Tokoh seni grafis Indonesia yang pertama adalah

JAKARTA - Kabar duka datang dari skena seni grafis tanah air. Wagiono Sunarto, salah satu tokoh desain grafis Indonesia, Rektor Institut Kesenian Jakarta dua periode (2009-2016), tutup usia pada Kamis (13/1) malam.

Menghimpun informasi dari pihak keluarga, Wagiono atau yang akrab disapa Pak Gion, meninggal di RS Carolus Jakarta. Sosok tersebut telah menjalani perawatan di rumah sakit sejak 10 hari terakhir, karena masalah kesehatan yang memburuk.

“Bapak meninggal tadi malam, karena sakit ginjal. Sudah sakit sekian lama dan kondisinya menurun,” ungkap Iman Anggoro, anak kedua dari Wagiono saat ditemui di Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (14/2).

Wagiono adalah salah seorang sosok akademisi, pengamat sekaligus pelaku desain grafis. Karirnya membentang panjang sejak sekitar tahun 1970-an. Ia berperan dalam penginisiasian Pasar Seni ITB bersama sejumlah seniman, seperti Jim Supangkat dan Djodjo Gozali, yang kemudian berkembang sebagai salah satu hajatan besar seni rupa di kampus yang masih eksis hingga hari ini.

Baca juga: Tips Sederhana Paham Grafis Media Sosial Dengan Canva

Keterlibatan Gion di dunia desain grafis semakin mencolok ketika dibentuknya organisasi Ikatan Perancang Grafis Indonesia (IPGI) pada tahun 1980. Wagiono menjadi ketua dari organisasi desain grafis pertama di Indonesia itu. Di momen itu pula, pameran besar desain grafis diadakan di Jakarta, bertajuk “Grafis 80”.

Perjalanan Gion di skena desain grafis berbarengan dengan berkembangnya industri desain grafis sebagai bagian dari ekosistem seni sekaligus industri di Indonesia. Ia termasuk ke dalam tokoh gelombang awal perkembangan desain grafis di tanah air di periode sekitar tahun 1970-1980an.

Validnews mencoba merujuk berbagai sumber terbuka untuk mengulas kiprah Gion di bidang desain grafis ini, namun tak banyak sumber yang mencatat perjalanan seniman yang juga seorang pendidik bersahaja tersebut. Namun, dedikasi Gion tertinggal dalam benak para seniman yang lebih muda, maupun para mahasiswanya di IKJ.

Danton Sihombing, Ketua Dewan Kesenian Jakarta, mengenang Gion sebagai sosok penting baik dalam perkembangan ilmu maupun industri desain grafis di Indonesia. Gion sendiri adalah pelopor lahirnya jurusan desain grafis di Institut Kesenian Jakarta, yang hari ini masuk dalam lingkup program studi Desain Komunikasi Visual.

Di samping itu, kiprah Gion juga dapat dibaca dalam perkembangan industri desain grafis, di mana perusahaannya Grapik Grapos, merupakan satu dari sedikit perusahaan desain grafis gelombang awal di Indonesia. Dengan perusahaannya, Gion ikut ambil bagian dalam menghidupi ekosistem desain grafis di tanah air.

Baca juga: Desain ke-25 Compass 3.4.7 Akan Rilis Di Urban Sneaker Society 2021

“Di industri desain grafis Indonesia yang tumbuh di periode 1970-an - 1980-an awal, Mas Gion ini termasuk salah satu tokoh yang mempelopori pertumbuhan industri desain grafis di masa tersebut,” tutur Danton kepada Validnews, Jumat (14/1).

Danton adalah seorang desainer grafis yang banyak belajar dari Gion, baik dalam hal pemikiran maupun karya. Ia banyak menyerap gagasan dari sosok tersebut semasa menjadi mahasiswa di IKJ.

Danton adalah penulis buku Tipografi dalam Desain Grafis (2001), salah satu buku tentang desain grafis yang banyak dirujuk di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Menurut Danton, buku tersebut tercipta juga berkat bantuan pemikiran dari Gion sebagai editornya.

“Dia adalah orang yang sangat berwawasan luas dan selalu update terhadap pengetahuan baru, tidak pelit ilmu,” kenang Danton.

Sebagai pengkaji seni grafis sekaligus desainer grafis, Wagiono memiliki kiprah yang luas bagi dunia seni maupun hiburan di Indonesia. Dengan kompetensinya, Gion menjadi sutradara dari film animasi “Rimba Si Anak Angkasa” di tahun 1980-an.

Perancang Pameran

Dengan kompetensi sebagai perancang grafis, Gion juga dikenang sebagai perancang tata pameran yang mumpuni. Hal itu diakui oleh Kepala Galeri Nasional, Pustanto, yang mengingat sosok tersebut sebagai sumber inspirasi dalam banyak program pameran di Galeri Nasional.

“Mas Gion ini ini dia yang pertama menjadi rujukan tata pamer di Galeri Nasional. Jadi setiap kita kepentok, kami selalu berdiskusinya dengan beliau. Jadi itulah hebatnya Mas Gion, beliau tidak segan membantu, memberi arahan dan masukan kepada yang lebih muda-muda,” ungkap Pustanto kepada Validnews.

Pustanto mengatakan, kiprah Wagiono membentang lebih panjang dari usia Galeri Nasional sendiri. Sosok tersebut telah melibatkan diri dalam banyak pameran-pameran seni besar di Indonesia maupun luar negeri. Termasuk di antaranya sebagai perancang desain pameran Gerakan Negara-Negara Non Blok tahun 1995 di Jakarta.

Selain meninggalkan jejak pada visual pameran Galeri Nasional, menurut Pustanto lagi, Wagiono juga adalah sosok di balik visual sejumlah museum besar di Indonesia. Seperti Museum Kepresidenan RI Balai Kirti di Bogor, Jawa Barat, hingga perancang display pameran Museum Jakarta di TMII. Karena itulah, Gion menjadi sosok yang sangat familiar bagi para pelaku pameran di Indonesia.

“Kami jujur saja sebagai junior beliau sangat kehilangan. Beliau memiliki banyak tinggalan untuk junior-juniornya,” ucap Pustanto.

Selain dikenal sebagai desainer grafis handal, perancang display banyak pameran besar, Gion masih memiliki jejak lain yaitu di bidang film. Ia adalah sosok yang menyutradarai film animasi “Rimba Si Anak Angkasa” yang muncul pada tahun 1980-an.

Sampai di ujung usianya, Wagiono diketahui terus aktif sebagai seniman desain grafis ataupun animator dengan karya-karyanya yang unik. Karya-karya pribadi Wagiono tak banyak yang bisa diakses saat ini. Namun, segelintir karya-karyanya, baik berupa sketsa yang dilukis, maupun sketsa, karikatur maupun desain digital dipublikasikan di akun Instagram @wagionos.

Wagiono Sunarto lahir di Bandung, Jawa Barat, 20 Mei 1949. Ia meninggal dunia pada Kamis, 13 Januari 2022, dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Jakarta.

Tokoh seni grafis Indonesia yang pertama adalah

Tokoh seni grafis Indonesia yang pertama adalah

Penulis: Chyntia Dyah Rahmadhani
tirto.id - 14 Jan 2022 14:15 WIB

View non-AMP version at tirto.id

Tokoh seni grafis Indonesia yang pertama adalah
Ada sejumlah tokoh seniman seni rupa dalam negeri dengan karya yang luar biasa, diantaranya Abdullah  Suriosubroto, Affandi Koesoma, hingga Popo Iskandar

tirto.id - Indonesia memiliki seniman seni rupa yang terkenal dan beberapa diantaranya telah mendunia. Seniman-seniman tersebut diantaranya, Abdullah Suriosubroto, Affandi Koesoma, Barli Sasmitawiyana, Basuki Abdullah, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, dan Popo Iskandar.

Dalam berkarya, para seniman memiliki gaya berbeda-beda untuk menghasilkan suatu karya seni yang kemudian menjadi ciri khas sendiri. Kesamaannya adalah seluruh seniman tersebut berkarya di bidang seni rupa.

Mengutip dari Antropologi (2009) karya Dyastiningrum, seni rupa diartikan sebagai karya seni yang bisa dirasakan oleh indera manusia, khususnya indera penglihatan dan perabaan. Dalam menikmati suatu karya seni, nilai estetis pada sebuah karya seni rupa dapat bersifat objektif dan subjektif.

Seni rupa terbagi menjadi dua jenis, yaitu seni tiga dimensi dan dua dimensi. Seni rupa tiga dimensi adalah karya seni yang dapat dilihat dari segala arah, karena memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi.

Sedangkan seni rupa dua dimensi adalah karya seni rupa yang hanya memiliki dua ukuran atau sisi, panjang dan lebar. Misalnya gambar, lukisan, seni grafis,desain komunikasi visual (brosur, banner, website).

Dalam pembuatan suatu karya seni membutuhkan teknik-teknik tertentu. Misalnya dalam seni rupa dua dimensi terdapat teknik seni lukis, seni batik, kriya anyaman, tatah sungging, dan seni grafis.

Infografik Tokoh Seni Rupa Indonesia. tirto.id/Fuad

Tokoh Seni Rupa Indonesia

1. Abdullah Suriosubroto

Abdullah Suriosubroto lahir di Semarang pada tahun 1878 dan meninggal di Yogyakarta tahun 1942. Ia merupakan anak dari tokoh pergerakan nasional, Wahidin Sudirohusodo. Aliran seni yang dianutnya adalah naturalisme. Ia sangat suka melukis pemandangan alam. Abdullah Suriosubroto dikenal sebagai pelukis Indonesia pertama pada abad ke-20.

Anaknya yang bernama Basoeki Abdullah juga bergelut dalam dunia seni. Ia dikenal dengan karyanya dalam menjuarai lomba lukis wajah Ratu Belanda Juliana. Pada 1949, Ratu Belanda Juliana membuka sayembara melukis potretdirinya.

2. Affandi Koesoema

Affandi Koesoema lahir pada Mei tahun 1907. Ia menciptakan banyak lukisan dengan berbagai aliran dan tidak menentukan satu aliran seni untuknya. Pada tahun 1950, Affandi mulai mengerjakan teknik melukis plotot, yakni menorehkan cat langsung dari tube-nya.

Ia adalah pelukis Indonesia yang karyanya terkenal di berbagai negara. Affandi telah menghasilkan lebih dari 2000 lukisan. Pada tahun 1950, ia banyak mengadakan pameran tunggal di India, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat.

3. Barli Sasmitawiyana

Barli Sasmitawiyana lahir di Bandung pada tanggal 18 Maret 1921 dan meninggal pada 8 Februari 2007. Seniman asal Bandung ini menganut aliran seni realisme. Ia pernah menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan pada tahun 2000.

Bersama Affandi, Hendra Gunawan, Soedarso, dan Wahdi Sumanta, Barli Sasmitawinata membentuk “Kelompok Lima Bandung." Pada tahun 1948, Barli mendirikan Sanggar Seni Rupa Jiwa Mukti. Sejak tahun 1930 Barli dikenal sebagai ilustrator di Balai Pustaka, Jakarta. Ia juga menjadi ilustrator untuk beberapa koran yang terbit di Bandung.

4. Basuki Abdullah

Basuki Abdullah lahir di Desa Sriwedari, Surakarta, pada tanggal 27 Januari 1915. Ia adalah seniman bergaya realisme. Ia anak dari seniman terkenal R. Abdullah Suryosubroto dan ibunya bernama Raden Nganten Ngadisah.

Pada sebuah kompetisi di Belanda, ia mengalahkan 87 orang pelukis Eropa dan mengharumkan Indonesia. Karya seni lukis Basuki Abdullah berjudul Diponegoro memimpin Pertempuran, dapat diakses melalui link berikut:

5. Hendra Gunawan

Hendra Gunawan lahir di Bandung pada tanggal 11 Juni 1918 dan meninggal di Denpasar tahun 1983. Karyanya beraliran realisme, setelah sebelumnya ia menganut ekspresionisme.

Beberapa hasil lukisannya yang melegenda adalah Jual Beli di Pasar, Perempuan Menjual Ayam, Sketsa, Bisikan Iblis. Kehidupan kesenian Hendra didokumentasikan dalam buku "Hendra Gunawan: A Great Modern Indonesian Painter" (2001).

6. Henk Ngantung

Henk Ngantung lahir di Bogor, 1 Maret 1921. Tidak hanya menjadi seorang pelukis, Henk Ngantung juga wakil gubernur periode 1960-1964 dan gubernur Jakarta tahun 1964-1965.

Pada Bulan Agustus 1948, ia mengadakan pameran tunggal di Hotel Des Indes, Jakarta. Karya seni lukis Henk Ngantung berjudul Tanah Lot, dapat diakses melalui link berikut:

7. Popo Iskandar

Pada awalnya aliran seni Popo Iskandar, terpengaruh oleh gurunya yang bernama, Ries Mulder, orang Belanda yang mengajar di Juruan Seni Rupa. Ries cenderung berkiblat pada mazhab kubisme dan abstrak. Tetapi pengaruh realisme Hendra Gunawan pun tetap kuat.

Seiring berjalannya waktu, Popo menemukan gaya seninya sendiri. Ia memiliki kegemaran melukis kucing sehingga ia mendapatkan julukan sebagai pelukis kucing. Lukisannya berjudul Young Leophard, Bulan di Atas Bukit, Bunga, Cat dan masih banyak lainnya.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait TOKOH-TOKOH SENI RUPA atau tulisan menarik lainnya Chyntia Dyah Rahmadhani
(tirto.id - cdr/ynd)

Penulis: Chyntia Dyah Rahmadhani Editor: Yonada Nancy Kontributor: Chyntia Dyah Rahmadhani

© 2022 tirto.id - All Rights Reserved.