Jakarta - Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan megah bercorak Buddha yang berdiri pada abad ke-7 Masehi. Kerajaan ini meninggalkan beberapa prasasti yang berisi kutukan. Show
Kerajaan yang berlokasi di Pulau Sumatera ini mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Balaputradewa di abad ke-9. Balaputradewa adalah keturunan dari Raja Dinasti Syailendra, Samaratungga. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya terlihat dari berbagai prasasti peninggalannya. Sejarah awal mula berdirinya kerajaan ini tercatat dalam Prasasti Kedukan Bukit yang dikeluarkan pada tanggal 16 Juni 682 Masehi. Dalam prasasti tersebut, diketahui Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa yang melakukan perjalanan suci. Dia berangkat menggunakan perahu dari Minanga Tamwan bersama 20.000 orang tentara dan 200 peti bekal. Dapunta Hyang Sri Jayanasa kemudian berhasil menakhlukkan beberapa wilayah dan membangun perkampungan di Palembang. Berdirinya kerajaan ini juga diperoleh dari sumber asing. Dikutip dari buku Sejarah oleh Nana Supriatna, sumber asing diperoleh dari berita-berita China, India (prasasti Nalanda dan Cola), Sri Lanka, Arab, Persia, dan Prasasti Ligor di Tanah Genting Kra Malaysia tahun 775 Masehi. Prasasti Kutukan Kerajaan SriwijayaBeberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya diketahui berisi kutukan. Mayoritas kutukan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang tidak taat terhadap raja. Berikut 6 prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berisi kutukan: 1. Prasasti Telaga BatuPrasasti Telaga Batu berisikan kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat kepada raja. Melansir kebudayaan.kemdikbud.go.id, ancaman tersebut ditujukan kepada siapapun baik para putra raja dan pejabat kerajaan maupun para kerajaan. Dalam Prasasti Telaga Batu tertulis bahwa barangsiapa melanggar prasasti tersebut, maka dia akan mati. Berikut kutipan isi prasasti yang berisi kutukan ini: "Selain itu, kuperitahkan mengawasi kalian ... akan mati ... dengan istri-istrimu dan anak-anakmu ... anak-cucumu akan dihukum oleh aku. Juga selain ... engkau akan mati oleh kutukan ini. Engkau akan dihukum bersama anak-anakmu, istri-istrimu, anak-cucumu, kerabatmu, dan teman-temanmu". 2. Prasasti Boom BaruPrasasti Boom Baru ditemukan di daerah Palembang, tepatnya di sekitar Pelabuhan Boom Baru. Prasasti ini ditulis dengan huruf Pallawa. Tidak tertulis tahun dalam prasasti tersebut. Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini berisi tentang kutukan dari raja Sriwijaya. Melansir situs yang sama, sumpah atau kutukan ditujukan kepada orang yang berbuat jahat atau berkhianat kepada dātu Śrīwijaya (red: raja). Berikut penggalan isi kutukan dalam Prasasti Boom Baru: "...(apabila) ia tidak bakti dan tunduk (bertindak lemah lembut) kepadaku (raja) dengan ... 3. Prasasti Kota KapurPrasasti Kota Kapur ditemukan di Kota Kapur, Bangka Belitung. Prasasti ini diperkirakan ditulis pada 656 Masehi. Prasasti Kota Kapur berisikan permintaan kepada Dewa untuk menjaga persatuan dan kesatuan Kerajaan Sriwijaya. Selain itu, prasasti ini juga berisi hukuman bagi orang yang melakukan kejahatan dan melakukan pengkhianatan terhadap raja. 4. Prasasti Karang BerahiPrasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berisi kutukan lainnya adalah Prasasti Karang Berahi. Prasasti ini ditemukan di Jambi, tepatnya di Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin. Melansir laman Kemendikbudristek, Prasasti Karang Berahi ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini berisi kutukan bagi wilayah yang tidak tunduk terhadap Kerajaan Sriwijaya. 5. Prasasti Palas PasemahPrasasti Palas Pasemah menceritakan tentang keberhasilan Kerajaan Sriwijaya dalam menduduki wilayah Lampung Selatan. Selain itu, prasasti ini juga berisikan kutukan bagi orang-orang yang tidak taat kepada raja. Orang tersebut akan terbunuh oleh kutukan. Berikut penggalan isi prasasti kutukan peninggalan Kerajaan Sriwijaya: "...Ada orang di seluruh kekuasaan yang tunduk pada kerajaan yang memberontak, berkomplot, tidak tunduk setia kepadaku, orang-orang tersebut akan terbunuh oleh (kutukan)..." Simak Video "Pernyataan RSPAD soal Gadis Bisa Jalan Lagi Usai Disuntik Vaksin Nusantara" [Gambas:Video 20detik] (kri/nwy) Jakarta, CNN Indonesia -- Kerajaan Sriwijaya yang berdiri di Pulau Sumatera sejak abad ke-7 ini merupakan simbol kejayaan Nusantara pada masanya. Wilayah kekuasaan dari kerajaan bercorak Budha ini membentang di sejumlah kawasan Sumatera terutama Palembang, lalu Kalimantan Barat, Semenanjung Malaya, hingga India Timur. Mengutip penuturan peneliti Balai Arkeologi Sumatera Selatan Retno Purwati melalui laman Arkeologi Sumsel Kemdikbud, ada bukti sahih dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Menurut Retno, petilasan tersebut berlokasi di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, yang berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan. Di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya itu, warga bisa menemukan jejak peninggalan berupa Prasasti Kedukan Bukit, Telaga Batu dan Talang Tuo. Peninggalan Kerajaan SriwijayaSelain itu, ada juga peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang bertuliskan tentang catatan sejarahnya dalam sebuah prasasti dan didapati di wilayah Sumatera, Jawa hingga luar negeri. 1. Prasasti Kedukan Bukit[Gambas:Instagram] Keberadaan prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Kampung Kedukan Bukit, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Dikutip dari berbagai sumber, ahli aksara menunjukkan bahwa pada prasasti tertua Sriwijaya itu terdapat sebuah tulisan yang di tulis pada tahun 605 saka, sekitar 683 Masehi. Tulisan pada prasasti Kedukan Bukit berisi tentang Dapunta Hyang Sri Jagayana yang mengadakan perjalanan suci menggunakan perahu bersama 20 ribu personil. Saat ini, Anda bisa melihat prasasti Kedukan Bukit dengan ukuran 45 cm x 80 cm, di Museum Nasional Indonesia, Jakarta. 2. Prasasti Talang Tuo[Gambas:Instagram] Prasasti Talang Tuo memiliki ukuran 50 cm x 80 cm, dan disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, beserta duplikatnya. Keberadaan prasasti Talang Tuo ditemukan seorang petani,lalu diserahkan ke residen Palembang, Louis Constant Westenenk (seorang diplomat,linguis dan pamong praja Belanda). Terdapat 14 baris tulisan pada prasasti Talang Tuo, lengkap dengan aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuno, dan ditulisa sekitar 606 Saka atau 684 Masehi. Isi pesan prasasati Talang Tuo menerangkan tentang petuah pembangunan taman (Sriksetra), yang dibuat pada masa kepemimpinan Dapunta Hyang Sri Jagayana atau Sri Jayanasa. 3. Prasasti Telaga Batu
Penemuan prasasti Telaga Batu tidak jauh dari sekitar kolam Telaga Biru, di Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935. Sekarang ini, prasasti Telaga Batu disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor D.155. Tulisan yang tertera pada dinding prasasti Telaga Batu menjelaskan tentang kutukan bagi siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak mematuhi peraturan kerajaan. Perkiraan waktu dari tulisan prasasti Telaga Batu ini sekitar 686 Masehi, dengan jumlah tulisan 28 baris. 4. Prasasti Kota Kapur[Gambas:Instagram] Prasasti Kota Kapur masih termasuk peninggalan Kerajaan Sriwijaya, yang ditemukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, Bangka Belitung, berupa tiang batu bersurat. Diperkirakan ada sejak 656 Masehi, prasasti Kota Kapur berisi pesan mengenai permintaan kepada Dewa untuk menjaga kesatuan dan persatuan Sriwijaya. Selain itu, pesan lain dari prasasti ini memuat tentang hukuman bagi siapa saja yang melakukan kejahatan atau berkhianat atas titah Raja. Sebelumnya, prasasti Kota Kapur berada di Museum Kerajaan Negeri Belanda. Tapi saat ini, prasasti itu telah disimpan di Museum Nasional Jakarta dengan nomor inventaris D90. 5. Prasasti Karang BerahiSelanjutnya ada prasasti Karang Berahi dari zaman Sriwijaya yang terletak di Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi. Melansir laman Kemdikbud, Prasasti ini bertuliskan aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, ditemukan pada tahun 1904 oleh L. Berkhout, seorang kontrolir Belanda. Keberadaan prasasti Karang Berahi ditaksir sejak 686 Masehi, yang berisi tulisan kutukan untuk wilayah yang tidak tunduk pada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti Karang Berahi peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini, satu-satunya yang ada di Jambi, karena wilayah tersebut strategis, untuk menguasai jalur pelayaran dan pedagangan di Selat Malaka. (avd/fef) [Gambas:Video CNN] KOMPAS.com - Prasasti Karang Berahi adalah prasasti dari zaman Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan pada 1904 oleh seorang kontrolir Belanda bernama L.M. Berkhout. Prasasti ini terletak di Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi. Prasasti Karang Berahi menggunakan bahasa Melayu Kuno dan ditulis dalam aksara Pallawa. Isinya tentang kutukan bagi orang yang tidak tunduk atau setia kepada raja dan orang-orang yang berbuat jahat. Kutukan pada isi prasasti ini mirip dengan prasasti Kerajaan Sriwijaya lainnya, yaitu Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu. Baca juga: Prasasti Telaga Batu: Keunikan, Isi, dan Maknanya Sejarah penemuanPrasasti Karang Berahi pertama kali ditemukan oleh L. Berkhout di Bangko, Provinsi Jambi pada 1904. Mantan Residen Jambi, O.L. Helfrich, menyatakan bahwa pada awal penemuannya, prasasti ini terletak di kaki tangga masjid dan digunakan sebagai ubin pencuci kaki. Pada Februari 1906, Residen Palembang, van Rijn van Alkemade membuat cetakan kertas dari Prasasti Karang Berahi. Cetakan kertas tersebut kemudian dikirim kepada Kern, yang menyatakan bahwa Prasasti Karang Berahi tidak terbaca, tetapi aksaranya mirip Prasasti Canggal yang berangka tahun 732. Selain itu, Prasasti Karang Berahi diperkirakan juga sezaman dengan Prasasti Kota Kapur yang berbahasa Melayu kuno. Laporan temuan prasasti di Desa Karang Berahi kemudian disampaikan oleh Rouffaer kepada Bataviaasch Genootschap (lembaga kebudayaan pada masa Belanda) pada 1909. Baca juga: Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Setelah itu, keberadaan Prasasti Karang Berahi sempat terlupakan. Hingga akhirnya pada 1920, Krom menyebutkan dalam salah satu tulisannya bahwa prasasti ini sama dengan Prasasti Kota Kapur yang telah diterbitkan Kern pada 1912. Krom kembali meneliti Prasasti Karang Berahi yang kemudian dituangkan dalam makalah berjudul De Sumatraansche periode der Javaansche Geschiedenis dan buku berjudul Hindoe-Javaansche Geschiedenis (1926). Meski dalam Prasasti Karang Berahi tidak disebutkan angka tahunnya, diperkirakan prasasti ini dibuat pada tahun 686 atau 608 Saka. Prasasti Karang Berahi kini disimpan di sebuah cungkup di halaman masjid Desa Karang Berahi. Baca juga: Prasasti Dinoyo: Sejarah, Isi, dan Terjemahan Isi Prasasti Karang BerahiPrasasti Karang Berahi merupakan salah satu prasasti peninggalan Sriwijaya yang berisikan kutukan maupun ancaman bagi siapa pun yang hendak menentang atau tidak mau berbakti kepada raja. Pada prasasti berukuran tinggi 130 cm, lebar 80 cm, dan ketebalan 48 cm ini terpahat 16 baris isi dalam kondisi aus. Dalam Prasasti Karang Berahi tidak disebutkan nama raja ataupun gelarnya, hanya menggunakan kata "saya". Berikut adalah isi dari Prasasti Karang Berahi.
Baca juga: Prasasti Talang Tuo: Lokasi Penemuan, Isi, dan Maknanya Terjemahan
|