-organisasi dan peran warga Negara dalam masyarakat yang berfungsi secara baik.

Quigley, Charles N and Charles F. Bahmuller mengatakan tak satupun potensi kewarganegaraan dapat dipenuhi tanpa pembentukan dan pemeliharaan terhadap niat untuk mengejar kebaikan umum, perlindungan individu dari pelecehan-pelecehan pemerintah dan serangan atas hak-hak mereka dari setiap sumber publik atau pribadi, untuk mencari pengetahuan dan kebijaksanaan yang luas yang menginformasikan penilaian public affairs dan untuk mengembangkan keterampilan dalam menggunkan pengetahuan itu secara efektif. Nilai-nilai seperti itu perspectif, pengetahuan dan keterampilan dalam hal kewarganegaraan membuat kemungkinan partisipasi yang bertanggung jawab dan efektif mengembangkan kualitas ini merupakan misi PKn.
PKn (civic education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengembang misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigm sebagai berikut : Pertama, PKn secara kuriluler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif,afektif, dan psikomotor yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara pragmatic dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (lerning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara (Budimansyah, 2006).

PKn sebagai kajian ilmu kependidikan yang memusatkan perhatian pada pengembangan warga negara yang cerdas, demokratis, dan religious serta memiliki karakteristik yang multi dimensional, perlu dilihat dalam tiga kependudukan. Pertama, PKn sebagai suatu kajian mengenai “civic virtue” dan “civic culture” yang menjadi landasan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler dan gerakan sosial budaya kewarganegaraan. Kedua, PKn sebagai program kurikuler memiliki visi dan misi pengembangan kualitas warga negara yang cerdas, demokratis, dan religious baik dalam latar pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah, yang berfungsi sebagai dasar orientasi dari keseluruhan upaya akademis untuk memahami fenomena dan masalah-masalah sosial secara interdisipliner, sehingga siswa dapat mengambil keputusan yang jernih dan bernalar serta bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi individu, masyarakat, bangsa dan negara. Ketiga, PKn sebagai gerakan sosial budaya kewarganegaraan yang sinergistik dilakukan dalam upaya membangun “ civic virtue” dan “civic culture” melalui partisipatif aktif secara cerdas, demokratis, dan religious dalam lingkungannya. (Winataputra,1999:23)

Menurut Suwarma Al-Muchtar (2000:6-7), mata pelajaran PKn ini memiliki potensi yang strategis sebagai pendidikan demokratis, karena secara epistemologis dikembangkan dala tradisi citizenship edication antara lain mengembangkan nilai demokratis untuk menegakkan negara hukum.  Dengan demikian, sangat menarik dikaji dan dikembangkan agar program pendidikan ini mampu mengembangkan nilai-nilai demokratis sehingga peserta didik memiliki wawasan dan kemampuan untuk berfikir, bersikap, dan bertindak demokratis.

PKn adalah program yang bertujuan untuk membentuk warga negara yang berfiir, bertindak, besikap, berkembang, dan berinteraksi dengan cerdas, kritis, analistis, berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab terhadap diri, lingkungan masyarakat,, berbangsa, dan bernegara dan berkehidupan dunia yang dijiwai nilai-nilai agama, budaya, hukum, keilmuan serta watak yang bersemangat, bergelora, dan mewujudkan sifat demokratis dalam negara hukum Indonesia yang religious, adil, beradab dan bersatu, bermasyarakat yng berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga fokus dan target utama dari pembelajaran PKn adalah pembekalan pengetahuan (bukan ilmu), pembinaan sikap perilaku, dan pelatihan keterampilan sebagai warga negara demokratis, taat hukum dan taat asas dalam kehidupan masyarakat madani.
Oleh karena itu, CICED (1999) merekomendasikan kualifikasi program PKn sebagai berikut :

  1. Multivision, dimensional, media dam sumber sera multi evaluasi.
  2. Menyerap sejumlah pendekatan seperti pendekatan nilai, objektif dan proses, siswa, pendekatan lingkungan serta penilaian portofolio.
  3. Memilih dan menetapkan secara jelas hal-hal sebagai berikut:
  • Sejumlah tuntutan keharusan kurilukulum (antara lain asas, visi dan misi, pendekatan, pola KBM) yang sekiranya mampu dilaksanakan para guru dan penulis PKn di lapangan.
  • Kemampuan belajar minimal yang harus dicapai siswa pada setiap kelas dan jenjang.
  • Pokok bahasan dan kegunaannya tinggi bagi siswa dengan memperhitungkan usia dan tingkat kemampuan belajar siswa serta lingkungannya, namun harus tetap memberikan kekuasaan professional pada guru/ penulis mengembangkan Rencana Program Pembelajaran.
  • Buku standar siswa dan guru serta referensi lokal yang memenuhi peryaratan yang diharapkan oleh kurikulum.
  • Mengurangi dan atau meniadakan ketumpangtindihan bahan ajar yang membingungkan/ bermasalah.
  • Harus dibina keterkaitan yang tinggi antara pembelajaran PKn persekolahan dengan kemasyarakatan.

Tujuan PKn adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dari warga Negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik pada tingkat local maupun nasional, maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah kompetensi kewarganegaraan. Dari sejumlah kompetensi yang diperukan, yang terpenting adalah (1) penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu, (2) pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris, (3) pengembangan karakter dan sikap mental tertentu dan (4) komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokratis konstitusional.
Dalam civic education juga mengembangkan tiga komponen utama yaitu pengetahuan warga Negara (civic knowledge), kecakapan warga Negara (civic skills) dan watak warga Negara (civic disposition).

Civic eduation memberdayakan warga Negara untuk dapat membuat pilihan yang bijak dan penuh degan kesadaran dari berbagai alternative yang ditawarkan, memberikan pengalaman-pengalaman dan pemahaman yang dapat memupuk berkembangnya komitmen yang benar terhadap nilai-nilai dan prinsip yang memberdayakan sebuah masyarakat bebas untuk tetap bertahan. Civic education bukan hanya meningkatkan partisipasi warga Negara, tatapi juga menanamkan partisipasi yang berkompeten dan bertanggung jawab yang harus didasarkan pada perenungan, pengetahuan dan tanggung jawab moral. Suryadi (1999:31) mengatakan bahwa civic eduation  menekankan pada empat hal : Pertama, Civic Education bukan hanya sebagai indoktrinasi politik, Civic Education seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara langsung dengan proses pengembangan warga Negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku pembangunan bangsa yang bertaggung jawab. Kedua, Civic Education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan pembentukan warga Negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic Education  memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab (civic responsibility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan social bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analisis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan system politik kenegaraan, dan eraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis. Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini menuangkan air kedalam gelas seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan kepada latihan penggunaan nalar dan logika. Civic Education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan emosional, rasional, sosial, dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan masalah sosial dalam masyarakat. Keempat, Civic Education sebagai laboratium demokrasi, sikap dan perilaku demokrasi perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan secepatnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Tujuan dan Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan

Numan Somantri dalam bukunya “Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS” (2001 :159,161,299 ), mengartikan PKn sebagai berikut :

PKn adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS. PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu pendidikannya diorganisasikan secata terpadu dari berbagai disiplin ilmu sosial. Humaniora, dokumen negara terutama Pancasila, UUD 1945, GBHN dan perundangan negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara. PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berfikir kritis, analistis, bersikap dan bertindak demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa posisi PKn yang sangat strategis dalam pembentukan karakter bangsa yang telah beberapa kali perubahan nama bahkan secara substansi banyak dimanfaatkan sebagai wahana untuk tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan kepentingan rejim yang sedang berkuasa. Mengingat pentingnya kedudukan PKn bagi bangsa Indonesia, maka perlu ada kejelasan tentang keberadaan dan kenyataan PKn yang sesuai dengan prinsip-prinsip akademik dan tuntutan budaya bangsa Indonesia yang sedang mengalami perkembangan begitu cepat khususnya dalam lingkup ketatanegaraan. Hal ini sejalan dengan pendapat John J. Cogan (1999) yang menyatakan bahwa “civic eduvation” refers generally to the kinds of course work taking place within the contexs of the formalized schooling structure the fundantional course”.  Dengan demikian pelajaran civic memberikan dasar bagi para pemuda agar kelak setelah dewasa mereka dapat berperan di lingkungannya.

Margaret Branson (1999:8) mengatakan bahwa PKn merupakan pendidikan yang mengandung tiga komponen utama yang cocok untuk dikembangkan pada masyarakat yang demokratis yaitu pengetahuan warga negara (civic knowledge), kecakapan warga negara ( civic skills ), dan watak-watak warga negara ( civic disposition ).