Mengapa Provinsi Papua dan Papua Barat disebut sebagai daerah otonomi khusus?

Down to Earth Nr 51  November 2001

Secara terpisah, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan undang-undang otonomi khusus untuk Aceh dan Papua Barat. Ia merupakan suatu bentuk otonomi yang dirancang dengan suatu tawaran melebihi dan diatas otonomi 'biasa'. Tujuannya adalah meredam gerakan kemerdekaan yang menginginkan pemisahan menyeluruh dari Indonesia dengan memberikan daerah otoritas yang lebih besar untuk mengatur pemerintahan sendiri. Meskipun demikian, masih ada keraguan terhadap Megawati dan apakah aturan-aturan yang telah Ia setujui berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Persoalannya, terdapat kecenderungan yang menunjukkan pertanda keinginan pemerintah untuk menggunakan kekuatan militer untuk memaksakan kesatuan dibandingkan menerapkan pendekatan damai yang telah ditempuh pendahulu Megawati sebelumnya.

Aceh

Dalam Undang-Undang Otonomi Aceh yang disahkan pada bulan Agustus lalu, daerah itu mendapat nama baru sebagai 'Naggroe Aceh Darussalam' (NAD). Peraturan dalam undang-undang itu memberikan Aceh kekuasaan lebih besar untuk menentukan sistem pengadilan dan pendidikannya sendiri, selain juga pendapatan yang lebih besar dari sumberdaya minyak dan gas sampai 70%. Ketetapan itu melebihi otonomi biasa yang mengatur pembagian pendapatan di mana pemerintah propinsi hanya mendapatkan 15% dari minyak dan 35% pendapatan dari gas. Namun, masih belum jelas kapan tepatnya undang-undang otonomi Aceh akan diterapkan.

Menurut para aktivis HAM di Aceh, otonomi memiliki relevansi kecil bagi kepentingan rakyat banyak di wilayah tersebut, dan nampaknya sulit diterapkan sepanjang militer terus melakukan aksi-aksi penyiksaan, teror dan penghilangan paksa. Belum lagi dengan adanya Instruksi Presiden No. 4/2001 yang ditetapkan pada awal tahun ini dan diperbaharui lagi pada akhir Oktober tahun ini. Instruksi presiden itu telah melicinkan jalan pengiriman pasukan lebih banyak lagi dan peningkatan kekerasan di Aceh. Oleh karena itu, penghentian kekerasan adalah tuntutan utama rakyat Aceh. Namun, sampai sekarang pengesahan undang-undang otonomi khusus belum memberikan perbedaan yang berarti di lapangan.

Meskipun demikian, negara-negara asing –yang menunjukkan dukungan penuh bersemangat terhadap Megawati- menekankan pentingnya otonomi khusus sebagai jalan terbaik bagi Aceh, seperti dukungan yang diberikan oleh pemerintah Australia, Amerika Serikat dan Inggris terhadap kebijakan Megawati dalam menjaga integritas teritorial Indonesia. Tetapi organisasi-organisasi HAM merasa sangat prihatin bahwa fokus otonomi hanya akan mengalihkan perhatian dari persoalan yang lebih penting, yaitu tuntutan mendesak untuk mengadakan gencatan senjata antara gerakan kemerdekaan bersenjata, GAM, dan militer Indonesia, atau untuk menghentikan kekerasan militer terhadap penduduk sipil serta negosiasi penyelesaian damai yang melibatkan setiap pihak dibandingkan sekedar ketetapan yang hanya diputuskan oleh Jakarta.

Papua Barat

Undang-Undang Otonomi khusus Papua Barat disahkan pada bulan Oktober dan akan diterapkan pada bulan Januari 2002. Undang-Undang itu mengatur masalah:

  • 70% dari royalti pertambangan minyak dan gas akan disalurkan kepada wilayah tersebut (yang akan dikaji ulang dalam periode 25 tahun kemudian);
  • pendapatan royalti sebesar 80% dari hutan dan perikanan
  • pendapatan dana yang berasal dari Alokasi Dana Umum Nasional –seperti juga yang lainnya dalam otnomi 'biasa';
  • Alokasi Dana Umum sebesar 2% untuk pendidikan dan kesehatan;
  • Dana tambahan (jumlahnya belum ditentukan) untuk pembangunan infrastruktur;
  • Pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang terdiri dari kelompok masyarakat adat, gereja, dan pimpinan perempuan yang dirancang untuk melindungi hak-hak adat masyarakat adat Papua;
  • Penggunaan bendera Papua sebagai simbol budaya dan bukan ekspresi kedaulatan Papu sebagai negara merdeka

Selama beberapa bulan terakhir, pembicaraan-pembicaraan tentang apa arti otonomi khusus bagi Papua Barat seharusnya semakin kencang. Konsultasi-konsultasi antara elit politik Papua, gereja, mahasiswa Papua, LSM dan anggota gerakan kemerdekaan menghasilkan suatu rancangan bagi undang-undang otonomi khusus yang diajukan ke Jakarta pada awal tahun ini. Rancangan awal tersebut –yang dapat dianggap sebagai batu loncatan menuju kemerdekaan dibandingkan otonomi sebagai tujuan akhir—mengalami perubahan mendasar di Jakarta di mana semua unsur yang dianggap kontroversial dihapuskan. Termasuk juga penghapusan terhadap kontrol atas kepolisian; investigasi masuknya Papua Barat ke dalam wilayah Indonesia (yang telah diterima secara internasional berdasarkan Pepera tahun 1969); investigasi terhadap kekejaman pelanggaran HAM di masa lalu oleh militer Indonesia; dan pengadilan terhadap para pelaku yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM.

Pendapatan

Dalam rancangan awal yang diserahkan ke Jakarta, jumlah pembagian pendapatan ditetapkan 80% bagi Papua dan 20% bagi pemerintah pusat. Ketegangan terhadap pembahasan aspek-aspek dalam undang-undang itu tak terhindarkan karena Jakarta sangat bergantung pada pendapatan yang diperolah dari proyek-proyek di Papua barat –khususnya tambang emas dan tembaga Freeport/Rio Tinto – untuk menyeimbangkan budget mereka.

Menurut Mendagri Hari Sabarno, pembagian 70-30 akan menggandakan pendapatan Papua Barat, dan tanpa diragukan lagi, akan membuat perbedaan besar bagi keuangan pemerintahan lokal. Meskipun demikian, belum ada jaminan bahwa sejumlah besar dana tersebut akan mengalir bagi masyarakat lokal. Terdapat keprihatinan besar bahwa kemungkinan peningkatan eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan-perusahaan asing sebaliknya akan memiskinkan penduduk lokal karena mereka kehilangan perangkat yang diperlukan untuk melindungi tanah dan hak-hak atas sumber daya.

Sepanjang militer masih terus bertindak tanpa hukuman, sedikit sekali peluang untuk memperkuat demokrasi di tingkat lokal yang berperan untuk mengawasi proyek-proyek pembangunan yang merusak. Seperti di Aceh, di mana kekejaman militer terus berlangsung dan iklim ketakutan dengan sengaja dipertahankan, ketidakpercayaan masayrakat lokal terhadap segala sesuatu yang berasal dari Jakarta akan terus berlangsung.

Presidium Menolak Otonomi

Dewan Presidium Papua (DPP) yang pro-kemerdekaan telah menolak undang-undang otonomi khusus dengan mengatakan bahwa itu tidak akan "memajukan solusi damai yang komprehensif dalam mengatasi konflik politik di Papua." Dalam suatu pernyataan yang ditandatangani oleh pemimpin DPP pada bulan Oktober, DPP mengatakan bahwa undang-undang itu merupakan "suatu contoh lain di mana nasib rakyat Papua ditentukan oleh orang lain ..." DPP akhirnya telah menjadi target upaya-upaya peredaman gerakan kemerdekaan oleh militer Indonesia dan agen-agen intelejen. Bebarapa anggota dewan tersebut sekarang ini tengah menjalani proses pengadilan atas tuduhan subversi.

(Buletin Infoprada 4/Sep/01, 22/Sep/01; Tapol Bulletin Oct/01; Media 26/Oct/01; Jakarta Post 26/Oct/01, 2/Nov/01; Statement by Papuan Presidium Council, 20/Oct/01)

PENERIMAAN DANA OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA TAHUN 2002-2013

Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Pemberian kewenangan tersebut dilakukan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua dapat memenuhi rasa keadilan, mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat, mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan menampakkan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Asli Papua.

PEMBERIAN DANA OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA, PADA DASARNYA DITUJUKAN UNTUK :

menunjang percepatan pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua, dalam rangka mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM,  percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain di Indonesia

Dalam bidang Keuangan Daerah, kekhususan yang diberikan kepada Provinsi Papua terkait dengan pelaksanaan Otonomi Khusus adalah berupa adanya :

Pos Penerimaan Khusus Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional selama 25 tahun, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan serta

Pos Dana Tambahan Infra Struktur Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.

Mengapa Provinsi Papua dan Papua Barat disebut sebagai daerah otonomi khusus?

Selama Periode tahun 2002-2016, secara kumulatif jumlah dana otsus yang telah diterima oleh Provinsi Papua mencapai sebesar Rp.58,1 trilyun, yang terdiri dari sebesar Rp.47,9 trilyun berupa dana otsus Papua dan sebesar Rp.11,2 trilyun berupa dana tambahan infrastruktur dalam rangka otsus Papua

PERKEMBANGAN PENERIMAAN DANA OTSUS DAN DANA TAMBAHAN INFRASTRUKTUR
TAHUN ANGGARAN 2002-2013

Mengapa Provinsi Papua dan Papua Barat disebut sebagai daerah otonomi khusus?

PENERIMAAN DANA TAMBAHAN INFRASTRUKTUR
TAHUN ANGGARAN 2006-2013

Mengapa Provinsi Papua dan Papua Barat disebut sebagai daerah otonomi khusus?


Papua adalah sebuah provinsi yang terletak di ujung timur dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan nasional yaitu DKI Jakarta, membuat provinsi ini diberikan otonomi khusus. Secara arti otonomi daerah khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada provinsi tertentu, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, dan juga berdasarkan aspirasi serta hak-hak dasar masyarakatnya.

Dasar hukum otonomi daerah khusus ini tertuang melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No.4151) yang telah diubah menjadi Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No 57 dan TLN No 4843). Sehingga aturan yang disahkan setelah masa reformasi tersebut, mengatur segala kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan roda otonomi khusus. Selain sekitar 79 pasal yang menjelaskan tentang otonomi khusus, Provinsi Papua juga menggunakan Peraturan Perundang-Undangan Otonomi Daerah yang  berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia.

Hak Khusus Provinsi Papua

Guna mencapai tujuan pelaksanaan otonomi daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya, Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sebagai badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif. Dan adapula badan khusus yang berguna sebagai penyelenggara otonomi khusus di Provinsi Papua, yakni Majelis Rakyat Papua (MRP). Badan ini merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu, agar perlindungan hak-hak orang asli papua terlaksana dan berjalannya sesuai dengan norma dalam masyarakat, sebagai penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, serta yang terakhir pemantapan kerukunan hidup beragama.

Tataran legislatif mengatur DPRP mendapatkan 125 kursi. Hal ini dikarenakan jumlah anggota DPRP adalah 1 ¼ kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Untuk tataran eksekutif, Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang kepala daerah sebagai kepala eksekutif yang disebut gubernur, dan juga akan dibantu oleh wakil gubernur. Dalam pemilihannya gubernur maupun wakil gubernur seperti daerah lainnya, tetapi ada penambahan syarat khusus untuk bisa menjadi gubernur dan wakil gubernut, yakni :

  • Orang asli Papua
  • Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana
  • Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
  • Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi Papua.

Badan satu ini terdiri dari orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya setiap perwakilan sepertiga dari total anggota MRP. Dan setiap pemilihannya, keanggotaan dan jumlah anggota MRP ditetapkan dengan Perdasus. Untuk masa keanggotaannya adalah lima tahun. Sedangkan untuk tugasnya adalah :

  • Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur.
  • Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP.

Alasan Papua Diberikan Otonomi Khusus

Provinsi Papua diberikan otonomi khusus karena untuk peningkatan pelayanan akselerasi pembangunan dan pemberdayaan seluruh rakyat di Papua sesuai prinsip-prinsip otonomi daerah. Dan melihat pengalaman sebelum reformasi, di mana masih banyak ketimpangan kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Sehingga otonomi khusus sebagai langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh demi tuntasnya masalah di Papua dengan tetap mengacu pada asas-asas otonomi daerah.