Masjid apakah yang didirikan oleh raden patah dan masih ada sampai sekarang

Oleh Liputan6 pada 06 Des 2002, 18:34 WIB

Diperbarui 06 Des 2002, 18:34 WIB

Masjid apakah yang didirikan oleh raden patah dan masih ada sampai sekarang

Perbesar

Liputan6.com, Demak: Kesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kebesaran kerajaan ini masih terlihat dari peninggalannya berupa Masjid Agung Demak, Jawa Tengah. Tempat ibadah ini dibangun pada masa pemerintahan Raden Patah, Sultan I Demak pada 1481 Masehi. Pembangunan dilakukan bersama para wali sehingga masjid ini dikenal sebagai Masjid Wali. Masjid Demak menjadi saksi sejarah kebesaran agama Islam dan juga Kesultanan Demak.

Kini bangunan masjid banyak yang rapuh ditelan usia. Sebagian sudah diganti tanpa mengubah bentuk masjid. Yang sampai sekarang masih terpasang adalah satu tiang atau soko tatal masjid. Tiang tersebut terbuat dari potongan kayu kecil-kecil yang dalam bahasa Jawa disebut tatal. Tiang tersebut saat ini dibungkus kayu karena banyak pengunjung masjid yang usil mengambil potongan-potongan kayu tersebut.

Jemaah yang berkunjung ke Masjid Demak masih dapat menikmati benda-benda asli peninggalan para wali seperti tiang masjid dan bedug di museum yang terletak di sebelah kanan masjid. Selain itu, di belakang masjid, terdapat makam sultan-sultan serta kerabat Kesultanan Demak. Di antaranya makam Raden Patah, Pati Unus atau Sultan Demak II, dan Raden Trenggono atau Sultan Demak III. Hingga kini, makam ketiga sultan itu masih terus dikunjungi para peziarah.(TNA/Teguh Hadi Prayitno dan Kukuh Ary Wibowo)

Masjid Agung Demak merupakan Masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau Wali Songo. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak ± 26 km dari Kota Semarang, ± 25 km dari Kabupaten Kudus, dan ± 35 km dari Kabupaten Jepara. Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan Masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah.

Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Shofar. Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M. Pawestren, merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jama’ah wanita. Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit. Luas lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M. Surya Majapahit , merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa Majapahit. Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 tahun Saka, atau 1479 M. Maksurah , merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.

Pintu Bledheg, pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti “Condro Sengkolo” yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Mihrab atau tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar Kencono warisan dari Majapahit.

Dampar Kencana , benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV, sebagai hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya ke V Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden Trenggono 1521 – 1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.

Soko Tatal / Soko Guru yang berjumlah 4 ini merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Yang berada di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal. Situs Kolam Wudlu . Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi.

Menara, bangunan sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan konstruksi baja sekaligus menjawab tuntutan modernisasi abad XX. Pembangunan menara diprakarsai para ulama, seperti KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin.

http://betulcerita.blogspot.co.id/2015/01/sejarah-...

tirto.id - Sejarah Masjid Agung Demak didirikan pada akhir abad ke-15 Masehi. Pendirinya adalah Raden Patah yang merupakan pangeran Majapahit sekaligus pemimpin pertama Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa.

Terkait tahun pendirian Masjid Agung Demak terdapat banyak versi. Raden Patah mendirikan salah satu masjid tertua di Jawa Tengah ini dengan bantuan Walisongo yang kala itu tengah menyebarkan dakwah Islam.

Masjid Agung Demak berdiri ketika Islam mulai berkembang di Jawa seiring keruntuhan Majapahit yang pernah menjadi kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Jawa, bahkan di Nusantara.

Maka tidak mengherankan jika arsitektur Masjid Agung Demak mengandung unsur akulturasi budaya lokal Jawa, Hindu-Buddha, dan Islam dari Arab.

Sejarah & Pendiri Masjid Agung Demak

Dikutip dari laman Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, Masjid Agung Demak dibangun oleh Raden Patah bersama Walisongo pada abad ke-15 Masehi. Letaknya di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Muhammad Zaki dalam risetnya bertajuk "Kearifan Lokal Jawa pada Wujud Bentuk dan Ruang Arsitektur Tradisional Jawa" (2017) menyebutkan, pendirian Masjid Agung Demak terbagi dalam tiga tahap pembangunan.

Tahap pertama adalah tahun 1466 M. Kala itu masjid masih berupa bangunan Pondok Glagah Wangi asuhan Sunan Ampel dan Raden Patah.

Tahap kedua, tahun 1477 M, masjid dibangun kembali menjadi Masjid Kadipaten Glagah Wangi Demak. Tahap ketiga dilakukan pada 1478 M, bertepatan dengan diangkatnya Raden Patah menjadi sultan sehingga masjid direnovasi.

Baca juga:

  • Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa
  • Masjid Menara Kudus: Sejarah, Pendiri, & Ciri Khas Arsitektur
  • Sejarah Masjid Saka Tunggal Kebumen: Ciri Arsitektur & Filosofinya

Ada beberapa beberapa versi tahun pembangunan Masjid Agung Demak, yakni sebagai berikut:

1. Menurut Babad Tanah Jawi

Dikutip dari Babad Tanah Jawi suntingan W.L. Olthof (2017), Masjid Agung Demak didirikan pada akhir adab ke-15 M. Sunan Ampel membimbing daerah sekitar Demak menjadi pusat pengajaran agama Islam.

Pada dekade 1470-an Masehi, Raden Patah menemui Sunan Ampel. Versi babad menyebutkan, Raden Patah adalah putra Brawijaya V (1478-1498), Raja Majapahit terakhir, dari istri seorang perempuan asal Cina bernama Siu Ban Ci.

Raden Patah kemudian masuk Islam, menetap, dan membantu Sunan Ampel menyebarkan Islam.

2. Babad Demak

Menurut Babad Demak, Masjid Demak didirikan pada tahun 1399 Saka (1477 M) ditandai dengan Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning Janma".

Baca juga:

  • Sejarah Majapahit: Corak Agama Kerajaan, Toleransi, & Peninggalan
  • Sejarah Keruntuhan Kerajaan Majapahit & Prasasti Peninggalannya
  • Sejarah Kerajaan Majapahit: Negara Bubar di Masa Pancaroba

3. Candrasengkala

Agus Maryanto dan Zaimul Azzah dalam Masjid Agung Demak (2012) menelisik sejarah berdirinya Masjid Agung Demak dari candrasengkala.

Candrasengka adalah susunan kata atau lukisan (sengkalan) yang menunjukkan angka tahun atau kronogram

Berdasarkan candrasengkala yang terdapat pada mihrab (tempat imam sholat) bergambar kura-kura, terdapat lambang tahun 1401 Saka (1479 M) yang diperkirakan sebagai tahun pembangunan Masjid Agung Demak.

4. Lawang Bledek

Lawang Bledek adalah pintu utama Masjid Agung Demak. Di hiasan pintu ini terdapat candrasengkala berbunyi “haga mulat salira wani".

Dari sini kemudian ditarik kesimpulan bahwa peletakan batu pertama oleh Raden Patah dilakukan pada 1477 M. Tahun 1479 M, Masjid Agung Demak beralih dari masjid kademangan menjadi masjid kesultanan dan baru diresmikan pada 1506 M.

Baca juga:

  • Sejarah Penyebab Keruntuhan Kerajaan Samudera Pasai
  • Sejarah Keruntuhan Kerajaan Demak: Penyebab dan Latar Belakang
  • Sejarah Kerajaan Samudera Pasai: Pendiri, Masa Jaya, & Peninggalan

Ciri Arsitektur dan Keunikan

Dikutip dari buku Sejarah 2 Kelas XI oleh Sardiman (2008), Masjid Agung Demak didirikan ketika Islam mulai berkembang di Jawa.

Maka, Masjid Agung Demak membawa akulturasi budaya lokal Jawa, Hindu-Budha, dan Islam yang menjiad ciri khas sekaligus keunikan arsitektur bangunannya, di antaranya adalah:

  • Atap tumpang mirip punden berundak, menunjukkan hasil budaya lokal prasejarah di Indonesia.
  • Atap tumpang ganjil, sama dengan tingkat bangunan pura Hindu berjumlah 3-11 tingkat. Selain itu, bentuk meru segitiga sebagai lambang persemayaman dewa dalam kepercayaan Hindu.
  • Budaya Islam dilihat dari fungsinya sebagai tempat ibadah umat Islam dan beberapa ornamen yang disematkan.

Dikutip dari buku Masjid Agung Demak oleh Agus Maryanto dan Zaimul Azzah (2012), masjid-masjid kuno seperti Masjid Agung Demak memiliki ciri-ciri bangunan sebagai berikut:

  • Memiliki Pagar keliling
  • Ruang utama berdiri pada fondasi berdenah bujur sangkar
  • Memiliki serambi dan kolam depan atau kanan-kiri.
  • Mempunyai mihrab atau tempat berdirinya imam sholat.
  • Mempunyai pawestren atau tempat Jemaah wanita
  • Beratap tumpang dengan puncak mustaka.

Baca juga:

  • Penjelasan 4 Teori Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
  • Contoh Akulturasi Budaya Islam dalam Bidang Seni dan Bangunan
  • Sejarah Perkembangan Akulturasi Budaya Islam di Indonesia

Artikel dalam laman Dinas Pariwisata Kabupaten Demak menyebutkan, atap Masjid Agung Demak berbentuk limas bersusun tiga yang mengambarkan akidah Islam yaitu, Iman, Islam, dan Ihsan.

Tiang utama masjid atau saka guru dibuat Walisongo. Sebelah barat laut oleh Sunan Bonang, barat daya oleh Sunan Gunungjati, tenggara oleh Sunan Ampel dan timur laut oleh Sunan Kalijaga.

Pintu masjid berjumlah lima berarti Rukun Islam. Jendela berjumlah enam buah bermakna Rukun Iman.

Serambi Masjid Demak berukuran 30x17 meter, berupa ruang terbuka dengan atap berbentuk limas. Serambi berfungsi sebagai tempat sholat, pertemuan, musyawarah atau acara keagamaan.

Tiang serambi memiliki 8 tiang utama berpenampang bujur sangkar terbuat dari kayu jati berukir dan 24 buah pilar berpenampang lintang bujur sangkar terbuat dari bata berspasi. Dua pertiga Saka dipenuhi ukuran motif daun sulur dan motif tumpal.

Baca juga:

  • Modernisasi Transportasi Darat: Sejarah & Dampaknya
  • Sejarah dan Profil Sunan Ampel: Wali Pendakwah di Jalur Politik
  • Makna Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia

Baca juga artikel terkait MASJID AGUNG DEMAK atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/isw)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates