Salah satu kelompok yang ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis

Jakarta -

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia disahkan pada 18 Agustus 1945. Penerapan Pancasila sebagai dasar negara pada masa awal kemerdekaan dilaksanakan sejak disahkan.

Penerapan Pancasila sebagai dasar negara pada masa awal kemerdekaan mengalami pasang surut. Sejumlah upaya muncul untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan ideologi lainnya, seperti dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP/MTs Kelas IX oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Penerapan Pancasila sebagai dasar negara pada masa awal kemerdekaan menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya yaitu adanya upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila.

Tantangan penerapan Pancasila sebagai dasar negara pada masa awal kemerdekaan yakni sebagai berikut:

- Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)

Pemberontakan DI/TII dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.

Pemberontakan DI/TII ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII adalah untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari'at Islam.

Di sisi lain, gerakan DI/TII bertentangan dengan ajaran Islam. Pengikutnya melakukan perusakan dan pembakaran rumah-rumah penduduk, pembongkaran jalan-jalan kereta api, perampasan harta benda milik penduduk, dan penganiayaan terhadap penduduk.

Kartosuwiryo bersama para pengikutnya baru bisa ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962.

- Pemberontakan PKI di Madiun

Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun dipimpin oleh Muso pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan PKI di Madiun bertujuan untuk mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis.

- Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil.

Pemberontakan RMS bertujuan untuk membentuk negara sendiri yang didirikan tanggal 25 April 1950. Pulau-pulau terbesar RMS adalah Pulau Seram, Ambon, dan Buru. Pemberontakan RMS di Ambon ditangani militer Indonesia pada bulan November 1950, namun konflik di Seram masih berlanjut sampai Desember 1963.

Kekalahan RMS di Ambon berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke Seram. Pemerintah RMS kemudian mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda pada tahun 1966.

- Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Pemberontakan APRA terjadi pada tanggal 23 Januari 1950 dengan melakukan serangan dan menduduki kota Bandung, serta menguasai markas Staf Divisi Siliwangi. Gerakan APRA bertujuan untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia, serta memiliki tentara sendiri bagi negara-negara RIS.


Pemberontakan ini digagalkan Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri RIS waktu itu dengan melakukan perundingan dengan Komisi Tinggi Belanda untuk percepatan pembubaran Republik Indonesia Serikat dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.

Angkatan Perang Ratu Adil atau APRA didirikan Kapten KNIL Raymond Westerling pada tanggal 15 Januari 1949. Raymond memandang dirinya sebagai "Ratu Adil" yang diramalkan akan membebaskan Indonesia dari tirani.

- Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)/Permesta

Pemberontakan PRRI/Permesta terjadi pada 1957-1958. Gerakan ini merupakan bentuk koreksi untuk pemerintahan pusat yang dipimpin Presiden Soekarno yang dianggap melanggar undang-undang, sentralistis, dan tidak adil dengan mengabaikan pembangunan di daerah.

Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat Semesta
(Permesta) dipimpin oleh Sjarifuddin Prawiranegara dan Ventje Sumual di Sumatra dan Sulawesi.

- Perubahan bentuk negara dari Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Di masa awal kemerdekaan, sempat terjadi perubahan bentuk negara dari Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan, konstitusi yang berlaku adalah Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

NKRI melaksanakan pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 yang selama itu dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959.

Dekrit Presiden 1959 dikenal dengan sebutan Dekrit 5 Juli 1959. Isi Dekrit 5 Juli 1959 yaitu membubarkan Badan Konstituante, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berlaku kembali dan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 tidak berlaku, serta segera akan dibentuk MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara).

Penerapan Pancasila saat itu lebih diarahkan seperti ideologi liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.

Nah, demikian penerapan Pancasila sebagai dasar negara pada masa awal kemerdekaan. Selamat belajar, detikers!

Simak Video "Heboh! Pria Ngaku Panglima Jenderal Kibarkan Bendera NII & Ajak Warga Masuk"



(twu/lus)

Terpopuler

3

Masinton Pasaribu: Anggota Kabinet 34, Kok Menterinya Cuma Satu

Satu waktu di masa lalu pernah ada strategi disusun golongan kiri untuk mengantikan Pancasila dengan ideologi komunis. Strategi tersebut didahului dengan berbagai aksi baik di desa maupun di kota. Malah diiringi dengan teror pembunuhan di beberapa daerah, juga dialami oleh daerah Sumatera. Usaha untuk mengantikan Pancasila dengan ideologi lain dilakukan dengan pemberontakan. Seperti PKI-Muso di Madiun tahun 1948 yang memproklamirkan "Negeri Sovyet Republik Indonesia" dan PKI Muso menaikkan bendera merah.

Pemberontakan G30SPKI yang dilakukan Letkol Untung tahun 1965 merupakan kup berdarah, pengambil alihan kekuasaan yang sah yang bertujuan mengantikan Pancasila dengan ideologi komunis. Fakta sejarah menyatakan PKI hendak mengantikan Pancasila dengan ideologi komunis dapat dibaca dalam buku yang ditulis oleh Tribuana Said/DS Muljanto (1983) menyatakan bahwa tanggal 18 Oktober 1964 di depan Kursus Kader Revolusi DN Aidit mengatakan: "Kalau kita telah bersatu Pancasila tidak diperlukan lagi, sebab Pancasila adalah alat pemersatu."

Dengan berhasilnya digagalkan pemberontakan G30S/PKI, maka tanggal 1 Oktober dianjurkan agar seluruh rakyat Indonesia menaikkan sang saka merah putih satu tiang penuh. Tanggal 1 Oktober dimulai penumpasan terhadap gerakan 30 September

yang dalam proses selanjutnya PKI dan antek-anteknya dilarang di bumi Indonesia. Terhadap peristiwa sejarah inilah 1 Oktober disebut  "Hari Kesaktian "Kesaktian" adalah kekuasaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang tercantum dalam sila pertama Pancasila. Tuhan Maha Sakti, Tuhan Maha Kuasa, Tuhan yang melindungi bangsa Indonesia dari maksud jahat orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan yang hendak menggantikan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia yang memperoleh kemerdekaan berkat rahmatNya.

Pancasila adalah dasar negara, pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila adalah ideologi negara yang digali dari bumi Indonesia. Tidak ada jalan bagi golongan kiri itu untuk mengantikan Pancasila selain melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap para Jenderal yang selama ini menantang mereka.

Gus Kandar

Jl. Sholeh Iskandar, Bogor

(mbs)

Oleh: DRS. Miswar Pasai, MH, Ph.D

(Bagian: Pertama)

            Pasang-surut dan pasang-naik serta keberuntungan dan tidak beruntung  dalam kehidupan manusia adalah sesatu keniscayaan akan terjadi pada diri manusia, baik secara personal maupun secara berkelompok. Demikian pula, dengan roda kehidupan manusia di dunia, selalu berputar. Terkadang berada di atas, dan terkadang berada di bawah serta kemungkinannya berada di tengah. Itulah kehidupan, tak ada yang abadi, tetapi selalu terjadi peruabahan.

Hal itu, dapat dipastikan dan dirasakan setiap orang yang hidup di dunia. Sebab, hidup itu adalah aktiftas, dan tak ada kehidupan tanpa aktifitas. Tidak semua aktifitas dan apa yang kita hadapi adalah sesuatu yang positif, tetapi adakalanya bermakna negatif. Kendatipi ada hal positif dan negatif yang dirasakan oleh setiap orang, maka bagi orang-orang yang menggunakan akal sehatnya, tidak akan menyerah dan mengeluh ketika berhadapan dengan sesuatu dalam kehidupan mereka.

Setidaknya, sejak Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 hingga sekarang, sudah pernah terjadi peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. Tujuan kelompok tersebut, adalah untuk merebut kekuasaan dari pemerintaha yang syah dan ingin menafikan Pancasila dari dasar negara Indonesia dan pandangan hidup bangsa Indonesia dengan upaya mengganti dengan bentuk yang lain, yaitu ideologi Komunisme. Hal itu, dapat dibuktikan dengan dua kali peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh PKI dan antek-anteknya. Adapaun peristiwa pemberontakan PKI, adalah peristiwa pemberontakan PKI yang pertama terjadi di Indonesia, yaitu  peristiwa pemberontakan PKI yang terjadi yang berpusat  di Madiun, Jawa Tengah tahun 1948.

Selanjutnya, pemberontakan PKI yang kedua terjadi adalah terjadi di Jakarta pada tahun 1965 di Jakarta. Peristiwa G30S PKI: Sejarah, Tujuan, Kronologi, dan Latar Belakangnya Kristina, (30 September 2021). Peristiwa G30S PKI atau gerakan 30 September yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi salah satu sejarah pahit bagi pemerintah Indonesia pada waktu itu. Peristiwa ini terjadi tepat hari ini (30/9/1965), atau sekitar 56 tahun silam. PKI merupakan salah satu partai tertua dan terbesar di Indonesia. Partai ini mengakomodir kalangan intelektual, buruh, hingga petani. Pada pemilu tahun 1955, PKI berhasil meraih 16,4 persen suara dan menempati posisi keempat di bawah PNI, Masyumi, dan NU, sebagaimana dikutip dari situs berita detikedu, (Kristina, 2021).

Sejarah berdirinya PKI tak lepas dari Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), partai kecil berhaluan kiri yang didirikan oleh tokoh Sosialis Belanda, Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau dikenal dengan Henk Sneevliet. Sejarah PKI, tujuan, tokoh, pemberontakan Madiun, dan Gerakan 30 September berkeingian untuk mengganti ideologi bangsa Indonesia dari berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 menjadi ideologi Komunisme. Seperti dikutip dari buku Sejarah untuk Kelas XII okarangan Nana Supriatna menjelaskan bahwa, ISDV menyusup ke partai-partai lokal baik besar maupun kecil, seperti Sarekat Islam (SI). Beberapa tokoh SI yang melejit pada saat itu antara lain Semaoen dan Darsono, yang tak lain berperan penting dalam pendirian PKI.

Pada tahun 1920-an, ISDV kemudian mengilhami lahirnya PKI dengan Semaoen sebagai ketua dan Darsono menjadi wakilnya. Dalam buku Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik 1897-1925 yang ditulis Harry A. Poeze, Tan Malaka sempat mengusulkan PKI sebagai Partai Nasional Revolusioner Indonesia (PNRI). Namun, nama yang diusulkannya ditolak oleh Semaoen.

Sejarah G30S PKI, Peristiwa G30S PKI terjadi pada tahun 1965 dan dimotori oleh Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit, pemimpin terakhir PKI. Di bawah kendali DN Aidit, perkembangan PKI semakin nyata walaupun diperoleh melalui sistem parlementer. Sebagaimana dikutip dari buku Api Sejarah 2 oleh Ahmad Mansur Suryanegara, menurut Arnold C. Brackman, DN Aidit mendukung konsep Khrushchev, yakni: “If everything depends on the communist, we would follow the peaceful way (bila segalanya bergantung pada komunis, kita harus mengikuti dengan cara perdamaian)”.

Pandangan itu, disebut bertentangan dengan konsep Mao Ze Dong dan Stalin yang secara terbuka menyatakan bahwa, komunisme dikembangkan hanya dengan melalui perang. G30S PKI terjadi pada malam hingga dini hari, tepat pada akhir tanggal 30 September dan masuk 1 Oktober 1965. Gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang menjadi target langsung dibunuh di kediamannya. Sedangkan lainnya diculik dan dibawa menuju Lubang Buaya.
Keenam perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, seperti dikutip dari detikedu, (Kristina, 2021)..

          Tujuan G30S PKI

Tujuan utama G-30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan mengganti negara Indonesia menjadi negara Komunis. Sebagaimana diketahui bahwa, gerakan PKI di Indonesia saat itu, disebut memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet. Selain itu, sebagaimana dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh Prawoto, beberapa tujuan gerakan biadap yang pernah dilancarkan dan dilaksanakan G30S PKI adalah sebagai berikut:

1). Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis. 2). Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan. 3). Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis, 4). Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis, 5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional,

Kronologi G30S PKI, Tindakan dan penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan oleh PKI menimbulkan kecurigaan dari kelompok anti-komunis. Tindakan tersebut juga mempertinggi persaingan antara elit politik nasional. Kecurigaan semakin mencuat dan memunculkan desas-desus di masyarakat, terlebih menyangkut kesehatan Presiden Soekarno dan Dewan Jenderal Angkatan Darat. Di tengah kecurigaan tersebut, Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa, yakni pasukan khusus pengawal Presiden, memimpin sekelompok pasukan dalam melakukan aksi bersenjata di Jakarta.

Pasukan tersebut bergerak meninggalkan daerah Lubang Buaya. Peristiwa ini terjadi pada tengah malam, pergantian hari Kamis, 30 September 1956 menuju hari Jumat, 1 Oktober 1965. Kenapa Disebut Lubang Buaya? Ini Sejarah Saksi Bisu Tragedi G30S/PKI. Kudeta yang sebelumnya dinamakan Operasi Takari diubah menjadi gerakan 30 September. Mereka menculik dan membunuh para perwira tinggi Angkatan Darat. Aksi tentara tersebut pada tanggal 30 September berhasil menculik enam orang perwira tinggi Angkatan Darat.

Enam Jenderal yang gugur dalam peristiwa G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Selan itu, gugur pula ajudan Menhankam/Kasab Jenderal Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean dan pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun.

Salah satu Jenderal yang berhasil selamat dari serangan PKI adalah AH Nasution. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak bisa diselamatkan. Sementara itu, G30S PKI di Yogyakarta yang dipimpin oleh Mayor Mulyono menyebabkan gugurnya TNI Angkatan Darat, Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono. Kolonel Katamso merupakan Komandan Korem 072/Yogyakarta. Sedangkan Letnan Kolonel Sugiyono merupakan Kepala Staf Korem. Keduanya diculik dan gugur di Desa Kentungan, sebelah utara Yogyakarta.

Latar Belakang G30S PKI Secara umum, G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno. Beberapa hal lain yang menyebabkan mencuatkan gerakan yang menewaskan para Jenderal ini adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI. Pertentangan pun muncul di antara keduanya. Selain itu, desas desus kesehatan Presiden Soekarno juga turut melatarbelakangi pemberontakan G30S PKI.

Itulah diantara sejarah G30S PKI yang terjadi di Indonesia. Setelah gerakan tersebut berhasil ditumpas, muncul berbagai aksi dari kalangan masyarakat untuk membubarkan PKI. Kendatipun, PKI sudah dibubarkan, namun kita mesti dan tetap waspada terhadap bahaya laten PKI. Sebab, tidak ada jaminan bahwa, mereka tidak bergerak. Mereka, patut diduga mereka para simpatisan PKI melakukan opersi senyap dan tetap melakukan pergerakan di bawah tanah? Karena itu, kita bangsa Indonesia tidak boleh melupakan pristiwa tragis yang memilukan itu. Sebab, yang namanya kebiadapan PKI, tidak bisa ditolerir (diterima) oleh bangsa Indonesia. Sebab, sifat PKI memusuhi agama dan tokoh-tokoh agama, dan bahkan anti dengan Pancasila. Karena itu, orang-orang yang berfaham komunis tidak boleh tinggal dan hidup di Indonesia, karena ideologi mereka tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

              PKI Membunuh Umat Islam

Dalam peristiwa pemberontakan PKI di Madiun, mereka kelompok PKI berhasilan menguasai Madiun disertai dengan penjarahan dan pembunuhan serta pembantaian terhadap umat umat Islam. Karena itu, Setiap tanggal 30 September masyarakat Indonesia teringat dengan peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia, yang mana pada saat itu terjadi pembantain yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka bahkan tak segan-segan membantai para kiai dan ulama.

Didalam buku yang berjudul Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya menjelaskan bahwa PKI merupakan gerakan sosial politik yang menjadi ancaman bagi negeri ini. Partai yang menganut ideologi Marxisme-Komunisme ini ingin mengganti ideologi Pancasila.

Meletusnya peristiwa Madiun pada 18 September 1948 merupakan usaha ideologi sosialis kiri untuk mewujudkan Negara Komunis Indonesia. Dengan berbagai aksi yang dilancarkan kepada rakyat Madiun, kemudian gerak pendukung PKI berhasil menduduki wilayah-wilayah di sekitar Madiun, seperti Magetan, Ponorogo, dan beberapa daerah lainnya, seperti dikutip dari, (Republika, 2020)

Untuk melancarkan tujuannya menguasai keresidenan Madiun, PKI terus melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap tokoh-tokoh penting. Bahkan, para ulama, santri, dan para pemimpin partai Islam Indonesia di Masyumi ditangkap dan dibunuh. Perlawanan pun dilakukan oleh umat Islam. Masyarakat yang tergabung dengan Masyumi melawan gerakan PKI yang menyerang, menumpas orang-orang Islam serta menjarah dan merampas perbendaharaan milik masyarakat setempat.

Menurut Sejarawan Agus Sunyoto, dalam Republika (2020)  menceritakan bahwa, fakta-fakta bagaimana PKI melancarkan pemberontakannya. Ada ribuan nyawa umat Islam termasuk para ulama NU menjadi korban dan simbol-simbol Islam dihancurkan. Saat itu, keberhasilan PKI menguasai Madiun disertai dengan penjarahan, penangkapan sewenag-wenang terhadap umat Islam. Bahkan mereka tidak segan untuk menembak hingga masyarakat Madiun saat itu ketakutan.

Selanjutnya, menurut Agus Sunyoto, pada 1948 (2020), pimpinan Masyumi dan PNI ketika itu ditangkap dan dibunuh. Pada masa itu, orang-orang dengan pakaian Warok Ponorogo dengan senjata revolver menembak atau membunuh siapapun yang dianggap musuh PKI. Tidak hanya itu, mayat-mayat juga banyak bergelimpangan di jalanan. Bendera merah putih dirobek dan diganti dengan bendera merah berlambang palu arit, bahkan potret Sukarno diganti dengan potret Muso, pemimpin PKI. (Artikel ini dikutip dari berbagai sumber). ***