Sebutkan dua prasasti yang berasal dari KERAJAAN yang pernah hidup dan berkembang di Indonesia

tirto.id - Majapahit merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha terbesar di Jawa yang berdiri sejak tahun 1293 dan berakhir pada abad ke-16 Masehi. Riwayat Kemaharajaan Majapahit menyisakan beberapa peninggalan sejarah berupa situs prasasti maupun candi.

Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya, menantu raja terakhir Singasari, Kertanegara, pada 1293. Dalam buku Majapahit: Batas Kota dan Jejak Kekayaan di Luar Kota (2012), Inajati Adrisijanti mengungkapkan, Raden Wijaya memulai Majapahit dari sebuah hutan di dekat Sungai Brantas, Jawa Timur.

Sejak 1350, Hayam Wuruk, cucu Raden Wijaya, menjadi Raja Majapahit dengan gelar Sri Rajasanegara, dan didampingi oleh Mahapahit Gajah Mada. Pada periode inilah Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya.

Marwati Djoenoed Poesponegoro dalam Sejarah Nasional Jilid II (1990), menerangkan, pada masa kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara, bahkan hingga mencapai Semenanjung Malaya serta beberapa wilayah Asia Tenggara.

Semasa hidup, Kerajaan Majapahit meninggalkan beberapa prasasti dan peninggalan yang tersebar di berbagai lokasi, termasuk di tiga titik yang pernah menjadi pusat pemerintahannya, yakni Mojokerto, Trowulan, dan Daha atau Kediri.

Baca juga:

  • Sejarah Pemberontakan Ranggalawe di Kerajaan Majapahit
  • Sejarah Hidup Raden Wijaya: Pendiri dan Raja Pertama Majapahit
  • Tahun Berapa Sejarah Kerajaan Majapahit Berdiri & Terletak di Mana?

Situs Prasasti Peninggalan Majapahit

1. Prasasti Wurare

Berangka tahun 1211 Saka atau 1289 Masehi. Menceritakan kisah seorang brahmana bernama Aryya Bharad yang membagi tanah Jawa menjadi dua bagian karena terdapat dua raja yang hampir berperang, yakni Kerajaan Panjalu dan Janggala.

2. Prasasti Kudadu

Dalam tulisan di prasasti ini, ditemukan angka tahun 1216 Saka atau 1294 M. Berisi cerita Raden Wijaya yang dibantu Rama Kudadu dalam pelarian dari ancaman Jayakatwang yang telah membunuh Raja Singasari, Kertanegara.

Dikutip dari Jurnal of Arts and Humanities (Vol 24.1, 2020) prasasti ini juga menjelaskan penetapan daerah kudadu menjadi swatantra atau daerah istimewa karena telah melindungi raja.

3. Prasasti Sukamerta

Bertuliskan tahun 1208 Saka atau 1296 M. Menceritakan Raden Wijaya ketika memperistri 4 putri Kartanegara. Terdapat juga cerita penobatan Jayanegara, putra mahkota Raden Wijaya, sebagai raja muda di Daha (Kediri) pada 1295 M.

4. Prasasti Balawi

Bertuliskan tahun 1305 M. Di dalamnya tidak ditemukan penggambaran cerita yang jelas. Prasasti ini ditemukan di Desa Balawi, Lamongan, Jawa Timur.

Baca juga:

  • Sejarah Majapahit: Corak Agama Kerajaan, Toleransi, & Situs Candi
  • Sejarah Hidup Hayam Wuruk: Fakta Raja Majapahit & Masa Kejayaan
  • Sejarah Hidup Gajah Mada, Mahapatih Majapahit, & Isi Sumpah Palapa

5. Prasasti Prapancasapura

Berangka tahun 1320 M dan dibuat oleh Tribhuwana Tunggadewi, Ratu Majapahit periode 1328-1350 M dan ibunda Hayam Wuruk. Prasasti ini menceritakan Hayam Wuruk yang memiliki nama lain Kummaraja Jiwana.

6. Prasasti Parung

Di dalamnya tertulis angka tahun 1350 M. Pada prasasti ini, dikisahkan bahwa seorang pengadil harus punya pertimbangan matang sebelum memberikan keputusan.

7. Prasasti Canggu

Dituliskan tanggal pembuatannya pada 1358. Berisi peraturan melintas di wilayah sekitar sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas.

8. Prasasti Biluluk

Ditemukan tiga prasasti yang masing-masing berangka tahun 1366, 1393, dan 1395 Masehi. Tiga prasasti ini berisi mengenai otonomi kekuasaan daerah Desa Bluluk dan Tanggulan. Ada juga mengenai peraturan tentang pajak serta hal lain yang menyangkut penggunaan air asin.

Baca juga:

  • Sejarah Singkat Majapahit, Pusat Kerajaan, & Silsilah Raja-Raja
  • Sejarah Kerajaan Majapahit: Kekuatan Militer dan Persenjataan
  • Sejarah Kerajaan Kristen Larantuka & Kaitannya dengan Majapahit

9. Prasasti Karang Bogem

Bertuliskan angak tahun 1387 M dan berbahan logam. Prasasti ini ditemukan di Bungah, Gresik, Jawa Timur. Isinya mengenai legalisasi wilayah tempat mencari sumber daya alam berupa ikan.

10. Prasasti Katiden

Prasasti ini dibuat pada 1392 M. Lokasi penemuannya di Malang dan berisi mengenai pembebasan beberapa wilayah di Desa Katiden.

11. Prasasti Waringin Pitu

Dibuat pada 1477 M, menceritakan aturan administrasi pemerintahan Majapahit serta kerajaan-kerajaan yang ada di bawahnya. Secara keseluruhan, saat itu Majapahit memiliki 14 kerajaan bawahan.

12. Prasasti Jiwu

Tertulis angka tahun 1416 Saka atau 1486 M. Menceritakan tentang pemberian tanah kepada seorang brahmana bernama Sri Brahmana Ganggadara.

13. Prasasti Marahi Manuk

Angka tahun prasasti ini tidak tercatat. Berisi cerita sengketa tanah yang terjadi dan ditengahi oleh pejabat cendekiawan yang paham hukum adat.

Baca juga:

  • Sejarah Majapahit: Penyebab Runtuhnya Kerajaan & Daftar Raja-Raja
  • Sejarah Perang Paregreg: Awal Runtuhnya Kerajaan Majapahit
  • Sejarah Majapahit: Struktur Pemerintahan & Pembagian Area Kerajaan

Candi Peninggalan Majapahit

Cukup banyak candi peninggalan dari masa Kerajaan Majapahit, baik candi yang bercorak Hindu maupun Buddha, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Candi Tikus
  • Candi Sukuh
  • Candi Bajang Ratu
  • Candi Wringin Lawang
  • Candi Jabung
  • Candi Brahu
  • Candi Pari
  • Candi Surawana
  • Candi WringinBranjang
  • Candi MinakJinggo
  • Candi Rimbi
  • Candi Kedaton Desa Ngetos

Baca juga:

  • Sejarah Awal Kesultanan Mataram Islam, Letak, dan Pendiri Kerajaan
  • Sejarah Kerajaan Jenggala: Prasasti, Peninggalan, & Silsilah Raja
  • Sejarah Perang Bubat Majapahit vs Sunda: Penyebab, Lokasi, Dampak

Baca juga artikel terkait KERAJAAN MAJAPAHIT atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Sebutkan dua prasasti yang berasal dari KERAJAAN yang pernah hidup dan berkembang di Indonesia

Prasasti Kedukan Bukit terdapat tiga pertanggalan, yaitu 23 April 582, 19 Mei 682, dan 16 Juni 682. Pertanggalan ini merupakan proses pembentukan wanua di Kerajaan Sriwijaya. (Facebook/Bambang Budi Utomo)

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Utama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Bambang Budi Utomo menjelaskan isi beberapa prasasti bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya. Penjelasan tersebut sebagai bantahan tentang apa yang dikatakan Budayawan Betawi Ridwan Saidi mengenai Sriwijaya fiktif.

Sebelumnya, Ridwan Saidi yang biasa disapa Babe Ridwan kepada Tempo, 29 Agustus 2019 lalu, menyatakan bahwa para arkeolog tidak mengerti bahasa-bahasa kuno, hal itu yang menyebabkan sejarah Indonesia fatal dan perlu direkontruksi.

Babe Ridwan menyebutkan Sriwijaya fiktif dalam video di kanal Youtube Macan Idealis. Kerajaan Sriwijaya dianggapnya sebagai gabungan bajak laut.

Tomi sapaan Bambang menjelaskan secara singkat melalui akun media sosial pribadinya di Facebook Bambang Budi Utomo mengenai isi dari prasasti-prasasti Sriwijaya. Berikut penjelasan Tomi yang diunggah pada Senin, 9 September 2019:

1. Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di sebuah rumah warga di Lorong Kedukan, Kelurahan 35 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Palembang. Dituliskan pada sebuah batu andesit yang tidak dibentuk, masih dalam keadaan alami.

Dalam prasasti ini ada tiga pertanggalan penting sampai terbentuknya sebuah wanua (kampung), yaitu pertama pada 23 April 682 Dapunta Hiyan melakukan perjalanan suci, untuk merayakan Hari Trisuci Waisak.

"Kedua 19 Mei 682 Dapunta Hiyan dengan membawa lebih dari dua laksa tentara dengan 200 peti perbekalan naik perahu dan 1312 orang berjalan kaki berangkat dari Minana. Dan 16 Juni 682 rombongan Dapunta Hiyan tiba di Mukha Upan, kemudian membuat wanua, dan Sriwijaya menang," tulis Tomi

2. Prasasti Talang Tuwo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan di Desa Talang Kelapa, Kecamatan Talang Kelapa, Palembang pada 1920. Prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno terdiri dari 14 baris.

"Dipahatkan pada sebuah batu yang sudah dibentuk empat persegi jajaran genjang. Isinya tentang pembangunan Taman Sriksetra oleh Sri Jayanasa pada 23 Maret 684 dengan tujuan untuk kesejahteraan semua mahluk," tutur Tomi.

Tomi juga menuliskan empat poin sebagian isi prasasti tersebut. Pertama, pada 23 Maret 684 Masehi, pada saat itulah taman ini yang dinamakan Sriksetra dibuat. Kedua, di bawah pimpinan Sri Baginda Sri Jayanasa. Inilah niat baginda: semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu.

Kemudian ketiga, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya.

"Dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat digunakan untuk kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah tempat dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi jalan terbaik untuk mendapatkan," demikian isi poin keempat Prasasti Talang Tuwo yang dijelaskan Tomi.

3. Prasasti-prasasti Persumpahan

Sebutkan dua prasasti yang berasal dari KERAJAAN yang pernah hidup dan berkembang di Indonesia
1. Prasasti Talang Tuwo isinya tentang pembangunan Taman Srksetra oleh r Jayana bertanggal 23 Maret 684. 2. Prasasti Telaga Batu berisi persumpahan Datu Sriwijaya. 3. Prasasti Jayasiddhayatra (Prasasti D-156) (Facebook/Bambang Budi Utomo)

Prasasti-prasasti ini berisikan kutukan dan ancaman bagi mereka yang menentang atau tidak mau berbakti kepada datu Sriwijaya. Istilah "Persumpahan" berasal dari datu Sriwijaya sendiri, sebagaimana tercantum dalam prasasti-prasasti itu.

"vanak mmu ura vinunu sumpa dari mama kamu. kadci kmu tda bhakti," Tomi menuliskan salah satu kalimat dari Persumpahan. Yang artinya: "Apabila kalian tidak setia kepadaku, kalian akan mati oleh kutukan ini."

Prasasti persumpahan atau prasasti kutukan ditemukan sejak 1892 hingga yang terakhir ditemukan 1985 seluruhnya berjumlah enam buah prasasti, lima buah di antaranya dalam keadaan utuh. Dari enam prasasti tersebut yang paling lengkap isi persumpahannya hanya Prasasti Telaga Batu yang ditemukan di Palembang pada 1935 di Kelurahan 2 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II.

"Berbeda dengan prasasti-prasasti Sriwijaya lainnya, prasasti ini bagian atasnya dihias dengan kepala tujuh ekor naga. Bagian yang ditulis terletak di bawah hiasan kepala naga, dan bagian bawah bidang yang ditulis terdapat saluran air yang membentuk semacam corong ke tengah," ujar Tomi.

Mungkin, Tomi melanjutkan, tempat air pembasuh tulisan yang kemudian ditampung dalam wadah dan diminum oleh pejabat yang diambil sumpah. Sayangnya, pada prasasti ini tidak tercantum pertanggalannya. Namun berdasarkan paleografinya berasal dari abad ke-7 Masehi.

Prasasti Telaga Batu ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, terdiri dari 28 baris tulisan. Secara garis besar isinya kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan, pengkhianatan, dan tidak taat kepada perintah datu.

4. Prasasti Siddhayatra

Prasasti ini paling banyak ditemukan di daerah bekas kota Sriwijaya di Palembang. "Siddhayatra" berarti "perjalanan suci" atau lengkapnya "Jayasiddhayatra". Ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno pada sekeping batu yang tidak utuh.

Maksudnya ditemukan dalam keadaan fragmentaris, sebagian besar ditemukan di Situs Telaga Batu, dekat dengan temuan Prasasti Telaga Batu. Menurut laporan Belanda, dari situs tersebut ditemukan 30 buah prasasti siddhaytra.

Jayasiddhayatra (Prasasti D-156); Siddhayatra (Prasasti D-157); Jayasiddhayatrasarwwasatwah (Prasasti D-158) yang berarti "perjalanan suci yang menang dan sukses bagi semua mahluk"; Jayasiddhayatra (Prasasti D-159); Siddhayatra sarwasatwa (Prasasti D-160), yang berarti "perjalanan suci yang menang dan sukses bagi semua mahluk."

Selain di kota Palembang, prasasti Siddhayatra ditemukan juga di Situs Kota Kapur, Prasasti Siddhayatra D. 126 (Desa Kota Kapur, Kecamatan Mendo Darat, Kabupaten Bangka), dan di Situs Candi Agung (Amuntai, Kalimantan Barat).

5. Prasasti Hujun Lanit

Pada 1912/1913 di Kampung Harakuning, Desa Hanakau, Kec. Sukau, Lampung Barat, ditemukan sebuah prasasti batu terdiri dari 18 baris tulisan yang ditulis dalam aksara mirip Jawa Kuno (Pasca Pallawa) dan bahasa Melayu Kuno yang kadang bercampur dengan Jawa Kuno.

"Setelah lama ditemukan, barulah pada 2004 prasasti ini berhasil dibaca dan diinterpretasi oleh Binsar Tobing sebagai kajian skripsi. Secara garis besar prasasti ini berisi tentang penetapan hutan di Hujun Lanit sebagai sima oleh Pungku Haji Yuwarajya Sri Haridewa, supaya dipergunakan untuk pemeliharaan bangunan suci vihara," tutur Tomi.

Peristiwa tersebut disaksikan oleh banyak pejabat yang hadir, dan ditetapkan pada 12 November 997 Masehi. Meskipun ini bukan prasasti yang dikeluarkan oleh Sriwijaya, tapi masih dalam kurun keberadaan Sriwijaya.