Mengapa keberadaan sentra batik dapat meningkatkan pembangunan ekonomi

Liputan6.com, Pamekasan - Untuk meningkatkan perekonomian perajian batik tulis, Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur mendirikan Sentra Batik Klampar sebagai pusat kegiatan kerajinan dan pemasaran.

"Jadi, Sentra Batik Klampar ini merupakan tempat pembuatan hingga penjualan batik tulis, dengan sasaran para wisatawan atau masyarakat luar Pamekasan yang berkunjung ke Pamekasan," kata Bupati Pamekasan Baddrut Tamam di sela-sela acara peresmian sentra batik, Senin dilansir dari Antara.

Sentra batik yang terletak di Desa Klampar, Kecamatan Proppo, Pamekasan, itu dibangun di atas lahan seluas satu hektare lebih, berjarak sekitar 5 kilometer ke arah barat laut Kota Pamekasan.

Pembangunan dilakukan sejak 2017 dan baru selesai pada akhir tahun 2021 dengan nilai total anggaran mencapai Rp5 miliar lebih.

Bupati Baddrut Tamam menjelaskan sentra batik di Desa Klampar, Kecamatan Proppo, itu akan menjadi ikon bagi masyarakat dari luar daerah bahwa Pamekasan merupakan pusat kerajinan batik tulis.

Karena itu, semua pihak diharapkan bisa bekerja sama, saling bergandengan tangan memajukan sentra batik tersebut dengan cara menggencarkan promosi.

"Ayo kita bareng-bareng, dalam berupaya memajukan keberadaan sentra batik ini," ajak bupati.

Dalam kesempatan itu, bupati juga menuturkan bahwa sentra batik tulis tersebut dibangun sebelum dirinya memimpin Pamekasan. Kala itu, pembangunan sentra batik belum selesai, sehingga tidak bisa difungsikan oleh para perajin batik Pamekasan.

"Ini pembangunannya sejak tahun 2017 dan menghabiskan anggaran Rp5 miliar. Karena itu, agar pembangunan sentra batik ini bermanfaat, mari kita bergandeng tangan memajukan sentra batik ini.

Salah satunya menggencarkan promosi sehingga keberadaan sentra batik ini dikenal luas oleh masyarakat dan menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke tempat ini," kata bupati.

Bupati memaparkan, ada tiga strategi yang perlu dilakukan. Pertama, mengenalkan keberadaan sentra batik kepada masyarakat luas.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

OPEN ACCESS

http://jurnal.uns.ac.id/jdk Volume 2, Nomor 2, 2020, 203 - 216

PERAN SENTRA BATIK KAUMAN DAN PESINDON UNTUK MENCAPAI

KOTA PEKALONGAN SEBAGAI KOTA KREATIF KERAJINAN

Rifdahastuti Andriani 1, Winny Astuti 1, Rufia Andisetyana Putri 1

1Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret

Abstrak

Kota Pekalongan merupakan kota kreatif pertama kategori kerajinan dan kesenian rakyat di Indonesia versi UNESCO yang ditetapkan

pada tahun 2014. Hal ini tidak terlepas dari adanya sentra-sentra batik yang menjadi ikon dalam perkembangan industri batik di Kota

Pekalongan termasuk di Sentra Batik Kauman dan Pesindon. Kedua sentra industri batik ini menjadi salah satu alternatif promosi batik dan

rekreasi di Kota Pekalongan. Pelibatan aspek komunitas kreatif dan lingkungan kreatif berupa penyelenggaraan event mempengaruhi

pemasukan dan kegiatan di Sentra Batik Kauman dan Pesindon sehingga mengalami perubahan. Artikel ini bertujuan untuk menganal isis

perubahan di Sentra Batik Kauman dan Pesindon sejak penetapan Kota Pekalongan sebagai kota kreatif kerajinan. Ada beberapa aspek

yang dilihat perubahannya yaitu: (1) pemeliharaan ekonomi kreatif, (2) komunitas kreatif, (3) lingkungan kreatif dan (4) penyelenggaraan

event. Artikel ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik analisis statistik deskriptif. Teknik analisis statistik

deskriptif digunakan untuk menganalisis perubahan pada empat aspek tersebut. Survei yang dilakukan untuk penelitian ini adalah survei

primer yang terdiri dari kuesioner, wawancara dan observasi serta survei sekunder dalam bentuk data. Hasilnya adalah pada aspek

pemeliharaan ekonomi kreatif mengalami perubahan yaitu dari sisi SDM yang berinovasi, penyerapan tenaga kerja, jumlah perusah aan

dan teknologi. Pada aspek komunitas kreatif yang mengalami perubahan yaitu dari sisi organisasi masyarakat. Untuk aspek lingkungan

kreatif, yang mengalami perubahan yaitu dari sisi sarana untuk pusat pelatihan dan toko kerajinan. Sedangkan pada aspek lingkungan

kreatif di Sentra Batik Pesindon yang mengalami perubahan hanya pada sarana untuk pusat pelatihan. Selanjutnya pada aspek

penyelenggaraan event yaitu dari sisi program penyelenggaraan event untuk promosi mengalami perubahan.

Kata kunci: industri kreatif kerajinan; kota kreatif; perubahan

Abstract

Pekalongan City is the first creative city in the UNESCO version of the handicraft and folk arts category in Indonesia which was set in 2014.

This is inseparable from the existence of batik centers that have become icons in the development of the batik industry in the City of

Pekalongan including the Kauman and Pesindon Batik Centers. The two centers of the batik industry have become an alternative to batik

promotion and recreation in Pekalongan City. The involvement of aspects of the creative community and the creative environment in the

form of organizing events affected income and activities at the Kauman Batik Center and Pesindon so that it experienced changes. This

article aims to analyze the changes at the Kauman and Pesindon Batik Centers since the designation of Pekalongan City as a creative city

of crafts. There are several aspects of the change seen, namely: (1) maintenance of the creative economy, (2) creative commun ity, (3)

creative environment and (4) organizing events. This article uses descriptive quantitative research methods with descriptive statistical

analysis techniques. Descriptive statistical analysis techniques are used to analyze changes in these four aspects. The primary data is

collected through questionnaires, interviews and observations while secondary data is gathered from related agencies.. The result reveals

that the aspects of maintaining the creative economy has been changing, in terms of innovation of human resources, employment, number

of companies and technology. For creative community the changing isin terms of community organizations. For creative environment, the

changing is in terms of facilities for training centers and craft shops. For creative environment, the changing at the Batik Center of Pesindon

is only at the facilities for the training center. Laslty, for organizing events, event organizing program for promotion is also experiencing

some changing.

Keywords: change; creative city; creative craft industry

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

204

1. PENDAHULUAN

Charles Landry (1995) mengemukakan kota kreatif merupakan respon terhadap permasalahan yang dihadapi oleh

beberapa kota saat terjadi transisi dalam menghadapi globalisasi ekonomi. Diperlukan kota yang memiliki iklim kondusif

sehingga dapat mengatasi permasalahan khususnya kehidupan ekonomi pada suatu kota sehingga muncul gagasan kota

kreatif. Pengembangan potensi ekonomi kreatif memegang peranan penting untuk menciptakan kota kreatif. Menurut Howkins

(2001) ekonomi kreatif merupakan kegiatan ekonomi dalam masyarakat yang menghabiskan sebagian waktunya untuk

menghasilkan ide. Artinya bahwa konsep kota kreatif ini merupakan konsep yang berbasis ide yang dapat menghasilkan

kreativitas. Kota kreatif di Indonesia mulai dikembangkan dalam lokakarya ekonomi kreatif pada 2014 dengan membentuk

Indonesia Creative Cities Network (ICCN) sebagai bagian dari program industri kreatif. Pemerintah Indonesia kemudian

menetapkan beberapa kota di Indonesia untuk diusulkan ke jaringan kota kreatif dunia UNESCO. Mereka adalah Bandung,

Yogyakarta, Surakarta dan Pekalongan. Kota Pekalongan merupakan kota yang terpilih menjadi kota kreatif pertama menurut

UNESCO pada tahun 2014 kategori kerajinan dan kesenian rakyat.

Kota Pekalongan merupakan kota industri kreatif batik karena banyak sentra-sentra produksi batik yang tersebar di Kota

Pekalongan. Industri di Kota Pekalongan menjadi salah satu penyumbang perekonomian terbesar selain sektor perdagangan.

Trimargawati (2008) mengemukakan industri ini memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan perekonomian di Kota

Pekalongan dengan mayoritas berbentuk industri rumahan. Brand sebagai kota batik, perekonomian Kota Pekalongan ditumpu

dari industri batik (RPJM Kota Pekalongan Tahun 2016-2021). Dalam RPJM Kota Pekalongan Tahun 2016-2021, sektor

pariwisata terkait ekonomi kreatif tumbuh untuk mendukung pengembangan pariwisata kreatif yaitu dengan munculnya sentra-

sentra pusat wisata batik seperti di Sentra Batik Kauman dan Pesindon sebagai salah satu ikon pelestarian batik.

Perkembangan industri batik di Kota Pekalongan tidak terlepas dari adanya peran sentra batik yang memproduksi batik.

Pertumbuhan dan pengembangan ini salah satunya adalah dengan mengembangkan kawasan yang pada dasarnya

merupakan sentra produksi batik di Kota Pekalongan yaitu di Sentra Batik Kauman dan Pesindon sebagai salah satu alternatif

promosi batik. Sentra industri Batik Kauman juga merupakan sentra batik tertua di Kota Pekalongan yang mendorong

bangkitnya sentra batik yang ada di sekitar seperti Sentra Batik Medono atau Kampung ATBM Medono.

Sentra Batik Kauman dan Pesindon memiliki peran dalam menciptakan ruang-ruang kreatif di bidang kerajinan batik.

Keduanya memiliki komunitas masyarakat yaitu Paguyuban Kampung Batik Kauman dan Paguyuban Kampung Batik

Pesindon. Aspek komunitas kreatif dan lingkungan kreatif memiliki peran dengan adanya penyelenggaraan event-event

sebagai ajang promosi batik. Pengadaan event untuk promosi bidang kerajinan batik ini mempengaruhi para pengrajin di

Sentra Batik Kauman dan Pesindon untuk terus melakukan inovasi dan memiliki peran aktif dalam pengadaan event tersebut.

Sejak ditetapkan sebagai kota kreatif, perhatian Pemerintah Kota Pekalongan terhadap industri batik semakin meningkat

dengan adanya program-program dan kegiatan untuk mempromosikan batik, salah satunya dengan munculnya kebijakan

yang fokus pada pengembangan ekonomi kreatif sebagaimana yang terkandung dalam RPJM Kota Pekalongan Tahun 2016-

2021. Selain itu, Sentra Batik Kauman dan Pesindon yang sebelumnya menjadi wadah mempelajari batik selain di Museum

Batik semakin dikenal karena jika ada kunjungan untuk meninjau langsung proses pembuatan batik, pemkot setempat

mengarahkan menuju kedua sentra industri batik tersebut.

Pada Oktober 2018, Walikota Pekalongan meresmikan program pembentukan Omah Kreatif Kauman sebagai sarana

mewadahi kreativitas dan inovasi para pengrajin batik khususnya di Sentra Batik Kauman. Selain itu, dibuka Rembug Batik

Nasional yang menjadi wadah untuk membahas permasalahan yang berhubungan dengan industri kerajinan batik. Sementara

di Pesindon ada event Pesindon Fest yang diadakan oleh Paguyuban Kampung Batik Pesindon. Namun yang menjadi

permasalahan adalah bahwa komunitas masyarakat di Pesindon ini belum sepenuhnya berpartisipasi aktif dalam

pengembangan industri batik di Pesindon. Rencana program misalnya pengadaan showroom bersama seperti yang sudah

dilakukan di Sentra Batik Kauman belum berjalan. Selain itu, belum ada kerjasama yang dilakukan baik antarpaguyuban di

Kauman maupun di Pesindon untuk berbagi ide dan gagasan pengembangan industri batik. Pelibatan komunitas pada skala

kota seperti Pekalongan Creative City Forum untuk mempromosikan kerajinan batik sudah dilakukan yaitu dengan

menggandeng Paguyuban Kampung Batik Kauman, sedangkan di Paguyuban Kampung Batik Pesindon belum dilakukan. Jika

melihat beberapa hal tersebut, hal ini kemudian mempengaruhi pemasukan dan kegiatan di Sentra Batik Kauman dan

Pesindon yang kemudian menyebabkan perubahan pada aspek promosi dan pelibatan peran aktif masyarakat. Selain itu,

setelah adanya penetapan sebagai kota kreatif kerajinan Pemerintah Kota Pekalongan memberikan perhatian lebih dengan

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

205

adanya program-program yang mendorong Sentra Industri Batik di Kota Pekalongan ini bisa semakin berkembang melalui

strategi promosi lewat event-event kreatif. Hal ini juga yang kemudian menyebabkan Sentra Industri Batik Kauman dan

Pesindon mengalami perubahan sehingga muncul pertanyaan penelitian, bagaimana perubahan Sentra Industri Batik Kauman

dan Pesindon dalam mendukung Penetapan Kota Pekalongan sebagai kota kreatif kerajinan. Artikel ini bertujuan untuk melihat

perubahan pada sentra industri kerajinan batik Kauman dan Pesindon sejak penetapan Kota Pekalongan sebagai kota kreatif

berbasis industri kerajinan batik. Untuk mencapai tujuan seperti yang sudah dikemukakan, diperlukan sasaran yaitu dengan

mengidentifikasi kondisi Sentra Batik Kauman dan Pesindon sejak Kota Pekalongan ditetapkan sebagai kota kreatif yaitu tahun

2014 dan saat ini yaitu tahun 2018. Setelah itu, menganalisis perubahan yang terjadi di Sentra Batik Kauman dan Pesindon

dalam mendukung Kota Pekalongan sebagai kota kreatif kerajinan batik. Ruang lingkup substansi dalam artikel ini yaitu terkait

pemahaman tentang konsep kota kreatif dan teori industri kreatif kerajinan yang merupakan bagian dari ekonomi kreatif.

Ekonomi kreatif yang dikembangkan dapat menjadi penggerak perekonomian yang kemudian dapat memunculkan ruang-

ruang kreatif.

2. KAJIAN TEORI

2.1 ASPEK KOTA KREATIF

Kota kreatif pertama kali muncul pada tahun 1995 oleh Charles Landry dan Franco Bianchini yang dilatarbelakangi adanya

permasalahan kota pada era globalisasi ekonomi. Dikemukakan oleh Landry (1995) bahwa kota dapat menjadi sebuah tempat

bagi manusia berinteraksi menciptakan ide-ide baru. Ide-ide tersebut yang kemudian dapat menjadi solusi pemecahan dalam

permasalahan ekonomi. Menurut Florida (2005), kota disebut kota kreatif jika adanya keberadaan kelas kreatif dengan

kehadiran orang-orang kreatif yang menggunakan pikiran kreatifnya untuk memecahkan berbagai permasalahn yang dihadapi.

Kota juga menjadi wadah aktivitas kreatif masyarakatnya. Menurut Charles Landry (2006), kota kreatif memiliki tiga aspek

penting yaitu pemeliharaan dan pengembangan potensi ekonomi kreatif, komunitas kreatif (creative class) dan lingkungan

kreatif. Menurut Richard Florida dalam bukunya Cities and The Creatives Class (2005), kota kreatif ditentukan oleh tiga faktor

utama yaitu talenta, toleransi dan teknologi. Faktor talenta meliputi aspek pekerja kreatif, budaya meneliti, modal sumber daya

manusia. Faktor toleransi meliputi aspek sikap, nilai dan ekspresi diri. Aspek sikap dilihat dari sikap terhadap minoritas,

keterbukaan terhadap orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, kesempatan pekerjaan yang tersedia bagi

warga yang bukan berasal dari daerah tersebut. Aspek nilai diukur dari sejauh mana nilai-nilai tradisional asli bisa hidup dan

harmonis berdampingan dengan nilai-nilai modern. Aspek ekspresi diri diukur dari sejauh mana sebuah kota mampu

menghormati hak-hak individu dalam mengekspresikan dirinya. Faktor teknologi meliputi aspek kecanggihan teknologi. Selain

itu, Evans,dkk (2006) juga memberikan aspek penting dari kota kreatif antara lain yaitu kualitas manusia yang kreatif, dukungan

dari wirausaha dan inovasi kreatif untuk peningkatan perekonomian, ruang sebagai wadah kegiatan kreatif sekaligus menjadi

stimulan masyarakat untuk berkreativitas, dukungan kebijakan politik yang terkandung dalam visi pembangunan serta

konektivitas infrastruktur yang baik. Dari beberapa teori tersebut, kemudian dihasilkan sintesa aspek kota kreatif yaitu

pemeliharaan ekonomi kreatif, komunitas kreatif dan lingkungan kreatif (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Sintesis Aspek Kota Kreatif

Pemeliharaan dan

pengembangan ekonomi

kreatif

Modal sumber daya

manusia

Kualitas manusia yang

kreatif

Pemeliharaan ekonomi

kreatif

Dukungan wirausaha

dan inovasi kreatif

Keterbukaan dan

keanekaragaman

Ruang sebagai wadah

kegiatan kreatif

Konektivitas infrastruktur

Sumber : Landry (2008), Florida (2004), Evans,dkk (2006)

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

206

2.2 PRASYARAT KOTA KREATIF

Landry (2006) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa syarat untuk mewujudkan kota kreatif yaitu kualitas personal,

kepemimpinan, keragaman jenis dan bakat manusida, budaya organisasi, identitas lokal, ruang perkotaan dan fasilitas serta

dinamika jejaring.

a) Kualitas personal, merupakan hal yang bersifat individu bahwa kota kreatif berisi individu-individu kreatif yaitu orang-orang

yang dapat menyelesaikan masalah, berpikir secara terbuka dan fleksibel dan orang-orang yang mau mengambil resiko.

b) Kepemimpinan, dibutuhkan untuk mengembangkan kota kreatif yang dapat berkaitan dengan kebijakan kota kreatif.

c) Keragaman dan bakat yang bervariasi, merupakan indikasi bahwa kota akan lebih mudah untuk mengembangkan

kreativitasnya. Menurut Landry (2006), keragaman yang tinggi dapat menjadi pertukaran ide untuk berinovasi. Keragaman

kondisi sosial budaya juga tidak terlepas dari pengaruh suatu pendatang ke dalam suatu kota. Para pendatang dapat

membawa sesuatu yang baru yang dapat diaplikasikan di kota tersebut untuk dapat mengembangkan potensi ataupun

menyelesaikan masalah. Namun, penduduk asli kota juga memiliki peran penting untuk mempertahankan lokalitas,

kreativitas dan rasa memiliki.

d) Budaya organisasi, organisasi dapat menunjang kreativitas. Kreativitas tanpa organisasi tidak akan cukup untuk mengolah

sumber daya yang ada di dalam kota. Semakin banyak organisasi-organisasi dalam suatu sistem akan meningkatkan

kemampuan untuk berinovasi.

e) Identitas lokal, identitas budaya lokal dan kebanggaan terhadap kebudayaan lokal merupakan hal yang penting agar terjadi

pembaruan di bidang ekonomi, komunitas dan lingkungan.

f) Ruang perkotaan dan fasilitas, menurut Landry (2006) ada dua faktor penting bagi kota kreatif yaitu infrastruktur lunak dan

infrastruktur keras. Infrastruktur lunak terdiri dari jaringan sosial dan ruang yang mewadahi interaksi orang-orang kreatif.

Sedangkan infrastruktur keras terdiri dari lingkungan fisik berupa taman, galeri seni, ruang pertunjukan dan museum.

g) Kerjasama, memiliki keterkaitan dengan kreativitas. Semakin banyak kerjasama di dalam suatu kota, semakin besar pula

kapasitas untuk menciptakan inovasi. Kerjasama/kemitraan terdiri dari dua hal yaitu kerjasama di dalam kota dan

kerjasama dengan hubungan ke luar. Adanya organisasi-organisasi juga dapat menjadi wadah melakukan kerjasama,

sehingga semakin banyaknya organisasi di dalam kota, akan meningkatkan kemampuan untuk menciptakan inovasi yang

kemudian berujung pada kreativitas.

Pada tahun 2004, UNESCO meliris Creative City Network (Jaringan Kota Kreatif ) untuk meningkatkan cakupan jejaring

ke seluruh dunia dan mendorong kerjasama antarkota yang berkomitmen berinvestasi di kreativitas sebagai pendorong

pembangunan perkotaan berkelanjutan, inklusi sosial dan budaya. Ada beberapa kriteria dari UNESCO (2004) terkait kota

kreatif kerajinan yaitu:

a) Tradisi tahan lama dalam bentuk tertentu

b) Kerajinan atau kesenian rakyat

c) Produksi kerajinan dan kesenian rakyat kontemporer

d) Kehadiran kuat pembuat kerajinan dan seniman lokal

e) Pusat pelatihan yang berkaitan dengan kerajinan tangan dan kesenian rakyat

f) Upaya mempromosikan kerajinan dan kesenian rakyat (festival, pameran, pasar)

g) Infrastruktur yang relevan dengan kerajinan dan kesenian rakyat misalnya museum, toko kerajinan tangan, pameran seni

lokal.

Dari prasyarat kota kreatif dan kriteria kota kreatif yang telah dikemukakan, dihasilkan sintesa prasyarat kota kreatif yang

kemudian disandingkan dengan aspek kota kreatif sehingga menghasilkan variabel berupa pemeliharaan ekonomi kreatif,

komunitas kreatif, lingkungan kreatif dan penyelenggaraan event (lihat Tabel 2 dan tabel 3).

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

207

Tabel 2. Sintesis Prasyarat Kota Kreatif Kerajinan

Prasyarat Kota Kreatif Landry (2006)

Kriteria Kota Kreatif UNESCO (2004)

Kehadiran pembuat kerajinan dan

seniman lokal

Pembuat kerajinan dan seniman

lokal

Keragaman dan bakat yang bervariasi

Keragaman manusia dan bakat

yang bervariasi

Organisasi yang memungkinkan

menjadi wadah kerjasama

Tradisi lama dalam bentuk tertentu

Produksi kerajinan dan kesenian rakyat

Ruang perkotaan dan fasilitas

Ruang perkotaan dan fasilitas

Infrastruktur yang relevan

- Event untuk promosi (festival,

pameran dll)

Sumber : Charles Landry (2006) dan UNESCO (2004)

Tabel 3. Sintesis Kota Kreatif Kerajinan

Sintesis Aspek Kota Kreatif

Pemeliharaan ekonomi kreatif

Pemeliharaan ekonomi kreatif

- Modal SDM kreatif lokal

- Dukungan wirausaha dan inovasi

kreatif

Keragaman manusia dan bakat yang

bervariasi

Organisasi yang memungkinkan

menjadi wadah kerjasama

- Ruang sebagai wadah kegiatan

kreatif

- Konektivitas infrastruktur

- Ruang perkotaan dan fasilitas

- Infrastuktur yang relevan

- Event untuk promosi (festival,

pameran dll)

2.3 INDUSTRI KREATIF KERAJINAN

Menurut Setiawan (2004), sentra merupakan kesatuan fungsional secara fisik yaitu lahan, geografis, infrastruktur,

kelembagaan dan sumber daya manusia yang berpotensi berkembangnya kegiatan ekonomi. Menurut UNCTAD dan UNDP

(2008) inti atau jantung ekonomi kreatif adalah industri kreatif yang melakukan proses penciptaan melalui penelitian dan

pengembangan. Menurut UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang perindustrian, industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi

yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai

nilai tambah atau manfaat lebih tinggi termasuk jasa industri. Industri kreatif menurut Departemen Perdagangan RI (2008)

adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan

dan lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan memberdayakan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Departemen Perdagangan RI menyebutkan ada beberapa karakeristik industri kreatif di antaranya yaitu:

a) Fruktuasi pertumbuhan nilai tambah terjadi hampir pada seluruh sub sektor industri kreatif

b) Diikuti fruktuasi pertumbuhan jumlah perusahaan

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

208

c) Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja

d) Memiliki teknologi

Pemerintah membuat lima pilar sebagai pembentuk industri kreatif yaitu industri yang terlibat dalam produksi, teknologi

sebagai pendukung kreativitas, sumber daya alam, kelembagaan dan lembaga intermediasi keuangan. Menurut Howkins

(2001) juga menyebutkan ada beberapa karakteristik dari industri kreatif di antaranya yaitu:

a) Kolaborasi antara berbagai aktor yang berperan dalam industri kreatif yaitu cendekiawan, dunia usaha dan pemerintah.

b) Berbasis ide atau gagasan

c) Pengembangan tidak terbatas dalam berbagai bidang usaha

d) Konsep yang dibangun bersifat relatif

Industri kreatif memiliki 16 sub sektor, di mana industri kerajinan merupakan salah satu dari 16 sub sektor industri kreatif.

UNIDO (2007) menjelaskan industri kerajinan merupakan kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk berbasis tradisi,

budaya serta sejarah. Inputnya yaitu budaya, kreativitas pelaku usaha, inovasi produk, bahan baku dan teknologi. Menurut

Soeprapto (1985) kerajinan merupakan keterampilan tangan yang menghasilkan barang bermutu seni, maka dalam prosesnya

dibuat dengan rasa keindahan dan dengan ide-ide yang murni sehingga menghasilkan produk yang berkualitas yang

mempunyai bentuk indah dan menarik. Unsur kerajinan antara lain yaitu adanya penciptaan suatu barang, penekanan pada

keterampilan tenaga manusia dan barang yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan dan bernilai seni.

Dari hasil tinjauan teori terkait industri kreatif kerajinan kemudian didapatkan hasil sintesis teori industri kreatif berbasis

kerajinan yaitu meliputi 1) terdapatnya sarana pendukung industri kreatif, 2) penciptaan barang yang mengandalkan inovasi

dan kreativitas SDM, 3) penyerapan tenaga kerja, 4) pertumbuhan jumlah perusahaan, 5) bahan baku dan teknologi, dan 6)

adanya kolaborasi kelembagaan dengan berbagai aktor industri kreatif. Dari ke enam sintesis teori industri kreatif kerajinan ini

kemudian disilangkan dengan sintesis teori kota kreatif kerajinan sehingga menghasilkan parameter dari masing-masing

variabel dan sub variabelnya (lihat Tabel 4).

Tabel 4. Variabel, Sub Variabel dan Parameter Sentra Industri Kreatif Kerajinan Ditinjau dari Konsep Kota Kreatif Kerajinan

Pemeliharaan ekonomi kreatif

SDM yang mengandalkan inovasi dan kreativitas

Dukungan wirausaha dan inovasi

kreatif

Dukungan wirausaha dan inovasi kreatif yang dapat

menyerap tenaga kerja

Dukungan wirausaha dan inovasi kreatif yang dapat

meningkatkan pertumbuhan jumlah perusahaan

Kolaborasi kelembagaan dengan berbagai aktor

industri kreatif

Teknologi untuk pemanfaatan bahan baku

Keanekaragaman dan bakat

bervariasi

Ragam latar belakang masyarakat sebagai tenaga

kerja industri kreatif

Organisasi yang memungkinkan

menjadi wadah kerjasama

Ruang sebagai wadah berkreativitas

Sarana untuk pusat pelatihan kerajinan

Infrastruktur yang relevan dengan

kerajinan

Infrastruktur yang relevan dengan kerajinan berupa

museum, toko kerajinan tangan, pasar, galeri seni

Terdapat program penyelenggaraan event untuk

promosi berupa festival, pameran

3. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini memuat ruang lingkup wilayah dan analisis yang digunakan untuk mengetahui perubahan pada sentra

industri kerajinan batik ditinjau dari konsep kota kreatif kerajinan.

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

209

3.1 RUANG LINGKUP WILAYAH

Gambar 1. Peta Wilayah Sentra Batik Kauman

Gambar 2. Peta Wilayah Sentra Batik Pesindon

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

210

Ruang lingkup wilayah merupakan Sentra Industri Batik Kauman dan Pesindon di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Sentra

Batik Kauman berada di Kelurahan Kauman, Kecamatan Pekalongan Timur yang merupakan sentra kerajinan batik yang

menjadi salah satu ikon Kota Pekalongan sebagai kota batik (Gambar 1). Sentra ini merupakan salah satu yang memiliki

banyak pengusaha dan pengrajin batik. Sedangkan Pesindon berada di Kelurahan Bendan Kergon, Kecamatan Pekalongan

Barat yang juga merupakan wilayah yang didominasi oleh home industry batik (Gambar 2). Pesindon dan Kauman merupakan

sentra industri batik yang berupaya untuk terus melestarikan budaya batik dengan menawarkan wisata belanja batik.

Pelestarian budaya batik ini juga yang kemudian mendukung penetapan Kota Pekalongan sebagai kota kreatif dengan adanya

event-event bidang kerajinan batik serta pelibatan komunitas masyarakat.

3.2 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Untuk melihat perubahan pada sentra industri kerajinan batik, dilihat dari empat variabel yaitu meliputi pemeliharaan

ekonomi kreatif, komunitas kreatif, lingkungan kreatif dan penyelenggaraan event. Masing-masing variabel memiliki sub

variabel yang kemudian dijabarkan lagi ke dalam parameter penelitian. Setiap parameter memiliki indikator untuk melihat

perubahannya yaitu indikator (1) dan indikator (2) (lebih lanjut akan dijelaskan pada Tabel 5). Ruang lingkup waktu untuk

melihat kondisi perubahannya yaitu tahun 2014 dan tahun 2018. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pengumpulan

data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer yaitu dengan pembagian kuesioner, observasi dan wawancara. Dalam

artikel ini kuesioner ditujukan kepada para pelaku industri batik untuk mengetahui persepsi mereka terhadap industri batik

yaitu meliputi modal SDM yang melakukan inovasi dan ragam inovasi yang diciptakan, teknologi yang digunakan untuk

memanfaatkan bahan baku lokal dan data asal pekerja di Sentra Batik Kauman dan Pesindon. Sampel pelaku usaha batik di

Kauman berjumlah 45 responden dan di Pesindon berjumlah 32 responden dengan menggunakan teknik simple random

sampling. Observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting lokasi penelitian terkait sarana dan prasarana yang relevan

dengan kerajinan meliputi sarana sebagai pusat pelatihan batik dan toko kerajinan batik. Sedangkan wawancara dilakukan

untuk melengkapi data deskriptif terkait industri kerajinan batik dan kota kreatif kerajinan yaitu peran lembaga dan aktor industri

kreatif di Kota Pekalongan, program atau kegiatan komunitas dan penyelenggaraan event. Pengumpulan data sekunder yaitu

melalui media perantara seperti dokumen-dokumen yang dimiliki pihak lain atau melalui studi literatur yaitu meliputi data jumlah

tenaga kerja industri batik di Sentra Batik Kauman dan Pesindon, data jumlah unit usaha Batik Kauman dan Pesindon serta

data penyelenggaraan event di Kota Pekalongan sebagai data tambahan untuk melengkapi penelitian ini.

3.3 TEKNIK ANALISIS

Setelah data terkumpul dari empat variabel yang sudah disebutkan, kemudian dilakukan teknik analisis data dengan

menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Teknik analisis ini bermaksud untuk mendeskripsikan data yang telah

diperoleh tanpa melakukan generalisasi. Analisis ada tidaknya perubahan dengan menggunakan indikator perubahan (1) dan

(2) yang kemudian dideskripsikan penyebab dari ada dan tidaknya perubahan (Tabel 5). Hasil akhir analisis tidak bersifat

secara keseluruhan, artinya bahwa identifikasi perubahan dilakukan per komponen.

Tabel 5. Variabel, Sub Variabel, Parameter dan Indikator Sentra Industrti Batik Ditinjau dari Kota Kreatif Kerajinan

Pemeliharaan

ekonomi kreatif

SDM yang

mengandalkan

inovasi dan

kreativitas

Tidak ada

diversifikasi

produk

Tidak ada

diversifikasi

produk

Dukungan

wirausaha dan

inovasi kreatif

Dapat menyerap

tenaga kerja

Ada/ tidak ada

penyerapan

tenaga kerja

Adanya

peningkatan

jumlah tenaga

kerja

Ada/ tidak ada

penyerapan

tenaga kerja

Adanya

peningkatan

jumlah tenaga

kerja

Dapat

meningkatkan

pertumbuhan

jumlah

perusahaan

Ada

peningkatan

jumlah

perusahaan

Ada

peningkatan

jumlah

perusahaan

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

211

Kolaborasi

kelembagaan

dengan berbagai

aktor industri

kreatif

Teknologi untuk

pemanfaatan

bahan baku lokal

Menggunakan

teknologi

sederhana

Menggunakan

teknologi

sederhana dan

modern

Menggunakan

teknologi

sederhana

Menggunakan

teknologi

sederhana dan

modern

Keanekaragaman

dan bakat

bervariasi

Ragam latar

belakang

masyarakat

sebagai tenaga

kerja industri

kreatif

Berasal dari

dalam maupun

luar

Berasal dari

dalam maupun

luar

Organisasi yang

memungkinkan

menjadi wadah

kerjasama

Terdapat

organisasi untuk

mendukung

industri kreatif

Terdapat

organisasi dan

memungkinkan

melakukan

kerjasama

Terdapat

organisasi

untuk

mendukung

industri kreatif

Terdapat

organisasi dan

memungkinkan

melakukan

kerjasama

Ruang sebagai

wadah

berkreativitas

Sarana untuk

pusat pelatihan

kerajinan

Tidak ada/ ada

workshop di

masing-masing

unit

Sudah ada

workshop yang

dikelola

bersama

Tidak ada/

ada workshop

di masing-

masing unit

Sudah ada

workshop yang

dikelola

bersama

Infrastruktur yang

relevan dengan

kerajinan

Tidak ada/ ada

showroom pada

masing-masing

unit

Sudah ada

showroom yang

dikelola secara

bersama

Tidak ada/

ada

showroom

pada masing-

masing unit

Sudah ada

showroom yang

dikelola secara

bersama

Program berupa

festival atau

pameran

Belum ada

program event

festival atau

pameran

Terdapat

maksimal 3

program event

festival atau

pameran

Belum ada

program event

festival atau

pameran

Terdapat

maksimal 3

program event

festival atau

pameran

Tabel 6. Analisis perubahan

Setelah dilakukan analisis perubahan dari masing-masing sentra industri, kemudian didapatkan hasil mana saja parameter

dari variabel yang mengalami perubahan dan tidak mengalami perubahan dari Sentra Batik Kauman dan Pesindon sehingga

di antara keduanya dapat dilihat hasil dari aspek yang mendukung penetapan Kota Pekalongan sebagai kota kreatif kerajinan

(Tabel 6).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan hasilnya sebagai berikut.

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

212

4.1 PERUBAHAN ASPEK PEMELIHARAAN EKONOMI KREATIF

Pemeliharaan ekonomi kreatif memiliki tiga sub aspek yaitu modal SDM kreatif lokal, dukungan wirausaha dan inovasi

kreatif dan teknologi. Masing-masing sub aspek tersebut memiliki parameter yang menjadi tolak ukur dalam menilai ada dan

tidak adanya perubahan (Tabel 7).

Tabel 7. Perubahan Aspek Pemeliharaan Ekonomi Kreatif

Pemeliharaan

ekonomi kreatif

SDM yang

melakukan

inovasi

Dukungan

wirausaha

dan inovasi

kreatif

Peningkatan

pertumbuhan

jumlah

perusahaan

Kolaborasi

kelembagaan

dengan aktor

industri kreatif

Teknologi untuk

pemanfaatan

bahan baku

Sub aspek (1) adalah modal SDM kreatif lokal dilihat dari sisi SDM yang mengandalkan inovasi dan kreativitas. Para

pengusaha Batik di Kauman dan Pesindon melakukan inovasi setiap tahunnya, hal ini menunjukkan ada perubahan karena

terdapat peningkatan jumlah SDM yang melakukan inovasi produk. Inovasi yang dilakukan yaitu berupa penciptaan ragam

inovasi produk batik seperti Sarung Encim, sprei, mukena dan pembaharuan motif batik. SDM yang melakukan inovasi produk

ini sudah sesuai dengan teori di mana menurut UNIDO (2007) kerajinan merupakan penciptaan yang salah satunya

membutuhkan kreativitas pelaku usaha dan inovasi produk. Adanya perubahan ini berdampak pada tercapainya tujuan kota

kreatif yaitu mendorong pemberdayaan SDM sehingga tercipta berbagai macam alternatif inovatif. Dengan demikian aspek

pemeliharaan ekonomi kreatif dapat tercapai yaitu dengan adanya pelestarian kerajinan batik oleh SDM kreatif lokal.

Sub aspek (2) adalah dukungan wirausaha dan inovasi kreatif yang dilihat dari tiga sisi yaitu: (a) penyerapan tenaga kerja,

di mana di Sentra Batik Kauman dan Pesindon telah menyerap tenaga kerja dari tahun 2014 sampai 2018 mengalami

peningkatan jumlah tenaga kerja. Adanya penyerapan tenaga kerja industri batik ini tidak terlepas dari adanya dukungan

wirausaha batik yang merekrut masyarakat sebagai tenaga kerja industri batik. Penyerapan tenaga kerja yang dilakukan oleh

wirausaha batik ini dapat mendukung kota kreatif karena dapat tercapainya tujuan kota kreatif yaitu pemberdayaan SDM untuk

mengatasi permasalahan ekonomi dengan membuka kesempatan pekerjaan atau penyerapan tenaga kerja. Adanya

penyerapan tenaga kerja ini juga mendorong pemeliharaan ekonomi kreatif karena dapat tercapainya keberlanjutan modal

sumber daya manusia dalam melestarikan kerajinan batik sehingga berdampak pada kestabilan ekonomi masyarakat.

Selanjutnya adalah dari sisi (b) pertumbuhan jumlah perusahaan batik di mana jumlah unit usaha batik di Kauman dan

Pesindon dari tahun 2014 s.d 2018 mengalami peningkatan. Jumlah unit usaha batik yang meningkat ini menunjukkan adanya

perkembangan industri batik di Kauman dan Pesindon yang disebabkan karena ada peningkatan produksi batik yang

kemudian berdampak pada meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja. Departemen perdagangan RI (2008)

menyebutkan industri kreatif memiliki karakteristik yaitu adanya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja dan fluktuasi

peningkatan jumlah perusahaan. Dari hal ini dapat menunjukkan adanya perubahan dan kesesuaian dengan teori yang dikaji

sehingga dapat mendukung kota kreatif karena dapat tercapai tujuan kota kreatif yaitu untuk meningkatkan potensi ekonomi

dari industri yang dipegang oleh aktor lokal yaitu pebisnis batik. Pertumbuhan jumlah unit usaha batik ini merupakan wadah

untuk aktivitas proses kerajinan batik agar dapat berjalan sehingga dapat terpenuhinya aspek pemeliharaan ekonomi kreatif.

Dari sisi (c) kolaborasi kelembagaan dengan berbagai aktor industri kreatif di mana selain lembaga keuangan sebagai lembaga

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

213

intermediasi keuangan yang berperan meminjamkan modal kepada para pengusaha batik, konsep triple helix antara pebisnis,

pemerintah dan masyarakat untuk pengembangan industri di Kauman dan Pesindon sudah berjalan. Sebagaimana disebutkan

oleh Howkins (2001) bahwa karakteristik industri kreatif sebagai jantung ekonomi kreatif salah satunya yaitu adanya kolaborasi

antara berbagai aktor yang berperan dalam industri kreatif baik akademisi, dunia usaha dan pemerintah. Peran dari akademisi

juga ada, di Kauman yaitu pernah ada pelatihan motif batik dari aplikasi oleh Dosen Universitas Negeri Semarang. Fakta di

lapangan terhadap isu awal dari sisi kelembagaan ini menunjukkan tidak ada perubahan karena sudah dilakukan sebelum

penetapan kota kreatif sampai sekarang. Namun, hal ini tidak mendukung tujuan penetapan kota kreatif karena kelembagaan

yang ada masih berjalan sendiri-sendiri. Peran yang terlihat adalah dari paguyuban kampung batik yang anggotanya juga ada

dari pengusaha batik. Paguyuban ini untuk mewadahi kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan promosi kerajinan batik

di Kauman dan Pesindon.

Selanjutnya untuk sub aspek (3) yaitu teknologi yang dilihat dari sisi teknologi untuk pemanfaatan bahan baku

menunjukkan ada perubahan. Proses pembuatan batik menggunakan teknologi sederhana, namun ada juga yang

mengkombinasikan menggunakan teknologi modern sehingga menunjukkan adanya perubahan. UNIDO (2007) menyebutkan

input dalam industri kerajinan selain kreativitas pelaku usaha dan inovasi produk, juga adanya bahan baku dan teknologi.

Penggunaan teknologi modern ini hanya untuk membantu mendukung proses selanjutnya agar tidak membutuhkan waktu

yang lama.

4.2 PERUBAHAN ASPEK KOMUNITAS KREATIF

Komunitas kreatif memiliki dua sub aspek yaitu keanekaragaman dan bakat yang bervariasi dan organisasi yang

memungkinkan menjadi wadah kerjasama. Masing-masing sub aspek tersebut memiliki parameter yang menjadi tolak ukur

dalam menilai ada dan tidak adanya perubahan.

Tabel 8. Perubahan Aspek Pemeliharaan Ekonomi Kreatif

Keanekaragaman

dan bakat yang

bervariasi

Ragam latar

belakang

masyarakat

sebagai

tenaga kerja

industri kreatif

Organisasi yang

memungkinkan

menjadi wadah

kerjasama

Organisasi

masyarakat

atau

paguyuban

Tabel 8 menunjukkan perubahan aspej pemeliharaan ekonomi kreatif di Sentra Batik Kauman dan Pesindoh. Di Sentra

Batik Kauman dan Pesindon asal tenaga kerja sebagai industri kreatif menunjukkan tidak ada perubahan karena sudah ada

pekerja dari dalam dan luar. Tidak hanya berasal dari dalam kawasan saja, tetapi juga membuka kesempatan dan keterbukaan

masyarakat dari luar kawasan seperti dari Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang. Keragaman latar belakang tenaga

kerja ini berdampak pada kesempatan para pendatang yang bukan berasal dari daerah Kauman dan Pesindon dalam

menerima perbedaan sehingga hal ini juga dapat membantu perekonomian masyarakat luar kawasan. Adanya tenaga kerja

dari luar ini juga berdampak pada proses pembuatan batik yang berjalan sebagaimana mestinya karena ada serangkaian

proses yang di lakukan di luar kawasan seperti pewarnaan colet dan mopok sebagaimana dijelaskan menurut Landry (2006)

bahwa keragaman yang tinggi dapat menjadi pertukaran ide untuk berinovasi. Keragaman latar belakang tenaga kerja ini tidak

mendukung tujuan penetapan kota kreatif karena tidak ada kaitannya dengan teori karena inovasi produk yang dilakukan

berasal dari pengusaha dan pengrajin kawasan Sentra Batik Kauman dan Pesindon itu sendiri, tidak dipengaruhi oleh asal

dari tenaga kerja. Pembentukan aspek komunitas kreatif tidak memandang asal dan latar belakang pekerja atau masyarakat,

melainkan orang yang ingin berkomitmen terhadap pelestarian budaya batik di Kota Pekalongan.

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

214

Untuk organisasi masyarakat, di Sentra Batik Kauman dan Pesindon menunjukkan ada perubahan karena

perkembangannya yang sudah mulai membuka kerjasama dengan Pekalongan Creative City Forum (PCCF) dan komunitas

lain. Paguyuban Kampung Batik Kauman (PKBK) membentuk Omah Kreatif Kauman sebagai wadah kegiatan industri batik

bagi para pengusaha batik di Kauman. Menurut Landry (2006), organisasi dapat menunjang kreativitas. Adanya organisasi

juga dapat menjadi wadah melakukan kerjasama sehingga akan meningkatkan kemampuan untuk menciptakan inovasi.

Florida (2005) juga menyebutkan komunitas kreatif mengutamakan keterlibatan masyarakat. Hal ini dapat terlihat dari adanya

paguyuban yang berperan aktif bahkan diajak kerjasama oleh komunitas lain seperti PCCF dengan menggandeng komunitas

fotografi Kota Pekalongan untuk mempromosikan wisata kreatif batik. Sementara itu, paguyuban di Pesindon juga pernah ada

kegiatan yang menggandeng komunitas lettering Kota Pekalongan bersamaan dengan Ikatan Pemuda Pesindon mengadakan

kegiatan mural batik. Paguyuban Pesindon juga berperan membantu kegiatan yang diselenggarakan oleh Bank BRI di Sentra

Batik Pesindon. Namun, peran dan kegiatan paguyuban saat ini kurang aktif sehingga hal ini berdampak ada program kegiatan

yang belum terlaksana. Untuk kerjasama yang dilakukan antara Paguyuban Kauman dan Paguyuban Pesindon belum pernah

ada misalnya untuk pengembangan industri kerajinan batik melalui event-event kreatif. Kondisi organisasi masyarakat berupa

paguyuban ini dapat mendukung aspek komunitas kreatif yang melibatkan masyarakat untuk pengembangan industri batik di

Kauman dan Pesindon sehingga dapat mendukung tujuan penetapan kota kreatif.

4.3 PERUBAHAN ASPEK LINGKUNGAN KREATIF

Lingkungan kreatif memiliki dua sub aspek yaitu ruang sebagai wadah berkreativitas dengan parameternya yaitu sarana

untuk pusat pelatihan kerajinan dan sub variabel yang kedua yaitu infrastruktur yang relevan dengan kerajinan dengan

parameternya yaitu berupa toko kerajinan atau showroom (Tabel 9).

Tabel 9. Perubahan Aspek Lingkungan Kreatif

Ruang sebagai

wadah berkreativitas

Sarana untuk

pusat

pelatihan

Infrastruktur yang

relevan dengan

kerajinan

Toko

kerajinan atau

showroom

Di Sentra Batik Kauman dan Pesindon ada pusat pelatihan yang dikelola secara bersama. Kondisi ini menunjukkan ada

perubahan karena yang sebelumnya masih berada di masing-masing unit usaha batik. Sarana sebagai pusat pelatihan selain

di Museum Batik sebagai salah satu ikon pelestarian batik di Kota Pekalongan juga terdapat di Sentra Batik Kauman dan

Pesindon. Baik di Kauman dan Pesindon sudah ada sarana pelatihan yang dikelola secara bersama yaitu berada di paguyuban

kampung batik. Meskipun ada juga unit usaha batik yang menyediakan workshop khusus untuk mempelajari batik langsung

dari pengrajin batik. Adanya pusat pelatihan pada satu tempat ini mempermudah akses bagi para pengunjung untuk langsung

mempelajari batik lewat paguyuban sebagai suatu organisasi yang berperan dalam pengembangan industri batik di Kauman

dan Pesindon. Adanya pusat pelatihan ini dapat mendukung tujuan penetapan kota kreatif karena sarana pelatihan batik

menjadi salah satu indikator penilaian kota kreatif kerajinan. Hal ini dapat menciptakan lingkungan kreatif yang dapat menarik

orang-orang untuk melakukan kreativitas.

Untuk showroom, di Sentra Batik Kauman saat ini sudah ada showroom yang dikelola bersama di Omah Kreatif Kauman.

Jumlah UKM batik di Kauman yang menitipkan produknya melalui showroom ini berjumlah 15 UKM. Hal ini juga berdampak

pada akses yang lebih mudah bagi para pengunjung untuk berbelanja dari para pelaku UKM batik sehingga tidak harus

mengunjungi satu per satu. Namun, belum semua pelaku UKM memasarkan produknya lewat showroom bersama ini.

Sementara itu, di Pesindon belum tersedia showroom bersama karena masih berada di masing-masing unit usaha batik. Hal

ini dikarenakan rencana program dari paguyuban yang ingin menyediakan showroom bersama bagi para pelaku UKM batik di

Pesindon belum terlaksana. Kondisi adanya sarana pelatihan dan showroom ini sesuai dengan teori di mana kriteria kota

kreatif kerajinan menurut UNESCO (2004) salah satunya adalah adanya pusat pelatihan kerajinan dan infrastruktur yang

relevan dengan kerajinan berupa toko kerajinan. Hal ini menunjukkan ada perubahan dalam mendukung Kota Kreatif

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

215

Pekalongan. Namun untuk toko kerajinan di Sentra Batik Pesindon tidak mengalami perubahan. Adanya showroom bersama

di Kauman ini mendukung tujuan kota kreatif sedangkan di Pesindon belum dapat mendukung kota kreatif.

4.4 PERUBAHAN ASPEK PENYELENGGARAAN EVENT

Penyelenggaraan event memiliki sub variabel yaitu event untuk promosi dengan parameternya berupa pameran atau

festival. Di Kota Pekalongan sudah ada acara atau kegiatan yang berhubungan dengan kerajinan batik yang diadakan setiap

tahun seperti Pekan Batik Nasional, Jetayu Car Free Night, Pekalongan Art Festival (Tabel 10). Event tersebut diikuti oleh

peran aktif masyarakat termasuk para pelaku usaha batik.

Tabel 10. Perubahan Aspek Penyelenggaraan Event

Program

penyelenggaraan

event berupa

festival atau

pameran

UNESCO (2004) menyebutkan kriteria kota kreatif kerajinan salah satunya adalah adanya upaya mempromosikan

kerajinan dan kesenian rakyat berupa festival, pameran atau pasar. Selain event dalam skala kota, di Kauman dan Pesindon

juga sudah ada festival yang diadakan atas inisiatif dari paguyuban. Di Kauman mulai diadakan pada tahun 2018 yaitu Kauman

Art Festival, sedangkan di Pesindon sudah ada dari tahun 2017 yaitu Pesindon Fest. Dampak dari adanya penyelenggaraan

event ini yaitu adanya pelibatan dan peran aktif masyarakat dalam memperkenalkan batik dan mempromosikan kampungnya

sehingga dapat membuka tujuan wisata kreatif. Selain itu, dapat menjadi sarana hiburan bagi masyarakat dan membuat

masyarakat lebih peka untuk terus melestarikan kebudayaan batik. Event-event yang diadakan di Sentra Batik Kauman dan

Pesindon ini merupakan kegiatan atas inisiatif dari masyarakat sentra batik, bukan merupakan program yang diadakan oleh

pemerintah setempat. Pemerintah hanya datang ketika masyarakat mengundang seperti misalnya untuk pembukaan acara

atau peresmian suatu acara. Kegiatan atas inisiatif masyarakat ini yang kemudian dapat membuat Pemerintah Kota lebih

bersemangat untuk mempromosikan dan memasarkan Batik Pekalongan. Adanya event festival ini menunjukkan ada

perubahan dan mendukung penetapan Kota Kreatif Pekalongan serta sesuai dengan teori yang telah dibahas. Adanya

kegiatan pameran ini yang kemudian dapat mendukung aspek promosi sehingga menarik wisatawan berkunjung.

5. KESIMPULAN

Perubahan pada Sentra Industri Batik di Kauman dan Pesindon dalam mendukung penetapan Kota Pekalongan sebagai

kota kreatif kerajinan dapat dilihat melalui beberapa aspek yaitu pemeliharaan ekonomi kreatif, komunitas kreatif, lingkungan

kreatif dan penyelenggaraan event. Masing-masing aspek memiliki sub aspek yang kemudian dijabarkan lagi ke dalam

parameter untuk melihat kondisi perubahannya. Di Sentra Batik Kauman yang mengalami perubahan sehingga mendukung

adanya penetapan Kota Kreatif Pekalongan yaitu pada modal SDM kreatif lokal, dukungan wirausaha dan inovasi kreatif yang

dapat menyerap tenaga kerja, pertumbuhan jumlah perusahaan, teknologi, organisasi masyarakat, sarana sebagai pusat

pelatihan kerajinan, infrastruktur yang relevan dengan kerajinan berupa showroom atau toko kerajinan dan program

penyelenggaraan event berupa festival. Sementara itu di Sentra Batik Pesindon yang mengalami perubahan sehingga

mendukung adanya penetapan Kota Kreatif Pekalongan yaitu pada modal SDM kreatif lokal, dukungan wirausaha dan inovasi

kreatif yang dapat menyerap tenaga kerja, pertumbuhan jumlah perusahaan, teknologi, organisasi masyarakat, sarana

sebagai pusat pelatihan kerajinan dan penyelenggaraan event berupa festival. Dari beberapa hal yang telah disebutkan dapat

diketahui bahwa di Sentra Batik Kauman dan Pesindon sudah mendukung penetapan Kota Pekalongan sebagai kota kreatif

kerajinan.

Desa-Kota, Vol. 2, No. 2, 2020, 203-216

216

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Perdagangan RI. (2008). Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015. Diakses dari

https://www.slideshare.net/andrietrisaksono/buku-2-rencana-pengembangan-ekonomi-kreatif-indonesia-2009-2015

Evans, G., Foord, J., Gertler, M. S., Tesolin, L. & Weinstock, S. (2006). Strategies for Creative Spaces and Cities: Lessons Learned. London

Metropolitan University & University of Toronto. Diakses dari

http://www.web.net/~imagineatoronto/Creative_Cities_Lessons_Learned.pdf

Florida, R. (2005). Cities and Creative Class, City & Community, 2(1), 3-19. DOI: 10.1111/1540-6040.00034

Howkins, J. (2001). The Creative Economy: How People Make Money from Ideas. London: Penguin Press.

Landry, C. & Bianchini, F. (1995). The Creative City. London: Demos. Diakses dari https://www.demos.co.uk/files/thecreativecity.pdf

Landry, C. (2006). The Art of City- Making, Journal Australian Planner, 43(4), 47. DOI: 10.1080/07293682.2006.9982528.

Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Pekalongan Tahun

2016-2021. Diakses dari

https://sikarep.pekalongankota.go.id/dok_regulasi/PERATURAN_DAERAH_KOTA_PEKALONGAN_NOMOR_4_TAHUN_2016_T

ENTANG_RENCANA_PEMBANGUNAN_JANGKA_MENENGAH_DAERAH_KOTA_PEKALONGAN_TAHUN_2016-2021.pdf

Setiawan, G. (2004). Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan. Jakarta: Cipta Dunia.

Soeprapto, S. (1985). Teknologi Tekstil. Jakarta: PT. Pardnya Paramita.

Trimargawati, N.E. (2008). Penerapan Hukum Hak Cipta Seni Batik Pekalongan sebagai Komoditas Internasional, Tesis. Semarang:

Universitas Diponegoro. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/18449/1/NUR_ENDANG_TRIMARGAWATI.pdf

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Diakses dari https://jdih.bsn.go.id/produk/detail/?id=11&jns=2

UNDP-UNCTAD. (2008). Creative Economy Report, United Nations. Diakses dari https://unctad.org/en/Docs/ditc20082cer_en.pdf

UNESCO. (2004). The Creative Cities Network. United Nations. Diakses dari

http://www.unesco.org/new/fileadmin/MULTIMEDIA/HQ/CLT/pdf/Creative_cities_brochure_en.pdf

UNIDO. (2007). Creative Industries and Micro & Small Scale Enterprise Development. United Nations. Diakses dari

https://www.unido.org/sites/default/files/2009-03/69264_creative_industries_0.pdf