Orang yang sakit boleh tidak berpuasa tetapi wajib

TEMPO.CO, Jakarta - Puasa merupakan salah satu ibadah wajib bagi umat Islam yang dijalankan ketika memasuki bulan Ramadan. Umumnya, puasa dilaksanakan selama 29 sampai 30 hari penuh sejak matahari terbit hingga terbenam.

Namun, pada kondisi tertentu, terdapat beberapa kelompok yang diizinkan Allah untuk tidak melaksanakan puasa Ramadan. Akan tetapi, orang-orang tersebut wajib mengganti puasanya dengan qadha atau fidyah.

Siapa yang Diperbolehkan Tidak Puasa Ramadan?

Lantas, siapa sajakah yang diperbolehkan tidak berpuasa?

1. Musafir

Melansir dari jabar.kemenag.go.id, Allah SWT memberikan keringan bagi kepada musafir atau orang yang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa. Adapun yang dimaksud musafir ini adalah mereka yang melakukan perjalanan lebih dari 84 km. Namun, musafir wajib mengqada puasanya di lain hari.1

2. Wanita yang haid dan nifas

Wanita yang sedang mengalami haid dan nifas diperbolehkan untuk tidak berpuasa, dikutip dari repository.uin-suska.ac.id. Wanita yang haid bisa mengumpulkan pahala di bulan Ramadan dengan ibadah-ibadah lain, seperti zikir, berdoa, dan kegiatan positif lainnya. Akan tetapi, perempuan golongan ini wajib mengganti puasanya di lain hari.

3. Wanita hamil atau menyusui

Melansir dari Jurnal Nukhbatul ‘Ulum edisi 2018, wanita yang sedang hamil atau menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Akan tetapi, jika kuat melaksanakan puasa dan tidak sulit tanpa menimbulkan mudharat, maka wajib berpuasa. Ibu hamil atau menyusui yang tidak berpuasa dapat mengganti puasanya dengan mengqada atau membayar fidyah.

4. Orang sakit

Mengutip laman jabar.kemenag.go.id, seseorang yang sakit dan akan bertambah parah sakitnya bahkan menyebabkan meninggal karena berpuasa diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Orang-orang golongan ini wajib membayar puasanya di lain hari. Akan tetapi, apabila sakitnya termasuk parah, puasa Ramadan boleh ditinggalkan dan digantikan dengan membayar fidyah.

5. Orang tua yang renta

Dijelaskan dalam Jurnal Nukhbatul ‘Ulum edisi 2018, orang tua dalam keadaan renta dan lemah atau lansia diperkenankan untuk meninggalkan puasa. Tidak ada batasan usia di sini, yang terpenting, apabila puasa menyebabkan marabahaya atau memberatkan maka boleh untuk tidak berpuasa. Namun, wajib menggantinya dengan membayar fidyah sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan.

NAOMY A. NUGRAHENI 

Baca: Puasa Ramadan bagi Lansia, Apa Saja yang Perlu Diperhatikan?

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Home Gaya Hidup Gaya Lainnya

Tim | CNN Indonesia

Senin, 19 Apr 2021 09:45 WIB

Orang yang sakit boleh tidak berpuasa tetapi wajib

Hukum membatalkan puasa karena sakit berlaku pada 3 kondisi yang berkaitan dengan boleh atau tidaknya menjalankan puasa (Foto: iStockphoto/Pornpak Khunatorn)

Jakarta, CNN Indonesia --

Menjalankan ibadah puasa Ramadan merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam. Namun ada beberapa golongan tertentu yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Golongan tersebut di antaranya:

  • Wanita hamil, kondisinya disesuaikan dengan anjuran dokter.
  • Wanita yang sedang menyusui, kondisinya disesuaikan dengan anjuran dokter.
  • Musafir atau orang yang berpergian jauh namun bukan untuk maksiat.
  • Lansia yang sudah tidak sanggup berpuasa.

Lantas bagaimana jika kondisi tengah sakit? Bagaimana hukum membatalkan puasa karena sakit? Apakah diperbolehkan untuk membayar fidiah? Berikut penjelasannya.

Mengutip dari NU Online, orang sakit merupakan salah satu yang diberi keringanan dalam berpuasa oleh Allah karena sebab tertentu.


Mereka yang sedang dalam keadaan sakit diperbolehkan tidak berpuasa, apabila karena sakitnya lalu puasa akan memberi mudarat.

Selain itu orang yang sakit tapi berkeinginan puasa karena antusias namun bisa menyebabkan kematian, agama memberlakukan hukuman bagi dirinya dan bukan berdasarkan ibadah.

Orang yang sakit boleh tidak berpuasa tetapi wajib
Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian
Infografis Hukum Menjalankan Ibadah Puasa

Syekh Nawawi Banten menjelaskan mengenai hukum membatalkan puasa karena sakit dalam kitab Kaasyifatus Sajaa:

اعلم أن للمريض ثلاثة أحوال فإن توهم ضررا يبيح له التيمم كره له الصوم وجاز له الفطر، فإن تحقق الضرر المذكور ولو بغلبة ظن وانتهى به العذر إلى الهلاك وذهاب منفعة عضو حرم عليه الصوم ووجب عليه الفطر، فإذا استمر صائما حتى مات مات عاصيا، فإن كان المرض خفيفا كصداع ووجع أذن وسن لم يجز الفطر، إلا أن يخاف الزيادة بالصوم

Bagi orang sakit, berlaku pada tiga kondisi yang berkaitan dengan boleh atau tidaknya menjalankan puasa.

  1. Bila diduga adanya mudarat yang memungkinkan tidak menunaikan ibadah puasa, maka makruh berpuasa bagi orang yang sakit dan diperbolehkan baginya berbuka.
  2. Bila mudarat yang diduga tersebut terwujud dengan dugaan yang kuat dapat menimbulkan kerusakan dan hilangnya manfaat suatu anggota badan, maka haram berpuasa bagi orang tersebut dan wajib berbuka (alias haram berpuasa). Bila ia tetap berpuasa sehingga meninggal dunia, maka ia meninggal dalam keadaan maksiat.
  3. Bila sakit yang diderita adalah sakit ringan seperti pusing, sakit gigi, maka tidak diperbolehkan berbuka (alias wajib berpuasa), kecuali bila khawatir akan bertambah sakitnya dengan berpuasa.

Orang-orang golongan tertentu mendapat dispensasi untuk tidak melaksanakan ibadah puasa Ramadan, sebagai gantinya mereka wajib membayar tebusan atau fidiah. 

Hal ini merujuk pada kitab Fatawa al-Ramli yang berbunyi, "Imam al-Ramli menjawab bahwa fidiah adalah ibadah harta seperti zakat dan kafarat, maka niatkanlah mengeluarkan fidiah karena tidak berpuasa Ramadan."

Bagi orang sakit yang masih punya harapan sembuh, fidiah ini tidak wajib karena termasuk mampu untuk mengganti puasanya selain di bulan Ramadan.

Sementara untuk orang sakit dengan kondisi parah dan belum tentu sembuh, maka hukumnya wajib membayar fidiah.

Orang yang sakit boleh tidak berpuasa tetapi wajib
Foto: Pixabay/ImageParty
Ilustrasi. Orang sakit parah dan belum tentu sembuh, maka hukumnya wajib membayar fidiah berupa makanan pokok.

Fidiah puasa disyaratkan berupa makanan pokok dengan memberi makan kepada satu orang miskin.

Untuk fidiah puasa orang sakit keras, lansia, ibu hamil dan menyusui, boleh dilakukan setelah subuh setiap hari puasa atau di luar bulan Ramadan.

Meskipun ada keringanan bagi suatu golongan dan hukum membatalkan puasa karena sakit atau kondisi lainnya, mereka tetap harus membayar fidiah sesuai dengan ketetapan Allah.

(avd/fef)

Saksikan Video di Bawah Ini:

TOPIK TERKAIT

Selengkapnya

Mom's Life

Annisa Karnesyia   |   Haibunda

Rabu, 15 Apr 2020 18:33 WIB

Jakarta - Salah satu syarat wajib puasa adalah sehat atau mampu menjalankannya. Kalau kondisi tubuh sedang sakit, kita diperbolehkan untuk membatalkan atau tidak puasa.

Namun, ada syarat dan ketentuannya, Bunda. Menurut Ustaz Yahya Zainul Ma'arif atau akrab disapa Buya Yahya, jika seseorang berpuasa dan sakitnya menjadi parah, maka puasanya menjadi haram.


"Allah Subhanahu wa ta'ala melarang umatnya menjerumuskan diri dalam bahaya," kata Buya Yahya, dikutip dari YouTube Channel Al Bahjah TV, Rabu (15/4/2020). Orang sakit boleh tidak puasa, namun harus sesuai dengan perkataan dokter, muslim yang bisa dipercaya, dan pengalamannya sendiri. Kita wajib patuh omongan dokter dan merasakan berat atau tidaknya penyakit yang diidap.Hal ini juga berlaku bagi orang tua atau lanjut usia (lansia). Sebagai keluarga atau kerabat, kita harus memberi tahu mereka bahwa puasa bukan sesuatu yang wajib, Bunda.

Orang yang sakit boleh tidak berpuasa tetapi wajib
Ilustrasi konsultasi ke dokter/ Foto: iStock


Dalam buku Tuntunan Puasa Tarawih & Ied oleh Ustaz Abdurrahman, dijelaskan bahwa golongan yang diperbolehkan tidak puasa termasuk lansia yang sangat lemah dan tidak kuasa lagi untuk berpuasa, atau orang sakit yang tidak ada harapan sembuh. Bagi golongan seperti ini, wajib membayar fidyah (denda) dan tidak diwajibkan mengganti dengan puasa.

Dari segi medis, pengidap penyakit tertentu dan berisiko tinggi biasanya tidak dianjurkan berpuasa. Hal ini disampaikan Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, yang juga menjabat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

"Tentu ada orang-orang yang sebaiknya tidak berpuasa," kata Ari, dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (15/4/2020).

"Puasa diperkirakan akan memperburuk kondisi sakitnya atau akan memperlama penyembuhan penyakitnya," sambungnya.Ari menyarankan agar pasien yang berisiko tinggi melakukan pemeriksaan atau check up sebelum menjalankan puasa. Kalau ditemukan masalah, maka bisa ditangani atau disesuaikan jenis pengobatannya.Simak juga tradisi Ramadhan keluarga Kak Ria Enes, di video berikut: (ank/muf)