Sifat yang melekat dalam pribadi Muhammad satu masa pemerintahan daulah utsmaniyah

Sifat yang melekat dalam pribadi Muhammad satu masa pemerintahan daulah utsmaniyah

Sifat yang melekat dalam pribadi Muhammad satu masa pemerintahan daulah utsmaniyah
Lihat Foto

Fausto Zonaro

Lukisan yang menggambarkan Kejatuhan Konstatinopel. Kekaisaran Turki Usmani merebut Konstatinopel, Ibu Kota Kekaisaran Byzantium pada 1576.

KOMPAS.com - Di abad pertengahan, Turki Usmani adalah salah satu peradaban terhebat di dunia. Dikutip dari Peradaban Turki (2019), kejayaan Turki Usmani disebabkan empat faktor utama yakni:

  • Pengelolaan pemerintahan yang baik
  • Keadaan perekonomian yang baik
  • Penguasaan ilmu pengetahuan dan budaya
  • Militer yang kuat dan gencar melakukan ekspansi

Di bawah pendirinya, Osman, Turki Usmani menyerang dua kekuatan besar di sekitarnya yakni Kerajaan Mamluk dan Kekaisaran Byzantium.

Wilayah Turki Usmani pun meluas. Langkah Usmani diikuti oleh putranya, Orhan.

Pada masa pemerintahan Orhan, dibangun sistem pertahanan militer yang tangguh. Orhan dikenal keras terhadap tentaranya.

 Baca juga: Sejarah Berdirinya Turki Usmani

Perang melawan Kekaisaran Byzantium dilanjutkan Orhan. Ia menaklukkan Bursa pada tahun 1324 dan menjadikannya ibu kota Usmani.

Di bawah kepemimpinan Orhan, Turki Usmani meluaskan wilayahnya ke Eropa mulai dari Bursa, Kassovo, Nikopal, dan Gallipoli.

Kendati demikian, Turki Usmani belum bisa menaklukkan Kekaisaran Byzantium.

Kejatuhan Konstantinopel

Setelah Orhan, sultan yang berkuasa yakni Sultan Murad I (1360), Sultan Bayazid I (1389), Sultan Muhammad I (1413) dan Sultan Murad II (1421).

Baru setelah kepemimpinan Sultan Muhammad II (1451), Turki Usmani merebut Konstantinopel, ibu kota Byzantium.

Konstatinopel dijadikan ibu kota oleh Turki Usmani. Namanya diganti jadi Istanbul.

 Baca juga: Inilah Beberapa Negara yang Nyaris Menguasai Dunia (1)

Penaklukan KOnstantinopel oleh Sultan Muhammad AL-FATIH pada tahun 1453 adalah arus besar yang merubah jalannya sejarah dunia. Pusat dan kiblat kekuatan spiritual dan negara di sebagian belahan dunia beralih secara massif dari Barat ke Timur. Dari Nasrani ke Islam. Dari penindasan bangsa lemah ke perlindungan Daulah Islamiyah. Negara-negara muslim seakan mendapat angin segar dan energi baru untuk melawan ketertinggalan dan penindasan bangsa lain. Tidak aneh memang, jika dampak yang ditimbulkan dengan takluknya KOnstantinopel sedemikian besar, karena posisi KOnstantinopel sangat strategis untuk mengendalikan jalannya misi agama dengan kekuatan tentara atas bangsa-bangsa Asia dan Afrika khususnya. Maka pertahanan kota benteng itu sedemikian ketat dan tangguhnya. Dengan perlindungan dan perlengkapan senjata moderen pada saat itu. Dan, jika akhirnya ditaklukan, sudah pasti dengan sebuah strategi luar biasa yang bukan dengan cara biasa. Strategi hebat yang tidak biasa itu membuat para ahli sejarah yang jujur dan objektif  berdecak kagum, baik penulis Barat maupun di Timur. Strategi yang menggambarkan kecerdasan dan luasnya wawasan AL-FATIH. Strategi yang mewakili ketinggian iman dan semangat jihad yang membara. Strategi yang mencerminkan kreativitas dan kemampuan berpikir dan bertindak cepat dan akurat . Strategi yang menceritakan dengan gamblang  kualitas pribadi  Muhammad AL-FATIH yang sangat spesial. Sebagai seorang Sultan atau Raja, sebagai seorang ayah dan suami, sebagai seorang panglima dan sebagai seorang ulama.

Strategi penaklukan itu diantaranya ; Pertama, beliau memantas-mantaskan diri untuk bisa menjadi sebaik-baik panglima. Karena syarat utama dan pertama seperti yang tersurat dalam Hadits Nabi SAW untuk bisa menaklukkan KOnstantinopel adalah menjadi panglima terbaik. Dan AL-FATIH sudah paham betul bagaimana menerjemahkan panglima terbaik itu. Karena ini berasal dari Sabda NAbi SAW, bukan surat keputusan kerajaan atau wasiat orangtuanya.  Maka segala daya upaya dia lakukan untuk menjadi pribadi yang layak disebut terbaik dari kaca mata syariat, dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya.

“Sesungguhnya Allah meletakan pedang di tanganku untuk berjihad di jalan-Nya. Maka jika aku tidak mampu untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini dan tidak aku melakukan kewajiban dengan pedang ini, maka sangat tidak pantas bagiku untuk mendapat gelar Al-Ghozi yang aku sandang sekarang ini. Lalu, bagaimana aku akan menemui Allah pada hari kiamat nanti..?”

“…Wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu di depan matanya,  dan jangan sampai ada di antara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaklah mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaklah mereka tidak mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya…” (pidato Al-Fatih menjelang keruntuhan Konstantinopel)

“Aku bersukur kepada Allah yang telah memberikan kemenangan yang gemilang ini.  Akan tetapi, aku juga berdoa kepada-Nya, agar Dia mengijinkanku hidup lebih lama lagi untuk  mengepung dan menaklukan Roma.  Sebagaimana aku memiliki Roma baru (Konstantinopel) ini.”

“Dia merupakan sultan yang paling hebat di kalangan Bani Utsmani . Dia adalah sultan utama yang memiliki sifat-sifat mulia. Sultan terbesar yang selalu melakukan jihad…” (Abdul Hayy bin Al’Imad Al-Hambali)

“Kalaulah ada pemimpin muslim yang tak pernah masbuq dalam sholatnya, dia-lah Sultan Muhammad Al-Fatih..” (Syaikh Aaq Syamsudin)

Kedua, Sultan Muhammad AL-FATIH membentuk pasukan tentara terbaik. Ini menjadi syarat kedua yang melekat dalam satu kalimat wasiat. Panglima yang hebat tanpa pasukan hebat hanya sia-sia. Apalagi pasukan hebat tanpa panglima hebat, hanya fatamorgana saja. Sebenarnya, dengan takluknya KOnstantinopel sudah menjawab betapa hebatnya panglima dan tentara yang menaklukkannya. Karena seperti itu nubuwatnya. Dan perjalanan sejarah Daulah Turki Utsmani beberapa abad di pentas dunia, dengan menguasai wilayah yang sangat luas, itupun sudah mencerminkan kehebatan pasukan Utsmani ini.

Tapi marilah kita dengar beberapa komentar para sejarahwan tentang kehebatan pasukan Utsmani menurut penilaian objektif mereka ;

“Dedikasi mereka pada jihad, semangat untuk melakukan penaklukkan, tidak terlalu tertarik dengan pertahanan permanen (benteng), tentara yang sangat terlatih dan disiplin tinggi, menggunakan strategi jitu dalam perang terbuka, pemimpin yang baik dan tidak menghabiskan waktunya untuk hiburan-hiburan.” (rene de lusinge, sejarawan)

“Mereka sangat rajin, terbiasa bangun lebih awal dan hidup sederhana.  Mereka bisa tidur di manapun, biasanya hanya di tanah. Kuda mereka prima, hanya memerlukan pakan sedikit, larinya kencang dan ketahanannya lama. Ketaatan pada pemimpinnya tidak terbatas, ketika perintah sudah dibunyikan, mereka patuh berbaris rapi dalam keheningan diikuti oleh yang lainnya dengan keheningan yang sama. Seorang tentara Kristen  jauh lebih gaduh daripada 10.000 tentara Utsmani.  Saya harus mengakui  bahwa dalam semua  pengalaman saya yang beragam, saya selalu mengenal orang-orang Turki sebagai orang yang jujur dan loyal, serta ketika mereka dibutuhkan untuk menunjukkan  keberanian,  mereka tidak pernah gagal melakukannya.” (Bertrandon de la Broquiele, pengembara Perancis)

"Pasukan Utsmani laksana kekuatan yang jauh melebihi pasukan manapun. Bila pasukan musuh mengejarnya, mereka bisa mundur dengan cepat. Tapi bila mereka mengejar, musuh takan selamat. Kaum kristen tidak pernah menang melawan Utsmani, apalagi dalam perang terbuka dan kekalahan mereka Karena membiarkan pasukan Utsmani   mengelilingi mereka lalu menyerang dari sayap." (Michael, Sang Yeniseri)

”Diantara semua divisi dlm pasukan,YENISERI (pasukan khusus) adalah yang paling terkenal dalam sejarah militer Turki Utsmani karena ketakwaan dan kemahirannya dalam berperang. Seleksi dalam divisi ini lebih ketat dari lainnya. Karena hanya ‘yang istimewa’ yang boleh bergabung. Pemerintah membentuk akademi YENISERI untuk menyiapkan pasukan khusus ini. Selain melatih fisik dan mental, juga diberikan ilmu-ilmu sains dan pemerintahan. Mempelajari Al-Quran menjadi pelajaran wajib, termasuk ibadah-ibadah harian. Sultan selalu menekankan bahwa ketakwaan pada Allah adalah kunci kemenangan. Kekuatan iman menjadi asas daripada fisik, visi kemenangan dari bisyaroh Rasulullah menjadi motor yang  menggerakkan aktifitas jihad mereka. Sultan menempatkan ulama disetiap barak tentara, untuk menjaga semangat dan keikhlasan niat mereka.”

“Sampai abad 15, pasukan Turki Utsmani dapat dianggap sebagai pasukan paling moderen. Pasukan reguler digaji secara rutin dan jenjang karir yang transparan.”

To be continued....

Oleh: Ritcia Antoni*

Dia adalah Sultan Muhammad II, adalah Sultan Utsmani ke -7 dalam sisilah keturunan keluarga Utsman. Muhammad II memiliki gelar Al-Fatih dan Abu Al-Akhirat. Memiliki kepribadian kuat menggabungkan kekuatan dan keadilan yang membuatnya menjadi sosok legenda sejarah umat Islam yang sangat populer setelah berhasil menaklukkan Kota Konstantinopel ke tangan umat muslim pada tahun 1453M.

Sifat yang melekat dalam pribadi Muhammad satu masa pemerintahan daulah utsmaniyah
Mehmed II atau Sultan Muhammad Al Fatih (Sumber: Google Images)

Sosok Sultan Muhammad II merupakan seorang Khilafah Utsmaniyah, memerintah hampir selama tiga puluh tahun yang diwarnai dengan kemuliaan dan kebaikan bagi kaum muslimin. Ia memiliki amanah menjadi Sultan Utsmani setelah menggantikan ayahnya Muhammad 1 yang telah wafat pada tanggal 16 Muharram 855 H, bertepatan dengan  18 Februari 1451 M. Ketika itu Muhammad II masih memiliki umur menginjak 22 tahun.

Sejak masa kecilnya memiliki keunggulan dalam menyerap dan menangkap ilmu pengetahuan. Ia memiliki pengetahuan yang luas, khususnya dalam bidang Bahasa, serta memiliki kecenderungan besar terhadap buku-buku sejarah. Inilah yang membuatnya menjadi sosok seorang pemimpin pasukan muslimin yang memiliki keahlian urusan manajemen, administrasi negara, penguasaan medan dan ahli strategi perang. Keunggulan akhlaknya terhadap Syariat Islam membuatnya memiliki sikap bijaksana, pemberani, suka memberi, dan rela berkorban, demi membela akidah dan syariat. Semua itu dilakukan dengan mengharapkan pahala dari Allah.

Keteguhan Hati dan Keberanian

Sultan Al-Fatih terjun sendiri ke medan laga dan berperang melawan musuh dengan pedangnya sendiri. Dalam peperang di wilayah Balkan, tantara Utsmani berhadapan dengan tentara Bughanda yang bersembunyi di balik pepohonan yang rapat. Pasukan Utsmani yang melihat mocong meriam yang diarahkan dari pepohonan seketika melakukan tiarap karena posisi tertahan dari serangan mengejutkan tersebut. Kemudian sang Sultan lalu berteriak dengan lantang “Wahai pasukan Mujahidin, jadilah kalian tentara Allah, dan hendaklah ada dalam dada kalian semangat Islam yang membara”.

Kemudian ia memegang tameng dan menghunuskan pedangnya, serta segera memacu kudanya ke arah paling depan tanpa menoleh kepada apapun. Tindakannya ini memunculkan semangat jihad yang membara, kemudian semua pasukan bergerak dengan gemuruh takbir menyusul komandan tertingginya tersebut. Pasukan Utsmani berhasil mempora-porandakan pasukan Bughanda serta berhasil memenangkan peperangan.

Keikhlasan

Sesungguhnya dalam banyak sikap yang diabadikan dalam perjalanan sejarah Sultan Al-Fatih, tampak keutamaan sikap keikhlasannya, kedalaman iman, serta akidah lurus. Dalam sebuah syair dia berkata:

Niatku: Taat kepada perintah Allah, “Dan Hendaklah kalian berjihad di jalan-Nya (Al-Maidah: 35)Wa Hamasi (semangatku): Adalah mengeluarkan semua upaya untuk mengabdi pada agamaku, agama Allah.‘Azmi (tekadku): Saya akan buat orang-orang kafir bertekuk lutut dengan bala tentaraku, berkat kelembutan Allah.Jihadi (Jihadku): Adalah dengan jiwa raga dan harta benda. Lalu apa makna dunia setelah ketaatan kepada perintah Allah.Wa Tafkiri (pusat pikiranku): Terpusat pada kemenangan yang datang dari rahmat Allah.Asywaqi (Kerinduanku): Perang dan perang ratusan ribu kali untuk mendapatkan ridha Allah.

Wa Raja’I (Harapanku): Adalah pertolongan Allah, dan kemenangan negara inni atas musuh-musuh Allah.

Disiplin Berilmu

Orang tua Sultan sudah memperhatikan dirinya sejak masa kecil. Ia tunduk akan aturan gurunya Syaikh Aaq Syamsuddin ulama ahli pada masanya. Ia mempelajari Al-Quran, hadis, fiqih, dan ilmu modern seperti berhitung, falak, sejarah, pendidikan kemiliteran, baik secara teori maupun praktik. Dampak dari pendidikan yang ia terima, tampak sekali dalam orientasi peradaban, politik dan kemiliteran. Sultan menguasai tiga bahasa dengan sangat baik yang tidak mungkin bagi seseorang yang berpendidikan di masa itu tidak menguasainya, yakni Bahasa Arab, Persia, dan Turki. Ia juga dikenal sebagai seorang penyair dan dia mengarang kumpulan puisi dalam Bahasa Turki.

Menjunjung Tinggi Keadilan

Sultan telah berinteraksi dengan Ahli Kitab sesuai dengan syariat Islam dan memberikan pada mereka hak-hak beragama. Ia tidak pernah melakukan perlakuan jahat pada seseorang pun dari kalangan Nasrani. Bahkan sebaliknya ia menghormati para pemimpin mereka dan berbuat baik kepada mereka. Baginya keadilan sebagai pondasi kekuasaan.

Cerdas

Kecerdasan Sultan Al-Fatih terlihat jelas dari ide cemerlang untuk memindahkan kapal-kapal dari pangkalan menuju wilayah Tanduk Emas. Dengan cara menarik kapal-kapal tersebut ke daratan dengan diluncurkan di atas kayu-kayu yang telah diberi minyak dan lemak. Hal ini dilakukan untuk menghindari pantauan pasukan Geneva di Galata, sedangkan jarak kedua Pelabuhan adalah sejauh tiga mil. Medan yang ia melewati bukanlah dataran rendah melainkan perbukitan, dengan taktiknya ia memberi arahan meratakan tanah kemudian menyiapkan papan kayu yang disusun dengan lapisan minyak, kemudian kapal-kapal itu ditarik dan melewati perbukitan. Pekerjaan ini merupakan ide cemerlang pada masa itu. Yang mengagumkan adalah kecepatan berfikir dan kecepatan beraksi, satu hal yang menunjukan kecerdasannya.

Kemauan Kuat dan Gigih

Tatkala Sultan mengirimkan utusan untuk Konstantinopel untuk menyerahkan wilayahnya dengan jaminan tidak akan mendapatkan gangguan apa-apa, Raja Konstantinopel kemudian menolak dan akan mempertahankan wilayahnya. Kemudiaan Al Fatih memberikan jawaban “Baiklah, dalam jangka waktu dekat akan ada singgasana untukku di Konstantinopel atau aku akan terkubur bersama puing-puingnya”.

Sikap yang juga tampak, Ketika pasukan Byzantium membakar benteng bergerak yang terbuat dari kayu, jawaban yang Sultan katakan : “Besok akan kami buatkan empet benteng semisal itu sebagai penggantinya”. Sikap ini menunjukan kemauan keras dan kegigihan dalam mencapai apa yang menjadi targetnya. Tanpa kegigihan tersebut rencana-rencana besar sulit akan terealisasi.

Sungguh banyak pelajaran yang bisa diambil dari Sultan Muhammad Al Fatih, penerapan syariat Islam dalam sebuah kepemimpinan masyarakat ataupun sebuah bangsa bisa membawa keadilan dan kesejahteraan bersama. Setiap bangsa yang berusaha menerapkan ajaran Allah yang Maha Agung akan memperoleh hasil yang agung. Dan buah dari penerapan ini adalah gampang dilihatnya pada individu-individu, pemerintah, dan negaranya.

Kemenangan gemilang dalam perjalanan umat Islam akan Allah berikan kepada siapa saja yang ikhlas berbuat demi menjalankan perintah Tuhannya, demi agama, menegakkan Syariah, serta mensucikan jiwanya. Maka dari itu kemenangan tidak bisa diperoleh kecuali dari mereka yang memenuhi syarat-syaratnya, sesuai Syariat Allah dan Sunnah-Nya.

*) Penulis adalah mahasiswa Sastra Arab angkatan 2017.