Setiap muslim diperintahkan untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari lalu bagaimanakah cara menerapkan ilmu yang sudah dimiliki?

Jakarta -

Surat At Taubah ayat 122 menjelaskan tentang kedudukan menuntut ilmu dan berperang di jalan Allah (jihad). Lantas, manakah yang lebih penting?

Pertanyaan ini dapat terjawab dalam isi kandungan surat tersebut. Allah SWT memberikan contoh dari kisah Rasulullah SAW saat berada di tengah medan perang Tabuk, sebagaimana yang dilansir dari tafsir Ibnu Katsir,

Sebab itu pula, surat ini turun ketika perang Tabuk tengah berlangsung.

"Hal ini merupakan penjelasan dari Allah SWT mengenai apa yang dikehendakiNya, yaitu berkenaan dengan keberangkatan semua kabilah bersama Rasulullah SAW ke medan Tabuk," tulis Ibnu Katsir.

Untuk lebih jelasnya, simak bacaan surat At Taubah ayat 122 lengkap dengan terjemahannya berikut,

Surat At Taubah Ayat 122, Latin, dan Artinya

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Bacaan latin: Wa mā kānal-mu`minụna liyanfirụ kāffah, falau lā nafara ming kulli firqatim min-hum ṭā`ifatul liyatafaqqahụ fid-dīni wa liyunżirụ qaumahum iżā raja'ū ilaihim la'allahum yaḥżarụn

Artinya: Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.

Surat At Taubah ayat 122 tentang menuntut ilmu dan jihad

Pada kalimat pertama dari ayat di atas, disebutkan bahwa tidak semua orang muslim harus berangkat pergi ke medan perang (jihad). Menurut tafsir dari Al Quran Kemenag, hal ini dapat berlaku bila peperangan tersebut dapat dilakukan oleh beberapa orang saja.

Untuk itu, ayat ke 122 ini juga menjelaskan pentingnya pembagian tugas dalam masyarakat Islam. Pembagian tugas yang dimaksud yakni, ada yang bertugas di medan perang (berjihad) dan pihak lainnya ada yang bertugas menuntut ilmu dan mendalami agama Islam.

Hal ini bertujuan, agar mereka yang tidak dapat meluangkan waktunya untuk menuntut ilmu karena harus berjuang di medan perang tetap menerima ilmu pengetahuan dan ilmu agama. Ilmu tersebut bisa didapat dari mereka yang tidak ikut berperang dan menghabiskan waktu untuk mendalami ilmu agama.

"Harus ada sebagian dari umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama, agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islamiyah," tulis Kemenag.

Artinya, menuntut ilmu dan berjihad memiliki peran yang sama pentingnya dalam pandangan Islam.

Poin penting menuntut ilmu dalam surat At Taubah Ayat 122

Melalui ayat ini, dapat diketahui kedudukan penting dari menuntut ilmu yang disejajarkan dengan berperang. Keduanya sama-sama memperjuangkan dan menyebarluaskan dakwah Islamiyah, yang membedakan hanya metodenya saja.

Adapun poin-poin utama yang menjelaskan tentang menuntut ilmu dari rangkuman detikEdu adalah sebagai berikut,

1. Mereka yang telah menuntut ilmu dan memahami ajaran agamanya, akan dimudahkan untuk menjaga diri dari kesesatan dan menjauhi laranganNya.

2. Fungsi ilmu semata-mata untuk mencerdaskan umat. Jadi, tidak dibenarkan bila ada yang menuntut ilmu hanya untuk mengejar pangkat atau keuntungan pribadi saja. Apalagi menimbulkan kesombongan diri.

3. Sebaik-baik orang yang berilmu adalah orang yang menyebarkan ilmunya dan mengajarkan orang lain. Untuk itu, setiap muslim dalam bidang ilmu pengetahuan memiliki tiga kewajiban yakni, menuntut ilmu, mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada orang lain.

4. Selain ilmu agama, ilmu yang juga wajib dipelajari oleh umat muslim daam surat At Taubah ayat 122 ini adalah semua ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan. Selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama.

Simak Video "Melihat Madrasah di Afghanistan di Bawah Kepemimpinan Taliban"


[Gambas:Video 20detik]
(rah/lus)

Setiap muslim diperintahkan untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari lalu bagaimanakah cara menerapkan ilmu yang sudah dimiliki?

Rasulullah SAW bersabda: “Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan”.

Hadis di atas tentunya sudah tidak asing di benak kita, bahwa kewajiban menuntut ilmu itu diperuntukkan bagi setiap orang Islam. Syaikh Az Zarnuji pun menjelaskan, bahwa diwajibkan pula atas seorang Muslim, mempelajari ilmu yang dibutuhkan dirinya sekarang ini, dan juga ilmu yang dapat diamalkan kapan saja dan dimana saja.

Mengapa wajib bagi setiap Muslim untuk menuntut ilmu? Karena ada banyak keutamaan ilmu. Beberapa keutamaan ilmu diantaranya adalah:

  1. Ilmu adalah kekhususan, ilmu adalah keistimewaan yang Allah subhanahu wa ta’ala khususkan hanya untuk manusia semata. Selain ilmu, manusia dan hewan memiliki kesamaan.
  2. Ilmu dapat mengantarkan seseorang menuju kepada kebajikan dan ketaqwaan. Dan sebab ketaqwaan itu, seseorang dapat memperoleh kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, dan kebahagiaan abadi.

Keutamaan akan ilmu ini seyogyanya dapat menjadikan setiap Muslim senantiasa bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

Syaikh Az Zarnuji mengatakan, bahwa diantara hal yang penting dalam menuntut ilmu yang harus diperhatikan adalah fil jiddi (kesungguhan). Jika sesuatu dilakukan dengan kesungguhan, maka Allah subhanhu wa ta’ala akan memberikan keberhasilan di dalamnya. Selain kesungguhan (al jiddu), juga perlu diiringi dengan sikap kesungguhan yang terus menerus (al muwazobah) dan komitmen (al muzallimah) dalam menuntut ilmu. Tiga sikap ini harus ada dalam diri pelajar (orang yang belajar) dan berjalan beriringan, tidak dapat hanya salah satu saja.

Wajib bagi setiap pelajar, bersungguh-sungguh, terus menerus, dan komitmen, tidak berhenti hingga tujuan dalam menuntut ilmu tercapai. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Maryam: 12 yang artinya, “Wahai Yahya, ambillah kitab (itu) dengan kuat”, dan dalam QS Al Ankabut: 69 yang artinya, “Dan orang-orang berjuang, untuk mencari keridhaan Kami, niscaya Kami tunjukkan mereka jalan-jalan menuju Kami”.

Dikatakan oleh Az Zarnuji, barangsiapa yang mencari sesuatu dan dilakukannya dengan sungguh-sungguh, pasti dia akan mendapatkannya. Dan barangsiapa yang mengetuk pintu dengan terus menerus, pasti dapat masuk. Dikatakan pula, bahwa sesuai dengan kesungguhannya, seseorang akan mendapat apa yang menjadi harapannya.

Dalam konteks kesungguhan ini, Az Zanurji menjelaskan bahwa kesulitan yang dihadapi seseorang akan dapat selesai dengan kesungguhan, terutama kesulitan yang dihadapi dalam proses belajar. Allah akan memberikan pertolongan pada seseorang jika Allah menghendaki. Kesulitan dapat selesai dengan kesungguhan adalah menjadi anugerah Allah subhanahu wa ta’ala dan berada dalam kekuasaan-Nya.

Kesungguhan dalam belajar dan memperdalam ilmu bukan hanya dari pelajar semata namun kesungguhan ini juga dibutuhkan kesungguhan dari tiga (3) orang, yakni pelajar (murid), guru, dan orang tua. Jika murid, guru, dan orang tua sungguh-sungguh, insya Allah itu akan berhasil, kesulitan (dalam menuntut ilmu, dalam belajar) akan dapat terselesaikan, insya Allah. Manusia diperintahkan Allah untuk belajar dan belajar. Hanya saja memang kualitas akal manusia itu berbeda-beda. Nah, kesungguhan inilah yang menjadi kunci. Dengan kesungguhan ini, sesuatu yang sulit itu insya Allah akan dimudahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Bagaimana ilmu itu dapat diperoleh tanpa melalui kesulitan? Banyak diantara kita ini memiliki cita-cita, memiliki keinginan, namun jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kedustaan. Apapun cita-cita dan keinginan seseorang, jika diiringi dengan kesungguhan, maka insya Allah akan terwujud. Jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kegilaan. Kita harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Tanpa kesungguhan, maka kita adalah orang yang gila. Orang belum dapat dikatakan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, jika dia belum mendapatkan kepayahan yang sangat dalam menuntut ilmu. Allah akan memberikan jalan keluar untuk kesungguhan tersebut.

Masya Allah, merujuk pada materi di atas, maka pentinglah bagi setiap diri kita untuk senantiasa bersungguh-sungguh dalam belajar (menuntut ilmu). Semoga rangkuman materi ini dapat menjadi refleksi untuk diri kita, terlebih khusus bagi penulis pribadi. Insya Allah akan kita lanjutkan pembahasan mengenai kesungguhan dalam menuntut ilmu pada kesempatan berikutnya. Allahu’alam bish showab.

Referensi:

Materi kajian Kitab Ta’lim Muta’allim Syaikh Az Zanurji oleh Ustadz Muhammad Abdullah Sholihun yang dirangkum oleh penulis pada Ramadhan 1441 H.

Penulis:
Hazhira Qudsyi, S.Psi., M.A
– Dosen Jurusan Psikologi FPSB UII
– Kepala Divisi Pembinaan Kepribadian dan Kesejahteraan DPK UII

You're Reading a Free Preview
Page 2 is not shown in this preview.