Perencanaan kawasan perdagangan bebas di kawasan asean disebut

Perencanaan kawasan perdagangan bebas di kawasan asean disebut

  1. AFTA
  2. IMT-GT
  3. BIMT-EAGA
  4. ARF-ASEAN
  5. Semua jawaban benar

Jawaban: A. AFTA

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, perancangan perdagangan bebas di kawasan asean disebut afta.

Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (Bahasa Inggris: ASEAN Free Trade Area, AFTA)[1] adalah sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN.

Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota, yaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN, tetapi diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA.

  • Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN
  • Menarik investasi asing langsung ke ASEAN

ASEAN Plus Three, didasarkan pada Chiang Mai Initiative, telah membentuk dasar kestabilan keuangan di Asia,[2] ketidakstabilan tersebut telah berkontribusi pada Krisis Keuangan Asia (Asian Financial Crisis). Asian Currency Unit (ACU) atau Mata Uang Asia diusulkan sebagai indeks pembobotan mata uang untuk ASEAN+3. ACU terinspirasi dari European Currency Unit yang sudah tidak berfungsi dan digantikan oleh mata uang Euro. Kegunaan ACU adalah membantu stabilisasi pasar keuangan regional. ACU diusulkan sebagai gunggungan mata uang dan bukan mata uang sesunguhnya, misalnya sebagai indeks pembobotan mata uang Asia Timur yang berfungsi sebagai patokan untuk pergerakan nilai mata uang regional.[3][4]

ASEAN Plus Three (APT) atau Kerja sama ASEAN Plus Three (APT) adalah kerjasama antara 10 anggota ASEAN plus China, Jepang dan Republik Korea sejak tahun 1997, ketika KTT pertama kali berlangsung di bulan Desember 1997 di Kuala Lumpur. Pada saat kawasan Asia sedang dilanda krisis ekonomi, kerjasama yang paling menonjol adalah di bidang keuangan. Dalam periode 10 (sepuluh) tahun pertama 1997-2007 mekanisme dan pelaksanaan kerja sama APT didasarkan pada Joint Statement on East Asia Cooperation.

  1. ^ "AFTA & FTAs (ASEAN Secretariat)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-04. Diakses tanggal 2015-02-16. 
  2. ^ "Chiang Mai Initiative as the Foundation of Financial Stability in East Asia" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-16. Diakses tanggal 2015-02-16. 
  3. ^ A news report of the ACU Diarsipkan 2007-09-28 di Wayback Machine. (Tionghoa)
  4. ^ A paper analysing a broader basket of currencies

  • ASEAN Free Trade Agreement

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kawasan_Perdagangan_Bebas_Perbara&oldid=20881134"

Oleh: Revli Orelius Mandagie, SE.,

Menado Pos,  24 Sep 2014 

DESEMBER 2015, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, akan memasuki era baru penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara, yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.  AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di Singapura 1992. Awalnya AFTA ditargetkan merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN, dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008). Kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT- AFTA) merupakan suatu skema untuk  mewujudkan AFTA melalui: penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.

Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura, dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

Produk yang dikategorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan ke dalam CEPT - AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang, dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan budaya.

Indonesia mengkategorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception. 

Manfaat dan Tantangan AFTA Bagi Indonesia

Manfaat:

  • Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
  • Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
  • Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
  • Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.

Tantangan:

  • Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.

 Sumber Daya Manusia Indonesia

Sebetulnya dengan sisa waktu yang hanya sekitar satu tahun,  bukan waktunya lagi mempertanyakan kesiapan Indonesia menghadapi AFTA. Siap atau pun tidak siap, Indonesia tidak bisa lari dari kenyataan penerapan perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara mulai Desember  2015. Tidak banyak waktu lagi untuk melakukan pembenahan, kurang dari setahun. Sementara kondisi di lapangan, benar-benar belum siap, belum memiliki dasar untuk dikatakan siap. Banyak hal yang menjadi pekerjaan rumah dan harus segera diselesaikan, karena akan menghambat dan menjatuhkan Indonesia dalam persaingan global yang sangat ketat.

Khususnya  kompetensi sumber daya manusia, Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara penggagas AFTA lainnya, misalnya kendala bahasa untuk dasar komunikasi.

Indeks kompetensi yang dikeluarkan oleh World Economic Forum pada 2013, Indonesia menempati urutan ke-50, rendah dari Singapura, Malaysia (ke-20), dan Thailand (ke-30). Kompetensi sumber daya manusia Indonesia yang rendah terjadi karena faktor-faktor yang saling berkaitan seperti: tenaga kerja dan atau tenaga profesi yang tidak memiliki kualifikasi; minimnya pelaksanaan sertifikasi kompetensi; belum sesuainya kurikulum di sekolah menengah untuk keahlian profesi; serta sumber daya manusia di Indonesia yang sangat berlimpah namun belum dioptimalkan oleh pemerintah. Sehingga dikatakan belum siap menghadapi persaingan tenaga kerja dalam rangka pelaksanaan AFTA 2015, karena tenaga kerja Indonesia tidak banyak yang mampu memenuhi standar kualifikasi yang dibutuhkan, akan selalu meningkat karena persaingan kemampuan, keterampilan, pengetahuan, maupun kemampuan berbahasa, antar tenaga kerja negara-negara ASEAN.

Sesuai data BPS Agustus 2013, pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 6,25 persen, dan angkatan kerja di Indonesia saat itu mencapai 118,2 juta orang. Juga masih ada lebih dari 360 ribu orang sarjana yang menganggur, sangat mencengangkan dan memprihatinkan. Kalau sarjana saja sulit mencari kerja, bagaimana lulusan SMA, SMP dan SD? Terlebih menjelang diterapkannya AFTA 2015, ledakan pengangguran terdidik akan menjadi kenyataan.

Efek AFTA 2015 dipastikan banyak tenaga kerja dari negara-negara ASEAN masuk ke Indonesia. Sedangkan Indonesia kebanyakan mengirim tenaga kerja keluar negeri bukan sebagai tenaga ahli, melainkan tenaga kerja seperti pembantu rumah tangga, sopir, dan pekerja kasar di pabrik-pabrik, perkebunan atau di rumah tangga. Sementara negara lain mengirim tenaga kerja yang terdidik dan terlatih sehingga dia bekerja pada posisi sebagai manajer atau tenaga ahli di Indonesia.

Solusi Untuk Pembenahan SDM

Yang menjadi benang merah sekarang ini adalah bagaimana caranya untuk siap menghadapi AFTA 2015?  Pemerintah, baik pemerintah daerah dan pusat harus bangun dari tidur pulas dan tanggap untuk mempersiapkan masyarakatnya agar menjadi lebih siap dalam berbagai aspek untuk menghadapi semua tantangan ini untuk dijadikan peluang menjadi lebih sejahtera dan bermartabat.

Di waktu yang semakin sempit ini, ada banyak hal penting yang bisa membuat Indonesia bisa bertahan, atau bahkan bisa memanfaatkan AFTA 2015 untuk kemajuan bangsa ini. Tentunya dengan harapan pemerintah memahami prioritas masalah yang harus diselesaikan dan kekurangan yang perlu ditingkatkan. Prioritas pemerintah saat ini maupun pemerintah yang terpilih nanti, yaitu fokus untuk pembenahan SDM melalui perbaikan pendidikan di Indonesia yang harus mendukung daya saing dan daya guna agar lulusan yang dihasilkan bisa bekerja dan bersaing di perusahaan atau industri tidak hanya di Indonesia tetapi juga negara lain.

Untuk meningkatkan kompetensi, pola pikir adalah aspek penting yang perlu diperhatikan, khususnya pola pikir tenaga kerja harus mulai disesuaikan dengan tren sesuai perkembangan jaman, antara lain pembelajaran yang meliputi:

1.   Mendorong untuk mencari tahu dari berbagai sumber observasi; pembelajaran yang diarahkan untuk mampu merumuskan masalah, bukan hanya menjawab masalah;

2.   Melatih berfikir analitis dan bukan berfikir mekanistis,

3.   Menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Semua ini harus sudah mulai dibentuk sejak memasuki dunia pendidikan tingkat tinggi seperti SMA dan Perguruan Tinggi. Namun demikian dibalik semua ini, sangat diharapkan agar Pemerintah harus menerapkan aturan agar kepentingan warga dan kepentingan dari sesama anggota negara-negara ASEAN tidak bersinggungan yang menyebabkan terjadinya masalah atau benturan.