Mengapa perang Aceh menjadi perang melawan kolonialisme barat yang paling lama


Mengapa perang Aceh menjadi perang melawan kolonialisme barat yang paling lama

Fungcia4042 @Fungcia4042

May 2019 1 53 Report

Mengapa perang aceh menjadi perang melawan kolonialisme barat yg paling lama dan sulit dihadapi belanda


Mengapa perang Aceh menjadi perang melawan kolonialisme barat yang paling lama

ameldaa11 Dominasi & kekejaman penjajahan Belanda telah berimbas ke aceh sehingga melahirkan perang Aceh. Perangnya dari thn 1873-1912 . lama perang di Aceh lbh dri 20 thn. Belanda kewalahan dlm menghadapi Aceh karna Aceh memiliki bnyk tokoh² yg memiliki tekat yg bsr untuk mengusir para penjajah

7 votes Thanks 6

Recommend Questions



AlmaSabrina22720061 May 2021 | 0 Replies

pada zaman dahulu pertunjukan tari colek banyak dilakukan di...a.Rumah Juraganb.Jalan Kampung c.Rumah Belandad.Rumah liburan cerita dalam lenong betawi umumnya mengandung pesan....


mrifyal23 May 2021 | 0 Replies

Dewan konstituante yang dibentuk berdasarkan hasil pemilu yang pertama tahun 1955 mempunyai tugas


mimimi890 May 2021 | 0 Replies

jelaskan selat yg menghubungkan sumatera dan jawa


jihanhanifa59 May 2021 | 0 Replies

politik etis sering mendapat ejekan sebagai politik sarung tangan sutra. mengapa demikian?jelaskan!


Muhammadmansyur May 2021 | 0 Replies

daerah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan majapahit meliputi sumatra jawa Kalimantan Sulawesi nusa tenggara maluku dan papua . pernyataan tersebut di paparkan oleh


nadia175356 May 2021 | 0 Replies

penjelasan bagaimana aqidah tanpa filsafat dan filsafat tanpa aqidah


said1622 May 2021 | 0 Replies

jelaskan bagaimana sikap masyarakat indonesia terhadap agama dan bagaimana langkah langkah membumikan islam di kampus


FikriArdjun3009 May 2021 | 0 Replies

Bentuk bentuk perubahan sosial dan budaya dalam konsep perubahan dan keberlanjutan dalam sejarah


fraansiskaa3667 May 2021 | 0 Replies

Nerikut ini yang bukan dampak negative dari penerapan revolusi hijau di indonesia adalah


RazanMI May 2021 | 0 Replies

kenampakan bayangan yang lebih kecil dari ukuran benda sebenarnya


tirto.id - Perang Aceh merupakan salah satu perang terlama yang dihadapi oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam sejarah pendudukannya di Nusantara. Perang di bumi Serambi Mekah yang berlangsung dari tahun 1873 hingga 1910 ini terbagi dalam empat fase.

Dari fase ke fase yang berjalan cukup lama, muncul tokoh-tokoh perjuangan dari tanah rencong yang terlibat dalam upaya perlawanan terhadap penjajah Belanda. Begitu pula dari pihak Belanda, sejumlah nama bergantian dalam memimpin misi menaklukkan Aceh.

Penyebab Perang Aceh

Perang Aceh terjadi karena ambisi Belanda yang ingin menguasai seluruh wilayah Nusantara pada abad ke-19 Masehi. Butuh waktu lama bagi bangsa asing itu untuk bisa menundukkan wilayah Aceh.

Mengapa perang Aceh menjadi perang melawan kolonialisme barat yang paling lama

Boedi Harsono dalam Hukum Agraria di Indonesia: Sejarah Penyusunannya Isi dan Pelaksanaannya (1975), menyebutkan bahwa ambisi Belanda itu didasari dengan adanya perubahan dunia perekonomian setelah disahkannya Undang-Undang Agraria.

Selain faktor ekonomi, ada pula politis. Mengutip tulisan A. Anwar bertajuk "Strategi Kolonial Belanda dalam Menaklukkan Kerajaan Aceh Darussalam"dalam jurnal Adabiya (Volume 19, 2017), Kerajaan Aceh dianggap penghambat utama perluasan kekuasaan Belanda di pesisir timur dan selatan Sumatera.

Baca juga:

  • Sejarah Samudera Pasai: Pendiri, Masa Jaya, & Peninggalan
  • Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa
  • Kesultanan Aceh: Sejarah Masa Kejayaan dan Peninggalan

Proses dan Fase Perang Aceh

Perang Aceh I (1873-1874)

Ibrahim Alfian dalam Perang Kolonial Belanda di Aceh (1977), menyebutkan bahwa perang diawali pada 26 Maret 1873, ketika geladak kapal komando Citadel van Antverpen secara resmi memaklumkan perang terhadap Kerajaan Aceh Darussalam.

Saat itu Belanda tidak langsung melakukan penyerangan karena masih menghimpun pasukan. Melihat yang demikian, pihak Aceh pun melakukan mobilisasi umum guna menghadapi perang yang sudah di ambang pintu itu.

Akhirnya, pada 6 April 1873 pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal J.H.R.Kohler berlabuh di Pantai Ceureumen, Aceh Barat.

Seketika itu, pasukan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah dengan semangat jihad fi sabilillah langsung menggempur pasukan Belanda dengan meriam.

Keberhasilan pasukan Aceh dalam mempertahankan wilayahnya mengakibatkan Belanda kewalahan dan memutuskan untuk menghentikan serangan ini sembari menghimpun kekuatan maupun strategi baru.

Baca juga:

  • Sejarah 11 Februari 1899: Kronik Gugurnya Teuku Umar
  • Ekspedisi Maut di Gayo: Sejarah Belanda Membantai Rakyat Aceh
  • Sejarah Pemberontakan DI-TII Kartosoewirjo di Jawa Barat

Perang Aceh II (1874-1880)

Ekspedisi Aceh II oleh Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten. Pasukan Belanda memang berhasil menguasai istana Kesultanan Aceh Darussalam. Akan tetapi, itu terjadi karena pasukan Aceh telah meninggalkan kraton dan bergerilya.

Oleh karena itu, sama seperti periode sebelumnya, pasukan Belanda tetap kewalahan dalam menghadapi pasukan Aceh di perang fase kedua yang dipimpin oleh Tuanku Muhammad Dawood.

Baca juga:

  • Sejarah Peristiwa PKI Madiun 1948: Latar Belakang & Tujuan Musso
  • Sejarah Runtuhnya Singasari dan Pemberontakan Jayakatwang
  • Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Kerajaan Majapahit

Perang Aceh III (1881-1896)

Masih dengan semangat jihad fi sabilillah, para pejuang Aceh seperti Teuku Umar, Cik Ditiro, Panglima Polim, dan Cut Nyak Dien berhasil memobilisasi rakyat Aceh untuk melakukan perang gerilya melawan Belanda.

Alhasil, Belanda semakin kewalahan dengan taktik dan semangat perang dari rakyat Aceh.

Pada 1891, Christiaan Snouck Hurgronje yang merupakan ahli bahasa Arab dan Islam yang juga penasihat untuk urusan adat dari pemerintah kolonial datang ke Aceh. Sebagai orang yang paham tentang Islam, ia mendekati para ulama.

Peran Snouck Hurgronje menjadikan pasukan Belanda lebih terbantu, karena ia menggunakan siasat menyerang dari dalam yang nantinya membuahkan hasil gemilang.

Bertepatan dengan kedatangan Snouck Hurgronje, rakyat Aceh sedang merasakan duka yang mendalam karena kematian Teuku Cik Ditiro.

Salah satu pemimpin Aceh lainnya, Teuku Umar, dikabarkan menyerah kepada Belanda. Namun, itu ternyata hanya taktik semata untuk memperlemah kekuatan lawan.

Baca juga:

  • Sejarah Kerajaan Kristen Larantuka & Kaitannya dengan Majapahit
  • Sejarah Pemberontakan Ranggalawe di Kerajaan Majapahit
  • Sejarah Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam & Daftar Raja-raja

Perang Aceh IV dan Akhir (1896-1910)

Ketiadaan Teuku Umar tidak membuat semangat rakyat Aceh padam menghadapi Belanda. Dipimpin Cut Nyak Dien, istri Teuku Umar, dengan dibantu oleh pejuang wanita bernama Pocut Baren, rakyat Aceh terus melakukan perlawanan.

Hingga akhirnya, Teuku Umar yang kembali bergabung dengan pasukan Aceh. Sayangnya, pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur di Meulaboh. Perjuangan pun kembali dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien bersama Pocut Baren.

Ibrahim Alfian dalam Perang di Jalan Allah: Perang Aceh 1873-1912 (1987) mengungkapkan, kondisi rakyat Aceh mulai melemah karena kematian dari beberapa pemimpinnya.

Terlebih, strategi merusak dari dalam yang dijalankan Snouck Hurgronje juga berjalan dengan mulus dan semakin memperlemah pasukan dan rakyat Aceh.

Tahun 1905, Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan kemudian wafat pada 1910. Kematian Cut Nyak Dien pun menjadi penanda berakhirnya Perang Aceh.

Baca juga:

  • Hari-Hari Terakhir Perlawanan Cut Nyak Dhien
  • Inilah Srikandi Aceh Penerus Cut Nyak Dhien: Pocut Baren
  • Ketika Serambi Mekkah Diperintah Para Sultanah

Tokoh-tokoh Perang Aceh

Tokoh Aceh: Panglima Polim, Sultan Mahmud Syah, Tuanku Muhammad Dawood, Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien, Pocut Baren

Tokoh Belanda: J.H.R Kohler, Jan van Swieten, Snouck Hurgronje

Baca juga artikel terkait PERANG ACEH atau tulisan menarik lainnya Alhidayath Parinduri
(tirto.id - hdy/isw)


Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Alhidayath Parinduri

Array

Subscribe for updates Unsubscribe from updates