Mengapa Indonesia masih ketergantungan impor beberapa bahan pangan brainly

Indonesia adalah salah satu produsen beras terbesar di dunia, dan menempati posisi ketiga sebagai negara produsen beras terbesar di dunia. Jumlah produksi beras tahun 2018 dari data BPS mencapai 32,42 juta ton. Ada pun tingkat konsumsinya pada 2018 sekitar 29,57 ton. Dari hal ini kita bisa menyimpulkan betapa besarnya produksi beras di Indonesia sehingga menduduki posisi ketiga di dunia.

Namun ada yang aneh dengan apa yang kita rasakin sendiri, dengan predikat produsen beras terbesar ketiga di dunia, seharusnya Indonesia mampu mengekspor beras yang ada. Realitanya kita masih rutin melakukan impor beras dari luar untuk memenuhi kebutuhan. Impor beras sudah menjadi kegiatan rutin, dan menurut data BPS sejak tahun 2000 hingga sekarang, Indonesia belum pernah absen mpor beras.

Kita bisa melihat bahwa impor beras Indonesia dari tahun 2000 hingga 2018 terus mengalami perubahan, dengan puncak tertinggi pada tahun 2011 yang mencapai 2.75 juta ton. Angka yang fantastik bukan? Dan disusul pada tahun 2018 yaitu mencapai 2.25 juta ton beras.

Seperti yang kita ketahui Indonesia masih negara agraris dan penduduknya dominan bekerja sebagai petani. Namun  ada apa? Mengapa Indonesia tetap mengimpor beras setiap tahunnya?

Lahan  panen beras Indonesia mengalami fluktuasi, Sejak awal tahun 2018 hingga bulan Maret 2018, memang luas lahan panen padi meningkat, puncaknya sebesar 1,7 juta hektar. Wajar, karena bulan Maret memang biasa menjadi bulan panen raya di Indonesia. Sebab awal tahun biasanya musim hujan adsalah waktu tanam yang optimal bagi tanaman padi. Alhasil stok padi meluap, membuat surplus beras pada bulan Maret 2018 mencapai 2,91 juta ton, diimbangi juga dengan populasi penduduk Indonesia yang kian meningkat dari tahun ke tahun.

Selama Februari hingga September 2018 produksi beras selalu berada di atas tingkat konsumsi beras. Sayangnya, lahan panen dari bulan Oktober hingga Desember 2018 merosot tajam. Tak ayal BPS memperkirakan konsumsi beras pada periode Oktober-Desember 2018 melebihi produksinya, dengan selisih mencapai 3,51 juta ton.

Namun, melihat secara keseluruhan data produksi dan konsumsi beras selama 2018, Indonesia masih diprediksi surplus beras sebesar 2,86 juta ton. Memang, surplus tahun ini jauh lebih kecil dibandingkan 5 tahun terakhir. Dibandingkan pada tahun 2017 saja, surplus  tahun ini diperkirakan turun lebih dari 5 kali lipat.

Perhitungan produksi beras
Untuk memperbaiki metodologi dan mempermudah kini BPS melakukan pengumpulan data atau UBINAN dengan menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA). Dan tahapan perhitungannya meliputi 4 tahapan sesuai prosedur dan kaidah yang ada, tidak menggunakan data fiktif maupun secara sembarangan. Pertama, BPS Menetapkan Luas Lahan Baku Sawah Nasional dengan menggunakanKetetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI No. 399/Kep-23.3/X/2018 tanggal 8 Oktober 2018.

Selanjutnya, menetapkan luas panen dengan KSA yang dikembangkan bersama BPPT dan telah mendapat pengakuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ketiga, menetapkan produktivitas per hektar. BPS juga melakukan penyempurnaan metodologi dalam menghitung produktivitas per hektar, dari metode ubinan berbasis rumah tangga menjadi metode ubinan berbasis sampel KSA. Dan terakhir Menetapkan Angka Konversi dari Gabah Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering Giling (GKG) dan Angka Konversi dari GKG ke Beras.

Penyebab dan Solusi
Seperti yang sudah kita bahas di atas ada pengalihan lahan fungsi sawah yang marak saat ini. Banyak lahan yang tadinya sawah berubah menjadi pelauhan, bandara atau pun lahan utntuk industri. Pembangunan pelabuhan, Bandara sampai infrastruktur ikut sebagai penyumbang alasan terbesar mengapa kita harus mengimpor beras. Seperti yang kita ketahui juga bahwa ada supply dan demand, bagaimana kita bisa mengendalikan harga pada saat sisi supply nya itu terbatas jadi kita harus tetap melakukan impor beras

Solusi yang bisa kita gunakan untuk menanggulangi masalah ini, pertama ada pada penyerapan beras dari petani, dengan surplus setidaknya bisa terserap setidaknya setengah. Selanjutnya dengan pemanfaatan lahan sawah yang sesuai dengan kegunaanya. Atau harus diseimbangkan apabila harus mengubah sebagian lahan sawah untuk industri, pelabuhan dan lain-lain. Harus bisa memaksimalkan proditivitas beras dari lahan sawah yang ada.

Kita juga bisa menyiapkan atau memaksimalkan penggunaan bibit unggul agar dapat memaksimalkan kualitas beras begitupun dengan produksinya, atau kita menggunakan teknologi dalam produksi beras yang tidak memerlukan luas lahan besar. Harus memanfaatkan teknologi seperti yang kita jumpai pada negara-negara maju, seperti Singapura dalam budidaya sayur dan lainnya

Sumber : https://www.indonesiana.id/read/135961/langkah-langkah-mengatasi-iimpor-beras

Mengapa Indonesia masih ketergantungan impor beberapa bahan pangan brainly

Mengapa Indonesia masih ketergantungan impor beberapa bahan pangan brainly

Mengapa Indonesia masih ketergantungan impor beberapa bahan pangan brainly
Lihat Foto

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tumpukan karung beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat, Gedebage, Bandung, Jawa Barat, Senin (15/8). Stok beras di gudang tersebut dinyatakan aman untuk mencukupi kebutuhan Lebaran. Ketersediaan jumlah yang mencukupi tersebut diharapkan juga mempengaruhi kestabilan harga kebutuhan pokok, terutama beras di pasaran untuk beberapa pekan ke depan.

KOMPAS.com - Wacana terkait impor beras beberapa waktu lalu sempat ramai dan mencuat ke permukaan publik di tengah panen raya di sejumlah daerah.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut impor beras perlu dilakukan pemerintah untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan harga.

Meski diprediksi akan terjadi kenaikan produksi beras sepanjang Januari hingga April 2021, Lutfi menyebut hal itu baru bersifat ramalan.

Baca juga: Kata Ekonom soal Rencana Pemerintah Impor Beras 1 Juta Ton

Kendati demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mengimpor beras setidaknya hingga pertengahan tahun ini.

Meski impor beras tidak jadi terlaksana, polemik mengenai impor beras ini terlanjur membumbung tinggi dan memicu keresahan di kalangan petani.

Imbasnya, harga obyek yang diperbincangkan, yakni gabah mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Baca juga: Swasembada Beras Vs Impor Beras

Seperti diketahui bersama, Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang diharapkan dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok masyarakat secara menyeluruh.

Siapa sangka, negara agraris pun tak menjamin suatu negara dapat terbebas dari impor, terlebih dari sektor pertanian itu sendiri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari tahun 2000 hingga 2019 Indonesia selalu mengimpor beras. Praktis, hal tersebut juga terjadi di sepanjang periode kepemimpinan Presiden Jokowi hingga tahun 2019.

Baca juga: Polemik Impor dan Anjloknya Harga Garam...

Lantas, mengapa Indonesia yang merupakan negara agraris selalu impor beras?

JAKARTA - Pemerintah dalam beberapa kesempatan selalu mengungkapkan keinginannya untuk berhenti impor pangan. Bukan tidak mungkin hal itu bisa direalisasikan. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya menghentikan ketergantungan impor itu.

Untuk bisa berhenti melakukan impor di sektor pangan, Pemerintah dinilai perlu untuk menghentikan penyusutan lahan-lahan pertanian yang dialih fungsikan.

"Lahan pertanian kita ini mengalami penyusutan. Penyusutannya cukup esktensif dan cukup besar, terutama di Pulau Jawa, ujar Pengamat Pertanian Dwi Andreas Santoso kepada Okezone di Jakarta.

Pulau Jawa, berdasarkan kalkulasinya, telah terjadi alih kepemilikan lahan pertanian sekira 508.000 hektare (ha).

"Dari petani ke non petani, alih kepemilikan ini selama 10 tahun terakhir ini seluas 508.000 ha. Itu sudah mengurangi cukup drastis lahan-lahan kelas satu yang kita sebut lahan sawah. Itu kan di Jawa luasnya hanya sekitar 3,7 juta ha, hilang 508.000 itu kan luar biasa. Belum lagi di tempat lain,” ungkap Dwi.

Selain itu, faktor tingkat kesejahteraan petani juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Pasalnya hal itu menentukan tingkat produktivitas petani dalam menghasilkan bahan pangan.

"Kemiskinan petani itu tidak cenderung membaik kan. Persentase penduduk miskin di Indonesia yang hidup di perdesaan itu 63%, meningkat dibandingkan tahun lalu," kata Dwi.

"Tahun lalu itu 62,75% sekarang 63%. Dalam arti apa, porsi terbesar penduduk desa kan petani sehingga kesejahteraan petani ini semakin lama semakin berkurang," tambahnya.

(rzy)

Mengapa Indonesia masih ketergantungan impor beberapa bahan pangan brainly

Ilustrasi: Pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam dari kapal di Pelabuhan Indah Kiat, Merak, Cilegon, Banten. (Foto Antaranews.com) (Foto Antaranews.com/)