Sesungguhnya nida’ (memanggil) Rosul Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dengan pangilan “Yaa Sayyidi Yaa Rosulallah” adalah tidak menyamakan antara Alloh dan Rosul Shollallohu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana kaum Nashoro menjadikan para Nabi mereka sebagai Tuhan selain Alloh. akan tetapi panggilan “Yaa Sayyidii Yaa Rosulallooh” adalah penyebutan tawasul kepada Rosulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dan penyandaran majaz dengan mengambil pengertian usaha dan perantara mendapatkan syafa’at, dan melaksanakan perintah Alloh dan Rosul-Nya Shollallohu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana firman Alloh dalam QS. Al-Ma’idah 35: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ “Hai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah dan carilah jalan kepada-Nya” (QS. al-Maidah:35)Maksudnya tidak ada wasilah kepada Alloh yang lebih dekat dan lebih agung dari pada berwasilah melalui Rosul Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Rosul Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
توسلوا بى وبأهل بيتى الى الله فانه لا يرد متوسل (رواه ابن ماجه فى صحيحه Ibnu Abbas Rodliyalloohu Anhu berkata : ان الوسيلة كل ما يتقرب به الى الله والذكر بالنبي صلى الله عليه وسلم هو من العبادة “Sesungguhnya wasilah itu adalah semua perkara yang mendekatkan diri kepada Alloh, dan menyebut Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam adalah termasuk ibadah”. Karena sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam : لقوله صلى الله عليه وسلم ذكر علي عبادة (رواه الديلمى عن عائشة رضىالله عنها “Menyebut kepadaku adalah ibadah”. قال صلىالله عليه وسلم : " ذكرالانبياء من العبادة, وذكرالصالحين كفارة، وذكرالموت صدقة، وذكر القبر يقربكم من الجنـة " رواه الديلمي عن معاذ “Bersabda Rasuulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Ingat (lebih-lebih menyebut) para Nabi termasuk ibadah, dan ingat para sholihin adalah bayar kifarat, dan ingat mati adalah sedekah, dan ingat kubur mendekatkan kamu sekalian kepada surga”. (HR. Al-Dailami dari Mu’adz) Maka nida’ “Yaa Sayyidii Yaa Rosulallooh” adalah merupakan nida’ atau panggilan langsung kepada Rosul Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang mengandung ma’na tasyafu’an (memohon syafa’at) yang dijiwai dengan ta’dhim dan mahabbah, tadholum dan iftiqhor (memulyakan, cinta, pernyataan diri dholim dan cetusan rasa butuh). Dengan demikian memanggil “Yaa Sayyidii Yaa Rosulallooh” kepada Beliau Rosul Shollallohu ‘Alaihi Wasallam adalah suatu bentuk harapan dan memuliakan kepada kekasih Alloh yang termulia. Maka sudah sepantasnya bagi umat Islam memanggil kepada Beliau Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dengan panggilan penghormatan dan memuliakan. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari kita pun sering mengetahui sebutan atau panggilan kepada seseorang yang ada di atasnya dengan panggilan penuh hormat, seperti : bapak pimpinan !, yang terhormat, yang mulia, tuan dan lain sebagainya. Sebutan-sebutan tersebut bukan lain adalah untuk menghormat atau mengagungkan kepada orang lain yang dianggap lebih terhormat. Sebutan atau panggilan kepada orang yang diatasnya saja seperti itu, maka sewajarnya kalau ummat Islam menggunakan sebutan untuk menghormat atau mengagungkan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam yang sudah kita ketahiui bahwa Beliau Shollallohu ‘Alaihi Wasallam adalah semulia-mulia manusia, sebaik-baik makhluk dan orang yang bisa dipercaya lebih dari manusia yang lain di sisi Alloh Subhaanahu wa ta'aala. Penghormatan seperti itu adalah wajar, karena memang Beliau pantas untuk menerima penghormtan atau pengagungan dari ummatnya hal ini adalah pelaksanaan perintah Alloh Subhaanahu wa ta'aala. Jangankan manusia, Alloh sendiri telah memuji kepada Rosululloh seperti dalam Firman-NYA : وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya bahwa Engkau (Muhammad) berbudi pekerti luhur. (QS. Al Qolam: 4 )
Ayat di
atas menunjukan bahwa Alloh sebagai Kholiq saja telah mengagungkan dengan
pujian seperti itu, apalagi kita sebagai ummat Rosululloh shollallohu 'alaihi
wa sallam mestinya juga mengagungkan kepada Beliau. Bagaimana seseorang harus
bersikap kepada Rosululloh shollallohu
'alaihi wa sallam, Alloh telah memberikan perintah melalui Firman-Nya dalam
Al-Qur’an An-Nur: 63. لَّا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُم بَعْضًا Ayat tersebut dijelaskan dalam kitab Tafsir Al-Shawi sebagai berikut: أي نداءه بمعنى لاتنادوه صلىالله عليه وسلم فتقولون يامحمد ولابكنيته فتقولون يا أباالقاسم، بل نادوه وخاطبوه بالتعظيم والتكريم، والتوقير فتقولون يارسول الله، يانبي الله، ياإمام المرسلين، يارسول رب العلمين، ياخاتم النـبيين، وغيرذلك ( مثل ياشافع الخلق, يارحمة للعالمين، يا خير خلق الله، ياخير والد وخيرولد، يا هادي الانام، يانورالخلق، يا حبيب الله …..) واستفيد من الاية انه لايجوز نداءالنبي صلىالله عليه وسلم بغيرميفيدالتعظيم لافي حياته ولابعد وفاته. فبهذا يعلم أن من استخف بجنابه صلىالله عليه وسلم فهو كافر وملعون في الدنيا والاخرة. (الصاوي ج 3, ص 124\النور :63 "Panggilan kepada Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, yakni janganlah memanggil Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dengan mengatakan “Ya Muhammad”, dan jangan pula dengan laqobnya Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dengan mengatakan “Ya Aba Qosim”, melainkan memanggillah dan beraudensilah dengan ta’dhim, takrim dan tauqir. Maka sebaiknya sebutlah: يارسول الله، يانبي الله، ياإمام المرسلين، يارسول رب العلمين، ياخاتم النـبيين، وغيرذلك (مثل ياشافع الخلق, يارحمة للعالمين, يا خير خلق الله، ياخير والد وخيرولد، يا هادي الانام، يانورالخلق، يا حبيب الله Dapat diambil faedah dari ayat tersebut bahwa tidaklah boleh memanggil-manggil Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam dengan kata-kata yang tidak mengandung ta’dhim (mengagungkan), baik semasa hidupnya maupun setelah beliau Rasululloh shollallohu 'alaihi wa sallam meninggal dunia. Dari itu maka dapat disimpulkan bahwa barang siapa memperingan (meremehkan) terhadap Rasululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dia adalah kafir yang dilaknati di dunia dan akhirat." Karena Beliau Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
حياتى خير لكم ومماتى خيرلكم, واماحياتى فاسن لكم السنن واشرع لكم الشرائع, واما مماتى فان اعمالكم تعرض علي فما رأيت منها حسنا حمدت الله عليه وما رأيت منها سيئا استغفرت الله لكم Hidup dan matiku adalah kebaikan bagi kamu sekalian. Adapun semasa hidup-ku, maka aku memberikan tuntunan berbagai sunnah dan syari’at kepada kamu sekalian. Sedangkan semasa aku mati, maka sesungguhnya semua amal-mu sekalian diperlihatkan oleh Alloh kepada-ku. Maka apa saja yang aku lihat dari padanya kebaikan, aku memuji kepada Alloh atas kebaikan itu, dan apa aku melihatnya keburukan, maka aku memohonkan ampunan kepada Alloh kepada kamu sekalian (HR. Al-Bazzar dari Abdulloh bin Mas’ud derngan sanad yang shohih).
Maka
dengan demikian, menurut kitab Showi hal 161 bahwa : فمن اعتقد ان النبي صلى الله عليه وسلم لا نفع به بعد الموت بل هو كأحد الناس فهو الضل المضل “Maka barang siapa berkeyakinan bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam itu tiada manfaat sesudah wafatnya, bahkan Beliau Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dianggap seperti manusia biasa, maka orang seperti itu sesat dan meyesatkan."
Disamping itu menyebut atau memanggil
Beliau Rosul Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dengan panggilan “Yaa Sayyidii Yaa
Rosulallooh” adalah termasuk dzikir kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, sebagaiama
hadist Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang berbunyi: مَنْ ذَكــَـرَنِى فـَـقـــَدْ ذَكــَـرَ الله َ وَمَنْ أَحَبـَّـنِى فـَقــَدْ أَحَبَّ الله َ وَالــْمـــُصَلــِّى عـَـلــَيَّ نـــَاطِـقٌ بــِذِكـــْر ِ الله “Bersabda Rasuulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa dzikir kepada-ku, maka sungguh ia dzikir kepada Allah. Dan barang siapa cinta kepada-ku, maka sungguh ia cinta kepada Allah. Dan orang yang membaca shalawat kepada-ku ia mengucapkan dengan dzikir Allah”.السيادة عبادة لان المصلي انما يقصد بصلاته تعظيمه صلى الله عليه وسلم فلا معنى حينئذ لترك التسييد إذ هو عين التعظيم (سعادةالدرين : 66 “Siyyadah (bacaan Yaa Sayyidi) adalah ibadah, oleh karena orang yang membaca shalawat bermaksud dengan shalawat itu adalah ta’dzim kepada Rasuulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka meninggalkan tasyid (bacaan Yaa Sayyidi) pada ketika itu (ketika membaca shalawat) tidak ada artinya, oleh karena tasyid itu adalah ta’dzim adanya”. (Sa’aadah Al-daraini: 66) Ada sebagian orang berpendapat bahwa mengagugkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ini disamakan dengan kaum Nasrani mengagugkan nabi Isa ibnu Maryam a.s., sehingga dihukumi sebagai perbuatan yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pendapat seperti menurut kami tidaklah tepat, karena kita mengagungkan beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini merupakan perbuatan yang memandang martabat beliau (secara menyeluruh) paling tinggi dibanding dengan semua mahluk yang lain, bukanya kita mensejajarkan martabat beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan martabat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan kaum Nasrani dalam mengagungkan Isa Almasih bukan mengagungkan sebatas utusan Allah namun mereka mempunyai kepercayaan dan keyakinan bahwa Isa Almasih adalah anak tuhan.Pendapat yang menyamakan antara mengagungkan dengan menyembah, itu pun tidak dapat diterima, karena bila pengertian tersebut dianggap sama maka apalah jadinya dunia ini, para penghuninya tidak berakhlak, takut kalau mengagungkan orang yang berkedudukan diatasnya di hukumi menyembah selain Allah, menyekutukan Allah, kafir sesat.
|