Insan Ombudsman RI dalam suatu kegiatan (Maret, 2019), ketika berada di Canberra, Australia, menyaksikan penghargaan yang baik bagi Pejalan kaki. Di penyeberangan bertuliskan “Give Way To Pedestrians” Show
SHARE Berjalan kaki yang dilakukan manusia sebenarnya adalah moda transportasi pertama yang dikenal manusia, dimana saat pertama kali manusia ingin ke suatu tempat, berjalan kaki yang dilakukan. Kemudian berkembang menggunakan bantuan tenaga hewan, hingga akhirnya muncul berbagai kendaraan seperti sekarang, maka sebenarnya Pejalan kaki (Pedestrian) seharusnya memiliki hak yang seimbang dengan Pengguna kendaraan bermotor, dihargai dan juga dilakukan penerapan sanksi apabila hak tersebut dilanggar. Walaupun saat ini mobilitas manusia dilakukan dengan menggunakan berbagai macam alat transportasi, sehingga aktifitas berjalan kaki hanya dilakukan untuk menempuh jarak pendek, namun populasi Pejalan kaki (pedestrian) tidak berkurang dan bahkan memiliki kecenderungan semakin meningkat, terutama pada pusat perbelanjaan dan tempat-tempat pemukiman penduduk. Di Indonesia sendiri, Pejalan kaki sampai saat ini belum begitu dihargai, bukan hal yang memalukan bagi Pengendara kendaraan bermotor, apabila melihat Pejalan kaki hendak menyeberang, semakin menambah kecepatan kendaraannya, agar bisa melewati terlebih dahulu sebelum Pejalan kaki tersebut menyeberang jalan. Selain itu, trotoar bagi Pejalan kaki juga mengalami pertumbuhan yang sangat lamban, bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Walaupun pada beberapa tempat di Pusat Kota, Ruang Pedestrian saat ini telah banyak dikembangkan lebih modern, namun hak Pejalan kaki belum dipahami secara baik oleh masyarakat, disamping sosialisasi yang tidak memadai dari Pemerintah sebagai pemegang kendali penerapan peraturan. Peraturan atau ketentuan hukum yang mengatur lalu lintas Pejalan kaki, sudah ada dan sudah diketahui banyak orang, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan. Salah satu substansi yang diatur dapat kita lihat pada Pasal 106 ayat (2) UU Nomor 22/2009, yang mana Pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan Pejalan kaki. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, pada Pasal 34 ayat (4), menyatakan bahwa trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas Pejalan kaki, namun kenyataannya ketaatan Pengendara kendaraan bermotor kepada ketentuan ini tidak terlihat dipatuhi dengan baik, bahkan cenderung disepelekan. Hak dan kewajiban Pejalan kaki juga diatur dalam UU Nomor 22/2009. Pada Pasal 131, diatur mengenai hak Pejalan kaki, yaitu;1).Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain, 2). Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan, 3). Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud diatas, Pejalan kaki berhak menyeberang ditempat yang dipilih dengan memperhatikan dirinya. Sementara, kewajiban Pejalan kaki diatur pada Pasal 132, UU Nomor 22/2009, yaitu; 1). Menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan kaki atau jalan yang paling tepi, atau menyeberang di tempat yang telah ditentukan, 2). Pejalan kaki wajib memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas, 3).Pejalan kaki penyandang cacat harus menggunakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna jalan lain. Walaupun sudah terdapat ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban Pejalan kaki, namun penghargaan dan juga sikap mematuhi hak Pejalan kaki oleh Pengendara kendaraan bermotor hingga saat ini tak kunjung membaik. Fakta yang terjadi adalah Pejalan kakilah yang harus menyesuaikan diri dengan Pengguna kendaraan bermotor. Ketika hak Pejalan kaki diabaikan, jika tidak mau mengalah, Pejalan kaki sering harus bersitegang dengan Pengguna kendaraan bermotor. Percekcokan sering tak terhindarkan, sampai Pejalan kaki yang mengalah. Peristiwa pengabaian hak Pejalan kaki yang terus terjadi, sudah seharusnya disikapi Pemerintah dengan melakukan upaya meningkatkan ketaatan Pengguna kendaraan bermotor untuk mematuhi hak Pejalan kaki. Bentuk pengawasan yang dapat dilakukan, antara lain; 1). Memberi tanda (Plang) di setiap trotoar dan penyeberangan (zebra cross) agar memberi atau mematuhi hak Pejalan kaki 2). Menggunakan CCTV di Zebra Cross, trotoar dan jalan pada umumnya untuk mencermati/mengamati Pengguna kendaraan bermotor yang tidak mematuhi hak Pejalan kaki 3). Memberikan sanksi ataupun teguran kepada Pengguna kendaraan bermotor, apabila melanggar hak Pejalan kaki, baik yang terlihat secara langsung oleh Petugas ataupun yang diamati melalui CCTV. Walaupun sanksi juga sudah diatur dalam ketentuan UU Nomor 22/2009, yaitu pada Pasal 284, bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan kaki atau Pesepeda, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp. 500.000,-, namun penerapannya tidak optimal. Apabila kita melihat di Negara maju, seperti Australia contohnya, Hak Pejalan kaki (Pedestrian) sangat dihargai dan tidak dilanggar oleh Pengguna kendaraan bermotor. Di setiap trotoar dan penyeberangan, di pasang tanda yang bertuliskan "Give Way To Pedestrians". Terlihat Pejalan kaki nyaman dengan trotoar yang memadai dan penyeberangan yang aman. Di Indonesia, Pembangunan jalan yang besar-besaran di berbagai kota saat ini, hendaknya juga memperhatikan betul mengenai ketersediaan trotoar yang memadai bagi Pejalan kaki serta memperhatikan hak Pejalan kaki. Pemerintah dan Aparat perlu melakukan pembenahan dan Pengawasan untuk kenyamanan dan keamanan Pejalan kaki, karena Pejalan kaki adalah bagian Pengguna lalu lintas jalan yang berhak atas pelayanan publik yang baik. Pemerintah juga perlu mensosialisasikan untuk mematuhi hak Pejalan kaki dengan berbagai cara melalui media sosial, media massa dan himbauan secara langsung. Pemenuhan hak Pejalan kaki adalah salah satu etalase yang dapat memperlihatkan seberapa beradab dan berbudayanya kita sebagai masyarakat berperadaban tinggi.
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian Simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya. Lalu lintas dan angkutan jalan diatur oleh sebuah undang-undang, yaitu UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 22 Juni 2009 di Jakarta. UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mulai berlaku setelah diundangkan oleh Menkumham Andi Mattalatta dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 dan Penjelasan Atas UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025, pada tanggal 22 Juni 2009 di Jakarta. StatusMencabut. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pertimbangan yang menjadi latar belakang pengesahan UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah:
Dasar hukum UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta di antara dua benua dan dua samudera, mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk mendukung pembangunan ekonomi, pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional, serta menciptakan ketertiban dunia dan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara. Dalam Undang-Undang ini pembinaan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) sebagai berikut:
Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan tanggung jawab setiap pembina bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terlihat lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan. Terhadap hal-hal yang bersifat teknis operasional, yang semula dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dalam peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya, dalam Undang-Undang ini telah diatur secara tegas dan terperinci dengan maksud agar ada kepastian hukum dalam pengaturannya sehingga tidak memerlukan lagi banyak peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya. Penajaman formulasi mengenai asas dan tujuan dalam Undang-Undang ini, selain untuk menciptakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain, juga mempunyai tujuan untuk mendorong perekonomian nasional, mewujudkan kesejahteraan rakyat, persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Aspek keamanan juga mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, di dalam Undang-Undang ini juga ditekankan terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan. Dalam Undang-Undang ini juga disempurnakan terminologi mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis global yang membutuhkan ketangguhan bangsa untuk berkompetisi dalam persaingan global serta untuk memenuhi tuntutan paradigma baru yang mendambakan pelayanan Pemerintah yang lebih baik, transparan, dan akuntabel, di dalam Undang-Undang ini dirumuskan berbagai terobosan yang visioner dan perubahan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang ini berdasar pada semangat bahwa penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang bersifat lintas sektor harus dilaksanakan secara terkoordinasi oleh para pembina beserta para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Guna mengatasi permasalahan yang sangat kompleks, Undang-Undang ini mengamanatkan dibentuknya forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut merupakan badan ad hoc yang berfungsi sebagai wahana untuk menyinergiskan tugas pokok dan fungsi setiap instansi penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka menganalisis permasalahan, menjembatani, menemukan solusi, serta meningkatkan kualitas pelayanan, dan bukan sebagai aparat penegak hukum. Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut mempunyai tugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sedangkan keanggotaan forum tersebut terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat. Untuk mempertahankan kelaikan kondisi jalan dan untuk menekan angka kecelakaan, dalam Undang-Undang ini telah dicantumkan pula dasar hukum mengenai Dana Preservasi Jalan. Dana Preservasi Jalan hanya digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan, yang pengelolaannya dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian. Dana Preservasi Jalan dikelola oleh Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Menteri yang membidangi jalan, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan industri di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban mendorong industri dalam negeri, antara lain dengan cara memberikan fasilitas, insentif, dan menerapkan standar produk peralatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pengembangan industri mencakup pengembangan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan cara dan metode rekayasa, produksi, perakitan, dan pemeliharaan serta perbaikan. Untuk menekan angka Kecelakaan Lalu Lintas yang dirasakan sangat tinggi, upaya ke depan diarahkan pada penanggulangan secara komprehensif yang mencakup upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan penegakan hukum. Upaya pembinaan tersebut dilakukan melalui peningkatan intensitas pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia. Upaya pencegahan dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan jalan, sarana dan prasarana jalan, serta kelaikan Kendaraan, termasuk pengawasan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang lebih intensif. Upaya pengaturan meliputi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan modernisasi sarana dan Prasarana Lalu Lintas. Upaya penegakan hukum dilaksanakan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum yang lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas. Dalam rangka mewujudkan kesetaraan di bidang pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-Undang ini mengatur pula perlakuan khusus bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit. Bentuk perlakuan khusus yang diberikan oleh Pemerintah berupa pemberian kemudahan sarana dan prasarana fisik atau nonfisik yang meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan, dan fasilitas pelayanan. Untuk meningkatkan pelayanan di bidang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, Undang-Undang ini mengatur dan mengamanatkan adanya Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didukung oleh subsistem yang dibangun oleh setiap Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu. Pengelolaan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan mengenai operasionalisasi Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara terintegrasi melalui pusat kendali dan data. Undang-Undang ini juga menegaskan keberadaan serta prosedur pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) untuk menjamin kelancaran pelayanan administrasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang meliputi registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi serta Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas (SWDKLL). Dalam rangka memajukan usaha di bidang angkutan umum, Undang-Undang ini juga mengatur secara terperinci ketentuan teknis operasional mengenai persyaratan badan usaha angkutan Jalan agar mampu tumbuh sehat, berkembang, dan kompetitif secara nasional dan internasional. Selanjutnya, untuk membuka daerah terpencil di seluruh wilayah Indonesia, Undang-Undang ini tetap menjamin pelayanan angkutan Jalan perintis dalam upaya peningkatan kegiatan ekonomi. Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, Undang-Undang ini mengatur persyaratan teknis dan uji berkala kendaraan bermotor. Setiap jenis Kendaraan Bermotor yang berpotensi menyebabkan Kecelakaan Lalu Lintas dan menimbulkan pencemaran lingkungan wajib dilakukan uji berkala. Untuk memenuhi kebutuhan angkutan publik, dalam norma Undang-Undang ini juga ditegaskan bahwa tanggung jawab untuk menjamin tersedianya angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dalam pelaksanaanya Pemerintah dapat melibatkan swasta. Dalam Undang-Undang ini diatur pula mengenai Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas tersebut meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan. Untuk menangani masalah Kecelakaan Lalu Lintas, pencegahan kecelakaan dilakukan melalui partisipasi para pemangku kepentingan, pemberdayaan masyarakat, penegakan hukum, dan kemitraan global. Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dimaksud, dilakukan dengan pola penahapan, yaitu program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Selain itu, untuk menyusun program pencegahan kecelakaan dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berkaitan dengan tugas dan wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Undang-Undang ini diatur bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya PPNS agar selalu berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai koordinator dan pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan serta adanya kepastian hukum sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam Undang-Undang ini, pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat. Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda. Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula kepada pejabat atau penyelenggara Jalan. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum diterapkan sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) berupa pemberian insentif bagi petugas yang berprestasi. Undang-Undang ini pada dasarnya diatur secara komprehensif dan terperinci. Namun, untuk melengkapi secara operasional, diatur ketentuan secara teknis ke dalam peraturan pemerintah, peraturan Menteri, dan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Untuk menghindari kekosongan hukum, semua peraturan pelaksanaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Berikut adalah isi UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (bukan format asli): Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:
Pasal 3Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:
BAB IIIRUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANGPasal 4Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
BAB IVPEMBINAANPasal 5
Pasal 6
Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan prasarana Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, yaitu:
Pasal 9Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:
Pasal 10Penyelenggaraan di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi:
Pasal 11Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d meliputi:
Pasal 12Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e meliputi:
Pasal 13
BAB VIJARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALANBagian KesatuRencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanPasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah. Bagian KeduaRuang Lalu LintasParagraf 1Kelas JalanPasal 19
Pasal 20
Paragraf 2Penggunaan dan Perlengkapan JalanPasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Bagian KetigaDana Preservasi JalanPasal 29
Pasal 30Pengelolaan Dana Preservasi Jalan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian. Pasal 31Dana Preservasi Jalan dikelola oleh unit pengelola Dana Preservasi Jalan yang bertanggung jawab kepada Menteri di bidang Jalan. Pasal 32Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja unit pengelola Dana Preservasi Jalan diatur dengan peraturan Presiden. Bagian KeempatTerminalParagraf 1Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe TerminalPasal 33
Pasal 34
Pasal 35Untuk kepentingan sendiri, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta dapat membangun Terminal barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 36Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek. Paragraf 2Penetapan Lokasi TerminalPasal 37
Paragraf 3Fasilitas TerminalPasal 38
Paragraf 4Lingkungan Kerja TerminalPasal 39
Paragraf 5Pembangunan dan Pengoperasian TerminalPasal 40
Pasal 41
Paragraf 6Pengaturan Lebih LanjutPasal 42Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja, pembangunan, dan pengoperasian Terminal diatur dengan peraturan pemerintah. Bagian KelimaFasilitas ParkirPasal 43
Pasal 44Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas Parkir untuk umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan:
Bagian KeenamFasilitas PendukungPasal 45
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 diatur dengan peraturan pemerintah. Bagian KeempatPerlengkapan Kendaraan BermotorPasal 57
Pasal 58Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas. Pasal 59
Bagian KelimaBengkel Umum Kendaraan BermotorPasal 60
Bagian KeenamKendaraan Tidak BermotorPasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Bagian KetujuhRegistrasi dan Identifikasi Kendaraan BermotorPasal 64
Pasal 65
Pasal 66Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor untuk pertama kali harus memenuhi persyaratan:
Pasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70
Pasal 71
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75Ketentuan lebih lanjut mengenai Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bagian KedelapanSanksi AdministratifPasal 76
BAB VIIIPENGEMUDIBagian KesatuSurat Izin MengemudiParagraf 1Persyaratan PengemudiPasal 77
Paragraf 2Pendidikan dan Pelatihan PengemudiPasal 78
Pasal 79
Paragraf 3Bentuk dan Penggolongan Surat Izin MengemudiPasal 80Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) huruf a digolongkan menjadi:
Pasal 81
Pasal 82Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) huruf b digolongkan menjadi:
Pasal 83
Pasal 84Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor dapat digunakan sebagai Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor yang jumlah beratnya sama atau lebih rendah, sebagai berikut:
Pasal 85
Paragraf 4Fungsi Surat Izin MengemudiPasal 86
Bagian KeduaPenerbitan dan Penandaan Surat Izin MengemudiParagraf 1Penerbitan Surat Izin MengemudiPasal 87
Pasal 88Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan, pengujian, dan penerbitan Surat Izin Mengemudi diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Paragraf 2Pemberian Tanda Pelanggaran pada Surat Izin MengemudiPasal 89
Bagian KetigaWaktu Kerja PengemudiPasal 90
Bagian KeempatSanksi AdministratifPasal 91
Pasal 92
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dan Pasal 100 diatur dengan peraturan pemerintah. Bagian KetigaPengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan Petugas yang BerwenangParagraf 1Syarat dan Prosedur Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,Rambu Lalu Lintas, dan Marka JalanPasal 102
Paragraf 2Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu LintasPasal 103
Paragraf 3Pengutamaan PetugasPasal 104
Bagian KeempatTata Cara Berlalu LintasParagraf 1Ketertiban dan KeselamatanPasal 105Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:
Pasal 106
Paragraf 2Penggunaan Lampu UtamaPasal 107
Paragraf 3Jalur atau Lajur Lalu LintasPasal 105
Pasal 109
Pasal 110
Pasal 111Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan bagi Kendaraan untuk saling berpapasan, Pengemudi Kendaraan yang arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada Kendaraan yang mendaki. Paragraf 4 |
Disahkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2009 | |
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO | |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2009 | |
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,ttd ANDI MATTALATTA |