Mengapa tingkat suku bunga naik harga obligasi turun

Jakarta, CNBC Indonesia - Investasi di pasar modal banyak macamnya, tidak hanya saham. Ada juga yang namanya obligasi atau surat utang.

Berbeda dengan saham, obligasi merupakan sebuah pinjaman yang Anda berikan sebagai investor kepada suatu perusahaan atau pemerintah yang menerbitkan surat utang dengan nilai nominal dan waktu jatuh tempo tertentu.

Meski ada tanggal jatuh tempo, bukan berarti obligasi tersebut dipegang hingga jatuh tempo saja, karena sebenarnya bisa juga diperjual belikan pada pasar sekunder.

Lalu bagaimana jika ingin maksimal mendapatkan cuan dari investasi di obligasi? Berikut hal yang perlu diperhatikan.

1 Pilih waktu tepat untuk bertransaksi

Dalam dunia investasi, waktu menjadi hal yang penting dan menentukan investor bisa untung atau tidak. Bukan hanya di saham, di pasar obligasi juga demikian.

Seperti diketahui, investasi obligasi di pasar sekunder juga memberi kesempatan pada Anda untuk melakukan transaksi jual dan beli kapan saja dan di mana saja.

Pasar obligasi sekunder merupakan tempat investor dapat membeli atau menjual obligasi mereka secara bebas tanpa intervensi dari penerbit asli.

Anda bisa mengatur sendiri kapan harus membeli dan kapan harus menjual obligasi yang dipegang. Karena di pasar sekunder, Investasi obligasi memiliki potensi untuk mendapatkan keuntungan yang disebut sebagai capital gain.

Contoh, jika Anda membeli obligasi di pasar perdana senilai Rp 10 juta dengan harga 100%. Anda bisa jual kembali obligasi tersebut di pasar sekunder dengan harga 110% dengan waktu yang tepat.

Namun, bila menginginkan keuntungan yang stabil, Anda bisa menyimpan obligasi tersebut untuk memperoleh pendapatan tetap dari kupon.

2 Ikuti rate suku bunga

Saat berinvestasi obligasi, Anda harus ingat bahwa harga obligasi selalu berbanding terbalik dengan nilai suku bunga dan imbal hasil (yield) obligasi. Harga obligasi bisa naik dan turun karena berbagai faktor seperti suku bunga.

Ketika suku bunga naik harga obligasi turun, demikian sebaliknya. Karena itu Anda perlu menentukan waktu yang tepat dalam melakukan transaksi jual beli obligasi di pasar sekunder.

Perubahan suku bunga biasanya juga akan berpengaruh terhadap imbal hasil atau yield. Maka, apabila harga obligasi turun maka yield obligasi akan meningkat.

3 Pilih penerbit terpercaya

Obligasi biasanya diterbitkan oleh perusahaan atau juga pemerintah melalui Surat Utang Negara.

Khusus untuk obligasi perusahaan, yang perlu Anda perhatikan yakni peringkat atau rating dari obligasi tersebut. Peringkat ini mencerminkan risiko kegagalan dalam membayar bunga atau pokok.

Peringkat AAA memiliki risiko paling rendah, lalu disusul AA, A, BBB, dan seterusnya sampai D yang menandakan bahwa obligasi tersebut gagal bayar. Semakin tinggi peringkat obligasi pemerintah atau perusahaan, potensi gagal bayarnya semakin rendah.

Makanya, peringkat obligasi yang baik atau tinggi diikuti dengan tingkat pengembalian kupon atau bunga yang rendah karena risikonya rendah. Sebaliknya, semakin rendah peringkat obligasi, makin besar risiko terjadinya gagal bayar, sehingga ditawarkan imbal hasil tinggi agar investor tertarik membeli.

Dibanding obligasi korporasi, obligasi yang dikeluarkan pemerintah relatif lebih aman karena dijamin oleh Undang-Undang. Obligasi pemerintah juga menjanjikan imbal hasil yang tinggi dengan suku bunga yang kompetitif.

Ada beberapa jenis obligasi yang dikeluarkan oleh negara yaitu obligasi konvensional seperti Obligasi Negara Ritel atau ORI dan obligasi syariah yang dikenal dengan SUKUK. ORI dan SUKUK merupakan salah satu instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang ditawarkan kepada perseorangan Warga Negara Indonesia.

Dana yang terkumpul melalui penjualan ORI biasanya digunakan untuk pembiayaan proyek pembangunan atau proyek strategis pemerintah dan menutup defisit anggaran tahun berjalan.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Bitcoin Dkk Hancur Lebur, Ini Pilihan Investasi Buat Kamu

(dpu/dpu)

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI dihadapan wartawan di gedung BI, Jakarta, Kamis (18/7/2019). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp)

Bareksa.com - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 November 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5 persen. Level suku bunga acuan terendah sepanjang sejarah tersebut dipertahankan sejak Februari 2021 atau sudah dalam 10 bulan terakhir.

BI juga memutuskan suku bunga Deposit Facility di 2,75 persen dan suku bunga Lending Facility 4,25 persen.

"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," demikian disampaikan Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono dalam keterangannya (19/11/2021).

Menurut Erwin, BI juga terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut.

Dampak Terhadap Reksadana

Naik/turun/ditahannya suku bunga, bisa berdampak pada harga saham, obligasi, hingga deposito yang merupakan bagian dari komposisi aset yang membentuk reksadana.

Obligasi, sebagai salah satu aset dalam reksadana, sangat sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Sederhananya, apabila tingkat suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun. Adapun jika tingkat suku bunga turun, maka harga obligasi akan naik.

Ketika suku bunga bank sentral diturunkan, reksadana yang berinvestasi pada obligasi seperti reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, dan reksadana campuran akan diuntungkan karena harga obligasi di pasar naik.

Sementara itu, dampak suku bunga pada saham tidak dirasakan secara langsung. Secara teori, penurunan tingkat suku bunga akan menyebabkan bunga tabungan dan deposito di perbankan ikut turun sehingga jadi tidak menarik.

Dengan demikian, investor akan mencari alternatif investasi yang memberikan imbal hasil lebih tinggi yaitu dengan membeli saham.

Jika banyak investor yang masuk ke pasar saham, tentu akan membuat harga saham mengalami kenaikan karena meningkatnya permintaan, begitu pun sebaliknya.

Ketika suku bunga bank sentral diturunkan, reksadana yang berinvestasi pada aset saham seperti reksadana campuran dan reksadana saham akan diuntungkan dan sebaliknya.

Adapun jika suku bunga bank sentral tetap alias tidak berubah, maka dampaknya minor namun cenderung lebih positif, terlebih posisinya saat ini sudah termasuk rendah karena semenjak pandemi Covid-19 pada Maret tahun 2020 lalu, suku bunga BI telah dipangkas hingga 150 bps (1,5 persen).

Mengapa tingkat suku bunga naik harga obligasi turun

Sumber: Bareksa

Karena itu, era suku bunga yang rendah seperti saat ini menjadikan kinerja reksadana secara umum memiliki prospek positif. Meskipun belakangan ini masih ada beberapa risiko eksternal seperti tapering dan kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang membuat laju pasar saham tertahan.

Alhasil, secara umum kinerja reksadana terlihat belum maksimal, di mana kenaikan tertinggi sepanjang tahun berjalan justru bukan diraih oleh reksadana saham.

Sejak awal tahun hingga 18 November 2021, indeks reksadana campuran yang memimpin dengan kenaikan 3,19 persen YtD, disusul indeks reksadana pasar uang yang tumbuh 2,63 persen YtD.

Sementara di peringkat ketiga dan keempat diraih indeks reksadana pendapatan tetap dan indeks reksadana saham dengan pertambahan masing-masing 2,11 persen dan 1,85 persen.

Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

(KA01/Arief Budiman/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store​
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS 

DISCLAIMER​
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.

Kenapa harga obligasi turun ketika suku bunga naik?

Salah satu contohnya adalah saat tingkat inflasi naik, ekspektasi investor terhadap suku bunga biasanya akan cenderung naik sehingga membuat harga obligasi turun.

Faktor apa yang mempengaruhi suku bunga obligasi?

Menurut Fabozzi (2000:545) harga obligasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suku bunga SBI, likuiditas, rating, kupon, dan waktu jatuh tempo (maturity) yang akan dibahas lebih lanjut pada penelitian ini.

Apakah ada pengaruhnya inflasi dan suku bunga terhadap harga obligasi tersebut?

Hal ini dikarenakan tingkat inflasi tidak mempengaruhi tingkat bunga, jadi secara tidak langsung inflasi tidak mempengaruhi harga obligasi Negara Ritel yang dikeluarkan pemerintah.

Apa hubungan tingkat suku bunga obligasi dengan umur obligasi?

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa umur obligasi berpengaruh tidak signifikan pada imbal hasil obligasi. Tingkat suku bunga berpengaruh positif dan signifikan pada imbal hasil obligasi.