Show
×
Iman kepada takdir Allah adalah meyakini bahwa setiap kebaikan dan keburukan pasti datangnya dari Allah . Karena Allah berhak mengerjakan apa yang ingin Dia kerjakan dan semua kejadian di muka bumi terjadi atas kehendak-Nya, serta tidak ada satu kejadian pun yang keluar dari kehendak dan kekuasaan-Nya. Allah tetap memberikan pilihan sendiri kepada hamba-Nya untuk melakukan suatu perbuatan. Allah hanya memberikan perintah dan larangan-Nya, tanpa memaksakan sesuatu kepada hamba-Nya. Segala perbuatan hamba di muka bumi ini terjadi atas dasar kemampuan dan keinginan hamba tersebut. Allah adalah Pencipta mereka sekaligus Pencipta kehendak mereka. Dengan rahmat-Nya, Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan dengan hikmah-Nya, Dia membiarkan hamba lainnya sesat. Semua keputusan Allah tidak dipertanyakan. Sebaliknya, perbuatan manusialah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Beriman kepada ketentuan dan takdir Allah merupakan salah satu rukun iman. Seperti diterangkan dalam jawaban Rasulullah terhadap pertanyaan malaikat Jibril ketika ditanya tentang makna iman. Beliau menjawab,“Rukun iman itu adalah beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman kepada ketentuan Allah, baik dan buruknya.” (HR. Muslim, no. 8)
Allah telah menakdirkan semua hal yang terjadi di semesta. Cuma Allah memberikan kepada kita kebebasan dalam memilih antara petunjuk dan kesesatan. ‘‘Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.’’ (QS Al-Insan: 3) Kandungan dalam Iman kepada TakdirIman kepada takdir Allah mengandung empat hal utama:
Manusia Mempunyai Hak Memilih, Berkuasa, dan BerkehendakBeriman kepada ketentuan Allah tidak menafikan kehendak dan pilihan seorang hamba dalam perbuatannya dan kemampuannya untuk menentukan pilihan. Karena syariat Islam dan realitas sehari-hari menunjukkan hal tersebut. Islam telah menjelaskan tentang kebebasan hamba dalam berkehendak. Allah berfirman, “Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya dia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.” (An-Nabaa`: 39). Terkait kekuasaan dan kemampuan hamba-Nya, Allah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan dia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (Al-Baqarah: 286). Arti kesanggupannya adalah kemampuannya. Dalam realitas kehidupan, kita bisa menyaksikan bahwa manusia mengetahui dirinya mempunyai kemampuan dan kekuasaan dalam menentukan sebuah pekerjaan atau meninggalkan suatu pekerjaan. Manusia bisa membedakan mana kejadian yang sengaja dia pilih dan mana yang di luar kekuasaannya, seperti ketika badannya bergetar dan jatuh tiba-tiba. Tetapi kekuasaan dan kemampuan seorang manusia terjadi di bawah kehendak Allah dan kekuasaan-Nya. Allah berfirman, ”(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus, dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (At-Takwir: 28-29) Berapologi dengan Takdir Allah Kekuasaan manusia dalam menentukan pilihan hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat tugas dan kewajiban dalam melaksanakan perintah atau menjauhi larangan. Sehingga orang yang menentukan pilihannya kepada jalan benar maka dia akan mendapat pahala. Sebaliknya, orang yang menentukan pilihannya kepada jalan salah dan sesat maka dia akan mendapat siksa. Allah tidak akan membebani manusia dengan sesuatu di luar kemampuannya. Allah tidak akan menerima permintaan ampun dari hamba-Nya jika dia meninggalkan ibadah dengan alasan kehendak Allah. Selain itu, ketika seorang manusia akan melakukan maksiat, apakah dia tidak mengetahui kekuasaan Allah dan kehendak-Nya? Allah sudah memberikannya kebebasan dalam memilih, selain itu Allah juga telah menerangkan mana jalan yang benar dan salah. Maka ketika seorang manusia bermaksiat, maka dialah yang memilih untuk bermaksiat. Mereka yang mengabaikan ketaatan, maka dia menanggung risikonya. Jika seorang menyakiti Anda dan mengambil harta Anda, lalu ia beralasan bahwa perbuatan itu sudah ditakdirkan atas dirinya, Anda tentu tidak akan menerima alasannya yang mengada-ada, dan memberinya sanksi dan mengambil kembali milik Anda darinya, karena hal itu ia lakukan berdasarkan keinginan dan kehendaknya.
Buah dari keimanan kepada qadha dan qadar Allah mempunyai dampak positif dalam hidup manusia, antara lain:
|