Mengapa sikap masyarakat di daerah perkotaan cenderung individualis dalam kegiatan kesehariannya

Sejumlah pelanggan sedang mencoba-coba berbagai jenis telepon seluler pintar

Magelang– Sudah terlalu sering kita mendengar kalimat satire bahwa orang-orang kota itu individualis. Namun, sejatinya orang kota itu tidak individualis dan egois seseram yang selama ini biasa dikatakan dan bahkan didiktumkan para pakar ilmu sosial.

Manusia sebagai individu yang mengorientasikan hidupnya untuk dirinya sendiri pada dasarnya adalah makluk sosial. Hanya segelintir saja dari orang kota yang sejak lahir memang menjadi individualis. Selebihnya, orang kota menjadi individualis karena faktor eksternal yang membentuknya menjadi demikian.

"Faktanya ada faktor eksternal yang mengondisikan seseorang menjadi pribadi yang individualis," tegas Peneliti Merapi Cultural Institute (MCI), Gendhotwukir dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Senin.

Pria yang intensif meneliti perilaku dan detak kehidupan kota ini, menjelaskan revolusi industri, transportasi, teknologi dan pasar berangsur-angsur mengubah kondisi kehidupan sosial. Industrialisasi mengubah pola kehidupan masyarakat dari agraris menjadi industri.

"Di satu sisi muncul hal positif seperti pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, di sisi lain ada persoalan sosial yang muncul sebagai dampaknya. Ideologi individualisme muncul karena arogansi kaum industrialis yang memunculkan praktik perbudakan sehingga menciptakan strata kelas," terang peneliti yang pernah mengenyam pendidikan di Philosophisch-Theologische Hochschule Sankt Augustin Jerman ini.

Singkatnya, kelas-kelas sosial pun tercipta dengan semangat kelas yang seolah-olah mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan kepentingan individu-individu yang lain. Manusia hidup terkotak-kotak dalam kubikel, spesialisasi dan cluster. Individualisme muncul karena munculnya sistem cluster atau kawasan elit yang membuat penghuni berjarak dengan sekitar.

Faktor pekerjaan lah yang sejatinya mempengaruhi interaksi antar warga di perumahan elite atau cluster karena mereka biasanya bekerja dari pagi hingga malam. Sesampainya di rumah, mereka beristirahat dan butuh ketenangan.

Saat akhir pekan atau hari libur pun biasa dimaknai sebagai hari keluarga. Sok akrab atau kepo pun menjadi tidak etis dalam hidup bertetangga meski dinding rumah saling menempel.

"Dalam konteks kekinian orang-orang kota sering dituding memiliki jiwa kebersamaan yang minim karena dampak beragam revolusi di atas," terang salah satu pendiri Rumah Baca Komunitas Merapi (RBKM) di lereng Gunung Merapi ini.

Faktanya, kalau pun kebanyakan orang kota selama ini kurang dapat bersosialisasi, itu terlebih karena masing-masing individu yang sibuk dengan pekerjaannya. Namun, sejatinya ia bukan lah pribadi yang individualis, apalagi pribadi yang dilahirkan untuk menutup diri dan egois.

"Di era globalisasi ini seseorang memang cenderung memiliki dunianya sendiri. Namun di dalam hati kecilnya, ia ingin bersosialisasi. Tak mengherankan, media sosial pun menjadi salurannya," jelasnya.

Menurut peneliti asal Magelang ini, orang lalu biasa menyalahkan orang-orang kota yang tidak saling bertegur sapa dengan tetangga, meski rumahnya berdekatan atau berdampingan.

"Banyak dari kita lantas berkesimpulan bahwa nilai-nilai kebersamaan dan tenggang rasa luntur. Banyak dari kita tak menyadari bahwa nilai-nilai yang dipertanyakan kini mewujud dalam gerakan-gerakan bersama melalui media sosial. Dengan kata lain, seseorang yang terkungkung dalam tantangan hidup perkotaan dan tuntutan kebutuhan dengan beragam kecenderungan berjarak, tetap mencari kanal-kanal untuk bersosialisasi," tandasnya.

Ia mengakui bahwa arus modernisasi dan globalisasi memperdalam jurang pemisah antar individu dan secara konkret menimbulkan kesenjangan sosial. Namun demikian, kesenjangan sosial tidak menjadi penghambat seseorang untuk berbagi, solider dan membantu.

"Manusia sebagai makhluk sosial tak mungkin mengabaikan yang lainnya dan seolah tidak memerlukan orang lain," pungkasnya.

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: PR



Sistem Komunikasi di Perkotaan

Sebagai Syarat Memenuhi Kelulusan

Mata Kuliah Sistem Komunikasi Indonesia Yang diampu oleh :

FATIHATUL LAILIYAH S.Sos.,M.Med.Kom

Mengapa sikap masyarakat di daerah perkotaan cenderung individualis dalam kegiatan kesehariannya

Di susun oleh kelompok 1 :

PROGAM STUDI ILMU KOMUNUIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

INUVERSUTAS ISLAM MAJAPAHIT



SISTEM KOMUNIKASI DI PERKOTAAN

Manusia adalah mahluk sosial yang didalam kehidupannya tidak bisa hidup sendiri, manusia pasti akan membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Manusia terbagi menjadi 2 kelompok yaitu ada yang tinggal di pedesaan dan ada yang tinggal di perkotaan. Emile Durkheim mendefinisikan masyarakat sebagai kenyataan objektif kumpulan individu sebagai struktur yang saling membutuhkan, karenanya masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang sakral.

Berbeda dengan Karl Marx, yang memandang masyarakat senantiasa terdiri atas dua kelas yang saling bertentangan, memunculkan ketegangan sebagai akibat pertentangan antarkelas sosial dan akibat pembagian nilai-nilai ekonomi yang tidak merata. Pada sisi lain, masyarakat juga merupakan kelompok individu yang diorganisasikan mengikuti cara hidup tertentu. dengan realitas baru yang berkembang membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga masyarakat sebagai satu kesatuan hidup manusia berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama.

Apa yang yang terlintas ketika anda mendengar kata pedesaan? Pedesaan identik dengan kata kesejuakan, kedamaian, lingkungan yang masih alami, masyarakatnya masih mempunyai sifat kekeluargaan. Sedangkan lain halnya ketika kita mendengar kata perkotaan, karena perkotaan biasanya digambarkan dengan daerah yang maju, infrastuktur yang jauh lebih canggih daripada desa, serta masyarakatnya yang individualis.

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1992:139) menjelaskan masyarakat perkotaan merupakan tempat transit berbagai aktivitas masyarakat dari berbagai wilayah cenderung mengalami perkembangan karena adanya perkembangan indus tri dan perdagangan yang menciptakan daya tarik kota. Sementara itu, perubahan tekno logi dan tingginya tingkat kelahiran desa menciptakan kelebihan penduduk desa yang tidak diimbangi oleh perkembangan industri yang memadai sehingga menimbulkan urbanisasi. Bahkan, mata pencaharian bidang pertanian tidak mampu mengimbangi kenaikan penduduk, sehingga penduduk beramai-ramai pindah ke kota meskipun sulit memperoleh pekerjaan dan perumahan. Akhirnya, jumlah penduduk kota meningkat dua kali lipat.

Secara fisik, orang-orang kota hidup dalam keramaian, tetapi secara sosial mereka hidup berjauhan. Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap pola komunikasi yang terjalin antar masyarakat. Masyarakat perkotaan cenderung lebih individualis serta lebih mementingkan kehidupannya sendiri - sendiri. Perbedaan pekerjaan mungkin merupakan penyebab utama dari terjadinya jarak sosial.

·         Wirth dalam Daldjoeni (1997: 29) merumuskan kota sebagai pemukiman yang relatif besar padat dan permanen dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya. Oleh karena itu, hubungan sosial antar-penghuninya serba longgar, tidak acuh, dan relasi yang terbangun tidak bersifat pribadi (impersonal relation). Pengertian ini menunjukkan adanya keragaman atau perbedaan kelompok sosial di kota yang bias ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, heterogenitas, diferensiasi sosial, pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem nilainya.

·         Bintarto (1984: 36) menjelaskan bahwa kota adalah jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya materialistis. Secara fisik, kota selalu berkembang, baik melaui perembesan wilayah perkotaan maupun pemekaran kota. Wilayah perkotaan adalah suatu kota dengan wilayah pengaruhnya. Seperti hubungan kebergantungan antarasuatu wilayah perkotaan dengan kota-kota kecil atau desa-desa dan sebaliknya. Wilayah kota adalah kota yang secara administratif berada di wilayah yang dibatasi oleh batas adminiatratif yang berdasarkan kepada peraturam perundangan yang berlaku.

·         Hadi Yunus (2005: 40) menjelaskan definisi kota dalam enam tinjauan terhadap kota, di antaranya: (1) tinjauan dari segi yuridis administratif, (2) segi fisik morfologis, (3) jumlah penduduk, (4) kepadatan penduduk, (5) fungsi dalam suatu wilayah organik, dan(6) segi sosial-kultural.

Definisi kota disampaikan oleh Bintarta adalah sebagai berikut : Kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dbgan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya

Masyarakat perkotaan merupakan masyarakat yang hidup di perkotaan yakni daerah yang sudah berkembang dan lebih modern di banding daerah pedesaan. Suatu daerah pastilah memiliki pengaruh bagi masyarakatnya misalnya perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar, sehingga masyarakat akan terpengaruh oleh kebudayaan-kebudayaan dari luar yang cenderung memberikan dampak negatif. Alur kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan setiap individu, mengakibatkan lebih disiplinnya masyarakat di perkotaan, dan orang perkotaan cenderung lebih bisa mengurus dirinya sendiri atau lebih individualisme. Dalam aspek pengetahuan teknologi dan komunikasi, orang perkotaan cenderung lebih baik ketimbang pedesaan karena di perkotaan teknologi dan komunikasi cenderung berkembang ketimbang di pedesaan. Namun ada juga sisi negatif masyarakat di perkotaan yakni kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala masyarakat perkotaan tidak terlalu memikirkan masalah keagamaannya karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja, dan lebih mengejar ambisi-ambisi dunia saja. Adalagi yang berbeda dalam masyarakat perkotaan yakni kehidupan gotong royong, gotong royong di dalam masyarakat perkotaan cenderung kurang karena masyarakat perkotaan lebih individualis.

b.      Ciri-ciri Masyarakat Perkotaan

1.      Kehidupan keagamaan berkurang dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Ini dikarenakan masyarakat kota lebih disibukkan dengan urusan duniawi.

2.       Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain(individualisme).

3.       Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan memunyai batas-batas nyata.

4.       Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.

5.      Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan menyebabkan interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.

6.       Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

7.       Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

c.       Sistem Komunikasi Masyarakat Perkotaan

Dengan perkembangan ilmu dan teknologi kontak sosial dewasa ini tidak hanya diartikan dengan hubungan fisik. Teknologi komunikasi dan informasi telah dapat mengubah bentuk kontak tidak hanya badaniah, tidak hanya diartikan sebagai pertemuan dua orang yang kemudian berkomunikasi akan tetapi lebih luas menyangkut peran teknologi. Akibatnya terjadi beberapa perubahan dalam masyarakat.Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai norma, nilai, pola-pola perilaku masyarakat, organisasi, susunan dan stratifikasi kemasyarakatan sebagai akibat dari dinamika masyarakat yang ditimbulkan dari kemajuan teknologi dan informasi. Hal tersebut sangat terlihat pada sistem komunikasi pada masyarakat perkotaan.Penduduk kota sangat bervariasi atau heterogen baik dari segi etnis, lapangan pekerjaan, tingkat pendidikan, serta latar belakang agama maupun kebudayaan yg dianutnya. Hubungan sosialnya sangat kompleks, misal dari segi pekerjaan, warga kota sangat beraneka, mereka dapat berhubungan dengan banyak sekali orang disekitarnya dalam berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan. Masyarakat perkotaan cenderung memiliki sistem komunikasi yang tertutup dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Mereka lebih memilih untuk menggunakan gadget untuk berkomunikasi dengan orang lain ketimbang bertemu langsung, meskipun jaraknya cukup dekat. Rasa individualisme yang tinggi menyebabkan komunikasi yang terjalin tidak seerat seperti masyarakat pedesaan.  Adanya teknologi yang berkembang pesat juga menyebabkan sikap acuh tak acuh timbul pada masyarakat perkotaan, kepedulian terhadap sesama bukanlah suatu hal yang dikatakan penting seperti yang terjadi pada masyarakat pedesaan. Masyarakat perkotaan lebih memilih untuk memperhatikan kebutuhannya dibandingkan kebutuhan orang lain yang ada disekitarnya. Keberadaan alat teknologi atau gadget menjadi sesuatu yang diagungkan di masyarakat perkotaan. Semuanya dilakukan dengan menggunakan teknologi untuk mempermudah dalam menjalani aktivitas.



d.      Tabel Perbedaan Kualitatif Masyarakat desa dan Kota

Industry, Perdagangan, jasa

Frekuensi Kecil, personal

Frekuensi besar,impersonal

Sifat kelompok Masyarakat

Gotong Royong, akrab, gemeinschaft

Tradisi, Kepercayaan Lokal



e. Pola Komunikasi di Perkotaan

             Pola Komunikasi di perkotaan lebih menggunakan pola komunikasi secara tidak langsung. Berbeda dengan pola komunikasi di desa yang secara langsung. Mengapa komunikasi di perkotaan terjadi secara tidak langsung? Karena masyarakat perkotaan lebih dominan yang bekerja dibandingkan dengan yang berada di rumah. Jadi mereka lebih menggunakan gadget yaitu melalui via whatsapp untuk berkomunikasi meskipun dalam jarak dekat. Rasa individualisme yang tinggi menyebabkan komunikasi yang terjalin tidak seerat masyarakat desa. Masyarakat kota,  meskipun memiliki jarak yang cukup berdekatan antar rumah satu dengan rumah yang lain berdekatan karena kepadatan penduduknya namun mereka tidak terlalu mengenal atau jarang berkomunikasi atau bahkan tidak saling kenal dengan tetangga yang berdekatan dengan rumah. Mereka membuat grup whatsapp untuk bermusyawarah kepentingan tertentu. Ini menyebabkan masyarakat perkotaan mempunyai sifat yang individualis, sedangkan di pedesaan masyarakatnya lebih kekeluargaan. Berikut ada bebrapa pola komunikasi di perkotaan :

1.Kehidupan keagamaan berkurang dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Ini dikarenakan masyarakat kota lebih disibukkan dengan urusan duniawi.

2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain(individualisme).

3. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan memunyai batas-batas nyata.

4. Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.

5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan menyebabkan interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.

6. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

Contoh komunikasi masyarakat perkotaan

Masyarakat perkotaan lebih mengandalkan menyebarkan informasi melalui media dibanding bertatap muka secara langsung. Misalnya pada saat ada kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial masyarakat kota media whatsapp grup.  

Masyarakat perkotaan lebih individualis dan bersifat heterogen karena perbedaan pekerjaan. Meskipun secara fisik jarak rumah berdekatan namun mereka jarang berkomunikasi dengan masyarakat lain. Mereka lebih memilih berkomunikasi melalui media, yaitu via wahatsapp. bahkan masyarakatnya cenderung memikirkan diri sendiri, sehingga timbul rasa acuh tak acuh terhadap orang lain dan lingkungan sekitar.