Siapa yang bertanggung jawab terhadap perlindungan tki pra penempatan

Herdy L. N Pihang



Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan untuk pembangunan setiap warga Indonesia seutuhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dengan demikian, peraturan ini sangat berarti dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang Tanggung jawab Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) terhadap Tenaga Kerja Wanita serta Perlindungan dan Penegakkan Hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) terhadap Tenaga Kerja Wanita.  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni penelitian hukum normatif dengan mengumpulkan peraturan perundang-undangan, dan literatur-literatur yang diperoleh sebagai bahan penunjang penyusunan karya tulis melalui studi kepustakaan.  Hasil penelitian menunjukkan bagaimana tanggung jawab perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) terhadap Tenaga Kerja Wanita, serta bentuk Perlindungan yang dapat dilakukan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) terhadap Tenaga Kerja Wanita. Pertama, tanggung jawab perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia terhadap TKW yakni keselamatan dan kesejahteraan tenaga kerja dari daerah asal sampai dengan kedatangan dari luar negeri, kepulangannya ke tempat asal dan keberangkatan kembali setelah cuti. Mengurus penyelesaian permasalahan yang timbul antara tenaga kerja dengan pengguna jasa berdasarkan perjanjian kerja yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di   negara setempat. Kedua, setiap calon tenaga kerja Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perlindungan sebagaimana dimaksud di dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 2004 pada Pasal 77 ayat 1 di laksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai purna penempatan. Perwakilan republik Indonesia memberikan perlindungan terhadap Tenaga Kerja dalam hal ini tenaga kerja wanita di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kata kunci: Tanggung jawab, perusahaan.


DOI: https://doi.org/10.35796/les.v1i5.3174

  • There are currently no refbacks.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap perlindungan tki pra penempatan


Journal Lex Et Societatis is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap perlindungan tki pra penempatan

Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan dan dikaji dalam tesis ini kiranya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Perlindungan hukum TKI di luar negeri sebagai Tanggung Jawab Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota belum optimal menjalankan tugas dan wewenangnya untuk melindungi TKI asal daerahnya di luar negeri. Beberapa factor penghambat diantaranya adalah karena factor keterbatasan pemahaman tentang ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri; keterbatasan anggaran untuk melakukan pendampingan atau advokasi terhadap TKI yang bermasalah di luar negeri, dan lain-lain; (2) Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Pemerintah Daerah belum optimal dilakukan sesuai dengan perintah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004. Pemerintah Daerah baru sebatas mengantisipasi perlindungan hukum bagi TKI secara preventif melalui proesdur atau mekanisme perijinan bagi perusahaan penemapatan TKI atau ijin penempatan TKI untuk bekerja di luar negeri. Apabila dihadapkan dengan kasus-kasus TKI yang bermasalah di luar negeri, Pemerintah Daerah masih belum konkrit dalam memberikan pelayanan pendampingan serta advokasi, termasuk dalam rangka melakukan koordinasi teknis dengan instansi-instansi teknis yang ada baik di pusat maupun di luar negeri; 106 (3) Hambatan-hambatan yang ditemui oleh Pemerintah Daerah dalam memberikan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal daerahnya di luar negeri diantaranya adalah, lemahnya pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan yang mengatur perlidungan hukum bagi TKI bermasalah di luar negeri, lemahnya koordinasi dengan pihak pemerintah pusat lembaga-lembaga (institusi) di luar negeri tempat TKI bekerja dan menemui masalah, kurang mampu dalam merumuskan langkah-langkah kebijakan yang baik, sehingga jalan yang diambil bersifat pragmatis dan setengah hati untuk memberikan bantuan perlindungan terhadap TKI bermasalah; dan keterbatasan anggaran yang tersedia untuk memberikan kegiatan advoksi atau pedampingan bagi para TKI bermasalah di luar negeri, dan aspek-aspek teknis lainnya 1. Politik hukum dalam wacana perubahan UUPPTKILN perlu ditekankan kepada perspektif pelaksanaan kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak TKI. Termasuk penting dalam materi perubahan UU ini adalah optimalisasi peran pemerintahan daerah terhadap urusan-urusan yang pelaksanaannya dapat berlokasi di daerah. Sebagai contoh adalah pemeriksaan kesehatan, pelatihan, maupun pengurusan dokumen. Penegasan peran pemerintahan daerah seperti itu tentunya harus sesuai dengan batas-batas kewenangan dalam konteks Negara Kesatuan. daerah perlu memberdayakan perannya untuk membentuk peraturan daerah, walaupun daya jangkauan materinya terbatas pada masa pra dan purna penempatan TKI. Peraturan daerah seperti inilah, menjadi penting bagi pemerintahan daerah 107 untuk mengatur dalam yurisdikasinya untuk memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak TKI. Walaupun perda semacam ini akan terbatas materi pengaturannya pada masa pra penempatan dan purna penempatan, namun akan bermanfaat untuk mendekatkan pelayanan publik, kesejahteraan rakyat, dan pemberdayaan TKI. Jika berkesinambungan dan konsisten, hal ini akan menjawab salah satu persoalan bahwa TKI 3. Advocacy, mengangkat ke permukaan kasus-kasus TKI di luar negeri agar memperoleh respon banyak pihak guna dijadikan agenda pemikiran ke arah perubahan yang lebih baik. Pers dan media massa pynya peran penting dalam hal ini.

Pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, dilakukan dalam hal calon TKI meninggal dunia, sakit dan cacat, kecelakaan, gagal berangkat bukan karena kesalahan calon TKI, tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan atau pelecehan seksual.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap perlindungan tki pra penempatan

Jakarta - Bekerja menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri ternyata bisa menjadi pilihan alternatif di tengah sulitnya mencari kerja di dalam negeri. Sudah semestinyalah instansi berwenang memberi prioritas khusus agar bisa bekerja dengan lancar baik dari proses di dalam negeri sampai ke negara tujuan.  Dalam hal ini siapa yang berhak menempatkan TKI di luar negeri pun masih menjadi tarik ulur antara BNP2TKI dan Depnakertran melalui Ditjen Binapenta. Sejak pada bulan terbentuknya Oktober 2007 Ditjen Binapenta tak jauh fungsinya dengan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia). Kedua lembaga masih bersikukuh dengan pendirianya masing-masing untuk menangani TKI.   BNP2TKI berdasar UU Nomor 39/2004 mempunyai kewenangan menangani penempatan dan perlindungan TKI dari proses keberangkatan sampai hingga purna kerja. Dengan berdasar Permen 22/2008 lebih menguatkan peran Depnakertran untuk menangani proses penempatan TKI. Meskipun Permen tersebut sudah dicabut oleh Mahkamah Agung tahun 2009.   Ironisnya Permen baru Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2009 keluar yang tidak jauh berbeda dengan permen 22/2008. Inilah permasalah pelik untuk segera dituntaskan.   Kenyataan pahit memang dari proses penempatan dan perlindungan TKI kita. Di sisi lain TKI di luar negeri banyak masalah. Dari penyiksaan, gaji tidak terbayar, pemerkosaan, dan pelanggaran kemanusiaan lainya. Tapi, di sisi lain di dalam negeri instansi yang berwenang belum ada titik temu. Siapa penanggung jawab proses dan perlindungan mereka. Sehingga, tidak aneh bila ada suatu kasus menimpa TKI di luar negeri seakan mereka lempar tanggung jawab.  Menurut hemat kami memang sudah selayaknyalah penanganan penempatan dan perlindungan TKI menjadi hak dan kewajiban BNP2TKI sebagai pelaksana langsung penempatan dan perlindungan TKI. Mengingat dengan ditanganinya BNP2TKI bisa meringankan tugas dan wewenang Depnakertran dan lebih terfokus pada tenaga kerja di luar negeri. Hal ini memungkinkan konsentrasi tugas dan wewenang BNP2TKI terhadap TKI bisa lebih meningkat.   Bila hal ini tidak segera ada penyelesaianya dikhawatirkan permasalah TKI tidak segera ada penyelesaianya. Baik di dalam dan luar negeri. Semua diperlukan kearifan semua pihak agar masing-masing instansi bisa memutuskan pilihan terbaik demi kebaikan bersama. TKI tidak menjadi sapi perah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan tentunya pemerintah juga mendapatkan sumber devisa melimpah dari jerih payah TKI di luar negeri.  

Sulistiya, Daelim Boiler,Co,Ltd, Gyeonggi, Yeojugun, Jeomdong Myun, Sagokri 19-1 South Korea 01080729367  

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

(msh/msh)