Segala apa yang kita dengar dan kita lihat akan dimintai pertanggung jawabannya statement atau pernyataan tersebut sesuai dengan dalil?

Segala apa yang kita dengar dan kita lihat akan dimintai pertanggung jawabannya statement atau pernyataan tersebut sesuai dengan dalil?

Ingatlah bahwa seluruh perkataan dan perbuatan pasti dimintai pertanggungjawaban! Allah Taala berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. [Al-Israa: 36]

أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ. (رَواه ابنُ حِبَّانَ والترمذيُّ في جامِعِه

Artinya : Sesungguhnya Rasûlullâh ﷺ bersabda: "Tidak akan bergeser kedua telapak kaki seorang hamba di hari kiamat sehingga ditanya dengan empat macam, yaitu:

(1) tentang umurnya habis digunakan untuk apa, (2) jasadnya rusak digunakan untuk apa, (3) ilmunya bagaimana mengamalkannya, (4) hartanya dari mana mencari dan kemana membelanjakannya." (HR. Ibnu Hibban dan At Tirmizi).

Pelajaran yang terdapat pada hadits di atas :

1. Rasûlullâh ﷺ sudah mengingatkan umat manusia sejak zaman dahulu mengenai empat perkara yang harus dipertanggungjawabkan pada hari kiamat.

2. Besuk di hari hisab seseorang tidak bergerak dari tempat tinggalnya sampai ditanyakan 4 perkara, yaitu :

1) Tentang umurnya.

Sejak baligh digunakan untuk apa sampai mati, bila digunakan untuk melaksanakan apa yang diwajibkan oleh Allah dan menjauhi apa yang  diharamkanNya maka sungguh ia telah selamat, bila tidak maka hancurlah.

2) Tentang jasad/badan.

Bila digunakan untuk taat kepada Allah SWT. sungguh ia telah  mendapatkan kebahagian dan kesuksesan bersama orang-orang yang sukses tetapi bila digunakan untuk  maksiat kepada Allah maka sungguh termasuk orang yang merugi dan gagal.

3) Tentang ilmunya.

Apa yang diamalkan atau ditanya, apakah kamu perbuat belajar ilmu agama yang Allah telah wajibkan atasmu? Ilmu agama ada dua, Ilmu agama yang sangat dibutuhkan/dhoruri bila dipelajari dan diamalkan maka akan bahagia dan selamat. Bila diremehkan tidak diamalkan setelah dipelajarinya maka akan rugi, celaka dan hancur.

Demikian juga orang yang tidak mempelajarinya termasuk dari orang yang rugi dan hancur.

Dalam sebuah riwayat  disebutkan: وَيْلٌ لِمَنْ لَا يَعْلَمُ، وَوَيْلٌ لِمَنْ عَلِمَ ثُمَّ لَا يَعْمَلُ.

"Celakalah bagi siapa tidak  mengerti, dan celakalah bagi yang mengerti kemudian tidak mengamalkan."

4) Tentang hartanya.

Seseorang ditanya di hari kiamat apa yang ada di tangannya dulu di dunia, bila mencari dengan jalan tidak haram maka tidak dihukum dengan syarat harta itu dibelanjakan sesuai dengan apa yang disyari'atkan.

3. Manusia dalam urusan harta ada tiga, dua celaka dan satu selamat; Dua yang celaka: 1) Seseorang mengumpulkan harta yang haram. 2) Mengumpulkan harta dengan cara yang halal kemudian  dibelanjakan pada yang haram dan juga dibelanjakan ditempat yang halal tapi untuk riya'.

Satu yang selamat: Yakni bila mencarinya dengan jalan yang halal dan kemudian dibelanjakannya sesuai dengan apa yang disyari'atkan oleh Allah SWT. Rasûlullâh ﷺ bersabda:

نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ. (رَوَاهُ أَحْمَدُ فِي مُسْنَدِهِ)

“Sebaik-baik harta adalah harta milik orang yang sholeh.” (HR Ahmad dalam al-Musnad).

Semoga kita termasuk golongan orang yang selamat ini. Aamiin...

Tema hadits yang berkaitan dengan ayat Al-Qur'an :

1. Yakni hitung-hitunglah diri kita sebelum kita dimintai pertanggung jawaban, dan perhatikanlah apa yang kita tabung buat diri kita berupa amal-amal shaleh untuk bekal hari kita dikembalikan, yaitu hari dihadapkan kita kepada Robul-'alamin;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۚ إِنَّ اللّٰهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ۞

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah (dengan mengerjakan suruhanNya dan meninggalkan laranganNya); dan hendaklah tiap-tiap diri melihat dan memerhatikan apa yang ia telah sediakan (dari amal-amalnya) untuk hari esok (hari akhirat). Dan (sekali lagi diingatkan): Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat Meliputi PengetahuanNya akan segala yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr/59: 18)  

2. Bahwa masalah duniawi itu adalah masalah yang rendah, pasti lenyap, sedikit, dan pasti rusak. Maka perlu diwaspadai supaya selamat dan beruntung;

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ ۞

"Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali Imran/3: 185)

وَاللّٰهُ أَعلَمُ بِالصَّوَابِ.

Semoga kita senantiasa dikaruniai ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholeh, karena hanya Allah-lah yang memberi taufiq dan hidayah. Aamiin...

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS Al-Isra': 36)

Dalam penjelasan Tafsir Kementerian Agama, melalui ayat ini Allah SWT melarang kaum Muslimin mengikuti perkataan atau perbuatan yang tidak diketahui kebenarannya. Larangan ini mencakup seluruh kegiatan manusia itu sendiri, baik perkataan maupun perbuatan. Untuk mendapat keterangan lebih jauh dari kandungan ayat ini, berikut ini dikemukakan berbagai pendapat dari kalangan sahabat dan tabi'in.

Ibnu ‘Abbas berkata, "Jangan memberi kesaksian, kecuali apa yang telah engkau lihat dengan kedua mata kepalamu, apa yang kau dengar dengan telingamu, dan apa yang diketahui oleh hati dengan penuh kesadaran."

Qatadah berkata, "Jangan kamu berkata, saya telah mendengar, padahal kamu belum mendengar, dan jangan berkata, saya telah melihat, padahal kamu belum melihat, dan jangan kamu berkata, saya telah mengetahui, padahal kamu belum mengetahui."

Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan larangan mengatakan sesuatu yang tidak diketahui adalah perkataan yang hanya berdasarkan prasangka dan dugaan, bukan pengetahuan yang benar.

Allah berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa." (Al-Hujurat: 12)

"Jauhilah olehmu sekalian prasangka, sesungguhnya prasangka itu adalah ucapan yang paling dusta." (Riwayat Muslim, Ahmad, dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah larangan kepada kaum musyrikin mengikuti kepercayaan nenek moyang mereka, dengan taklid buta dan mengikuti keinginan hawa nafsu. Di antaranya adalah mengikuti kepercayaan nenek moyang mereka menyembah berhala, dan memberi berhala itu dengan berbagai macam nama.

Allah berfirman, "Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu mengada-adakannya." (QS An-Najm: 23)

Allah SWT lalu mengatakan bahwa sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati akan ditanya, apakah yang dikatakan oleh seseorang itu sesuai dengan apa yang didengar suara hatinya. Apabila yang dikatakan itu sesuai dengan pendengaran, penglihatan, dan suara hatinya, ia selamat dari ancaman api neraka, dan akan menerima pahala dan keridhaan Allah. Tetapi apabila tidak sesuai, ia tentu akan digiring ke dalam api neraka.

Allah berfirman, "Pada hari, (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS An-Nur: 24)

Syakal bin Humaid, ia berkata, "Saya mengunjungi Nabi SAW, kemudian saya berkata, wahai Nabi, ajarilah aku doa minta perlindungan yang akan aku baca untuk memohon perlindungan kepada Allah. Maka Nabi memegang tanganku seraya bersabda, katakanlah, aku berlindung kepada-Mu (Ya Allah) dari kejahatan telingaku, kejahatan mataku, kejahatan hatiku, dan kejahatan maniku (zina)." (Riwayat Muslim)

Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha segala-galanya. Allah yang telah menciptakan manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Dan Allah pulalah yang telah memberikan apa-apa yang ada pada makhluk-Nya, termasuk kita, bangsa manusia.

Apa tujuan kita diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Tidak lain adalah untuk menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala, beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengakui bahwa kita ini adalah seorang hamba yang wajib tunduk kepada penciptanya. Kita terlahir ke dunia, tidak lain untuk beribadah kepada Allah. Dunia ini sebagai ladang untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk mengarungi sebuah kehidupan yang abadi nanti di akhirat.

{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ} [الذاريات : ٥٦]

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)

Lalu, ibadah seperti apakah yang harus dilakukan sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apakah hanya sekedar melaksanakan yang wajib-wajib saja seperti sholat, zakat, puasa, haji?

Tentu saja tidak…

Allah Ta’ala memberikan kepada kita udara untuk bernafas, anggota tubuh untuk bergerak,  akal untuk berpikir, ini semua kenikmatan yang harus disyukuri, dengan cara menggunakannya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala semata, dan beraktifitas keduniawiaan yang bermanfaat dan juga bernilai ibadah. Jadikan hidup ini seluruhnya bernilai ibadah, Hayatuna kulluha ibadatun. Sebab semuanya dari Allah, kepada-Nya lah nanti akan kembali, dan juga akan dimintai pertanggungjawaban.

Nafas kita, lisan kita, mata, kaki, tangan, tingkah laku, semuanya akan dimintai pertanggung jawaban. Allah tidak membiarkannya begitu saja untuk kita. Apa yang ada pada diri ini selama ini adalah sesungguhnya amanah dari-Nya, dan setiap amanah pasti akan diminta kembali sekaligus dimintai pertanggungjawabannya.

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS. Qiyamah: 36)

Hendaknya kita berhati-hati dalam berucap dan berbuat, karena semua pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala di akhirat.

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’: 36)

Dan balasan yang disediakan oleh Allah Ta’ala di akhirat kelak sesuai dengan amalnya di dunia. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala,

“Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (QS. Ar-Ra’du:18)

Jadi, mari kita bersama-sama kembali untuk berhati-hati dalam bertindak dan bertingkah laku. Ucapan yang terucap lewat lisan maupun yang tertuang lewat tulisan, harus benar-benar barhati-hati. Agar apa yang kita sampaikan bernilai manfaat, terlebih bernilai ibadah. Jangan sampai malah justru sebaliknya, banyak kesia-siaan atau bahkan sampai menyakiti orang lain. Naudzubillah….!!